Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menstruasi atau haid adalah perubahan fisiologis dalam tubuh

wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon

reproduksi. Periode ini biasanya terjadi setiap bulan antara usia pubertas

dan menopause. Wanita mengalami siklus menstruasi rata-rata sekitar 28

hari. Siklus menstruasi pada wanita normalnya berkisar antara 21-35 hari

(Nurlaila dan Shoufiah, 2015).

Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010,

sebagian besar 68% perempuan di Indonesia berusia 10-59 tahun

melaporkan haid teratur dan 13,7% mengalami masalah siklus haid yang

tidak teratur dalam 1 tahun terakhir. Masalah haid tidak teratur pada usia

17-29 tahun serta 30-34 tahun cukup banyak yaitu sebesar 16,4%. Adapun

alasan yang dikemukakan perempuan 10-59 tahun yang mempunyai siklus

tidak teratur dikarenakan stres dan banyak pikiran sebesar 5,1%

(Riskesdas, 2010).

Faktor yang mempengaruhi siklus menstruasi tidak hanya faktor

biologis yaitu gangguan hormonal dan gaya hidup seperti olahraga dan

nutrisi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan sosial seperti

hubungan dengan teman, keluarga, rekan kerja maupun sekolah serta

faktor psikologis termasuk kecemasan, depresi, dan stress (Mohamadirizi

dan Kordi, 2013).

1
2

Berat badan sebagai representasi masa lemak tubuh memiliki

pengaruh terhadap keseimbangan hormon dan menstruasi. Berat badan

berlebih dan obesitas merupakan kondisi abnormal ditandai dengan

penumpukkan lemak berlebihan melebihi batas kebutuhan skeletal dan

fisik yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2009).

Memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) tinggi atau rendah dapat

menyebabakan tidak terjadinya menstruasi dan menstruasi tidak teratur

(Hossam, dkk, 2016). Data penduduk berumur 20 tahun di Amerika

Serikat tahun 2009-2010 menunjukkan sebanyak 27,9% perempuan

mengalami berat badan berlebih dan 35,8% mengalami obesitas

(Katherine, dkk, 2002). Status gizi pada kelompok dewasa usia 18 tahun

didominasi oleh masalah obesitas, walaupun masalah kurus juga masih

cukup tinggi. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi

obesitas pada kelompok umur dewasa sebanyak 14,76%, prevalensi

kelompok dewasa kelebihan berat badan sebesar 26,23%, dan prevalensi

penduduk dewasa kurus 11,09% (Kemenkes RI, 2014).

Pada tahun 2013, prevalensi obesitas penduduk perempuan dewasa

32,9%, naik 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5% dari tahun 2010

(15,5%). Pada semua kelompok umur penduduk dewasa, kelebihan berat

badan lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki (Kemenkes RI,

2014).
3

Menurut Riskesdas tahun 2013 provinsi dengan prevalensi

kelebihan berat badan pada penduduk >18 tahun terendah yaitu Nusa

Tenggara Timur (12,95%), Lampung (18,52%), dan Nusa Tenggara Barat

(19,47%). Provinsi dengan prevalensi kelebihan berat berat badan tertinggi

yaitu Sulawesi Utara (40,54%), Kalimantan Timur (35,38%), dan DKI

Jakarta (34,67%) (Kemenkes RI, 2014).

Prevalensi penduduk kurus terendah di Provinsi Sulawesi Utara

(5,6%) dan tertinggi di Nusa Tenggara Timur (19,5%). Prevalensi

penduduk obesitas terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (6,2%) dan

tertinggi Sulawesi Utara (24,0%) (Kemenkes RI, 2014).

Jumlah obesitas Sulawesi Tenggara tahun 2017 diperoleh melalui

pengukuran pengunjung puskesmas dan jaringannya yang berusia diatas

15 tahun ke atas. Hasilnya menunjukkan dari 975.299 penduduk yang

diperiksa, 46.763 atau 25,93% terdeteksi mengalami obesitas. Obesitas

lebih banyak didapatkan pada perempuan dengan jumlah 28,01%

sedangkan pada laki-laki hanya 17,48% (Dinkes Sultra, 2018).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prathita tahun 2017 pada

mahasiswi Fakultas Kedokteran menunjukkan bahwa sebagian besar

responden memiliki IMT normal yaitu 75,12% dengan IMT <23,00 kg/m 2

(Prathita, 2017). Dan dalam penelitian yang dilakukan oleh Milanti tahun

2017 pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

didapatkan sebesar 63,9% responden memiliki IMT normal dan

didapatkan responden dengan siklus menstruasi teratur paling banyak


4

mempunyai IMT normal yaitu sekitar 75%, responden dengan IMT lebih

yang mengalami siklus tidak teratur sebesar 66,7% dan sisanya 33,3 %

mengalami siklus teratur (Milanti, 2017).

