Anda di halaman 1dari 34

CLINICAL REASONING 1

Nama : Selma Nazwa Husnia

NPM : 118170170

Kelompok : 3B

Blok : 4.3

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2020
SKENARIO CR 1

Seorang laki-laki berusia 34 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan lenting


dan bercak kemerahan diseluruh badan.

STEP 1

Keluhan utama lenting dan bercak kemerahan diseluruh badan

STEP 2

Lenting Bercak Kemerhan

Dermatitis seboroik
Urtikaria
Varicella
Skabies Herpes Zooster
Dermatitis Kontak Alergi Herpes Simpleks
c
Dermatitis Numularis Impetigo

STEP 3
LENTING

Skabies

a. Definisi
Penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei var.
hominis.
b. Etiologi
Etiologi penyakit skabies/kudis adalah infestasi tungau Sarcoptes
scabiei. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida,
ordo Ackarima, super famili Sarcoptes. Parasit skabies yang menginfeksi
manusia disebut Sarcoptes scabiei var hominis.
c. Penegakan Diagnosis
Klinis
Diagnosis perkiraan (presumtif)
apabila ditemukan trias:
1. Lesi kulit pada daerah predileksi.
- Lesi kulit: terowongan (kunikulus) berbentuk garis lurus atau
berkelok,warna putih atau abu-abu dengan ujung papul atau
vesikel. Apabila terjadi infeksi sekunder timbul pustul atau
nodul.
- Daerah predileksi pada tempat dengan stratum korneum tipis,
yaitu: sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku
bagian luar, lipat ketiak, areola mamae, umbilikus, bokong,
genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
mengenai wajah, skalp, telapak tangan dan telapak kaki.
2. Gatal terutama pada malam hari (pruritus nocturnal).
3. Terdapat riwayat sakit serupa dalam satu rumah/kontak.
Diagnosis pasti apabila ditemukan: tungau, larva, telur atau kotorannya
melalui
pemeriksaan penunjang (mikroskopis).
d. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa cara untuk menemukan terowongan:
1. Burrow ink tes
2. Uji tetrasiklin
3. Dermoskopi
e. Diagnosis Banding
1. Dermatitis atopik
2. Dermatitis kontak
3. Urtikaria papular
4. Insect bite
5. Dishidrosis
6. Pioderma
f. Tatalaksana
Non Medikamentosa
- Menjaga higiene individu dan lingkungan.
- Dekontaminasi pakaian dan alas tidur dengan mencuci pada suhu
60°C atau disimpan dalam kantung plastik tertutup selama
beberapa hari. Karpet, kasur, bantal, tempat duduk terbuat dari
bahan busa atau berbulu perlu dijemur dibawah terik matahari
setelah dilakukan penyedotan debu.
Medikamentosa
Prinsip: tata laksana menyeluruh meliputi penggunaan skabisida yang
efektif untuk semua stadium Sarcoptes scabiei untuk pasien dan nara
kontak secara serempak, menjaga higiene, serta penanganan fomites yang
tepat. Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi
sebagai berikut:
1. Topikal
- Krim permetrin 5% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8
jam. Dapat diulang setelah satu pekan.
- Krim lindane 1% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam.
Cukup sekali pemakaian, dapat diulang bila belum sembuh setelah
satu pekan. Tidak boleh digunakan pada bayi, anak kecil, dan ibu
hamil.
- Salep sulfur 5-10%, dioleskan selama 8 jam, 3 malam berturut-
turut.
- Krim krotamiton 10% dioleskan selama 8 jam pada hari ke-1,2,3,
dan 8.
- Emulsi benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh.
2. Sistemik
- Antihistamin sedatif (oral) untuk mengurangi gatal.
- Bila infeksi sekunder dapat ditambah antibiotik sistemik.
- Pada skabies krustosa diberikan ivermektin (oral) 0,2 mg/kg dosis
tunggal, 2-3 dosis setiap 8-10 hari. Tidak boleh pada anak-anak
dengan berat kurang dari 15 kg, wanita hamil dan menyusui.
g. Edukasi
- Menjaga higiene perorangan dan lingkungan.
- Pemakaian obat secara benar dan kepada seluruh orang yang
kontak secara serempak

