Anda di halaman 1dari 14

BAB I

KONSEP TEORI

1. Definisi
Trombosit di dalam darah membentuk penggumpalan darah di otak untuk mencegah
agar Anda tidak kekurangan darah, hal ini baik untuk tubuh ketika penggumpalan yang terjadi
adalah jenis penggumpalan eksternal. Namun penggumpalan darah di kepala ini menjadi sangat
berbahaya ketika terjadi penggumpalan internal. Pembekuan darah di otak internal dapat
terbentuk karena luka, sirkulasi darah yang buruk, masalah jantung, dan penuaan dini. Selain itu
penggumpalan yang terjadi di otak juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang fatal
(Price & Lorraine, 2005 ).

2. Etiologi
Ada beberapa penyebab terjadinya pembekuan darah di otak menurut (putri &
wijaya,2011 ) berikut adalah penyebab gumpalan darah di kepala yang umumnya terjadi, di
antaranya:
a. Cedera kepala.
Apabila Anda pernah mengalami cedera serius hingga trauma pada bagian leher hingga
kepala, tubuh akan secara otomatis menciptakan gumpalan darah untuk mencegah
pendarahan. Hal ini bisa menyebabkan tekanan pada saraf otak. Beberapa penggumpalan
darah di kepala terbentuk di luar otak yang kemudian masuk ke dalam.
b. Penyempitan pembuluh darah.
Ketika pembuluh darah mengalami penyempitan atau pengejangan, resiko mengalami
pembekuan darah di otak semakin tinggi. Darah beku di otak dapat memotong aliran darah
dan mengakibatkan kerusakan serius pada sel.
c. Pembengkakan pembuluh darah.
Jika sebelumnya pembekuan darah di otak bisa disebabkan oleh penyempitan pembuluh
darah, pembengkakan pembuluh darah ternyata juga bisa menyebabkan melemahnya
pembuluh darah, yang kemudian dapat pecah dan menimbulkan pendarahan di dalam otak.
Kondisi ini dapat menyebabkan stroke.

1
d. Gumpalan darah di kepala.
Akibat pembekuan di wilayah lain. Penggumpalan darah tidak hanya terjadi pada area otak
saja melainkan bagian tubuh lain. Kabar buruknya, darah beku ini bisa berkelana hingga
bagian kepala menghalangi aliran darah.
e. Peradangan.
Penyakit pembuluh darah yang meradang dapat meningkatkan risiko darah beku di otak yang
disebabkan oleh bakteri.
f. Angiopati amiloid.
Angiopati amiloid adalah kondisi di mana terjadi kelainan dinding pembuluh darah karena
faktor usia atau hipertensi. Kondisi ini dapat menimbulkan banyak pendarahan kecil yang
mengarah pada pendarahan yang lebih besar.
g. Gangguan fungsi trombosit.
Menurunnya trombosit darah juga dapat menyebabkan pembekuan darah di otak. Anemia sel
sabit (kondisi di mana sel darah merah berbentuk abnormal) dan hemofilia (kondisi di mana
tubuh kekurangan protein untuk pembekuan darah) dapat berkontribusi dalam pembekuan
darah di otak. 
h. Tekanan darah tinggi.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyakit kronis yang dapat melemahkan
dinding pembuluh darah. Guna mencegah terjadinya darah beku di kepala yang disebabkan
oleh tekanan darah tinggi, segera konsultasikan dengan dokter untuk penanganan yang tepat.

3. Patofisiologi
Proses pembekuan darah normal melewati serangkaian interaksi yang kompleks. Berikut
adalah proses pembekuan darah dari awal hingga akhir.
 Trombosit membentuk sumbatan
Trombosit bereaksi ketika pembuluh darah rusak atau ada luka. Mereka menempel pada
dinding daerah yang luka dan bersama-sama membentuk sumbatan. Sumbatan dibentuk
guna menutup bagian yang rusak, agar menghentikan darah yang keluar. Trombosit juga
melepaskan bahan kimia untuk menarik lebih banyak trombosit dan sel-sel lain untuk
melanjutkan tahap berikutnya.

2
 Pembentukan bekuan darah
Faktor-faktor pembekuan memberi sinyal terhadap satu sama lain, untuk melakukan
reaksi berantai yang cepat. Reaksi ini dikenal sebagai kaskade koagulasi. Pada tahap
akhir kaskade ini, faktor koagulasi yang disebut trombin mengubah fibrinogen menjadi
helai-helai fibrin. Fibrin bekerja dengan cara menempel pada trombosit untuk membuat
jaring yang memerangkap lebih banyak trombosit dan sel. Gumpalan (bekuan) pun
menjadi lebih kuat dan lebih tahan lama.

