Anda di halaman 1dari 15

JOURNAL READING

I. Informasi Jurnal
 Penulis : Robert A. Scwartz, M.D, M.P.H, dan
Stephen J. Nervi, M.D
 Judul : Erythema Nodosum: A sign of Systemic
Disease
 Penerbit/Tahun : University of Medicine and Dentistry of
New Jersey, (2007)
 Institusi : New Jersey Medical School, Newark, New
Jersey

II. Gambaran Umum


a. Abstrak
Eritema nodosum adalah gangguan menyakitkan dari lemak subkutan,
yang merupakan bentuk paling umum panniculitis. Secara umum, ini
idiopatik, meskipun sebagian besar teridentifikasi karena faringitis
streptokokus. Eritema nodosum kemungkinan merupakan tanda awal
dari penyakit sistemik seperti tuberkulosis, infeksi bakteri dan jamur
dalam, penyakit radang usus, atau kanker. Obat-obatan tertentu
termasuk kontraspesi oral dan beberapa antibiotik, juga mungkin
penyebabnya. Tanda khas eritema nodosum adalah nodul lunak,
ertimatosa, dan nodul subkutan berlokasi simetris pada permukaan
anterior ekstremitas bawah. Eritema nodosum tidak mengalami
ulseradi dan biasanya sembuh tanpa atrofi atau jaringan parut.
Sebagian bukti langsung dan tidak langsung mendukung keterlibatan
gangguan respon hipersensitivitas tipe IV pada banyak antigen.
Spesimen insisi atau eksisi dalam harus diperoleh untuk visualisasi
yang memadai. Eritema nodosum merupakan proses inflamasi yang
melibatkan septa antara lobulus lemak subkutan dengan tidk adanya
vaskulitis dan adnya granuloma radial. Evaluasi diagnostik setelah
riwayat komprehensif dan pemeriksaan fisik meliputi hitung darah
lengkap dengan diferensial, laju sedimentasi eritrosit, tingkat protein

1
C-reakti, atau keduanya, uji infeksi streptokokus (misal. Biakan
tenggorokan, tes antigen cepat, titer antistreptoly-sin-O, dan uji reaksi
berantai polimerase), dan biopsi. Pasien harus dikelompokkan
berdasarkan risiko tuberkulosis. Evaluasi lebih lanjut (misal. Tes
turunan protein murni, radiografi thoraks, kultur tinja) bervariasi
berdasarkan individu. Eritema nodosum cenderung sembuh sendiri.
Setiap penyebab yang mendasarinya harus diobati dan disediakan
perawatan suportif. Nyeri dapat dikelola dengan obat antiiflamasi
nonsteroid.

b. Latar Belakang
Eritema nodosum adalah bentuk paling umum dari panniculitis,
yaitu peradangan lapisan lemak subkutan, biasanya ditandai sebagai
tonjolan dari nodul eritematosa yang sangat sensitif terhadap sentuhan.
Sebagian besar nodul terletak simetris pada aspek ventral ekstremitas
bawah. Meskipun eritema nodosun tidak memiliki penyebab spesifik,
penting untuk mengetahui kemungkinan pemicu. Infeksi streptokokus
adalah penyebab tersering yang teridentifikasi, terutama pada anak-
anak. Reaksi obat dan hormonal, penyakit radang usus, dan sarcoidosis
penyebab umum lainnya yang terjadi pada orang dewasa. Seringkali,
eritema nodosum merupakan tanda penyakit serius yang berpotensi
diobati, manajemen penyebab yang mendasari merupakan cara yang
pasti untuk mengurangi eritema nodosum.
Secara keseluruhan, eritema nodosum terjadi pada 1 hingga 5
per 100.000 orang. Pada orang dewasa, sering terjadi pada perempuan,
dengan rasio laki-laki : perempuan yaitu 1:6. Pada anak-anak, rasio
jenis kelamin 1:1. Puncak insiden terjadi pada usia 20 – 30 tahun,
meskipun eritema nodosum dapat terjadi pada semua usia.

