Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari
kebutuhan manusia. Selain kenganekaragaman sumber pangan, daging juga dapat
menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang mengkonsumsinya karena kandungan
gizinya yang lengkap, sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi. Daging
dapat diolah dengan cara dimasak, digoreng, dipanggang, disate, atau diolah menjadi
produk lain yang menarik.
Daging adalah bahan pangan yang sangat bermanfaat bagi manusia karena pada
daging banyak mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh manusia. Zat-zat
makanan tersebut antara lain adalah protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan
air. Daging juga merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan, hal ini
dikarenakan daging memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
mikroorganisme.
Daging merupakan bahan pangan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat dan juga
banyak digemari oleh masyarakat. Kualitas daging yang kurang baik jika terkonsumsi
oleh masyarakat bisa dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan. Daging biasanya
paling banyak diminati atau banyak di jual pada saat acara-acara mendekati Hari Raya
ataupun acara penting lainnya yang menggunakan daging sebagai sesuatu yang akan
dikonsumsi.
Di Indonesia, khususnya Bali memiliki mayoritas masyarakat beragama Hindu dan
mengkonsumsi daging babi yang biasanya digunakan untuk upacara, hari raya, atau
hanya untuk dikonsumsi sehari-hari. Pada hari raya Galungan dan Kuningan biasanya
masyarakat Hindu Bali mengkonsumsi daging babi sebagai pelengkap di hari raya. Babi
yang dipotong diharapkan oleh masyarakat memiliki daging yang sehat dan tidak terdapat
kerusakan pada daging.
Kebersihan dari daging babi yang akan dikonsumsi haruslah terjamin.
Mengingat daging babi yang dijumpai di pasaran tidak dalam keadaan bersih, maka

1
dari itulah hampir semua bahan makanan asal hewan khususnya daging tercemar oleh
mikroorganisme dan parasit lainya.
Hal ini yang melatarbelakangi para petugas untuk memeriksa kesehatan babi sebelum
di potong (ante-mortem) serta memeriksa kelayakan daging babi setelah di potong (ante-
mortem) di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung pada saat menjelang Hari Raya
Galungan pada tahun 2017 lalu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dibuat oleh penulis, maka rumusan masalah yang
dapat diambil antara lain :

1. Bagaimana prosedur pemeriksaan antemortem?


2. Bagaimana prosedur pemeriksaan postmortem?
3. Bagaimana daging yang aman dikonsumsi hasil pemeriksaan ante-post mortem?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui bagaimana prosedur
pemeriksaan pada saat antemortem, bagaimana prosedur pemeriksaan pada saat
postmortem, dan mengetahui bagaimana daging yang aman untuk dikonsumsi dari hasil
pemeriksaan ante-post mortem.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan paper ini adalah agar mahasiswa FKH serta pembaca
mengetahui bagaimana prosedur yang baik pada saat pemeriksaan ante-post mortem,
serta ,mengetahui daging yang aman untuk dikonsumsi dari hasil pemeriksaan ante-post
mortem.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ante Mortem

Ante Mortem adalah pemeriksaan kesehatan setiap ekor sapi, ternak atau unggas yang
akan dipotong. Pemeriksaan ante mortem dilakukan dengan mengamati dan mencatat
ternak sebelum disembelih/dipotong yang meliputi jumlah ternak, jenis kelamin, keadaan
umum, serta kelainan yang tampak.

Pemeriksaan ante mortem meliputi pemeriksaan perilaku dan pemeriksaan fisik.


Pemeriksaan perilaku dilakukan pengamatan dan mencari informasi dari orang yang
merawat hewan tersebut. Hewan yang sehat nafsu makannya baik, hewan yang sakit
nafsu makannya berkurang atau bahkan tidak mau makan. Cara bernafas hewan sehat
nafasnya teratur, bergantian antara keempat kakinya. Pincang, loyo dan tidak biasa
berjalan menunjukkan hewan sedang sakit. Cara buang kotoran dan kencingnya lancar
tanpa menunjukkan gejala kesakitan. Konsistensi kotoran (feses) padat (Hayati dan
Choliq, 2009).

Pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan terhadap suhu tubuh (temperatur),


menggunakan termometer. Bola mata bersih, bening, dan cerah. Kelopak mata bagian
dalam (conjunctiva) berwarna kemerahan (pink) dan tidak ada luka. Kelainan yang biasa
dijumpai pada mata yaitu adanya kotoran berlebih sehingga mata tertutup, kelopak mata
bengkak, warna merah, kekuningan (icterus) atau cenderung putih (pucat). Mulut dan
bibir, bagian luar bersih, mulus, dan agak lembab. Selaput lender rongga mulut warnanya
merata kemerahan (pink), tidak ada luka. Air liur cukup membasahi rongga mulut. Lidah
warna kemerahan merata, tidak ada luka dan dapat bergerak bebas. Adanya keropeng di
bagian bibir, air liur berlebih atau perubahan warna selaput lendir (merah, kekuningan
atau pucat) menunjukkan hewan sakit. Hidung agak lembab cenderung basah. Tidak ada
luka, kotoran, leleran atau sumbatan. Pencet bagian hidung, apabila keluar cairan berarti
terjadi peradangan pada hidung. Cairan hidung bisa bening, keputihan, kehijauan,
kemerahan, kehitaman atau kekuningan. Kulit dan bulu, bulu teratur, bersih, rapi, dan
mengkilat. Kulit mulus, tidak ada luka dan keropeng. Bulu/rambut kusam tampak kering

3
dan acak-acakan menunjukkan hewan kurang sehat. Kelenjar getah bening, kelenjar getah
bening yang mudah diamati adalah yang berada di daerah bawah telinga, daerah ketiak
dan selangkangan kiri dan kanan. Apabila ada peradangan kemudian membengkak tanpa
diraba akan terlihat jelas pembesaran di daerah dimana kelenjar getah bening berada.
Daerah anus, bersih tanpa ada kotoran, darah dan luka. Apabila hewan diare, kotoran
akan menempel pada daerah sekitar anus (Hayati dan Choliq, 2009).

2.2 Post Mortem

Pemeriksaan daging post mortem adalah pemeriksaan kesehatan daging setelah


dipotong terutama pada pemeriksaan karkas, kelenjar limfe, kepala pada bagian mulut,
lidah, bibir, dan otot masseter dan pemeriksaan paru-paru, jantung, ginjal, hati, serta
limpa.

Maksud dilakukan pemeriksaan post mortem adalah untuk membuang dan


mendeteksi bagian yang abnormal serta pengawasan apabila ada pencemaran oleh
mikroorganisme yang berbahaya, untuk memberikan jaminan bahwa daging yang
diedarkan layak untuk dikonsumsi.

Pemeriksaan post mortem yang dilakukan antara lain pemeriksaan karkas pada
limfoglandula, pemeriksaan kepala yaitu pada bibir, mulut, otot masseter, dan
pemeriksaan organ dalam seperti paru-paru, jantung, ginjal, hati, serta limpa.
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan dengan intensitas normal
setiap hari. Jika terdapat abnormalitas pada karkas, organ visceral atau bagian-bagian
karkas lainnya dapat dikonsumsi, diproses lebih lanjut atau tidak (Soeparno, 1992).

Setelah hewan dipotong (disembelih) dilakukan pemeriksaan post mortem dengan


teliti pada bagian-bagian sebagai berikut : Karkas, paru-paru, jantung, hati, limpa, ginjal,
lambung dan usus bagian luar dan bagian dalam

4
2.3 Daging Babi

Babi adalah sejenis hewan ungulata dan merupakan hewan yang aslinya berasal
dari Eurasia. Orang Arab biasa menyebutkan khinzir. Sedang orang Jawa biasa
menyebutnya babi atau celeng, meski kadang dibedakan di antara keduanya. Babi biasa
diternak dan celeng hidup liar di hutan. Dalam ilmu biologi, babi termasuk dalam :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo :Artiodactyla

Familia : Suidae

Genus : Sus

Babi memiliki banyak spesies, di antaranya adalah Sus barbatus, Sus


bucculentus, Sus cebifrons, Sus celebensis, Sus domesticus, Sus heureni, Sus
philippensis, Sus Salvanius, Sus scrofa, Sus timoriensis, dan Sus verrucosus.

