Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Meningkatnya jumlah penduduk dan taraf  hidup masyarakat, memerlukan lebih
banyak energi untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan energi sebenarnya tidak lain
adalah energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan dan mendistribusikan secara merata
sarana-sarana pemenuhan kebutuhan pokok manusia.
Pemakaian bahan bakar fosil (minyak dan batubara) secara besar-besaran sebagai
penyedia sumber daya energi telah terbukti ikut menambah beratnya pencemaran lingkungan.
Sedangkan Indonesia yang akan memasuki era industrialisasi jelas akan memerlukan
tambahan energi dalam jumlah yang relatif besar dan hal ini sudah barang tentu akan
berdampak pula terhadap lingkungan. Diversifikasi energi merupakan salah satu jawaban
untuk mencukupi kebutuhan energi yang terus meningkat.
Berbagai bentuk energi telah digunakan manusia seperti batu bara, minyak bumi,
dan gas alam yang merupakan bahan bakar fosil. Selain itu, bahan bakar tradisional, yaitu
kayu. Walaupun masih digunakan, penggunaan kayu bakar terbatas dengan berkurangnya
hutan sebagai sumber kayu. Akan tetapi dengan meningkatnya jumlah penduduk, terutama
yang tinggal di perdesaan, kebutuhan energi rumah tangga masih menjadi persoalan yang
harus dicarikan jalan keluarnya.
Pembakaran bahan bakar fosil  menghasilkan  Karbon dioksida (CO2) yang ikut 
memberikan kontribusi bagi efek rumah kaca (green house effect) yang  bermuara pada  
pemanasan global (global warming). Biogas memberikan perlawanan  terhadap efek  rumah 
kaca melalui 3 cara. Pertama, Biogas memberikan substitusi atau pengganti dari bahan bakar
fosil untuk penerangan, kelistrikan, memasak dan pemanasan. Kedua, Methana (CH4) yang
dihasilkan secara alami oleh kotoran yang menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar
pada efek rumah kaca, bahkan lebih besar dibandingkan CO2.
Pembakaran Methana pada Biogas mengubahnya menjadi CO2sehingga mengurangi
jumlah Methana di udara. Ketiga, dengan lestarinya hutan, maka akan CO 2 yang ada di udara
akan diserap oleh hutan yang menghasilkan Oksigen yang melawan efek rumah kaca.
Secara prinsip pembuatan gas bio sangat sederhana, yaitu memasukkan substrat
(kotoran sapi) ke dalam unit pencerna (digester) yang anaerob. Dalam waktu tertentu gas bio
akan terbentuk yang selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi, misalnya untuk
kompor gas.
1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Praktikan mampu mengidentifikasikan proses pembentukan biogas pada kotoran sapi;
2.      Praktikan mampu mengidentifikasi kuantitas biogas yang terbentuk dari volume/berat
kotoran sapi pada jumlah tertentu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Biogas


Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh
mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen biogas antara lain
sebagai berikut : ± 60 % CH4 (metana), ± 38 % CO2 (karbon dioksida) dan ± 2 % N2, O2,
H2, & H2S. Biogas dapat dibakar seperti elpiji, dalam skala besar biogas dapat digunakan
sebagai pembangkit energi listrik, sehingga dapat dijadikan sumber energi alternatif yang
ramah lingkungan dan terbarukan. Sumber energi Biogas yang utama yaitu kotoran ternak
Sapi, Kerbau, Babi dan Kuda. Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain 1 m3 Biogas
setara dengan :
 Tabel 1. kesetaraan biogas dengan sumber bahan bakar lain.

Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat populer digunakan untuk
mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan
bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Metana dalam biogas,
bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih
besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang
peranan penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang
lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon
dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman,
sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon diatmosfer
bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Saat ini, banyak negara maju
meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah cair maupun limbah
padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi mekanis pada tempat pengolahan
limbah

2.2 Prinsip Pembuatan Biogas


Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik
(tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas
metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut
biogas. Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme, terutama
bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30-55 oC, dimana pada suhu
tersebut mikroorganisme mampu merombak bahan bahan organik secara optimal. Hasil
perombakan bahan bahan organik oleh bakteri adalah gas metan seperti yang terlihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 2: Komposisi biogas (%) kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa
pertanian
Jenis gas biogas Kotoran sapi Kotoran sapi + sisa Pertanian
Metan (CH4) 65,7 54 - 70
Karbon dioksida (CO2) 27,0 45 - 57
Nitrogen (N2) 2,3 0,5 - 3,0
Karbon monoksida (CO) 0 0,1
Oksigen (O2) 0,1 6,0
Propena (C3H8) 0,7 -
Hidrogen sulfida(H2S) - sedikit
Nilai kalor (kkal/m2) 6513 4800 - 6700