c. Manifestasi Klinis

2
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian prospektif yang
dilakukan di Departemen Ortopedi, SMIMER, Surat, Gujarat, India
pada 65 pasien yang terdaftar dalam penelitian ini, di mana 47 pasien
bersedia untuk ditindaklanjuti hingga tahap akhir. Kriteria inklusi
pada peneltian ini adalah semua pasien CTEV dengan usia hingga 2
tahun, dan terdapat beberapa kriteria eksklusi yaitu usia lebih dari 2
tahun, pasien yang menolak, kasus operasi dan sindrom clubfoot.
Dilakukan penilaian pra-operasi menggunakan penilaian Pirani dan
pemeriksaan fisik yang mendetail dan riwayat sindrom clubfoot.
Dilakukan juga pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi kelainan
radiologi yang terlihat.
Diameter nodul eritema nodosum berukuran skitar 0,4-4 inci (1-
10 cm) dan berbatas tegas, mencerminkan lokasi subkutan.
Keterlibatan pretibial paling sering terjadi, meskipun permukaan
ekstensr lengan bawah, paha, dan batang tubuh mungkin juga
terpengaruh. Awalnya, nodul eritema terasa keras, tetapi biasanya
lebih fluktuatif selama evolusi klinis.

Tabel 1. Gambaran Dasar Eritema Nodosum


Nyeri, Simetris, Nodul merah
Sebagian besar berlokasi di anterior ektremitas bawah
Terjadi berminggu-minggu dengan gambaran seperti memar
Tidak ada ulserasi, cenderung untuk sembuh
Infomasi lengkap dari sumber 1 sampai 4

Nodul individu dapat berlangsung selama dua minggu dapat


terus muncul hingga enam minggu. Nodul ini sering membutuhkan
waktu sekitar satu hingga dua bulan untuk sembuh sepenuhnya dan
dapat muncul memar saat memudar. Nodul tidak cenderung
memborok dan biasanya sembuh tanpa atrofi atau jaringan parut.
Prodrom biasanya terjadi dini satu sampai tiga minggu sebelum
timbulnya eritema nodosum, terlepas dari etiologinya. Gejala spesifik
dapat meliputi penurunan berat badan, malaise, demam ringan, batuk,
dan artralgia dengan atau tanpa artritis. Arthralgia diketahui bertahan

3
hingga dua tahun setelah resolusi eritema nodosum. Hal itu
seronegatif untuk faktor rheumatoid dan menyebabkan perubahan
sendi destruktif yang tidak spesifik. Temuan laboratorium abnormal
dapat mencakup leukositosis lebih dari 10.000 per mm'dan
peningkatan sedimentasi eritrosit dan kadar protein C-reaktif.
Erythema nodosum migrans, panniculitis migrasi nodular
subakut, dan eritema nodosum kronis, yang secara klasik dianggap
berbeda dari eritema nodosum, sekarang dianggap sebagai varian
dalam spektrum penyakit. Erythema nodosum migrans, walaupun
persisten, bersifat simptomatis minimal dan biasanya pertama kali
terbukti sebagai nodul unilateral yang cenderung bermigrasi secara
sentrifugal. Panniculitis migran nodular subakut ditandai dengan
nodul pada kaki yang dapat bergabung menjadi plak dengan diameter
hingga 20 cm. Erythema nodosum kronis dapat berkumpul
membentuk plak yang lebih besar juga, meskipun kurang meradang
dibandingkan dengan mereka yang memiliki eritema nodosum yang
khas. Varian ini juga sama dengan sebagian kecil kasus eritema
nodosum.

d. Patofisiologi dan Histopatologi Eritema Nodosum


Eritema nodosum adalah reaksi kulit non spesifik terhadap
beberapa antigen, yang melibatkan banyak mekanisme imunitas.
Sebagian bukti langsung dan tidak langsung yang melibatkan
gangguan hipersensitivitas tipe IV pada beberapa antigen. Eritema
nodosum sering terjadi pada penyakit granulomatosa termasuk
sarcoidosis, tuberkulosis, dan kolitis granulomatosa.
Spesimen biopsi insisi dan eksisi dalam harus menghasilkan
sampel yang memadai karena biasanya sampel biopsi tidak memadai.
Eritema nodosum merupakan reaksi inflamasi septa pada jaringan
lemak subkutan (septa panniculitis) (Gambar2). Infiltrat neutrofilik
disekitar kapiler proliferasi menghasilkan penebalan septum pada awa

