Yang dimaksud dengan metode adalah jalan, atau langkah-langkah yang harus diikuti,
dan pengamalan ini dari perihal yang berlawanan untuk tafsir maudhui dengan pengertian
secara khusus seperti yang telah kita bahas sebelumnya. Kemudian kita kembali kepada
pembahasan yang inti dan jelas, melihat pentingnya untuk disampaikan dan menemukan alur
pada asas-asas yang tetap, dan semoga Allah membimbing kita semua.
1. Pengetahuan yang detail untuk memahami makna tafsir madhui yang harus
diketahui oleh seorang mufassir.
2. Penentuan tema Qurani, yang dimaksudkan adalah pembahasannya dengan
ketentuannya yang detail.
3. Penentuan judul untuknya dari lafadz-lafadz al-Qur’an dari segi zatnya, atau
judul-judul yang menarik dari kemurnian makna-maknanya yang Qurani.
4. Mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan tema, jika ingin
menguasai seluruhnya.
5. Pembukuannya dari segi makki dan madani, serta menyusun sesuai dengan waktu
turunnya sebuah ayat.
6. Memahami ayat-ayat sesuai dengan penafsiran yang ada, dan mengetahui
keadaannya dari segi sebab-sebab turunnya ayat, naskh, kaidah-kaidah am dan
khususnya, serta lain-lainnya yang dapat mengungkapan makna suatu ayat.
7. Pembagian tema kepada unsur-unsur yang berkaitan, menarik dari ayat secara
dzatnya, dan mengembalikan ayat kepada unsur-unsurnya, memahami dengan
tafsir yang ringkas jika ada yang perlu ditafsirkan, serta menyimpulkan data-data
yang terdekat tanpa membebani, juga menjawab pelbagai keraguan yang berkaitan
dengan tema dari segi dzatnya.
8. Pengamatan yang sempurna dari setiap langkah-langkah yang telah diuraikan
dengan kaidah tafsir maudhui.
Adapun yang kedua, langkah-langkah secara rinci (detail):
1. Yang kami maksud dengan langkah-langkah ini, agar mufassir menentukan dan
menjelaskan tentang apa yang mencapainya dari pembahasan-pembahasan yang
lain, sampai jelas baginya.
2. Menentukan tema yang dimaksud ialah pembahasannya ditentukan dan secara
detail, dari segi bentuknya di dalam al-Quran yang pertama, kemudian dari segi
makna yang kedua, sampai tidak bercampur padanya suatu perkara hukum-hukum
atau masuknya permasalahan, kemudian dari segi sifat-sifatnya.
Dan dari buku-buku yang ditemukan peneliti terhadap pengetahuan tema-tema al-
Quran dan batasanya seperti al-Itqan fi Ulum al-Quran (karya Imam Suyuthi),
Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran (karya Imam al-Zarqani), dan al-Mudkhal li
Dirasat al-Quran al-Karim (karya Imam Abi Syuhbah).
B) Memilih lafadz al-Quran yang lebih dipilih, dikumpulkan untuk jumlah lafadz-
lafadz, agar menjadi judul untuk sebuah penelitian, dan inti daripada yang
digantungkan pada sebuah tema dalam memulai, kemudian dikumpulkan
padanya dalam pembentukan tema: pertama, lafadz-lafadz yang berdekatan
untuk artinya. Kedua, lafadz-lafadz yang menerima untuk makna sebelumnya.
Berbeda halnya dengan Shalah Abdul Fatah al-Khalidy dalam kitabnya Tafsir
Maudhui Baina al-Nadzariyyah wa Tatbiq. Menurutnya, dalam metode tematik ini
terdapat tiga macam model ang dapat diaplikasikan dalam sebuah penafsiran
tematik. Pertama, tafsir tematik tentang istilah-istilah al-Quran. Kedua, tafsir
tematik tentang tema-tema al-Quran. Ketiga, tafsir tematik tentang surat-surat al-
Quran. Berikut ia jelaskan bagaimana prosedur atau langkah-langkah dalam tiga
macam model tafsir tematik tersebut.
Maka menurut hemat penulis, diantara ketiga tokoh tersebut tidak terdapat
sebuah pertentangan atau kontradiksi dalam pembahasan metode tafsir maudhui
ini. Melainkan menjadi satu kesatuan pembahasan secara keseluruhannya, adalah
tugas seorang mufassir maudhui seyogyanya mengikuti langkah-langkah yang
sudah dipaparkan oleh ketiga tokoh tersebut. Demi terciptanya seorang peneliti
tafsir tematik yang aplikatif dan kompetitif, dalam artian focus terhadap kajian
yang hendak dibahas.