Dermatitis Kontak Alergi


a. Definisi
Dermatitis kontak alergi (DKA) ialah dermatitis yang terjadi akibat
pajanan dengan bahan alergen di luar tubuh, diperantai reaksi
hipersensitivitas tipe 4.
Klasifikasi :
1. DKA lokalisata
2. DKA sistemik
b. Etiologi
Etiologi dermatitis kontak alergi (Dermatitis KA) adalah paparan terhadap
alergen. Bahan-bahan yang berpotensi sebagai alergen di antaranya poison
ivy, nikel, sarung tangan lateks, p-Phenylenediamine (PPD) yang banyak
ditemukan pada produk perawatan seperti pewarna rambut, pewarna
tekstil, bahan pengawet, dan bahan pewangi.
c. Faktor Resiko
Faktor risiko dermatitis kontak alergi (Dermatitis KA) salah satunya
adalah dermatitis atopik. Dermatitis atopik meningkatkan kemungkinan
penetrasi alergen sehingga lebih mudah tersensitasi alergen akibat
disfungsi barier kulit. Risiko Dermatitis KA pasca kontak dengan nikel
dilaporkan berkaitan dengan mutasi gen filaggrin, yang juga didapati pada
penderita dermatitis atopik.
d. Penegakan Diagnosis
- Riwayat terpajan dengan bahan alergen.
- Terjadi reaksi berupa dermatitis, setelah pajanan ulang dengan
alergen tersangka yang sama. Bila pajanan dihentikan maka lesi
akan membaik.
- Gambaran klinisnya polimorfik, sangat bervariasi bergantung
stadiumnya:
Akut: eritema, edema, dan vesikel
Subakut: eritema, eksudatif (madidans), krusta
Kronik: likenifikasi, fisura, skuama
- Lesi dapat juga non-eksematosa, misalnya: purpurik, likenoid,
pigmented, dan Limfomatoid
- Gejala subyektif berupa rasa gatal.
- Pada DKA lokalisata, lesi berbatas tegas dan berbentuk sesuai
dengan bahan penyebab.
- Pada DKA sistemik, lesi dapat tersebar luas/generalisata. Dapat
berhubungan dengan pekerjaan/lingkungan pekerjaan
e. Pemeriksaan Penunjang
- Uji tempel untuk mencari penyebab. Uji tempel dapat digunakan
dengan alergen standar, alergen seri tertentu (misal seri kosmetik,
seri sepatu, dll),serta alergen tambahan yang berasal dari bahan
yang dicurigai (misalnya dari potongan sepatu, bahan dari pabrik
tempat bekerja).
- Pada DKA kosmetika, apabila tes tempel diragukan/negatif dapat
dilanjutkan dengan tes pakai (use test), tes pakai berulang
(repeated open application test ROAT)
f. Diagnosis Banding
- Dermatitis kontak iritan
- Dermatitis numularis (bila berbentuk bulat oval)
- Dermatitis seboroik (di kepala)
- Dishidrosis (bila mengenai telapak tangan dan kaki)
g. Tatalaksana
Non Medikamentosa :
- Identifikasi dan penghindaran terhadap bahan alergen tersangka.
- Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD), misalnya sarung
tangan, apron, sepatu bot.* Pada beberapa kondisi oklusif akibat
penggunaan sarung tangan terlalu lama dapat memperberat
gangguan sawar kulit
Medikamentosa :
- Sistemik: simtomatis, sesuai gejala dan sajian klinis
Derajat sakit berat: dapat ditambah kortikosteroid oral setara
dengan prednison 20 mg/hari dalam jangka pendek (3 hari)
- Topikal:
Pelembab setelah bekerja. disarankan pelembab yang kaya
kandungan lipid misalnya vaselin (petrolatum).
Sesuai dengan gambaran klinis
 Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3 lapis kain
kasa) dengan larutan NaCl 0,9%5
 Kering: beri krim kortikosteroid potensi sedang sampai
tinggi, misalnya mometason furoat, flutikason propionat,
klobetasol butirat.
 Bila dermatitis berjalan kronis dapat diberikan klobetasol
propionate interiten.
- Pada kasus yang berat dan kronis, atau tidak respons dengan
steroid bisa diberikan inhibitor kalsineurin atau fototerapi BB/NB
UVB, atau obat imunosupresif sistemik misalnya azatioprin atau
siklosporin. Bila ada superinfeksi oleh bakteri: antibiotika
topikal/sistemik
Tindak lanjut:
Pada DKA yang mengenai telapak tangan (hand dermatitis) dapat
sangat menyulitkan untuk melaksanakan tugas sehari-hari
sehingga dianjurkan pemakaian APD yang sesuai dan pemberian
emolien
h. Komplikasi
- Infeksi sekunder (penatalaksanaan sesuai dengan lesi, pemilihan
jenis antibiotik sesuai kebijakan masing-masing rumah sakit).
- Hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi paska inflamasi.
i. Edukasi
- Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta
perjalanan penyakit yang akan lama walaupun dalam terapi dan
sudah modifikasi lingkungan pekerjaan, perawatan kulit.
- Edukasi mengenai penggunaan alat pelindung diri yang sesuai
dengan jenis pekerjaan, bila dermatitis berhubungan dengan kerja.
- Edukasi mengenai perawatan kulit sehari-hari dan penghindaran
terhadap alergen berdasarkan hasil uji tempel.
Dermatitis Numularis
a. Definisi
Dermatitis numularis adalah kelainan kulit kronis yang menyebabkan
munculnya bercak-bercak lingkaran seperti koin. Bercak ini terasa gatal
dan memiliki permukaan kasar, namun tidak menular.
Dermatitis numularis (nummular dermatitis) biasa muncul setelah terjadi
kerusakaan pada permukaan kulit, seperti luka bakar, gesekan, atau gigitan
serangga. Gangguan ini dapat berlangsung selama beberapa minggu,
bulan, bahkan tahun, dan bisa kambuh kembali.
Walaupun lebih sering muncul di area tungkai, discoid eczema bisa terjadi
di bagian tubuh mana pun. Dermatitis numularis lebih sering dialami oleh
pria berusia 55-65 tahun.

b. Etiologi
Penyebab pasti dermatitis numularis belum diketahui. Meski begitu,
sebagian besar kasus dermatitis numularis dinilai terjadi akibat penderita
memiliki kondisi kulit yang sangat kering (xerosis) dan sensitif terhadap
sejumlah zat tertentu, seperti:

Logam, termasuk nikel serta merkuri.


Formaldehida atau formalin, yang banyak digunakan dalam pembuatan
bahan bangunan dan produk rumah tangga, misalnya untuk pembuatan
lem, pelapis, atau kain.
Obat-obatan, terutama antibiotik yang dioleskan ke kulit, seperti
neomycin.
Selain beberapa kondisi di atas, sejumlah faktor risiko berikut juga
membuat seseorang lebih rentan terkena dermatitis numularis:

Berjenis kelamin pria dan berusia di atas 50 tahun.


