Anda di halaman 1dari 10

MATA KULIAH K3

PROBLEMATIKA K3 DI INDONESIA

Dosen Pengampu: Diana

Disusun Oleh:

HILAL IAN RAMADHON


(2017006104)

KELAS : 2 D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
YOGYAKARTA
2018
Problematika Kesehatan dan KeselamatanKerja (K-3) di Indonesia

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam


bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.

Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh
di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi  tersebut mencerminkan
kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah.
Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan
sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan,
pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.                   
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama.  Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh,
merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam
bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.

Sebab – Sebab Kecelakaan


Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau
kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari
teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan
dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut
menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan
memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.

1. Terjadi secara kebetulan.


Dianggap sebagai kecelakaan dalam arti asli (genuine accident) sifatnya tidak dapat
diramalkan dan berada di luar kendali manejemen perusahaan. Misalnya, seorang
karyawan tepat berada di depan jendela kaca ketika tiba-tiba seseorang melempar
jendela kaca sehingga mengenainya.
2. Kondisi kerja yang tidak aman.
Kondisi kerja yang tidak aman merupakan salah satu penyebab utama terjadinya
kecelakaan. Kondisi ini meliputi faktor-faktor sebagai berikut:
a. Peralatan yang tidak terlindungi secara benar.
b. Peralatan yang rusak.
c. Prosedur yang berbahaya dalam, pada, atau di sekitar mesin atau peralatan
gudang yang tidak aman (sumpek dan terlalu penuh).
d. Cahaya tidak memadai, suram, dan kurang penerangan.
e. Ventilasi yang tidak sempurna, pergantian udara tidak cukup, atau sumber udara
tidak murni.
Pemulihan terhadap faktor-faktor ini adalah dengan meminimalkan kondisi yang tidak
aman, misalnya dengan cara membuat daftar kondisi fisik dan mekanik yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan. Pembuatan cheklist ini akan membantu dalam
menemukan masalah yang menjadi penyebab kecelakaan.
K3 hingga kini belum mendapat perhatian yang khusus di Indonesia. Kalaupun  hal
tersebut sering dibicarakan   diberbagai  seminar  dan   diskusi, umumnya  tidak disertai
dengan konsep implementasi yang jelas dan konkrit. Dari  aspek  penggunaan teknologi,
misalnya  perkembangan teknologi  industri yang  maju  dengan  pesat  disatu sisi telah
memberikan manfaat luar biasa bagi kehidupan ummat manusia. Namun disisi  lain teknologi
juga menebar beraneka ragam ancaman serius bagi  kesehatan  dan  keselamatan  masyarakat,
terutama bagi para pekerja dan lingkungan sekitar lokasi industri. Potensi ancaman terhadap
kesehatan  dan  keselamatan  kerja  tersebut ada yang "latent"   ada   pula   yang   "manifest."
  Begitu  pula  proses kemunculannya ada yang berlangsung gradual  ada pula yang
munculspontan.
Dari  sudut konfigurasi  ketenaga-kerjaan tampilnya "kelompok pekerja profesional"
sebagai elemen  vital bagi kelangsungan dan kemajuan perusahaan, mendorong perlunya
perhatian serius terhadap kelompok  pekerja, baik demi kelangsungan perusahaan maupun
demi peningkatan produktivitas.
Dalam  industri  modern,  posisi  pekerja  profesional memang menjadi   faktor
penentu  mati  hidupnya  perusahaan.  Sementara mendidik  pekerja  menjadi profesional
selain membutuhkan biaya tinggi juga waktu panjang. Karena itu demi menopang kehidupan
danperkembangan  perusahaan  aspek  kesehatan dan keselamatan kerja perlu perhatian serius
agar kualitas para pekerja tidak mengalami degradasi.

Hal  lain yang juga ikut  mendorong perlunya perhatian serius terhadap kesehatan  dan
keselamatan  kerja  adalah  menguatnya desakan  akan penegakan hak-hak asasi manusia
(HAM) sebagai suatu fenomena global.
Dalam  perspektif  penegakan  HAM,  adanya  jaminan  terhadap kesehatan dan
keselamatan   kerja  di   lingkungan  perusahaan dipandang  sebagai bagian integral dari
penegakan hak-hak asasi manusia.

Dimensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Di Indonesia, minimnya  perhatian  terhadap  kesehatan dan keselamatan kerja
kemungkinan besar disebabkan oleh ruang lingkup masalah  tersebut  yang amat  luas,
bersifat  lintas sektor dan menyangkut  berbagai  aspek.  Oleh karenanya  pengelolaannya pun
tentu  bersifat  lintas  sektor  dan membutuhkan koordinasi yang intens antar semua pihak
terkait.
Sementara  yang juga  menjadi salah  satu kelemahan serius di Indonesia adalah
rendahnya  kemampuan berkoordinasi,  baik dalam perencanaan program maupun dalam
pelaksanaan suatu kebijakan.
Dalam  soal kesehatan  dan keselamatan  kerja, misalnya, yang dibutuhkan minimal
koordinasi  yang  intens  antara  pihak yang terlibat  dalam dunia kesehatan  dan dunia
ketenaga-kerjaan, baik pada lingkup operasional, penentu kebijakan, maupun dengan elemen
yang  terlibat dalam pengembangan ilmu dan teknologi.