Bangunan utama dari instalasi biogas adalah Digester yang berfungsi untuk
menampung gas metan hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri. Jenis digester
yang paling banyak digunakan adalah model continuous feeding dimana pengisian bahan
organiknya dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar kecilnya digester tergantung pada
kotoran ternak yamg dihasilkan dan banyaknyaÿ biogas yang diinginkan. Lahanÿ yang
diperlukan sekitar 16 m2. Untuk membuat digester diperlukan bahan bangunan seperti pasir,
semen, batu kali, batu koral, bata merah, besi konstruksi, cat dan pipa prolon.
Lokasi yang akan dibangun sebaiknya dekat dengan kandang sehingga kotoran ternak
dapat langsung disalurkan kedalam digester. Disamping digester harus dibangun juga
penampung sludge (lumpur) dimana slugde tersebut nantinya dapat dipisahkan dan dijadikan
pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Setelah pengerjaan digester selesai maka mulai
dilakukan proses pembuatan biogas dengan langkah langkah sebagai berikut:
a.       Mencampur kotoran sapi dengan air sampai terbentuk lumpur dengan perbandingan 1:1 pada
bak penampung sementara. Bentuk lumpur akan mempermudah pemasukan kedalam digester
b.      Mengalirkan lumpur kedalam digester melalui lubang pemasukan. Pada pengisian pertama
kran gas yang ada diatas digester dibuka agar pemasukan lebih mudah dan udara yang ada
didalam digester terdesak keluar. Pada pengisian pertama ini dibutuhkan lumpur kotoran sapi
dalam jumlah yang banyak sampai digester penuh.
c.       Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran) sebanyak 1 liter dan isi rumen
segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5 - 5,0
m2. Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi proses fermentasi.
d.      Membuang gas yang pertama dihasilkan pada hari ke-1 sampai ke-8 karena yang terbentuk
adalah gas CO2. Sedangkan pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru terbentuk gas metan
(CH4) dan CO2 mulai menurun. Pada komposisi CH4 54% dan CO2 27% maka biogas akan
menyala.
e.       Pada hari ke-14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api pada kompor gas
atau kebutuhan lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita sudah bisa menghasilkan energi biogas yang
selalu terbarukan. Biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus
diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal
Pengolahan kotoran ternak menjadi biogas selain menghasilkan gas metan untuk
memasak juga mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk organik padat dan
pupuk organik cair dan yang lebih penting lagi adalah mengurangi ketergantungan terhadap
pemakaian bahan bakar minyak bumi yang tidak bisa diperbaharui.

2.3  Teknologi Digester
Saat ini berbagai bahan dan jenis peralatan biogas telah banyak dikembangkan
sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, jenis, jumlah dan pengelolaan
kotoran ternak. Secara umum terdapat dua teknologi yang digunakan untuk memperoleh
biogas. Pertama, proses yang sangat umum yaitu fermentasi kotoran ternak menggunakan
digester yang didesain khusus dalam kondisi anaerob. Kedua, teknologi yang baru
dikembangkan yaitu dengan menangkap langsung gas metan dari lokasi tumpukan sampah
tanpa harus membuat digester khusus. 
Beberapa keuntungan kenapa digester anaerobik lebih banyak digunakan antara lain :
1.    Keuntungan pengolahan limbah
(a)      Digester anaerobik merupakan proses pengolahan limbah yang alami
(b)      Membutuhkan lahan yang lebih kecil dibandingkan dengan proses kompos aerobik ataupun
penumpukan sampah
(c)      Memperkecil volume atau berat limbah yang dibuang
(d)     Memperkecil rembesan polutan
2.    Keuntungan energi
(a)      Proses produksi energi bersih
(b)     Memperoleh bahan bakar berkualitas tinggi dan dapat diperbaharui
(c)      Biogas dapat dipergunakan untuk berbagai penggunaan
3.    Keuntungan lingkungan .
(a)      Menurunkan emisi gas metan dan karbondioksida secara signifikan
(b)      Menghilangkan bau
(c)      Menghasilkan kompos yang bersih dan pupuk yang kaya nutrisi
(d)     Memaksimalkan proses daur ulang
(e)      Menghilangkan bakteri coliform sampai 99% sehingga memperkecil kontaminasi sumber air
4.    Keuntungan ekonomi
Lebih ekonomis dibandingkan dengan proses lainnya ditinjau dari siklus ulang proses
Bagian utama dari proses produksi biogas yaitu tangki tertutup yang disebut
digester. Desain digester bermacam-macam sesuai dengan jenis bahan baku yang digunakan,
temperatur yang dipakai dan bahan konstruksi. Digester dapat terbuat dari cor beton, baja,
bata atau plastik dan bentuknya dapat berupa seperti silo, bak, kolam dan dapat diletakkan di
bawah tanah. Sedangkan untuk ukurannya bervariasi dari 4-35 m3. Biogas dengan ukuran
terkecil dapat dioperasikan dengan kotoran ternak 3 ekor sapi, 7 ekor babi atau 500 ekor
unggas.
 Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau digunakan
langsung pada kompor untuk memasak, menggerakan generator listrik, patromas biogas,
penghangat ruang/kotak penetasan telur dll.

