NIM : 18109011025
Skenario 2
Seorang wanita usia 26 tahun datang ke klinik dengan keluhan adanya ruam kemerahan
diwajah sejak 1 bulan yang lalu, ruam dirasakan semakin memberat saat terkena sinar matahari.
Pasien juga merasakan cepat lelah, rambut mudah rontok, dan nyeri pada sendi yang berpindah-
pindah. 1 bulan terakhir ini pasien merasakan berat badanya menurun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital normal, pada wajah tampak eritema yang
menyebar pada batang hidung dan kedua pipi. mata konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,
pemeriksaan jantung, paru, dan abdomen dalam batas normal, ektremitas akral hangat, tidak
terdapat oedema. Dokter meminta pasien untuk diperiksa darah rutin dan didapatkan hasil : Hb 7
gr/dl, Hematokrit 22 %, leukosit 3200/ul, trombosit 110000/ul, kemudian dokter memberikan
obat ibuprofen 3x400 mg ke pasien dan merujuk pasien ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih
lanjut.
STEP 1
1. Eritema adalah Inflamasi akut yang terjadi pada kulit dan membran mukosa atau jaringan
tipis dari rongga tubuh yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah di bawah kulit,
paparan terhadap sinar matahari dan akibat obat-obatan.
2. Ruam adalah kondisi kulit yang ditandai dengan iritasi, bengkak dan adanya rasa gatal
pada kulit, gembung kulit atau melepuh pada kulit.
STEP 2
STEP 3
1. Eritema adalah reaksi radang yang berupa warna kemerahan pada kulit akibat dilatasi
pada kapiler yang disebabkan racun kimia atau sunburn. Ruam adalah perubahan pada
kulit berupa noda kemerahan, bintil, atau luka lepuh akibat iritasi atau peradangan.
2. Sistem imun dibagi menjadi dua sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik.
Sistem imun non spesifik terbagi menjadi 4 yaitu pertahanan fisik pertahanan biokimia
pertahanan humoral dan juga pertahanan seluler. Sistem imun spesifik terbagi menjadi
dua yaitu sistem imun spesifik humoral dan sistem imun spesifik seluler. Sistem imun
spesifik humoral yang berperan utama adalah limfosit b atau sel B. Sel B apabila di
langsung oleh benda asing maka akan berproliferasi berdiferensiasi dan berkembang
menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Sistem imun spesifik seluler yang
berperan utama adalah limfosit T atau sel T. Fungsi utama sistem imun spesifik seluler
adalah pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit, dan
keganasan.
3. Ketika terjadi infeksi, maka didalam tubuh akan terjadi reaksi inflamasi akut dimediatori
oleh respon imun non spesifik maupun spesifik, dan terjadi eliminasi infeksi. Apabila
inflamasi akut gagal, maka dilanjutkan terjadinyan inflamasi kronik yang dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan.
4. Rambut rontok bisa disebabkan oleh penyakitnya sendiri yaitu sistem imun yang merusak
folikel rambut atau membuat dilatasi pada folikel rambut akibat seringnya terpapar sinar
matahari secara langsung atau oleh karena pengobatan LES.
5. Karena apabila kulit terkena sinar matahari tubuh akan mengalami kompensasi yaitu
dengan terjadinya vasodilatasi/pelebaran pada pembuluh darah sehingga menyebabkan
kompartemen yang ada pada pembuluh darah lebih mudah untuk keluar menuju jaringan
ekstravaskuler, serta sinar uv yang terdapat pada sinar matahari dapat menyebabkan
terjadinya apoptosis, yaitu yang umumnya material apoptosis akan dibersihkan oleh
fagosit, pada penderita SLE ini mengalami gangguan pada apoptosisi sel dimana terjadi
gangguan pada pembersihan material apoptosis.
6. Ibuprofen merupakan kelompok obat anti inflamasi non steroid (OAINS), OAINS
mengurangi sensitivitas pembuluh terhadap bradikinin dan histamin, memengaruhi
produksi limfokin oleh limfosit T, dan memulihkan vasodilatasi pada peradangan.
Dengan derajat yang bervariasi, semua OAINS baru bersifat analgesik, anti-inflamasi,
dan antipiretik
7. Berat badan menurun pada pasien ini dapat disebabkan oleh nafsu makan yang menurun,
karena adanya keluhan-keluah lain dan juga merupakan gambaran klinis pada sistem
pencernaan.