Dalam mata rantai makanan, babi termasuk omnivora, yang berarti mengkonsumsi
baik daging maupun tumbuh-tumbuhan. Babi adalah hewan yang kerakusannya dalam
makan tidak tertandingi hewan lain. Ia memakan semua makanan yang ada di depannya
(Kumari, 2009).

Menurut Soeparno (2005) faktor kualitas daging yang dimakan terutama meliputi
warna, keempukan dan tekstur, flavor dan aroma termasuk bau dan cita rasa serta
jus daging (juiciness).

Ciri-ciri dari daging babi adalah baunya khas, daging lebih kenyal dan mudah
direnggangkan, cenderung berair, warna lebih pucat, harga lebih murah dari pasaran
daging sapi, seratnya lebih halus dari pada daging sapi, lemaknya tebal dan cenderung
berwarna putih, dan elastik. Lemak babi sangat basah dan sulit dipisah dari dagingnya
(Kumari, 2009).

5
Komposisi kimia daging bervariasi di antara spesies, bangsa, atau individu ternak,
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta nutrisinya. Nilai nutrisi daging
berhubungan dengan kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin yang
terdapat dalam daging tersebut. Kontribusi kalori dapat berasal dari protein, lemak, dan
karbohidrat dalam jumlah yang terbatas, sedangkan kontribusi kalori sebagai bahan
pangan yang lebih vital berasal dari protein, mineral tertentu, dan vitamin B (Suardana
dan Swacita, 2008). Protein adalah komponen bahan kering yang terbesar dari daging.
Nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam
amino esensial yang lengkap dan seimbang (Forrest et al, 1975 ; Frankel, 1983). Selain
protein, daging mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen anorganik. Daging
mengandung sekitar 75 persen air dengan kisaran 68-80 persen, protein sekitar 19 persen
(16-22%); substansi-substansi non protein yang larut 3,5% serta lemak sekitar 2,5% (1,5-
13,0%) dan sangat bervariasi (Forrest et al.,1975 ; Lawrie, 1979).

6
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Prosedur Pemeriksaan Ante Mortem

Pemeriksaan ante mortem bertujuan untuk memperoleh hewanyang berada dalam


keadaan cukup istirahat, mencegah pemotongan hewan yang secara nyata menunjukkan
gejala klinis penyakit hewan menular dan zoonosis atau tanda-tanda yang menyimpang,
mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya untuk keperluan pemeriksaan postmortem
dan penelusuran penyakit didaerah asal ternak, menentukan status hewan apakah dapat
dipotong, ditunda atau tidak boleh dipotong, mencegah kemungkinan terjadinya
kontaminasi pada tempat pemotongan, alat dan personal, serta sebagai bahan informasi
bagi keperluan pemeriksaan post mortem. Ante mortem ini dilakukan oleh dokter hewan
yang berwenang dan paramedik yang ditunjuk dibawah pengawasan dokter hewan yang
berwenang.

Prosedur dari pemeriksaan ante mortem ini adalah meliputi :

1. Hewan harus diistirahatkan minimal selama 12 jam sebelum penyembelihan.


Ini bertujuan agar hewan-hewan yang akan dipotong/disembelih tidak
mengalami stress dan syok jika saat ingin dipotong.
2. Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati gejala klinis dan patognomonis
dengan cara mengamati (inspeksi) dengan cermat dan seksama terhadap sikap
dan kondisi hewan potong pada saat berdiri dan bergerak yang dilihat dari
segala arah, selain itu mengamati dengan cermat dan seksama lubang-lubang
kumlah )telinga, hidung, mulut, dan anus), dan apabila hewan dicurigai atau
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, maka hewan harus dipisahkan dan/atau
diberikan tanda.
3. Dan pemeriksaan fisik dapat dilakukan guna mengetahui kondisi kesehatan
hewan secara umum.