Memiliki kulit sensitif yang mudah mengalami iritasi akibat pemakaian
produk-produk kebersihan, kosmetik atau pakaian bertesktur kasar.
Menderita atau memiliki anggota keluarga dengan riwayat alergi, asma,
atau dermatitis atopik.
Memiliki kondisi yang menyebabkan peredaran darah terhambat, terutama
pada tungkai, seperti varises dan diabetes.
Mengalami cedera ringan pada kulit, seperti tergigit serangga, terbakar,
atau tergores benda tajam.
Mengonsumsi obat-obatan tertentu, seperti isotretinoin, interferon, atau
obat kolesterol golongan statin.
Tinggal di daerah beriklim kering atau dingin.
Selain itu, stres dan perubahan temperatur udara akibat paparan panas
matahari atau angin bersuhu dingin juga dapat memicu munculnya
dermatitis numularis.
c. Penegakan diagnosis
Klinis
1. Anamnesis
- Menyerang terutama orang dewasa (50-65 tahun), jarang pada bayi
dan anak-anak, puncak onset pada anak-anak yaitu pada usia 5
tahun.
- Keluhan subjektif sangat gatal, terutama pada fase akut.
- Pada sebagian pasien dermatitis numularis didapatkan insidensi
atopi yang tinggi, tetapi pada sebagian yang lain tidak.
- Pencetus antara lain kulit kering, fokus infeksi pada gigi, saluran
napas atas, atau saluran napas bawah.
Faktor alergen lingkungan yang berperan sebagai pencetus yaitu:
tungau debu rumah dan Candida albicans.
- Stres emosional, disfungsi liver atau konsumsi alkohol berlebihan
dapat memperberat penyakit.
2. Pemeriksaan Fisik
- Predileksi: ekstremitas atas termasuk punggung tangan (wanita)
dan ekstremitas bawah (pria).
- Kelainan kulit dapat bersifat akut, subakut, atau kronik.
- Lesi karakteristik berupa plak berukuran 1-3 cm berbentuk koin
yang terbentuk dari konfluensi papul dan papulovesikel.
- Pada bentuk akut terdapat vesikel, erosi dan eksudasi membentuk
lesi yang basah (oozing), serta krusta pada dasar eritema. Pada fase
kronis, berupa plak kering, berskuama, dan likenifikasi.
- Dapat timbul komplikasi berupa infeksi bakteri sekunder.
- Lesi menyembuh dimulai dari bagian tengah membentuk gambaran
anular.
- Kelainan kulit dapat meluas ke badan, wajah dan leher atau
menjadi generalisata.
d. Pemeriksaan Penunjang
- Untuk penegakan diagnosis tidak perlu pemeriksaan penunjang
khusus.
- Apabila diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sesuai
diagnosis banding.
- Pada kasus berat atau rekalsitran, dilakukan uji tempel.
e. Diagnosis Banding
- Dermatitis kontak alergi
- Dermatitis stasis
- Dermatitis atopik
- Tinea korporis
f. Tatalaksana
Evidence base untuk tatalaksana dermatitis numularis sebagian besar
berdasarkan
penelitian-penelitian dermatitis atopik.
Non Medikamentosa
- Hindari/atasi faktor pencetus.
- Berikan emolien apabila ditemukan kulit kering.
Medikamentosa
Prinsip:
Terapi bersifat kausatif dan/atau simtomatis sesuai dengan manifestasi
klinis.
Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai
berikut:
1. Topikal
- Kompres pada lesi akut
- Antiinflamasi dan/atau antimitotik:
Pilihan utama: kortikosteroid topikal potensi sedang hingga kuat.
Pilihan lainnya inhibitor kalsineurin seperti takrolimus dan
pimekrolimus atau preparat tar.
2. Sistemik
- Antihistamin oral
Pada kasus dermatitis numularis berat dan refrakter dapat
diberikan:
Kortikosteroid sistemik
Pada anak dapat diberikan metotreksat dengan dosis 5-10 mg
perminggu12
Pada kasus dermatitis numularis dengan lesi generalisata dapat
ditambahkan fototerapi broad/narrow band UVB.
g. Edukasi
- Hindari/atasi faktor pencetus.
- Cegah garukan dan jaga hidrasi kulit agar tidak kering.

BERCAK KEMERAHAN

Dermatitis Seboroik
a. Definisi
Adanya skuama kekuningan berminyak
b. Etiologi
Belum diketahui pasti
Infeksi fungi genus Malassezia (disebut Pityrosporum ovale)

- Kelainan konstitusi berupa status seboroik yang diturunkan


- Pertumbuhan Pityrosporum ovale yang berlebihan
- Proliferasi epidermis yang meningkat
Faktor predisposisi
- kelelahan stres emosional
- infeksi
- defisiensi imun

Predileksi
kulit yang mengandung kelenjar sebaesea  scalp, belakang telinga,
nasolabial, leher.

c. Manifestasi Klinis
Pada bayi biasanya terjadi pada 3 bulan pertama kehidupan.

- Sering disebut cradle cap.


- Keluhan utama biasanya berupa sisik kekuningan yang
berminyak dan umumnya tidak gatal.
- Pada anak dan dewasa, biasanya yang menjadi keluhan utama
adalah kemerahan dan sisik di kulit kepala, lipatan nasolabial, alis
mata, area post aurikula, dahi dan dada.
- Lesi lebih jarang ditemukan di area umbilikus, interskapula,
perineum dan anogenital.
- Area kulit yang kemerahan biasanya gatal.
- Pasien juga dapat mengeluhkan ketombe (Pitiriasis sika).
- Keluhan dapat memburuk jika terdapat stressor atau cuaca dingin.
- Pada bayi umumnya bersifat swasirna sementara cenderung menjadi
kronis pada dewasa.
- Pada bayi, dapat ditemukan skuama kekuningan atau putih yang
berminyak dan tidak gatal.
- Skuama biasanya terbatas pada batas kulit kepala (skalp) dan dapat
pula ditemukan di belakang telinga dan area alis mata.
- Lesi lebih jarang ditemukan di lipatan fleksura, area popok dan
wajah.
- Pada anak dan dewasa dapat bervariasi mulai dari: Ketombe dengan
skuama halus atau difus, tebal dan menempel pada kulit kepala
- Lesi eksematoid berupa plak eritematosa superfisial dengan skuama
terutama di kulit kepala, wajah dan tubuh
- Di dada dapat pula menunjukkan lesi petaloid atau pitiriasiformis.
- Apabila terdapat di kelopak mata, dapat disertai dengan blefaritis.
- Dapat meluas hingga menjadi eritroderma
d. Tata laksana
Pilihan terapi untuk lesi non scalp
Lini 1