2.4  Manfaat Biogas
Manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah
dan dipergunakan untuk memasak kemudian sebagai bahan pengganti bahan bakar minyak
(bensin, solar). Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik.
Di samping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat
langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman / budidaya pertanian. Potensi
pengembangan Biogas di Indonesia masih cukup besar. Hal tersebut mengingat cukup
banyaknya populasi sapi, kerbau dan kuda, yaitu 11 juta ekor sapi, 3 juta ekor kerbau dan 500
ribu ekor kuda pada tahun 2005. Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan + 2 m3
biogas per hari. Potensi ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa
1 m3 biogas dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. Di samping itu pupuk
organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempunyai nilai ekonomis
yang tidak kecil pula.

2.5  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesuksesan Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak


Untuk memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas, diperlukan beberapa syarat
yang terkait dengan aspek teknis, infrastruktur, manajemen dan sumber daya manusia. Bila
faktor tersebut dapat dipenuhi, maka pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas sebagai
penyediaan energi dipedesaan dapat berjalan dengan optimal.
Terdapat sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi optimasi pemanfaatan kotoran
ternak menjadi biogas yaitu : (Dede Sulaeman, 2009)
1.    Ketersediaan ternak
Jenis, jumlah dan sebaran ternak di suatu daerah dapat menjadi potensi bagi
pengembangan biogas. Hal ini karena biogas dijalankan dengan memanfaatkan kotoran
ternak. Kotoran ternak yang dapat diproses menjadi biogas berasal dari ternak ruminansia dan
non ruminansia seperti sapi potong, sapi perah dan babi; serta unggas.
Jenis ternak mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkannya. Untuk menjalankan
biogas skala individual atau rumah tangga diperlukan kotoran ternak dari 3 ekor sapi, atau 7
ekor babi, atau 500 ekor ayam.
2.    Kepemilikan Ternak
Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak menjadi dasar pemilihan jenis dan
kapasitas biogas yang dapat digunakan. Saat ini biogas kapasitas rumah tangga terkecil dapat
dijalankan dengan kotoran ternak yang berasal dari 3 ekor sapi atau 7 ekor babi atau 500 ekor
ayam. Bila ternak yang dimiliki lebih dari jumlah tersebut, maka dapat dipilihkan biogas
dengan kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber atau semen) atau beberapa biogas skala
rumah tangga.
3.    Pola Pemeliharaan Ternak
Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas dapat berfungsi optimal.
Kotoran ternak lebih mudah didapatkan bila ternak dipelihara dengan cara dikandangkan
dibandingkan dengan cara digembalakan.
4.    Ketersediaan Lahan
Untuk membangun biogas diperlukan lahan disekitar kandang yang luasannya
bergantung pada jenis dan kapasitas biogas. Lahan yang dibutuhkan untuk membangun
biogas skala terkecil (skala rumah tangga) adalah 14 m2 (7m x 2m). Sedangkan skala
komunal terkecil membutuhkan lahan sebesar 40m2 (8m x 5m).
5.    Tenaga Kerja
Untuk mengoperasikan biogas diperlukan tenaga kerja yang berasal dari
peternak/pengelola itu sendiri. Hal ini penting mengingat biogas dapat berfungsi optimal bila
pengisian kotoran ke dalam reaktor dilakukan dengan baik serta dilakukan perawatan
peralatannya.
Banyak kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak optimalnya biogas
disebabkan karena: pertama, tidak adanya tenaga kerja yang menangani unit tersebut; kedua,
peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan pengisian kotoran karena