Cara menilai hewan sehat dapat meminta pemilik hewan untuk mendirikan dan
menjalankan hewan. Dilihat dari segala sisi, periksa gizi dan coba untuk memberikan

7
pakan pada hewan, periksa kaki dan kukunya, serta lihat keadaan rambut serta lubang
alami tubuh dan mata.

Ciri-ciri klinis hewan yang sehat pada saat dilakukan pemeriksaan ante mortem
adalah hewan yang aktif bergerak, bergairah, mata cerah, kulit/bulu/rambut mengkilat,
nafsu makan baik, penampilan tegap, tidak berpenyakit dan fisik sempurana. Setelah
pemeriksaan ante mortem dilaksanakan dan mendapatkan hasil maka dapat diputuskan
bahwa hewan tersebut diizinkan dan layak dipotong serta dikonsumsi atau tidak.

3.2 Prosedur Pemeriksaan Post Mortem

Pemeriksaan post mortem bertujua untuk mendeteksi dan mengeleminasi kelainan-


kelainan pada karkas, daging dan jeroan yang aman dan layak untuk dikonsumsi,
menjamin pemotongan yang baik dan halal (pada sapi), serta higienis, meneguhkan
diagnose ante mortem, dan memeriksa kualitas karkas,, daging serta jeroan.

Pemeriksaan post mortem dilakukan dengan hati-hati, higienis, sistematik, dilakukan


segera setelah proses pemotongan, dan emeriksan harus mengetahui hasil pemeriksaan
ante mortem. Dilakukan dengan cara :
 Pengamatan visual (inspeksi), perhatikan warna, dan bau.
 Perabaan (palpasi), perhatikan konsistensi dan tekstur.
 Sayatan (insisi) jika sangat diperlukan di laboratrium.

Gambar 1. Pengeluaran jeroan


8
Urutan bagian pada saat pemeriksaan post mortem :

a. Kepala
Inspeksi seluruh permukaan kepala, mata, bagian mulut, hidung/moncong dan
lidah. Lidah diturunkan untuk dilakukan inspeksi dan palpasi, perhatikan jika
terdapat adanya lepuh-lepuh dan abses.

Gambar 2. Pemeriksaan post mortem bagian kepala

Pada pemeriksaan post mortem di LPD Desa Adat Tuban tidak ditemukan adanya
kelainan dan bagian kepala dari babi tidak diikitsertakan dalam bagian daging yang
dibagikan kepada masyarakat, dan dibuang
b. Paru-paru
Organ paru biasanya digantung bersama-sama dengan organ lainnya seperti
esophagus, trakea, jantung dan sebagian diafragma. Pemeriksaan paru dapat
dilakukan dengan melakukan inspeksi dan palpasi seluruh permukaan paru,
inspeksi trakea, dan insisi jika perlu untuk melihat bagian dalam. Dan perhatikan
pula alveoli.
c. Jantung
Pada pemeriksaan jantung dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi seluruh
permukaan, perhatikan apakah terdapat abses, benjolan-benjolan dan lakukan
insisi untuk melihat apakah terdapat kelainan dan ada atau tidaknya darah.

9
d. Hati
Pemeriksaan hati dapat dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi seluruh
permukaan hati, perhatikan apakah terdapat abses, benjolan-benjolan dan parasite.
e. Limpa
Pemeriksaan limpa dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi seluruh permukan
dan amati apakah terdapat pembesaran atau tidak.
f. Ginjal
Lakukan dengan cara inspeksi dan insisi.
g. Karkas
Pemeriksaan karkas dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi seluruh
permukaan karkas : otot, tulang, pleura, peritoneum, dan diafragma. Perhatikan
apakah terdapat terdapat kelainan kondisi, perdarahan, perubahan warna,
kebersihan, bau, dan abses.