- Ketokonazol topikal
- Kortikosteroid topikal potensi ringan-sedang
- AIAFp topical
Lini kedua
- Lithium succinate/lithium gluconate topikal
- Inhibitor kalsineurin topikal
Lini ketiga

- Terbinafin oral
- Itrakonazol oral
- Gel metronidazol
- Krim non steroid
- Terbinafin topikal

Pilihan terapi untuk lesi scalp


Lini pertama

- Sampo ketokonazol
- Sampo ciclopirox
- Sampo zinc pyrithione
Lini kedua

- Propylene glycol lotion


- Kortikosteroid topikal potensi kuat- sangat kuat
Salep tacrolimus

- Mikonazol
- Sampo selenium sulfide

Urtikaria

a. Definisi
Urtikaria adalah suatu penyakit kulit yang ditandai dengan adanya urtika
berbatas tegas, dikelilingi oleh daerah berwarna kemerahan, dan terasa
gatal. Urtikaria dapat terjadi dengan atau tanpa angioedema.
b. Etiologi
Kebanyakan kasus urtikaria akut bersifat idiopatik. Urtikaria dengan
etiologi spesifik dapat dibedakan menjadi urtikaria karena alergi, misalnya
akibat makanan atau obat-obatan, dan karena penyebab nonalergik, seperti
infeksi virus atau bakteri dan paparan suhu panas atau dingin.
c. Penegakan Diagnosis
Klinis
Anamnesis meliputi:
- Waktu mulai munculnya urtikaria (onset)
- Frekuensi dan durasi wheals
- Variasi diurnal
- Bentuk, ukuran, dan distribusi wheals
- Apakah disertai angioedema
- Gejala subjektif yang dirasakan pada lesi, misal gatal dan nyeri
- Riwayat keluarga terkait urtikaria dan atopi
- Alergi di masa lampau atau saat ini, infeksi, penyakit internal, atau
penyebab lain yang mungkin
- Induksi oleh bahan fisik atau latihan fisik (exercise)
- Penggunaan obat (NSAID, injeksi, imunisasi, hormon, obat
pencahar (laxatives), suppositoria, tetes mata atau telinga, dan
obat-obat alternatif)
- Makanan
- Kebiasaan merokok
- Jenis pekerjaan
- Hobi
- Kejadian berkaitan dengan akhir pekan, liburan, dan perjalanan ke
daerah lain
- Implantasi bedah
- Reaksi terhadap sengatan serangga
- Hubungan dengan siklus menstruasi
- Respon terhadap terapi
- Stres
- Kualitas hidup terkait urtikaria
Pemeriksaan fisik:
Urtikaria ditandai secara khas oleh timbulnya urtika dan atau angioedema
secara cepat. Urtika terdiri atas tiga gambaran klinis khas, yaitu:
- Edema dibagian sentral dengan ukuran bervariasi, hampir selalu
dikelilingi oleh eritema,
- Disertai oleh gatal atau kadang sensasi seperti terbakar, dan
- Berakhir cepat, kulit kembali ke kondisi normal biasanya dalam
waktu 1-24 jam.
Tes dermografisme (terapi antihistamin harus dihentikan setidaknya 2-3
hari
dan terapi immunosupresi untuk 1 minggu).
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan udem pada dermis atas dan
tengah, disertai dilatasi venula postkapiler dan pembuluh limfatik dermis
atas.
d. Penatalaksanan
Prinsip
Atasi keadaan akut terutama pada angioedema karena dapat terjadi
obstruksi saluran napas. Dapat dilakukan di unit gawat darurat bersama-
sama dengan/atau dikonsulkan ke Spesialis THT.
- Topikal
Bedak kocok dibubuhi antipruritus mentol dan kamfer.
- Sistemik
 Urtikaria akut
Antihistamin (AH-1) generasi dua (non-sedatif).
Bila dengan AH nonsedatif tidak berhasil maka diberikan
AH-1 generasi satu (sedatif).

 Urtikaria kronik
Terapi lini pertama:
Antihistamin H1 generasi kedua (non-sedatif).
Terapi lini kedua:
Jika gejala menetap setelah 2 minggu, antihistamin H1
generasi kedua (non sedatif) dapat dinaikkan dosisnya 2-4
kali.
Terapi lini ketiga:
Bila gejala masih menetap sampai 1-4 minggu,
ditambahkan:
Antagonis leukotrien (montelukast), atau siklosporin atau
omalizumab.
Jika terjadi eksaserbasi gejala dapat diberikan
kortikosteroid sistemik dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari,
tidak boleh lebih dari 10 hari.
e. Edukasi
Identifikasi dan menghindari kemungkinan penyebab.

LENTING DAN BERCAK KEMERAHAN

Varicella

Definisi dan etiologic

Infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa.
Disebut juga sebagai cacar air atau chicken pox, transmisi terjadi melalui udara

Epidemiologi

Usia

Pada orang yang belum mendapat vaksinasi, 90% kasus terjadi pada anak-anak
dibawah 10 tahun, 5% terjadi pada orang yang berusia lebih dari 15 tahun.
Sementara pada pasien yang mendapat imunisasi, insiden terjadinya varicella
secara nyata menurun.

Insiden

Sejak diperkenalkan adanya vaksin varicella pada tahun 1995, insiden terjadinya
varicella terbukti menurun. Dimana sebelum tahun 1995, terbukti di Amerika
terdapat 3-4 juta kasus varicella setiap tahunnya.