4
lesai yang dapat menyebabkan perdarahan. Aktinik (Miescher’s)
radial granuloma kecil, agregasi noduler dari histiosit kecil di sekitar

Gambar 2. Potongan Histologi. Fibrosis, venula bengkak, dan jaringan granulasi


bisa terlihat antara septum jaringan ikat dan lemak lobulus

berbentuk bintang pusat adalah tanda yang khas. Eritema nodosum


tidak berhubungan dngan vaskulitis meskipun perdarahan dan
infamasi pembuluh darah kecil bisa terjadi.

e. Penyebab Eritema Nodosum


Eritema nodosum biasanya idiopatik, tetapi banyak
kemungkinan penyebab (Tabel 2). Dokter harus mempertimbangkan
segala kemungkinan etiologi dari eritema nodosum dan riwayat
komprehensif. Ringkasan langkah-lagkah mendiagnosis eritema
nodosum dapat dilihat pada Tabel 3 dan diagnosis banding pada Tabel
4.

5
f. Faringitis Streptokokus
Infeksi Streptococcus Beta Hemolitycus yang paling sering
teridentifikasi sebagai penyebab eritema nodosum. Infeksi
streptokokus tercatat 44% pada orang dewasa dan 48% pada anak-
anak. Erupsi eritema nodosum mungkin terjadi 2-3 minggu setelah
faringitis steptokokus. Oleh karena itu pasien dengan eritema
nodosum harus dilakukan evaluasi kultur tenggorokan untuk
Streptokokus grup A, serta titer antistreptolysin-O (ASO)
streptokokus, atau tes reaksi ranta polimerase (PCR) atau keduanya.
Titer ASO harus diambil saat diagnosis dan sekali lagi setelah 4
minggu untuk menilai infeksi streptokokus. Pemeriksaan PCR yang
nyata, menjadi pilihan untuk evaluasi infeksi tenggorokan oleh
streptokokus grup A.
Tabel 2. Penyebab Eritema Nodosum
Penyebab Tersering
Idiopatik (55%)
Infeksi faringitis streptokokus (28% - 48%), yersinia spp.,
(Eropa), mikoplasma, clamidia, histoplamosis,
coccidioidomycosis, mycobactria.
Sarcoidosis (11% - 25%) dengan adnopati bilateral
Obat-obatan (3% - 10%), antibiotik (misal. Sulfonamid,
amoksicilin), kontrasepsi oral.
Kehamilan (2% - 5%)
Enteropati (1% - 4%), enteritis regional, kolitis ulserasi
Penyebab Lainnya (<1%)
Infeksi
 Virus : herpes simpleks, Epstain Barr, hepatitis B dan C,
HIV
 Bakteri : campylobacter spp., riketsia, salmonela spp.,
psitaccosis, bartonella spp., sifilis.
 Parasit : amoebiasis, giardiasis

6
Keganasan : lifoma dan lainnya.

Pemeriksaan PCR memiliki sensitivitas 93% dan spesifisitas 98%, dan


nilai prediksi positif dan negatif 88% dan 99%. Pemeriksaan ini
efektif sebagai alternatif pemeriksaan imun antigen cepat untuk
evaluasi faringitis streptokokus.