 Penghentian proses pembekuan darah


Setelah bekuan darah terbentuk dan perdarahan terkendali. Protein-protein lain akan
menghentikan faktor pembekuan, agar gumpalan tidak berlanjut lebih jauh dari yang
diperlukan.

 Tubuh perlahan-lahan membuang sumbatan


Ketika jaringan kulit yang rusak sembuh, otomatis sumbatan tidak diperlukan lagi. Helai
fibrin pun hancur, dan darah mengambil kembali trombosit dan sel-sel dari bekuan darah.

Jika proses pembekuan darah mengalami kelainan, maka dapat terjadi perdarahan
berlebih atau sebaliknya terjadi pembekuan darah terlalu banyak sehingga dapat
mengganggu sirkulasi darah. Kondisi ini disebut darah kental.
Tidak semua orang mengalami proses pembekuan darah yang normal. Sebagian
orang dapat mengalami kelainan pada proses pembekuan darah, misalnya penyakit
hemofilia, di mana terdapat kekurangan faktor koagulasi VIII atau IX. Pada penyakit ini,
perdarahan yang terjadi sulit berhenti.
Pembekuan darah juga bisa terbentuk walaupun tidak diperlukan. Kondisi ini
dapat menyebabkan kondisi medis berat seperti serangan jantung, emboli paru, dan
stroke. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya pembekuan darah yang abnormal
dianjurkan untuk rajin bergerak dan berolahraga, tidak merokok, dan menerapkan pola
hidup sehat.

3
Jika terdapat keluhan seperti mudah memar, perdarahan susah berhenti ketika
terjadi luka, sering mimisan, atau terdapat lebam pada persendian, kemungkinan Anda
mengalami gangguan pada pembekuan darah. Apabila terdapat keluhan tersebut,
disarankan untuk berkonsultasi ke dokter.

4
4. Tanda & Gejala
Berikut 5 tanda terjadinya pembekuan darah di otak, antara lain:
a. Sakit kepala parah
Sakit kepala yang berkepanjangan merupakan gejala gumpalan darah di kepala
yang sering diabaikan. Banyak orang cenderung menganggap sakit kepala sebagai
sesuatu yang disebabkan oleh stres, masalah pada mata atau flu.

b. Menyebabkan masalah berbicara.


darah di otak perlahan-lahan akan menghambat fungsi otak, termasuk
memperlambat waktu yang digunakan otak untuk memproses respon berbicara.

c. Kejang otak
Kejang memang dapat terjadi pada orang yang tidak mengalami pembekuan
darah di otak, misalnya karena masalah otak lainnya atau trauma. Namun, jika Anda
merasa tak memiliki penyakit tersebut dan mengalami kejang, bisa jadi itu merupakan
tanda pembekuan darah di otak.

d. Koordinasi indra yang buruk


Secara perlahan, gumpalan darah di kepala cenderung akan menggeser posisi
dan menghambat kerja otak. Setelah kehilangan bicara dan kejang, tanda pembekuan
darah di otak berikutnya yang mungkin muncul adalah masalah dalam penglihatan,
misalnya pandangan yang menjadi kabur.

e. Kelumpuhan
Tanda paling parah dari pembekuan darah di otak adalah serangan lumpuh. Ini
berarti otak telah berhenti berfungsi akibat bekuan darah tersebut. Lumpuh yang terjadi
juga bervariasi, misalnya secara keseluruhan atau hanya pada salah satu sisi tubuh saja.

5
5. Komplikasi
a. Emboli paru
Trombosis vena atau pembekuan darah pada pembuluh vena dapat
mengakibatkan terjadinya emboli paru. Jika gumpalan darah berpindah menuju paru-
paru, hal tersebut dapat mengganggu fungsi paru-paru.
Kondisi ini dapat menyebabkan masalah yang fatal. Aliran darah menuju paru-
paru akan terhambat dan menyebabkan aliran oksigen berkurang. Hipoksia
(berkurangnya kadar oksigen di dalam darah dan seluruh tubuh) pun berpotensi terjadi.

b. Tromboflebitis
Tromboflebitis adalah kondisi di mana terjadi peradangan pada pembuluh vena
yang mengalami penggumpalan darah. Hal ini dapat mengakibatkan kemerahan dan
bengkak yang cukup parah pada area tubuh yang terdampak.

c. Serangan jantung
Jika penggumpalan darah terjadi pada arteri koroner yang menyuplai darah
menuju jantung, serangan jantung berpotensi terjadi.

d. Stroke
Komplikasi berupa stroke juga berpotensi muncul apabila darah menggumpal
pada arteri yang terdapat di dalam otak.