Transmisi

Transmisi penyakit ini secara aerogen maupun kontak langsung. Kontak tidak
langsung jarang sekali menyebabkan varicella. Penderita yang dapat menularkan
varicella yaitu beberapa hari sebelum erupsi muncul dan sampai vesikula yang
terakhir. Tetapi bentuk erupsi kulit yang berupa krusta tidak menularkan virus.

Musim

Di daerah metropolitan yang beriklim sedang, dimana epidemi varicella sering


terjadi pada musim musim dingin dan musim semi.

Patogenesis

Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes. Virus
masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas dan orofaring 
Multiplikasi virus di tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah
sedikit melalui darah dan limfe ( viremia primer )  Virus VZV dimusnahkan
oleh sel sistem retikuloendotelial, yang merupakan tempat utama replikasi virus
selama masa inkubasi  Selama masa inkubasi infeksi virus dihambat sebagian
oleh mekanisme pertahanan tubuh dan respon yang timbul  Pada sebagian besar
individu replikasi virus dapat mengatasi pertahanan tubuh yang belum
berkembang sehingga dua minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam
jumlah yang lebih banyak  Lesi kulit muncul berturut-berturut, yang
menunjukkan telah memasuki siklus viremia, yang pada penderita yang normal
dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh imunitas humoral dan imunitas seluler VZV
 Virus beredar di leukosit mononuklear, terutama pada limfosit. Bahkan pada
varicella yang tidak disertai komplikasi, hasil viremia sekunder menunjukkan
adanya subklinis infeksi pada banyak organ selain kulit  Respon imun penderita
menghentikan viremia dan menghambat berlanjutnya lesi pada kulit dan organ
lain. Imunitas humoral terhadap VZV berfungsi protektif terhadap varicella 
Pada orang yang terdeteksi memiliki antibodi serum biasanya tidak selalu menjadi
sakit setelah terkena paparan eksogen  Sel mediasi imunitas untuk VZV juga
berkembang selama varicella, berlangsung selama bertahun-tahun, dan
melindungi terhadap terjadinya resiko infeksi yang berat.

Gambaran Klinis

Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan kisaran 10


sampai 21 hari. Masa inkubasi dapat lebih lama pada pasien dengan defisiensi
imun dan pada pasien yang telah menerima pengobatan pasca paparan dengan
produk yang mengandung antibodi terhadap varicella.

1. Gejala prodromal berupa demam, nyeri kepala, dan lesu, sebelum timbul
ruam
2. Ruam kulit muncul mulai dari wajah , scalp dan menyebar ke tubuh, lesi
menyebar sentrifugal dari sentral ke perifer sehingga dapat ditemukan lesi
baru diekstremitas sedangkan dibadan lesi sudah berkrusta
3. Lesi berupa macula eritematosa yang cepat berubah menjadi vesikel
“dewdwop on rose petal appearance” dalam beberapa jam sampai 1-2 hari
vesikel dengan cepat menjadi keruh, menjadi pustule dan krusta yang
kemudian mulai menyembuh
Ciri khas varisella  ditemukannya lesi kulit berbagai stadium dibeberapa
area tubuh
4. Pada anak erupsi kulit terutama berbentuk vesicular beberapa kelompok
vesikel timbul 1-2 hari sebelum erupsi meluas, jumlah lesi bervariasi mulai
dari beberapa sampai ratusan. Umumnya pada anak-anak lesi lebih sedikit
biasanya lebih banyak pada bayi <1 tahun, pibertas dan dewasa
5. Kadang-kadang lesi dapat berbentuk bula atau hemoragik
6. Selaput lender sering terkena, terutama mulur, bisa juga konjungtiva
palpebra, vulva
7. Keadaan tumum TTV menunjukkan tentang berat ringannya penyakit
8. Status imun pasien harus diketahui untuk menentukan obat antivirus yang
perlu diberikan, untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat
membantu menentukan status imun pasien antara lain imunokompromaise,
keganasan, infeksi HIV/AIDS, kortikosteroid jangka Panjang, kehamilan,
bbrl, akan menyebabkan gejala yang lebih berat
Gambar 1 Infeksi VZV : Varicella

Gambar 2 Infeksi VZV : Varicella dengan imunisasi

Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang 12 jam,
dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang  menjadi
papul, vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3 mm, dan
berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit  Vesikel
biasanya superfisial dan berdinding tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa
sehingga tampak terlihat seperti “ embun di atas daun mawar”.  Cairan vesikel
cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah vesikel
menjadi pustul  Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah
sehingga menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi krusta  Krusta akan
lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan bekas bekas cekung kemerahan yang akan
berangsur menghilang. Apabila terjadi superinfeksi dari bakteri maka dapat
terbentuk jaringan parut  Lesi yang telah menyembuh dapat meninggalkan
bercak hipopigmentasi yang dapat menetap selama beberapa minggu/bulan.
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea, saluran
cerna, kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah sehingga
seringkali terlihat sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm.

Gambar 3 Lesi dengan spektrum luas

Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara simultan
( terus-menerus ), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus berkembang.

Diagnosis banding

1. Hand,foot and mouth disease  pola penyebaran lebih akral, mukosa lebih
banyak terkena, sel datia berinti banyak tidak ditemukan pada pemeriksaan
tzank test
2. Reaksi vesikuler terhadap gigitan serangga  seringkali berkelompok,pola
penyebaran akral, berupa urtikaria popular dengan titik ditengahnya
3. Erupsi obat carisellformis  biasanya tanpa demam, timbul serentak dan tidak
disertai pembesaran KGB
4. Dermatitis kontak, scabies impetigenisata, dermatitis herpetiformis, impetigo

Diagnosa varicella

Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan penampilan dan perubahan


pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat terpapar
varicella 2-3 minggu sebelumnya.