g. Infeksi Mikobakterial Atipikal dan Tuberkulosis


Tuberkulosis telah lama dikaitkan dengan eritema nodosum.
Eritema nodosum munGkin terjadi pada tuberkulosis primer dan
bermanifestasi sebelum perkembangan reaksi tes kulit pada tuberkulin.
Vaksinasi basil Calmatte-Guiren dan tes kulit tuberkulin telah
dikaitkan dengan perkembangan eritema nodosum. Selain itu, eritema
nodosum dapat ditemukan pada pasien dengan reaksi positif terhadap
tes kulit Mantoux tetapi tidak ada fokus infeksi TB yang terdeteksi.
Semua pasien dengan eritema nodosum harus dikelompokkan
berdasarkan risiko pajanan tuberkulosis. Langkah-langkah yang tepat
termasuk tes kulit tuberkulin, radiografi thoraks, dan analisis sputum
basil tahan asam. Terapi antituberkular harus dimulai untuk eritema
nodosum pada pasien dengan reaksi tes kulit Mantoux positif dengan
atau tanpa fokus infeksi yang diidentifikasi secara positif. Identifikasi
kultur dari tempat utama infeksi juga mungkin berharga dalam
mengidentifikasi nontuberkulosis yang atipikal, mycobacterium
sebagai penyebab eritema nodosum.

Tabel 3. Diagnosis Eritema Nodosum

Hitung darah lengkap dengan diferensial, laju sedimentasi


eritrosit, tingkat C-reaktif protein
Evaluasi infeksi streptokokus (kultur tenggorokan untuk
streptokkus grup A, tes antigen cepat, titer antistreptolisin-
O, PCR
Biopsi eksisi (ketika diagnosis klinis meragukan), khas

7
histologi: septum panniculitis, infiltrat limfositik dengan
neutrofil, aktinik (Miescher) radial granuloma, vaskulitis
tidak ada, tidak ada organisme.
Kecurigaan klinis pada penyakit kronis (misal sarcoidosis,
tuberkulosis), tes turunan protein, radiografi thoraks
Kultur tinja dan evaluasi parasit pada pasien dengan diare atau
gejala gastrointestinal, evaluasi penyakit radang usus
Informasi sumber dari 1 sampai 4, 6, dan 8

Beberapa mikobakteri atipikal telah dikaitkan dengan eritema


nodosum, termasuk Mycobacterium marinum, yang dapat ditemukan
di kolam renang. Identifikasi spesies penting karena perawatan harus
disesuaikan dengan organisme tertentu.

h. Mikosis Sistemik
Lokasi geografis dan riwayat perjalanan pasien harus
dipertimbangkan. Histoplasma capsulatum, Blastomyces dermatitidis,
Paracoccidioides brasiliensis, dan Coccidioides immitis telah terlibat
dalam perkembangan eritema nodosum. Di daerah barat dan barat
daya Amerika Serikat, eritema nodosum umumnya disebabkan oleh
coccidioasomosis, juga dikenal dengan asidemaidosis, San Joaquin
Valley fever. Insiden eritema nodosum pada pasien dengan gejala
coccidioido-mycosis sekitar 5%. Dalam kasus ini, eritema nodosum
didahului oleh gejala pernapasan atas, dan onsetnya cenderung terjadi
sebelum serologi antibodi imunoglobulin M untuk Coccidioides
menjadi positif. Pasien yang menderita coccidioidomycosis saat hamil
lebih sering mengalami penyebaran penyakit yang mengancam jiwa
daripada pasien lainnya.

Tabel 4. Diagnosis Banding Eritema Nodosum


α1-antitrypsin deficiency

8
Cytophagic histiocytic panniculitis (a lymphoma)
Lupus erythematosus profundus (lupus panniculitis)
Nodular fat necrosis
Necrobiosis lipoidica
Necrobiotic xanthogranuloma
Scleroderma
Subcutaneous granuloma
Cold panniculitis
Infectious panniculitis
Leukemic fat infiltrates
Lipodystrophies
Poststeroid panniculitis
Povidone panniculitis
Scleroderma neonatorum
Sclerosing panniculitis
Subcutaneous fat necrosis pada kelahiran
Informasi sumber dari 1, 3, 4, dan 6

Namun eritema nodosum pada wanita hamil dengan


coccidiodomycosis dapat dianggap sebagai tanda prognostik yang
menguntungkan karena penyebaran organisme di luar paru-paru lebih
kecil kemungkinannya pada pasien-pasien ini dibandingkan pada
pasien lain dengan coccidioidomycosis.