6. Penatalaksanaan
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.

6
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
e. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
f. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan.

7
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
b. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang
lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.

Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat.
Gejala : Kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis,
mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
Tanda : Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot (flaksid atau spastis),
paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum, gangguan penglihatan

8
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,
endokarditis bakterial).
Tanda : Hipertensi arterial, Disritmia, perubahan EKG. Pulsasi : kemungkinan bervariasi,
denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
c. Integritas ego
Gejala : Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Tanda : Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediaan, kegembiraan, kesulitan
berekspresi diri.
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, anuria. Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak
adanya suara usus (ileus paralitik)
e. Makan / minum
Gejala : Nafsu makan hilang. Nausea / vomitus menandakan adanya Peningkatan
Tekanan Intra Kranial. Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia. Riwayat
DM, Peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring). Obesitas.
f. Neurosensori
Gejala : Pusing, Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati. Penglihatan berkurang. Sentuhan: kehilangan sensor pada sisi kolateral
pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama). Gangguan rasa pengecapan
dan penciuman.
Tanda : Status mental: koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah
laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif. Ekstremitas:
kelemahan/paraliysis pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam. Wajah: paralisis/paraparese. Afasia (kerusakan atau
kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/kesulitan berkata kata,
reseptif/kesulitan berkata kata komprehensif, global/ kombinasi dari keduanya.
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendenga. Kehilangan kemampuan
menggunakan motorik. Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi
pada sisi ipsi lateral.

9
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
h. Respirasi
Gejala : Perokok (faktor resiko).
i. Keamanan
Tanda : Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan. Perubahan persepsi terhadap
tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang
sakit. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin / gangguan regulasi suhu tubuh.
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang
kesadaran diri.
j. Interaksi sosial
Gejala : Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular.
b. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi.
c. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan neuromuskuler.
d. Resiko kerusakan integritas kulit b.d hemiplegia.
e. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d interupsi aliran darah

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Kerusakan Kekuatan
mobilitas dan fungsi 1. Kaji kemampuan secara 1. Mengidentifikasi kekuatan
fisik b.d bagian fungsional kerusakan awal atau kelemahan dan dapat
kerusakan tubuh yang dengan cara teratur. memberikan informasi
neuromuskul terkena mengenai pemulihan.
ar d.d kompensasi 2. Tinggikan tangan dan 2. Meningkatkan aliran blik
hemiplegia kembali kepala. vena dan membantu
dan meningkat mencegah terbentuknya
hemiparesis edema.

10
3. Observasi daerah yang 3. Jaringan yang mengalami
terkena termasuk warna, edema lebih mudah
edema, atau tanda lain dari mengalami trauma dan
gangguan sirkulasi. penyembuhannya lambat.
4. Berikan tempat tidur dengan 4. Meningkatkan distribusi
matras bulat, tempat tidur merata berat badan yang
air, alat flotasi atau tempat menurunkan tekanan pada
tidur khusus. tulang-tulang.
5. Konsultasikan dengan ahli 5. Program khusus dapat
fisioterapi menemukan kebutuhan
yang berarti atau menjaga
kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi
dan kekuatan.
6. Berikan obat relaksan otot, 6. Mungkin diperlukan untuk
anstispasmodik sesuai menghilangkan spastisitas
indikasi. pada ekstremitas yang
terganggu.
2. Perubahan Tingkat 1. Lihat kembali proses 1. Kesadaran akan tipe atau
persepsi kesadaran patologis kondisi individual. daerah yang terkena
sensori b.d dan fungsi membantu dalam mengkaji
perubahan perseptual atau mengantisipasi defisit
resepsi tidak spesifik dan perawatan.
sensori , memburuk
transmisi, 2. Evaluasi adanya gangguan 2. Munculnya gangguan
integrasi d.d penglihatan. penglihatan dapat
disorientasi berdampak negatif terhadap
terhadap kemampuan pasien untuk
waktu, menerima lingkungan dan
tempat, mempelajari kembali
orang. keterampilan motorik dan
meningkatkan resiko
terjadinya cedera.
3. Berikan stimulasi terhadap 3. Membantu melatih kembali
rasa sentuhan, seperti jarak sensorik untuk
berikan pasien suatu benda mengintegrasikan persepsi
untuk menyentuh, meraba. dan interpretasi stimulasi.
4. Lakukan validasi terhadap 4. Membantu pasien untuk
persepsi pasien. mengidentifikasi
ketidakkonsistenan dari
persepsi dan integrasi dan
integritas stimulus dan
mungkin menurunkan
distorsi persepsi pada
realitas.