memiliki pekerjaan lain selain memelihara ternak.
6.    Manajemen Limbah/Kotoran
Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan komposisi padat cair kotoran
ternak yang sesuai untuk menghasilkan biogas, frekuensi pemasukan kotoran, dan
pengangkutan atau pengaliran kotoran ternak ke dalam raktor. Bahan baku (raw
material) reaktor biogas adalah kotoran ternak yang komposisi padat cairnya sesuai yaitu 1
berbanding 3. Pada peternakan sapi perah komposisi padat cair kotoran ternak biasanya telah
sesuai, namun pada peternakan sapi potong perlu penambahan air agar komposisinya menjadi
sesuai.
Frekuensi pemasukan kotoran dilakukan secara berkala setiap hari atau setiap 2 hari
sekali tergantung dari jumlah kotoran yang tersedia dan sarana penunjang yang dimiliki.
Pemasukan kotoran ini dapat dilakukan secara manual dengan cara diangkut atau melalui
saluran.
7.    Kebutuhan Energi
Pengelolaan kotoran ternak melalui proses reaktor an-aerobik akan menghasilkan
gas yang dapat digunakan sebagai energi. Dengan demikian, kebutuhan peternak akan energi
dari sumber biogas harus menjadi salah satu faktor yang utama. Hal ini mengingat, bila
energi lain berupa listrik, minyak tanah atau kayu bakar mudah, murah dan tersedia dengan
cukup di lingkungan peternak, maka energi yang bersumber dari biogas tidak menarik untuk
dimanfaatkan. Bila energi dari sumber lain tersedia, peternak dapat diarahkan untuk
mengolah kotoran ternaknya menjadi kompos atau kompos cacing (kascing).
8.    Jarak (kandang-reaktor biogas-rumah)
Energi yang dihasilkan dari reaktor biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak,
menyalakan petromak, menjalankan generator listrik, mesin penghangat telur/ungas dll.
Selain itu air panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk proses sanitasi sapi perah.
Pemanfaatan energi ini dapat optimal bila jarak antara kandang ternak, reaktor biogas
dan rumah peternak tidak telampau jauh dan masih memungkinkan dijangkau instalasi
penyaluran biogas. Karena secara umum pemanfaatan energi biogas dilakukan di rumah
peternak baik untuk memasak dan keperluan lainnya.
9.    Pengelolaan Hasil Samping Biogas
Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk memanfaatkannya menjadi pupuk
cair atau pupuk padat (kompos). Pengeolahannya relatif sederhana yaitu untuk pupuk cair
dilakukan fermentasi dengan penambahan bioaktivator agar unsur haranya dapat lebih baik,
sedangkan untuk membuat pupuk kompos hasil samping biogas perlu dikurangi kandungan
airnya dengan cara diendapkan, disaring atau dijemur. Pupuk yang dihasilkan tersebut dapat
digunakan sendiri atau dijual kepada kelompok tani setempat dan menjadi sumber tambahan
pandapatan bagi peternak.
10.              Sarana Pendukung
Sarana pendukung dalam pemanfaatan biogas terdiri dari saluran air/drainase, air dan
peralatan kerja. Sarana ini dapat mempermudah operasional dan perawatan instalasi biogas.
Saluran air dapat digunakan untuk mengalirkan kotoran ternak dari kandang ke reaktor biogas
sehingga kotoran tidak perlu diangkut secara manual. Air digunakan untuk membersihkan
kandang ternak dan juga digunakan untuk membuat komposisi padat cair kotoran ternak yang
sesuai. Sedangkan peralatan kerja digunakan untuk mempermudah/meringankan
pekerjaan/perawatan instalasi biogas.
Selain sepuluh faktor di atas, kemauan peternak/pelaku untuk, menjalankan instalasi
biogas dan merawatnya serta memanfaatkan energi biogas menjadi modal utama dalam
pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas. Tanpa adanya kemauan peternak untuk secara
aktif mengoptimalkan biogas, maka faktor-faktor lain tidak akan cukum membantu dalam
optimalisasi pemanfaatan biogas.