i. Infeksi Lainnya
Infeks lain eritema nodosu dapat dilihat pada Tabel 2.
Penyebab infeksi eritema nodosum kadang-kadang melibatkan saluran
gastrointestinal, dan laporan menunjukkan bahwa kejadian infeksi
gastrointestinal dapat meningkat. Oleh karena itu, evaluasi pasien
yang menyeluruh, termasuk kultur tinja, harus dipertimbangkan pada
pasien dengan erythema nodosum dan diare

j. Pengobatan
Reaksi hipersensitivitas terhadap obat telah dikenali sebagai
penyebab 3 hingga 10 persen dari kasus eritema nodosum.
Kontrasepsi oral dan banyak antibiotik, termasuk amoksisilin dan
terutama sulfonamid, telah dikaitkan dengan eritema nodosum.

9
Penghambat pompa proton dan pengubah leukotrien juga telah
terlibat dan banyak bukti terbatas pada laporan kasus dihentikan
setelah eritema nodosum didiagnosis.

k. Sarcoidosis
Sarkoidosis menyebabkan hingga seperempat dari kasus eritema
nodosum. Pencitraan radiografi sering mengungkapkan adenopati
hilar bilateral, dengan satu penelitian yang melaporkan radiografi
thoraks pada temuan tomografi terkomputasi dari adenopati hilar
bilateral atau limfadenopati mediastinum pada semua pasien dengan
eritema nodosum yang disebabkan oleh sarkoidosis. Secara
tradisional, eritema nodosum telah dianggap sebagai indikator
prognosis yang baik pada pasien dengan sarkoidosis, meskipun ini
mungkin benar hanya untuk pasien keturunan Eropa utara.
Sarkoidosis dengan adenopati hilar, poliartritis, dan eritema
nodosum disebut sindrom Löfgren dan memiliki prognosis yang baik.
Sindrom Löfgren cenderung akut dan terbatas, sembuh sendiri dalam
enam hingga delapan minggu, sedangkan sarkoidosis dapat menjadi
kronis dan progresif.

l. Hormon Endokrin
Erythema nodosum terjadi pada hingga 4,6 persen wanita yang sedang
hamil, kemungkinan karena produksi estrogen atau tingkat relatif
estrogen dan progesteron. Estrogen juga telah diusulkan sebagai
faktor yang terlibat di balik rasio kejadian pria-wanita dewasa 1: 6,4.
Kontrasepsi oral kombinasi estrogen dan progesteron sering dikaitkan
dengan eritema nodosum pada beberapa dekade. Sejak
diperkenalkannya kontrasepsi oral dosis rendah pada 1980-an, jumlah
kasus kontrasepsi oral eritema nodosum yang terkait telah menurun.
Penurunan ini mungkin disebabkan oleh kadar fisiologis 20 atau 50
mcg etril estradiol atau di bawah, walaupun hubungan yang jelas
antara estrogen dan eritema nodosum belum ditemukan. Selain itu,

10
belum ada kasus yang dilaporkan keganasan obstetri estrogen yang
mensekresi yang menyebabkan eritema nodosum. Konsentrasi relatif
estrogen dan progesteron dalam kontrasepsi oral dan terapi hormon
selama kehamilan mungkin lebih terkait langsung dengan eritema
nodosum daripada kadar estrogen saja.

m. Gangguan Autoimun dan Inflamasi Kronis


Selain kolitis infeksi, penyakit gastrointestinal lainnya, seperti
kolitis ulserativa dan penyakit Crohn, berhubungan dengan eritema
nodosum. Erythema nodosum dengan nyeri perut dan diare dapat
mencerminkan akut. Kontrol yang kuat terhadap kolitis dapat
mencegah eritema nodosum lebih lanjut; penekanan eritema nodosum
pada pasien dapat dianggap sebagai indikator untuk manajemen
penyakit. Sebanyak 50 persen pasien dengan sindrom Behçet
mengaitkan eritema nodosum. Koeksistensi yang terbukti secara
biopsi dan eritema nodosum telah didokumentasikan.