Pemeriksaan penunjang

1. Pada pemeriksaan darah tepi jumlah leukosit dapat sedikit meningkat, normal,
atau sedikit menurun beberapa hari pertama
2. Enzim hepatic kadang meningkat
3. Pada tzank test ditemukan sel datia berinti banyak tetapi tidak spesifik untuk
varisella
4. Kultur virus dari cairan vesikel sering kali + pada 3 hari pertama tetapi tidak
dilakukan karena sulit dan mahal
5. Deteksi antigen virus dengan PCR untuk kasus varicella berat atau tidak khas

Tata laksana

1. Topical
- Lesi vesikuler  diberi bedak agar vesikel tidak pecah dapat ditambahkan
metol 2% dan antipruritus lain
- Vesikel yang sudah pecah/krusta  salep antibiotic
2. Sistemik
- Antivirus
1. Asiklovir
Dosis bayi/anak  4x10-20 mg/kg (maksimal 800 mg / hari) selama 7 hati
2. Valaksiklovir  untuk dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari
Pada ibu hamil pemberian asiklovir dipertimbangkan resiko dan manfaat
pemberiaannya . asiklovir dapat diberikan pada ibu hamil usia >20 minggu
dengan awitan varicella <24 jam. Pemberian asiklovir sebelum usia gestasi
20 minggu perlu dipertimbangkan resiko dan manfaatnya
3. Simtomatik
- Antipiretik  diberikan bila demam, hindari salisilat karena bisa
menimbulkan sindrom reye
- Antipruritus  berikan antihistamin yang memiliki efek sedative

Varicella pada imunokompromais

- Antivirus diberikan sedini mungkin untuk meringankan gejala dan mencegah


komplikasi
- Asiklovir 10 mg/kg intravena atau IV drip 3x1 minimal 10 hari
- Asiklovir 5x800 mg/hari peroral minimal 10 hari atau
- Valaksiklovir 3x1 gram/hari peroral minimal 10 hari
- Apabila pasien diduga resisten terhadap asiklovir dapat diberikan foscarnet
40 mg/kg IV per 8 jam hingga lesi sembuh

Vaksinasi

Diindikasikan kepada semua pasien sehat yang tidak menunjukkan adanya


imunitas terhadap varisela, kecuali mereka memiliki kontraindikasi seperti alergi,
imunofedisiensi parah, kehamilan

Vaksin diberikan 2 dosis dengan jarak 4 minggu

Edukasi

1. Bila mandi harus hati-hati agar vesikel tidak pecah


2. Jangan menggaruk dan dijaga agar vesikel tidak pecah, biarkan mengering
dan lepas sendiri
3. Istirahat pada masa aktif sampai semua lesi sudah mencapai stadium krustasi
4. Rawat bila berat, bayi, usia lanjut dan dengan komplikasi
5. Makanan lunak terutama bila terdapat banyak lesi dimulut

Herpres Simpleks

Definisi

Penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi virus herpes simpleks tipe I atau tipe
II

Etiologic

Virus herpes merupakan virus DNA (keluarga Herpesviridae) terdapat 2 tipe virus
HSV tipe 1 dan HSV tipe 2, HSV tipe 1 tidak ditularkan secara seksual,
sedangkan HSV tipe 2 ditularkan secara seksual

Patogenesis

HSV merupakan virus DNA untai ganda dari famili Herpesviridae dan subfamili
Alphaherpesvirinae dengan kemampuan biologis berupa neurovirulensi, latensi,
dan reaktivasi.
Neurovirulensi adalah kemampuan menginvasi dan bereplikasi dalam sistem
saraf. Latensi adalah kemampuan membentuk dan mempertahankan infeksi laten
pada sel saraf ganglia proksimal sampai ke lokasi infeksi. Infeksi orofasial paling
sering melibatkan ganglia trigeminal, sedangkan infeksi genital akan melibatkan
akar saraf ganglia sacral (S2-S5). Reaktivasi adalah kemampuan HSV laten untuk
aktif kembali dan bereplikasi di daerah yang dipersarafi oleh ganglia tempat
pembentukan infeksi latennya. Berbagai stimulus, seperti demam, trauma, stres
emosional, sinar matahari, dan menstruasi dapat memicu reaktivasi. Pada HSV1,
reaktivasi lebih sering pada area orolabial, sedangkan pada HSV-2 lebih sering
pada area genital. Reaktivasi akan lebih sering dan lebih berat pada pasien
imunokompromais dibandingkan pasien imunokompeten.

Cara penularan

Cara Penularan HSV ditularkan melalui kontak personal erat. Infeksi terjadi
melalui inokulasi virus ke permukaan mukosa yang rentan (misalnya orofaring,
serviks, konjungtiva) atau melalui pori-pori kulit. HSV-1 ditularkan terutama
melalui kontak dengan saliva terinfeksi, sedangkan HSV-2 ditularkan secara
seksual atau dari infeksi genital ibu ke bayinya.

Manifestasi klinis

1. Infeksi primer berlangsung sekitar 3 minggu dengan gejala sistemik berupa


- Demam
- Malaise
- Anoreksia
- Pembesaran KGB
- Lesi dikulit kemudian muncul beberapa vesikel berkelompok dengan dasar
eritematosa, vesikel tersebut dapat pecah dan menjadi ulkus
2. Pada herpes simpleks tipe I predileksi pada pinggang keatas terutama pada
hidung dan mulut sementara pada tipe II lokasi predileksi ialah pinggang
kebawah terutama pada area genital, namun predileksi ini sering sulit
dibedakan karena adanya hubungan seksual urogenital
3. Fase laten seringkali tidak ditemukan gejala klinis berbeda dalam keadaan
dorman di ganglion dorsalis
4. Infeksi recurens virus herpes simpleks yang sebelumnya dalam keadaan tidak
aktif pada ganglion dorsalis akan menjadi aktif dan menimbulkan gejala
klinis yang lebih ringan dibandingkan infeksi primer hal tersebut dipicu oleh
trauma fisik, trauma psikis, sakit, trauma, panas, kontak seksual atau
menstruasi
Gejala klinsis ditemukan beberapa vesikel berkelompok yang gatal, panas,
nyeri dan berlangsung 7-10 hari
5. Herpes simpleks pada kehamilan dapat berbahaya karena virus dapat masuk
melalui plasenta dan sampai ke sirkulasi fetus, hal ini bisa menimbulkan
kematian atau kecacatan janin , kelainan bisa timbul berupa ensefalitis,
keratokonjungtivitis dan hepatitis