BAB III
METODOLOG

3.1   Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Timbangan
2.      Balon
3.      Pengukur Ambient  Condition (RH dan Temperatur Ruang)
4.      Stopwatch
3.2     Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Kotoran sapi segar (1kg) yang tidak tercampur rumput dan bahan lain atau kotoran
kambing/domba/ayam (1kg) yang tidak tercampur dengan rumput atau bahan lain.
2.      Air seni hewan.
3.3     Prosedur
1.      Masukkan kotoran sapi masing-masing sejumlah 0,5 kg kedalam botol, campurakan dan
kocok dengan air seni hewan sejumlah air seni hewan sejumlah 0,5 kg hingga campura
tersebut homogen dan berat seluruh botol dengan isinya mencapai 1 kg.
2.      Hubungkan balon dengan kepala botol. Ikat dengan menggunakan karet. Periksa
kemungkinan kebocoran.
3.      Ukur temperatur lingkungan setiap hari, selama proses pembentukan gas berlangsung.
4.      Catat seluruh perubahan yang terjadi selama proses pembentukan gas.
5.      Bila balon penampung gas telah tertiup dengan sempurna (terisi oleh gas secara penuh, pada
hari keberapa?)

BAB IV
HASIL PRAKTIKUM

            Tabel hasil pengamatan


Pengamatan Tanpa Bakteri Dengan EM4
Hari ke RH(%) Suhu (oC) RH(%) Suhu (oC)
1 63.5 30.7 61.5 29.4
2 64.3 29.5 62.3 29.8
3 66.4 28.3 66.4 27.3
4 69.8 27.4 71.3 26.8
5 72.3 29.1 71.6 29.2
6 71.9 28.3 73 27.3
7 73.4 26.9 73.8 27.1

BAB V
PEMBAHASAN
(Rikky Triyadi 97001)

Pada praktiku ini dilakukan pembuatan biogas dari kotoran hewan dengan
menggunakan campuran bakteri EM4 dan tanpa campuran bakteri. Kotoran hewan
yang digunakan dalam pembuatan biogas ini adalah kotoran sapi yang masih segar
dan bersih dari rumput atau jerami. Kotoran sapi dicampur dengan air higga menjadi
encer kemudia diamsukan ke dalam botol 1 liter.
Setelah proses pembuatan reactor biogas tersebut, kemudian diberi balon
sebgai indikasi adanya gas yang dihasilkan oleh reactor tersebut. Selama praktikum
sekitar tujuh hari kerja sampel percobaan dilakukan pengukuran RH dan suhu pada
kedua botol tersebut. Pengamatan pertama mengenai kelembaban reactor biogas
tanpa menggunakan bakteri. Pada dasarnya Rh ini berpengaruh pada kadar air
dalam reactor semakin tinggi kadar air maka reactor berjalan lambat dalam
menghasilkan biogasnya. Disini dapat kita bandingkan hasil dari tanpa bakteri dan
EM4. Pada reactor tanpa menggunakan bakteri, Rh pada hari pertama mencapaiu
63,5 %  dengan suhu mencapai 30,7 oC. Pada hari berikutnya suhu reactor menurun
dan Rh menjadi lebih besar  dibandingkan hari pertama, hingga pada hari ke 5 Rh
terus meningkat dan mengaalmi penurunan pada hari ke 6 dan hari ke-7 mengalami
kenaikan kembali. Sedangkan dilaihat dari suhunya, dari hari pertama hingga hari ke
7 mengalami penurunan hanya saj pada hari ke 5 mrngalami kenaikan. Terjadinya
fluktuasi RH dan suhu ini dipengaruhi juga oleh kondisi eksternal yang sering
mengalami hujan sehingga RH reactor akan meningkat sedangkan suhunya
mengalami menurun. Dengan demikian keadaan rector mendi lembab dan
mempunyai RH tinggi.
Selanjutnya pengamtan kedua pada reactor biogas yang menggunakan
EM4. Pada reactor dengan mengguanakan bakteri ini Rh nya lebih kecil
dibandingkan dengan RH pada reactor yang tanpa diberi bakteri. Pada hari pertama,
RH pada raktor mencapi 61,5 % dengan suhu mencapai 29,4 oC.  Seiring dengan
bertambahnya waktu pengamatan ternyata RH semakin meningkat, Pada hari ke-7
Rh mencapai 73,8 %, meningkat sekitar 12,3 % dibandingkan hari pertama.
Sedangkan ditinjau dari suhu pada reactor seiring naiknya RH, suhu reactor
menurun hingga pada hari terakhir pengamatan suhu mencapai 27,1 oC, sekitar
2,3 oC suhu reactor menurun hingga hari ketujuh. Kondisi tersebut hampir sama
dengan pada reactor tanpa penambahan bakteri. Bedaarkan literratur dikatakan
bahwa dekomposisioptimum kotoran sapi akan optimum apabila suhunya mencapai
30-50oC sedangkan pada praktikum hanya mencapai 30 oC pada hari peretama dan
selanjutnya di bawah suhu optimum sehingga proses pembentukan biogas tidak
berjala sempurna.  Namun apabila ditinjau dari segi hasil dan pembuatanya, reactor
yang menggunakan EM4 proses pembentukan biogasnya lebih cepat diabandingkan
dengan reactor tanpa bakteri. Hal tersebut ditandai dengan telah mengembungnya
balon pada botol EM4 sedangkan pada reactor tanpa pemberiaan bakteri. Hal
tersebut demikian karena pada reactor dengan penggunaan bakteri ini akan
meningkatkan dan mempercepat proses pembusukan kotoran sapi sehingga proses
pembentukan gas metan juga semakin cepat dibandingkan dengan tanpa bakteri
dimana proses pembusukannya sangatlah lama. Oleh karena itu bakteri EM4 ini
sangatlah membantu proses penghancuran kotoran ternak dan juga pengomposan
sehingga mempercepat penguraian dan pembentukan gas metan dan campuran gas
lainnya.
            Adapun proses pembuatan biogas pada prinsipnya adalah proses
pengolahan limbah pertanian berupa kotoran ternak salah satunya dengan
melakukan fermentasi secara anaerob, yaitu menampung kotoran sa.pi  dan
difermentasikan pada suatu tempat yang sangat rapat sehingga proses tersebut
fapat berjalan secara anaerob. Sedangkan factor lain untuk menciptakan reactor
biogas yang baik perlu diperhatikan suhu fermentasi dimana suhu optimum proses
tersebut pada 30-50oC. Dilihat dari persyaratan lain adalah mengenai pencampuran
bahan untuk pembuatan biogas tersebut, untuk air dan kotoran cukup pada dosis
1:1. Proses fermantasi tersebut dapat menghasilkan biogas siap pakai pada usia 14
hari dari pertama melakukan permentasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
membuat biogas dari kotoran sapi ini adalah bahan utama biogas ini berupa kototran
sapi yang masih segar dan bersih dari rerumputan dan jerami, sehingga pada
proses fermentasi harus berupa kotoran yang terbebas dari benda-benda lain
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