8. Pada Beberapa penyakit berikut memikiki gambaran klinis atau hasil tes laboratorium
yang serupa yaitu:
Undifferentiated Connective Tissue Disease
Sindrom Sjogren
Sindrom Antibodi Antifosfolipid (APS)
Fibromialgia (ANA positif)
Purpura Trombositopenik Idiopatik
Lupus Imbas Obat
Artritis Reumatoid dini
Vaskulitis
STEP 4
Wanita 26 th
- Hb 7 gr/dl
- Hematokrit 22%
- Leukosit 3200/ul
- Trombosit 110000/ul
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat lebih dari 5 juta orang menderita SLE.2
Prevalensi keseluruhan SLE di US berkisar 14.6-50.8 kasus per 100,000 populasi, dengan
insidens yang bervariasi dari 1.8-7.6 kasus per 100,000 per tahun.4 Di Indonesia, jumlah
penderita SLE diperkirakan mencapai 1.5 juta orang, di mana 90% penderitanya adalah
wanita. (Iqbal, 2012)
Penyakit ini jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun, perempuan lebih sering
terkena dibandingkan laki-laki dan rasio tersebut juga meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Onset LES paling sering didapatkan pada anak perempuan usia antara
9 sampai 15 tahun. Rasio perempuan dan laki-laki adalah 2:1 sebelum pubertas dan
setelah pubertas menjadi 9:1. Insidens LES tidak diketahui secara pasti tapi bervariasi
tergantung etnis dan lokasi. Prevalens LES antara 2,9-400/100.000. (Evalina,2012)
Etiologi
Penyebab pasti dari SLE masih tidak diketahui dan tidak ada konsensus yang
menyatakan apakah SLE merupakan penyakit yang berdiri sendiri atau sekelompok penyakit
yang saling berhubungan. Meskipun penyebab spesifik SLE belumlah diketahui, faktor
multipel telah dikaitkan dengan perkembangan penyakit ini. Terdapat tiga mekanisme yang
dipercayai menimbulkan SLE, yaitu predisposisi genetika, penyebab lingkungan dan reaksi
obat (drug-induced lupus).
Faktor-faktor genetik
- Hubungan kekeluargaan. Anggota keluarga mempunyai risiko lebih tinggi untuk
perkembangan SLE, dan sampai 20% dari saudara sepupu tingkat pertama yang tidak
terjangkiti mungkin mempunyai autoantibodi. Terdapat kepekaan tinggi di antara
kembar monozigot (25%) dibandingkan dengan kembar dizigot (1% sampai 3%).
Faktor-faktor lingkungan.
- Sinar ultraviolet (UV), pajanan sinar matahari, menyebabkan munculnya lesi SLE.
Landasan mekanisme dari pengaruh ini adalah sinar UV yang menyebabkan
apoptosis sel tuan rumah, yang mengakibatkan peningkatan beban fragmen inti sel
dan reaksi inflamasi terhadap produk dari sel yang mati.
- Mengisap sigaret telah ditunjukkan berhubungan dengan perkembangan SLE.
Walaupun mekanismenya belum diketahui, mengisap tembakau dapat memodulasi
produksi auto antibodi.
- Hormon seks diduga memberikan pengaruh penting terhadap perkembangan
penyakit, karena SLE 10 kali lebih sering pada wanita selama masa reproduksi
daripada pria pada usia yang sama, tetapi hanya 2 sampai 3 kali lebih sering pada
wanita selama masa kanak-kanak atau setelah usia 65 tahun. Walaupun demikian,
penggunaan obat kontrasepsi oral yang mengandungi estrogen dan progesteron dosis
tinggi tidak memengaruhi frekuensi atau keparahan ruam penyakit, yang
menggambarkan bahwa faktor selain hormon yang mungkin menentukan
peningkatan risiko penyakit pada wanita.
Obat-obatan seperti prokainamid dan hidralazin dapat menyebabkan penyakit mirip
SLE, walaupun biasanya tidak menyebabkan glomerulonefritis. Obat-obat ini
menyebabkan demetilasi DNA, yang dapat memengaruhi pemaparan berbagai gen yang
terlibat pada perkembangan autoimunitas, atau kemampuan DNA mengaktifkan sel tuan
rumah.
Patogenesis
Manifestasi klinis sangat bervariasi tergantung sistem organ mana yang terlibat
misalnya dari kulit, membran mukosa, sendi, ginjal, otak, paru, jantung, gastrointestinal,
hematologic dan lainnya. Pada kelainan autoimun yang bersifat sistemik biasanya
dijumpai kelainan konstitusional seperti cepat lelah, nafsu makan menurun, demam, dan
menurunnya berat badan hal ini merupakan gejala awal atau bahkan merupakan
komplikasi dari penyakitnya.
Diagnosis banding
Pada Beberapa penyakit berikut memikiki gambaran klinis atau hasil tes
laboratorium yang serupa yaitu:
DALIL
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia Andreson. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.
Jakarta. EGC. 2005. Hal 1392-1395.
Suarjana I Nyoman. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi 4. Jakarta. Internal
Publishing. 2014. Hal 3333-3344.
Poespitasari I V, et all. Tuberkulosis Sumsum Tulang pada Lupus Eritematosus
Sistemik Berat. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Vol. 5, No. 2. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2018.
Iqbal Kiki Mohammad. Neuropsychiatric systemic lupus erythematosus. Majalah
Kedokteran Nusantara. Volume 45, No. 2. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
2012.
Vinay Kumar, Abul K. Abbas, Jon C. Aster. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9.
Elsevier Saunders. Philadelpia. 2013.