n. Keganasan
Erythema nodosum dapat menjadi penanda kulit malignancy,
paling sering limfoma atau leukemia. Jarang keganasan lain dapat
dikaitkan dengan eritema nodosum, termasuk kanker karsinoid dan
kolorektal dan kanker pankreas. Eritema nodosum juga dapat
menunjukkan perkembangan penyakit. Sebagai contoh, pada pasien
dengan riwayat penyakit Hodgkin, perkembangan eritema nodosum
dapat mencerminkan kekambuhan. Pertimbangkan terutama ketika
eritema nodosum disertai dengan kecurigaan klinis untuk keganasan.

o. Tatalaksana
Meskipun eritema nodosum dapat menjadi sangat lunak, namun
cenderung terbatas. Pendekatan yang paling umum adalah pengobatan
segala kelainan yang mendasarinya dan terapi suportif, termasuk tirah
baring dan penghindaran kontak dengan iritasi pada area yang terkena.

11
Nyeri dapat dikelola secara konservatif dengan obat antiinflamasi
nonsteroid (NSAID). Manajemen nyeri yang lebih agresif
dicadangkan untuk situasi klinis yang berulang atau tidak lama.
Terapi kalium iodida lebih efektif dalam memberikan bantuan
simptomatik jika dimulai pada permulaan eritema nodosum. Perhatian
harus diambil untuk menghindari hipertiroidisme, risiko dengan
penggunaan jangka panjang.
Steroid sistemik telah dianjurkan sebagai pilihan terapi yang
relatif aman jika infeksi yang mendasarinya, risiko penyebaran bakteri
atau sepsis, dan keganasan telah dikeluarkan dengan evaluasi
menyeluruh. Prednison oral dengan dosis 60 mg setiap pagi sudah
khas. Aturan umum adalah 1 mg per kg berat badan per hari.
Pengobatan juga dapat disesuaikan dengan rejimen spesifik
penyakit: steroid yang digunakan dalam kombinasi dengan hidroksi-
klorokuin (Plaquenil), cyclosporin A (Sandimmune), atau thalidomide
(Thalomid) telah digunakan untuk mengobati penyakit radang usus
terkait dengan eritema nodosum. NSAID harus dihindari dalam
mengobati eritema nodosum sekunder pada penyakit Crohn karena
dapat memperburuk serangan akut yang sedang berlangsung.colistin
dapat digunakan pada pasien eritema nodosum dengan sindrom
Behçet dengan hasil yang beragam.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Fox MD, Schwartz RA. Erythema nodosum. Am Fam Physician