Gambar 3. Pemeriksaan karkas

Pemeriksaan post mortem di LPD Desa Adat Tuban mendapatkan hasil bahwa yang
diberikan pada masyarakat setempat adalah daging tanpa jeroan. Jeroan diguakan untuk
pakan ternak. Keputusan pemeriksaan post mortem adalah daging diedarkan untuk
konsumsi.

10
3.3 Daging yang Aman Dikonsumsi Hasil Pemeriksaana Ante-Post Mortem
Daging-daging yang aman untuk dikonsumsi untu masyarakat luas adalah daging
yang memiliki warna yang pink (pada babi sedikit pucat), tidak mengandung penyakit
parasite ataupun mikroorganisme lainnya terutama yang bersifat zoonosis, bau yang segar
(tidak busuk), konsistensi yang baik, dan tekstur yang baik, dan perlu diperhatiakan pula
untuk kebersihan pada daging. Jika pada jeroan yang akan dikonsumsi dapat dilihat ada
atau tidaknya parasit ataupun benjolan-benjolan, abses ataupun cacing dan tumor dalam
jeroan tersebut.
Hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan daging yang aman untuk di konsumsi
adalah selalu menjaga kebersihan tempat pengolahan daging mulai dari pemotongan,
sampai dengan pemasakan di dapur, diperhatikan agar tidak adanya kontaminasi baik dari
pada tempat maupun alat yang digunakan. Dan pastikan pula hewan yang akan
dikonsumsi telah mendapat pemeriksaan dari dokter hewan ataupun petugas yang berada
dibawah pengawasan dokter hewan agar terjaminnya kesehatan dan keamanan daging
yang akan di konsumsi.

11
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ante mortem dan post mortem sangat penting dilakukan agar terjaminnya kesehatan
daging yang sehat dan aman serta layak untuk dikonsumsi. Dengan dilakukannya ante
dan post mortem juga dapat mengurangi atau bahkan mencegah daging terinfeksi atau
terkontaminasi penyakit yang bersifat zoonosis.
Pokok penting dari pemeriksaan ante post mortem ini juga akan berdampak baik bagi
ekonomi jika daging dipasarkan. Pemeriksaan karkas sampai jeroan sangat diperlukan
dengan cara melakukan inspeksi, palpasi, bahkan dapat dilakukan insisi demi
pemeriksaan sampai bagian dalam organ.

4.2 Saran
Pemeriksaan ante mortem dan post mortem sebaiknya selalu dilakukan terutama jika
sudah mendekati hari raya agar kesehatan manusia dan hewan tetap terjaga dengan baik
dan menghasilkan hewan yang aman dan layak untuk dikonsumsi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Akoso,T. B. 1991. Manual Untuk Paramedik Kesehatan Hewan, 2ed, Omaf-Cida Disease
Investigasi center.

Bearden HJ, and JW Fuquay. 1992. Applied Animal Reproduction Third Edition Prentice
Hall. Englewood Cliffs. New Jersey.

Hayati, Choliq. 2009. Ilmu Reproduksi Hewan. PT. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

Masitoh Dewi. 2015. SOP Pemeriksaan Ante-mortem. Dinas Pertanian, Perikanan dan
Peternakan, UPTD Rumah Potong Hewan, Blitar.

Purnawarman Trioso. 2016. Antemortem dan Postmortem dalam Rangka Pemantauan


Hewan Kurban. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Ressang, A. A. 1984. Pathologi Khusus Veteriner. Fad Project Khusus Investigasi Unit
Bali.

Soedarto. 2003. Zoonosisi Kedokteran. Airlangga press. Surabaya.

13

Anda mungkin juga menyukai