Diagnosis

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yaitu


pemeriksaan tzank dengan ditemukannya sel dantia berinti banyak

Diagnosis banding

Diagnosis banding infeksi HSV adalah ulkus mole (chancroid), penyakit tangan,
kaki dan mulut (flu Singapura), herpes zoster, dan sifilis. Impetigo vesikobulosa

Tata laksana

Salep atau krim idoksuridin  untuk tata kajsana lesi dini

Asiklovir topical / oral 5x200 mg selama 5 hari

Komplikasi

1) Superinfeksi bakteri dan jamur


2) Balanitis: terjadi akibat infeksi bakteri pada ulkus herpetik.
3) Kandidiasis vagina: ditemukan pada 10% wanita dengan herpes genitalis
primer, terutama pada pasien diabetes melitus. Herpes ulseratif dengan lesi
keputihan pada mukosa sulit dibedakan dari infeksi jamur.
4) Infeksi mata, sering terjadi pada anak, disebabkan oleh HSV-1, kecuali pada
neonatus (bisa disebabkan oleh HSV-2), bermanifestasi sebagai konjungtivitis
folikuler unilateral atau keratokonjungtivitis herpetik akut dengan ulkus
kornea dendritik
5) Infeksi kulit, dapat berupa: Eksim herpetikum, Herpetic whitlow, Herpes
gladiatorum.
6) Infeksi viseral: terjadi akibat viremia dan umumnya dengan keterlibatan
multiorgan. Komplikasi ini bisa terjadi pada infeksi primer asimptomatik
ataupun pada pasien imunokompeten. Pada sebagian besar kasus herpes
diseminata, lesi terbatas pada kulit, namun penyebaran viseral yang fatal
dapat terjadi dengan atau tanpa lesi vesikuler pada kulit. Gambaran klinis
yang menonjol adalah hepatitis fulminan, disertai leukopenia,
trombositopenia, dan koagulasi intravaskular diseminata. Infeksi HSV-1 dan
HSV-2 diseminata juga dapat menyebabkan esofagitis, nekrosis adrenal,
pneumonitis interstitial, sistitis, artritis, meningitis, dan ensefalitis.
7) Infeksi sistem saraf pusat, dapat berupa: Meningitis aseptik, Ganglionitis dan
meilitis, Ensefalitis.
8) Herpes genitalis dan kehamilan.
Herpes genitalis rekuren: baik pada wanita hamil maupun tidak hamil
gambaran klinisnya sama, meskipun bisa terjadi peningkatan jumlah
rekurensi akibat kehamilan. Herpes genitalis rekuren dijumpai pada 1-2% dari
kasus herpes neonatal.
Infeksi genital primer selama kehamilan: infeksi episode pertama
mempunyai konsekuensi lebih berat untuk ibu dan janinnya, sehingga penting
untuk mengidentifikasi wanita yang berisiko infeksi primer (HSV-2
seronegatif).
9) Penyakit HSV neonatal. Infeksi HSV neonatal disebabkan oleh kontak
dengan sekret genital terinfeksi. Sekitar 90% infeksi didapat saat perinatal, 5-
8% didapat kongenital, dan beberapa diperoleh saat postnatal.
10) Koinfeksi dengan HIV: Berbagai penelitian menunjukkan bahwa adanya
antibodi terhadap HSV-2 akan meningkatkan risiko terinfeksi HIV, tidak
tergantung pada ada atau tidaknya ulkus genital.

Nama antiviral Dosis


Asiklovir  Herpes genitalis:
o Terapi insial: 200 mg per oral tiap 4 jam,
5 kali/hari, selama 7-10 hari, atau 400
mg per oral 3 kali/hari, selama 5-10 hari

o Terapi intermiten untuk rekurensi: 200
mg per oral tiap 4 jam, 5 kali/hari,
selama 5 hari; mulai sedini mungkin saat
tanda/gejala rekurensi timbul
o Supresi kronik untuk rekurensi: 400 mg
per oral 2 kali/hari sampai 12 bulan;
regimen alternatif adalah 200 mg 3
kali/hari sampai 200 mg 5 kali/hari
 Ensefalitis HSV : 10-15 mg/kg intravena
tiap 8 jam, selama 14-21 hari „
 HSV mukokutaneus: 5 mg/kg intravena tiap
8 jam, selama 7 hari
Pansiklovir Herpes labialis rekuren (cold sores): diberikan
pada awal timbulnya gejala, setiap 2 jam saat
bangun tidur selama 4 hari, menggunakan
sarung tangan untuk menghindari inokulasi pada
area lainnya
Valasiklovir  Herpes labialis: 2 g per oral tiap 12 jam
selama 1 hari
 Herpes genitalis „
o Terapi inisial 1 g per oral tiap 12 jam
selama 10 hari
o Terapi episode rekuren: 500 mg setiap 12
jam selama 3 hari
o Terapi supresi kronik pada pasien
imunokompeten: 1 g per oral/hari
o Terapi supresi kronik pada pasien
imunokompeten dengan episode rekuren
≤9 kali/tahun: 500 mg per oral/hari.
Untuk mengurangi transmisi dari
pasangan yang sakit juga diberikan dosis
500 mg per oral/hari.
o Terapi supresi kronik pada pasien HIV:
500 mg per oral setiap 12 jam
Famsiklovir  Herpes labialis rekuren pada pasien
imunokompeten: 1.500 mg per oral, dosis
tunggal
 Herpes genitalis
o Terapi episode rekuren: 1000 mg per oral
2 kali/hari selama sehari, mulai diberikan
6 jam sesudah timbulnya gejala atau lesi
o Terapi supresi: 250 mg per oral 2
kali/hari sampai 1 tahun
o Terapi episode primer: 250 mg per oral 3
kali/hari selama 5-10 hari
 Herpes simpleks pada pasien HIV
o Terapi episode rekuren herpes orolabial
atau genital: 500 mg per oral 2 kali/hari
selama 7 hari, dimulai dalam 48 jam
sesudah timbulnya gejala/lesi