  
6.1     Kesimpulan
Adapun berdasarkan literature dan pembahasan pada praktikum ini dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1.      Biogas merupakan proses fermentasi limbah ternak berupa kotoran pada tempat
tertutup sehingga proses dilakukan pada kondisi anaerob.
2.      Suhu dan RH berpengaruh terhadap proses fermentasi. Suhu optimum proses
fermentasi biogas ini antara 30 oC sampai dengan 50 oC.
3.      Suhu pada pelaksanaan praktikum tidak optimal dikarenakan cuaca buruk.
4.      Dengan penambahan bakteri EM4 akan meningkatkan kecepatan fermentasi
kotoran menjadi biogas dengn mempercepat penguraian kotoran.
5.      Gas yang dihasilkan pada reactor yang diberi EM4 lebih banyak dibandingkan tanpa
diberi perlakuan penambahan bakteri.

6.2     Saran
Adapun saran dari praktikan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Pada proses pembuatan reactor biogas perlu mempertimbangkan tempat untuk
penampungan sehingga tidak mengalami kelebihan kapasitas.
2.      Kotoran yang digunakan pada biogas ini masih segar dan bersih dari rumput dan
jerami.
3.      Tempat fermentasi diupayakan serapat mungkin dan pada suhu optimum yang
berkisar 30-50 oC

DAFTAR PUSTAKA

http://www.alpensteel.com/article/67-107-energi-bio-gas/263--teknologi-pembuatan-
biogas-secara-sederhana.html(diakses pada tanggal 17 November 2011).
http://id.wikipedia.org/wiki/Biogas (diakses pada tanggal 17 November 2011).
http://dekfendy.blog.uns.ac.id/2009/12/15/membuat-biogas-dari-kotoran-ternak/ (diakses
pada tanggal 17 November 2011).
http://pb-jlarem.blogspot.com/2009/02/cara-membuat-biogas-dari-kotoran-sapi.html (diaks
es pada tanggal 17 November 2011).
http://hanya-kutipan.blogspot.com/2009/05/membuat-biogas-dari-kotoran-sapi.html (diaks
es pada tanggal 17 November 2011).
http://klasterhortidemak.wordpress.com/2008/05/11/biogas-kotoran-sapi-jadi-energi-
alternatif-dua-tahun-tak-beli-minyak-tanah/ (diakses pada tanggal 17 November
2011).

Anda mungkin juga menyukai