Stres merupakan salah satu reaksi atau respon psikologis manusia

saat dihadapkan pada hal-hal yang dirasa telah melampaui batas atau

dianggap sulit untuk dihadapi. Setiap manusia mempunyai pengalaman

terhadap stres bahkan sebelum manusia lahir (Smeltzer dan Bare, 2008).

Stres membuat seseorang mengalaminya berpikir dan berusaha

keras dalam menyelesaikan suatu permasalahan atau tantangan dalam

hidup sebagai bentuk respon adaptasi untuk tetap bertahan (Potter dan

Perry, 2005). Tanggungjawab dan tuntutan kehidupan akademik pada

mahasiswa dapat menjadi bagian stress yang biasa dialami oleh

mahasiswa.

Stres juga dapat menginduksi perubahan siklus hormonal melalui

mekanisme fisiologis aktivasi berlebihan dan berkepanjangan sumbu

adrenal hipotalamus-hipofisis, meningkatkan corticotrophin releasing

hormone (CRH), dan glukokortikoid (kortisol). Kortisol ini meningkatkan

fungsi otak dan memperlambat atau menghentikan fungsi tubuh non-

esensial, seperti pertumbuhan sel, pencernaan, dan reproduksi. Akibatnya

sintesis dan metabolisme gonadotropin dan estrogen ditekan, sehingga

mengganggu fisiologi menstruasi wanita (Constantine dkk, 2002).


5

Stressor atau penyebab stres dari mahasiswa dapat bersumber dari

kehidupan akademikya, terutama dari tuntutan eksternal dan tuntutan dari

harapannya sendiri. Tuntutan eksternal dapat bersumber dari tugas-tugas

kuliah, beban pelajaran, tuntutan orang tua untuk berhasil dikuliahnya, dan

penyesuaian social di lingkungan kampusnya. Tuntutan dari mahasiswa

dapat bersumber dari kemampuan mahasiswa dalam mengikuti pelajaran

(Kariv dan Heiman, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Milanti tahun 2017 pada mahasiswi

kedokteran didapatkan paling banyak responden yang mengalami stres

sedang sebesar 72,2%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sani (2012)

dalam Milanti (2017) didapatkan prevalensi stress pada mahasiswi

perempuan lebih tinggi yaitu 75,7% dibanding mahasiswa laki-laki yaitu

57% (Milanti, 2017).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk menganalisis

hubungan antara indeks masa tubuh (IMT) dan tingkat stres terhadap

siklus menstruasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Halu

Oleo.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan antara IMT terhadap siklus menstruasi pada

mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo ?

2. Apakah ada hubungan antara tingkat stres terhadap siklus menstruasi

pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo ?


6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara IMT dan tingkat stres terhadap

siklus menstruasi mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Halu

Oleo.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui hubungan IMT terhadap siklus menstruasi mahasiswi

Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

b) Mengetahui hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi

mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

c) Menganalisis hubungan antara IMT dan tingkat stres terhadap

siklus menstruasi mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Halu

Oleo.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi dan pengetahuan mengenai hubungan

indeks massa tubuh dan tingkat stress dengan siklus menstruasi pada

mahasiswi fakultas kedokteran Universitas Halu Oleo.


7

2. Manfaat Aplikatif

a) Bagi Institusi

Sebagai gambaran mengenai Indeks Massa Tubuh dan

tingkat stres pada mahasiswa Kedokteran dan hubungannya dengan

siklus menstruasi.

b) Bagi Masyarakat

Sebagai sumber informasi bagi masyarakat pada umumnya

dan bagi wanita pada khususnya untuk mengetahui hubungan

indeks massa tubuh dan tingkat stres dengan siklus menstruasi.

Anda mungkin juga menyukai