Dengan kata lain, kesehatan dan keselamatan kerja dapat dilihat dari berbagai sisi,
antara lain:
1. Dari ruang  lingkupnya K-3  dapat diartikan sebagai suatumasalah  yang berkaitan
dengan Dunia  Kesehatan dan  Dunia Kerja yang   serius   saat   ini dan   menarik
perhatian  masyarakat internasional.
2. Sebagai  disiplin  ilmu  merupakan  ilmu  kesehatan  yang memberikan perhatian
besar terhadap hubungan timbal balik antaraaspek kesehatan dan aspek kerja.
3. Sementara dari  aspek politik  dan kebijakan publik dapat dicerminkan dengan
berbagai peraturan dan kebijakan --baik global maupun  nasional-- yang bertujuan
melindungi  pekerja dan faktor yang   dapat   mengancam   kesehatan dan
keselamatannya  dalam pekerjaan.

Ancaman dan Gangguan


Berdasarkan  pengamatan, gangguan  dan ancaman terhadap kesehatan  dan
keselamatan  kerja  di  Indonesia disebabkan oleh berbagai   faktor  yang   dalam keseharian
sering  luput  dari perhatian.  Berbagai faktor  penyebab tersebut dapat dibagi atastiga
kelompok, yakni:

a. Faktor  Manusia, sebagai penyebabdominan (sekitar  80%) terganggunya  kesehatan dan


keselamatan kerja. Ini disebabkan manajemen   sumber daya  manusia dibanyak
perusahaan yang tidak cermat memperhatikan kondisi spesifik individual  yang berkaitan
dengan kesehatan dan keselamatan kerja, seperti:
1. Usia, misalnya menempatkan  pekerja yang terlalu tua atau  terlalu muda
sehingga tidak sesuai dengan bidang kerja yang ditangani.
2. Pengalaman,  pendidikan,   ketrampilan, misalnya menempatkan pekerja
yang  kurang terlatih  untuk jenis pekerjaan tertentu, atau kompetensi tidak
sesuai dengan bidang pekerjaan.
3. Kepribadian, yakni   berkaitan   dengan   tingkat ketelitian, keseriusan atau
perilakuceroboh dari pekerja.
4. Kesehatan  fisik  &   psikis, antara  lain  karena kelelahan dan sebagainya.
5. Jam kerja yang tidak teratur dan berlebihan.

b. Faktor peralatandan bahan baku, yang tidak memenuhi standar kesehatan dan keselamatan,
seperti:

1.Peralatan tidak teruji dan atau berkualitas rendah.


2.Peralatan tidak egronomik.
3.Adanya kandungan racun, kuman dan radiasi pada bahan baku, alat dan hasil
produksi.

c. Faktor lingkungan yang tidak kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerjaseperti:

1.Kualitas pencahayaan, suhu dan kebisingan.


2.Gelombang  elektromagnetik,  microwave,  radiasi,  dan sebagainya.
3.Kontaminasi biologi  (virus, kuman,  jamur, bakteri, dan sebagainya).
4.Pengolahan limbah tidak baik.

Implementasi K-3
Sebagai upaya  perlindungan pekerja, masalah "Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K-
3)" kini menjadi persoalan global, dan setiap negara tentu harus menyikapinya dengan
langkah konkrit dan terencana. Pada  lingkup internasional,  misalnya, PBB  melalui  ILO
(International Labour Organisation)  telah menetapkan ketentuan tentang"Accupational
Safety and Health" yang patut dilaksanakan oleh semua negara anggota.
Fokus  dari ketentuan tersebut adalah pencegahan  efek samping dari penggunaan
teknologi dalam industri --dari  paling sederhana hingga tercanggih-- yang mengganggu tata
kehidupan dan lingkungan.
Sebagai   anggota  PBB  dan ILO, Indonesia tampak berusaha memenuhi ketentuan
tersebut. Hal ini setidaknya tercermin  pada serangkaian kebijakan  yang ditempuh
pemerintah baik menyangkut institusionalisasi, legislasi maupun operasional.
Dalam aspek  institusional,  misalnya,  pada tahun 1957 pemerintahan membentuk
LembagaKesehatan Buruh yang kemudian diu-bah menjadi Lembaga Kesehatan dan
Keselamatan Buruh ditahun 1965. Untuk  lebih mengefektifkan fungsi  kesehatan dan kesela-
matan kerja, organisasi Departemen Kesehatan kemudian dilengkapi dengan Dinas Higiene
Perusahaan/Sanitasi Umum dan Dinas Kesehatan Tenaga Kerja  Departemen
Kesehatan. Sementara De-partemen Tenaga Kerja membentuk   Lembaga Higiene
Perusahaan dan   Kesehatan  Kerja (Hiperkes).
Untuk   lebih  mengintensifkan   fungsinya,  kedua  institusi tersebut kemudian
dikembangkan menjadi  Sub Direktorat Kesehat-an Kerja Departemen  Kesehatan (kemudian
menjadiBadan Pusat Kesehatan Kerja) dan  Pusat Hiperkes Departemen Tenaga Kerja &
Transmigrasi. Sedang dalam aspek legislasi, perhatian terhadap kesehatan dan keselamatan
kerja  diwujudkan  dengan  terbitnya sejumlah undang-undang dan peraturan, antara lain:

a.Undang-undang Kerja dan Undang-undang Kesehatan Kerja tahun 1957.


b.Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
c.Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
d.Undang-undang  No.  22  tahun 1993 tentang Penyakit yang timbul karena hubungan kerja.
e.Peraturan Menteri  Tenaga Kerja  dan Transmigrasi No.Per
02/Men/1980 Pemeriksaan  Kesehatan  Tenaga  Kerja dalam Menyelenggarakan
Keselamatan Kerja.

Implikasi  dari  ketentuan perundang-undangan tersebut, maka aspek kesehatan dan


keselamatan kerja  kini ikut dijadikan bahan pertimbangan formal  dalam  pemberian  usaha,
sementara sejumlah perusahaan  berskala besar  secara  khusus telah membentuk unit kerja
tersendiri untuk menangani masalah K-3, baik dengan bentuk departemen,  Divisi atau
Bagian sesuai dengan tingkat resiko yang dihadapi dalam pekerjaan.

 Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang
menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami
kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah
sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu
perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat
besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak
buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah
diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam
hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar
industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah
sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan
menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan
(ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi
pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja
sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan
nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis
kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian
rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama
berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang keselamatan
dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya
dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan
UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi
kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga
kesehatan yang professional.
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970
tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13 Tahun
2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan
Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk menemukan
gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan
pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun
terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih
cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas
masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit
akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan
melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :
1.   Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang
calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon
pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai
dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.  Anamnese umumüPemerikasaan
kesehatan awal ini meliputi: 
a.      Anamnese pekerjaan
b.      Penyakit yang pernah diderita
c.      Alrergi
d.     Imunisasi yang pernah didapat
e.      Pemeriksaan badan
f.       Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :
a). Tuberkulin test
b). Psiko test
2.   Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala
dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang
dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala.
Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus
seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya,
sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3.   Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu
pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat
mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak
hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga
harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya
pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak
berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan
dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan
sebagainya.

Kendala
Lambannya penerapan ketentuan kesehatan dan keselamatan kerja di Indonesia
tampak  selain disebabkan oleh rendahnya kesadaran para  pelaku usaha akan hal ini, juga
oleh beragam faktor lain, dan karena itu perlu selusi yang bersifat menyeluruh.
Hasil satu survai menyebutkan bahwa hampir  37,2 5 perusahaan yang terdapat  di
Indonesia tidak menyediakan biaya kesehatan dalam rencana pembiayaan perusahaan  meski
hampir 57% pihak manajemen perusahaan menengah mengaku paham akan pentingnya
kesehatan dan keselamatan kerja. Sedang sebagian besar perusahaan skala kecil umumnya
tidak menerapkan --bahkan  tidak mengenal--  prinsip  kesehatan  dan keselamatan  kerja.
Lebih menyedihkan lagi  pada sektor informal hingga  saat ini belum ada upaya pemantauan
terhadap implementasiK-3 dalam kegiatan usahanya.
Kondisi  yang menyedihkan  diatas memang  menjadi kenis-cayaan dari  sistem
hubungan  kerja  yang  berlaku  selama ini yang tak memungkinkan   penerapan ketentuan K-
3  secara  intens. Sistem hubungan  Kerja borongan,  Kerja kontrak  sementara, Kerja Harian
Lepas dan sejenisnya memang tidak mendukung terlaksananya K-3.
Sesungguhnya  semua itu terjadi  karena dukungan politik dari pemerintah dalam
perlindungan pekerja jauh dari memadai. Dalam berbagai kebijakan mengenai ketenaga-
kerjaan dan dunia usaha, misalnya,  terlihat  dengan   jelas  belum  semua  aspek prinsipil
kesehatan  dan keselamatan  kerja  terakomodir secara maksimal. Demikian pula ketentuan
audit kesehatan dan keselamatan kerja sering hanya bersifat formalitas belaka.
Namun  diluar sebab-sebab diatas,  tersendatnya penerapan K-3di Indonesia juga
disebabkan oleh  belum berkembangnya disiplin ilmu kedokteran  okupasi sehinga   jumlah
dokter  okupasi  di Indonesia masih sangat  minim begitu  pula klinik  medik okupasimasih
sangat terbatas.

Anda mungkin juga menyukai