1992;46:818-22.
2. Kakourou T, Drosatou P, Psychou F, Aroni K, Nicolaidou P. Erythema
nodosum in children: a prospective study. J Am Acad Dermatol 2001;44:17-21.
3. Requena L, Yus ES. Panniculitis. Part I. Mostly septal panniculitis. J Am
Acad Dermatol 2001;45:163-83.
4. Mert A, Ozaras R, Tabak F, Pekmezci S, Demirkesen C, Ozturk R. Erythema
nodosum: an experience of 10 years. Scand J Infect Dis 2004;36:424-7.
5. Baldock NE, Catterall MD. Erythema nodosum from Yersinia enterocolitica.
Br J Dermatol 1975;93:719-20.
6. Sanches Yus E, Sanz Vico MD, de Diego V. Miescher’s radial granuloma.
A characteristic marker of erythema nodosum. Am J Dermatopathol
1989;11:434-42.
7. Cribier B, Caille A, Heid E, Grosshans E. Erythema nodosum and associated
diseases. A study of 129 cases. Int J Dermatol 1998;37:667-72.
8. Uhl JR, Adamson SC, Vetter EA, Schleck CD, Harmsen WS, Iverson LK,
et al. Comparison of LightCycler PCR, rapid antigen immunoassay, and culture
for detection of group A streptococci from throat swabs. J Clin Microbiol
2003;41:242-9.
9. Mert A, Ozaras R, Tabak F, Ozturk R. Primary tuberculosis cases presenting
with erythema nodosum. J Dermatol 2004;31:66-8.
10. Louthrenoo W, Lertprasertsuke N, Kasitanon N, Sukitawut W. Erythema
nodosum as a manifestation of HIV infection. Asian Pac J Allergy Immunol
2002;20:175-8.
11. Kumar B, Sandhu K. Erythema nodosum and antitubercular therapy. J
Dermatol Treat 2004;15:218-21.
12. Brodie D, Schluger NW. The diagnosis of tuberculosis. Clin Chest Med
2005;26:247-71.
13. Body BA. Cutaneous manifestations of systemic mycoses. Dermatol Clin
1996;14:125-35.
14. Braverman IM. Protective effects of erythema nodosum in
coccidioidomycosis. Lancet 1999;353:168.
15. Sanders CJ, Hulsmans RF. Persistent erythema nodosum and asymptomatic
Campylobacter infection. J Am Acad Dermatol 1991;24(2 pt 1):285-6.
16. Bottone EJ. Yersinia enterocolitica: the charisma continues. Clin Microbiol
Rev 1997;10:257-76.
17. Sota Busselo I, Onate Vergara E, Perez-Yarza EG, Lopez Palma F, Ruiz
Benito A, Albisu Andrade Y. Erythema nodosum: etiological changes in the
last two decades. An Pediatr (Barc) 2004;61:403-7.
18. Yang SG, Han KH, Cho KH, Lee AY. Development of erythema nodosum in
the course of oestrogen replacement therapy. Br J Dermatol 1997;137:319-20.
19. Ricci RM, Deering KC. Erythema nodosum caused by omeprazole. Cutis
1996;57:434.
20. Dellaripa PF, Wechsler ME, Roth ME, Drazen J. Recurrent panniculitis in a
man with asthma receiving treatment with leukotriene-modifying agents. Mayo
Clin Proc 2000;75:643-5.
21. de Almeida Prestes C, Winkelmann RK, Su WP. Septal granulomatous
panniculitis: comparison of the pathology of erythema nodosum migrans
(migratory panniculitis) and chronic erythema nodosum. J Am Acad Dermatol
1990;22:477-83.
22 . Bernstein CN, Blanchard JF, Rawsthorne P, Yu N. The prevalence of
extraintestinal diseases in inflammatory bowel disease: a populationbased
study. Am J Gastroenterol 2001;96:1116-22.
23. Cohen PR, Holder WR, Rapini RP. Concurrent Sweet‘s syndrome and
erythema nodosum: a report, world literature review and mechanism of
pathogenesis. J Rheumatol 1992;19:814-20.
24. Sullivan R, Clowers-Webb H, Davis MD. Erythema nodosum: a presenting
sign of acute myelogenous leukemia. Cutis 2005;76:114-6.
25. Lin JT, Chen PM, Huang DF, Kwang WK, Lo K, Wang WS. Erythema
nodosum associated with carcinoid tumour. Clin Exp Dermatol 2004;29:426-7.
26. Durden FM, Variyam E, Chren MM. Fat necrosis with features of erythema
nodosum in a patient with metastatic pancreatic carcinoma. Int J Dermatol
1996;35:39-41.
27. Bonci A, Di Lernia V, Merli F, Lo Scocco G. Erythema nodosum and
Hodgkin’s disease. Clin Exp Dermatol 2001;26:408-11.
28. Marshall JK, Irvine EJ. Successful therapy of refractory erythema nodosum
associated with Crohn’s disease using potassium iodide. Can J Gastroenterol
1997;11:501-2.
29. Tremaine WJ. Treatment of erythema nodosum, aphthous stomatitis, and
pyoderma gangrenosum in patients with IBD. Inflamm Bowel Dis1998;4:68-9.
30. Yurdakul S, Mat C, Tuzun Y, Ozyazgan Y, Hamuryudan V, Uysal O, et al. A
double-blind trial of colchicine in Behcet’s syndrome. Arthritis Rheum
2001;44:2686-92.

Anda mungkin juga menyukai