Herpes Zooster

Definisi

Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi virus
Varicella zoster yang laten endogen di ganglion sensoris radiks dorsalis setelah
infeksi primer.
Kriteria Diagnostik

Klinis

- Gejala prodromal berupa nyeri dan parestesi di dermatom yang terkait


biasanya mendahului erupsi kulit dan bervariasi mulai dari rasa gatal,
parestesi, panas, pedih, nyeri tekan, hiperestesi, hingga rasa ditusuk-tusuk.
Dapat pula disertai dengan gejala konstitusi seperti malaise, sefalgia, dan flu
like symptoms yang akan menghilang setelah erupsi kulit muncul.
- Kelainan diawali dengan lesi makulopapular eritematosa yang dalam 12-48
jam menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan edema.
Vesikel berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul
dan krusta dalam 7-10 hari. Krusta biasanya bertahan hingga 2-3 minggu.
- Lokasi unilateral dan bersifat dermatomal sesuai tempat persarafan.

Pemeriksaan Penunjang

- Identifikasi antigen/asam nukleat dengan metode PCR.


- Tzank test pada fase erupsi vesikel (tidak spesifik) menunjukkan gambaran
multinucleated giant cells.

Penatalaksanaan

Sistemik

- Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari.


- Dosis asiklovir anak <12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12
tahun 60 mg/kgBB/hari selama 7 hari.
- Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari.
- Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari

Topikal

- Stadium vesikular: bedak salisil 2% untuk mencegah vesikel pecah atau


bedak kocok kalamin untuk mengurangi nyeri dan gatal.
- Bila vesikel pecah dan basah dapat diberikan kompres terbuka dengan larutan
antiseptik dan krim antiseptik/antibiotik.
- Jika timbul luka dengan tanda infeksi sekunder dapat diberikan krim/salep
antibiotik.

Komplikasi

- Herpes zoster oftalmikus (HZO): timbul kelainan pada mata dan kulit di
daerah persarafan cabang pertama nervus trigeminus.

Sindrom Ramsay-Hunt: timbul gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan
kulit, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga
gangguan pengecapan

Impetigo

a. Pengertian
Impetigo adalah infeksi superficial dikulit oleh bakteri golongan
streptococcus. Atau impetigo contangiosa adalah suatu infeksi antar
peradangan kulit luar disebabkan oleh coagulase- positve stapilococi / oleh
kelompok AB streptococci hemolytic.
b. Klasifikasi Klinik .
Terbagi atas 3, yaitu :
a. Impetigo Krustosa
b. Impetigo Bullosa
c. Impetigon Neonatorum
c. Etiologi
1. Impetigo Krustosa
 Etiologi : biasanya streptococcus hemotilikus grup A
(Streptococcus pyagenes)
 Manifestasi Klinik
Tidak disertai gejala umum hanya terdapat pada anak. Tempat
predilaksi dimuka yakni di sekitar lubang hidung dan mulut karena
dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut.
Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat parah
sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat hanyalah
krusta tebal berwarna kuning seperti madu, jika dilepaskan tampak
erosi dibawahnya sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di
bagian tengah.
 Komplikasi : Glomerulonefritis
 Diagnosa Banding : Eritema dan varisella
 Pengobatan :
Jika Krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salep antibiotik, kalau
banyak diberi pula antibiotik sistemik.
2. Imeptigo Bullosa
 Sinonim : Impetigo Vesiko – Bullosa, cacar monyet
 Etiologi : biasanya Staphylococcus Aureus
 Gejala Klinik :
Keadaaan umum tidak dipengaruhi tempat predilaksi di ketiak,
dada, punggung. Terdapat pada anak dan orang dewasa kelaianan
kulit berupa eritema, bula dan bula hipopion kadang-kadang waktu
penderita datang berobat, vesikel /bula telah memecah sehingga
yang tampak hanya kolaret dan dasarnya masih eritematosa, erosi
dan askoriosi.
 Diagnosa Banding
- Herpex Simplex Hoster
- Impetigo Krustosa
- Dermatofitosis
 Pengobatan :
- Jika terdapat hanya beberapa vesikel /bula, dipecahkan lalu
diberi salep antibiotik atau cairan anti septic kalau banyak
diberi antibiotik sistemik, mencari dan menghilangkan faktor
predisposisi misalnya : memperbaiki hygiene.
3. impetigo Neonatorum
Penyakit ini merupakan Varian bullosa yang terdapat pada neonatus.
Kelainan kulit serupa impetigo Bullosa, hanya lokasinya menyeluruh,
dapat disertai demam.
- Diagnosa Banding : Sifilis Kongenital
- Pengobatan :
Antibiotik dapat diberikan secara sistemik. Topikal dapat diberikan
bedak salisil 2 %.
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaidi SLSW. Bramono K. Indriatmi W. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin


edisi 7. Jakarta: FKUI; 2017.
2. Huether SE. Mccance KL. Buku Ajar Patofisiologi. Volumme 2. Edisi 6.
Singapore ; Elsevier. 2017
3. Siregar R. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 3. Jakarta: EGC;
2015.
4. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ke-6. Jilid I. Jakarta: Interna Publishing;
2017.
5. Katzung B, et al. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 12. New York: Mc
Graw Hill; 2015.

Anda mungkin juga menyukai