11
3. Kerusakan Mengindika 1. Kaji tipe dan derajat 1. Membantu menentukan
komunikasi sikan disfungsi. daerah dan derajat
verbal b.d pemahaman kerusakan serebral yang
kerusakan tentang kesulitan pasien dalam
neuromuskul masalah beberapa atau seluruh tahap
er komunikasi proses komunikasi.
2. Bedakan antara afasia dan 2. Intervensi yang dipilih
disatria. tergantung pada tipe
kerusakannya.
3. Berikan metode komunikasi 3. Melakukan peniliaian
alternatif. terhadap adanya kerusakan
motorik.
4. Mengurangi isolasi sosial
4. Anjurkan pengunjung atau pasien dan meningkatkan
orang terdekat penciptaan komunikasi yang
mempertahankan usahanya efektif.
untuk berkomunikasi
dengan pasien. 5. Pengkajian secara
5. Konsultasikan dengan rujuk individual kemampuan
ke ahli wicara. bicara dan sensori, motorik,
dan kognitif berfungsi untuk
mengidentifikasi
kekurangan atau kebutuhan
terapi.

4. Resiko Tidak 1. Inspeksi seluruh area kulit, 1. Kulit cederung rusak karena
kerusakan terjadi catat adanya kemerahan, perubahan sirkulasi perifer
integritas kerusakan pembengkakan. dan imobilisasi.
kulit b.d integritas 2. Lakukan massage dan 2. Meningkatkan sirkulasi dan
hemiplegia kulit pada lubrikasi pada kulit dengan melindungi permukaan kulit
pasien lotion atau minyak. dari dekubitus.
Lindungi sendi dengan
bantalan busa, wool.
3. Lakukan perubahan posisi 3. Meningkatkan sirkulasi
sesering mungkin di tempat pada kulit dan mengurangi
tidur maupun sewaktu tekanan pada daerah tulang
duduk. yang menonjol.
4. Bersihkan dan keringkan 4. Kulit yang bersih dan kering
kulit khususnya pada daerah tiak akan mengalami
dengan kelembaban. kerusakan.
5. Jaga alat tenun terbebas dari 5. Mencegah adanya iritasi
lipatan-lipatan dan kotoran. pada kulit
5. Perubahan Mempertah 1. Tentukan faktor-faktor yang 1. Mempengaruhi penetapan
perfusi ankan berhubungan dengan intervensi.
jaringan tingkat keadaan atau penyebab Kerusakan/kemunduran
serebral b.d kesadaran khusus selama koma/ gejala neurologis atau

12
interupsi biasanya/me penurunan perfusi serebral kegagalan memperbaikinya
aliran darah mbaik. dan potensial terjadinya setelah fase awal
peningkatan TIK. memerlukan tindakan
pembedahan.
2. Catat perubahan dalam 2. Gangguan penglihatan yang
penglihatan seperti adanya spesifik mencerminkan
kebutaan, gangguan lapang daerah otak yang terkena,
pandang atau kedalaman mengidentifikasikan
persepsi. keamanan yang harus
mendapat perhatian dan
mempengaruhi intervensi
yang dilakukan.

3. Berikan oksigen sesuai 3. Menurunkan hipoksia yang


indikasi. dapat menyebakan
vasodilatasi serebral dan
tekanan
meningkat/terbentuknya
edema.

4. Pantau pemeriksaan
laboratorium sesuai 4. Memberikan informasi
indikasi, seperti masa tentang karakteristik tentang
protrombin, kadar dilantin. keefektifan
pengobatan/kadar
terapeutik.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah dibuat.

5. EVALUASI KEPERAWATAN

Dx 1 : Kerusakan mobilitas fisik teratasi.

Dx 2 : Gangguan persepsi sensori dapat diperbaiki.

Dx 3 : Komunikasi verbal dapat diperbaiki.

Dx 4 : Kerusakan integritas kulit tidak terjadi.

Dx 5 : Perubahan perfusi jaringan serebral dapat diatasi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. Jakarta: EGC.

Doengoes, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

14

Anda mungkin juga menyukai