Selama di eropa, rahman menjadi Dosen Bahasa Persia dan Filsafat islam
di Durham university inggris pada 1950-1958, kemudian pindah ke McGill
University Kanada untuk menjadi Associate professor pada bidang Islamic Studies.
Lalu di tunjuk menjadi Direktur pusat Lembaga Riset Islam selama satu periode
(1961-1968), ia juga menjadi dewan penasihat ideologi islam.
1
Ahmad Syukri Sholeh, Metodologi Tafsir Al-Quran kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman, ( Jakarta:
Gaung persada press, 2007) hlm 19
2
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman, (yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm 18
1968, Rahman sudah di terima sebagai Dosen pada universitas California amerika
serikat, di universitas chicago tempat menulis banyak karyanya hingga wafatnya
pada 26 Juli 1988. Ia menjadi muslim pertama penerima medali Giorgio Levi della
vida yang menjadi lambang puncak prestasi dalam bidang studi peradaban islam
dari Gustave E. Von Grunebaum Center for Near Eastern Studies UCLA.3
3
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman, (yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm 21
terlihat sunnah tersebut (Rahman, 1979:57). Secara eksplisit proses
penafsiran dimulai dikalangan sahabat dan semua perkataan dan
perbuatan mereka juga mulai dipandang sebagai sunnah (Rahman:
1979:57
Perbedaan penggunaan istilah sunnah didalam pernyataan-pernyataan ini.
Pertama pernyataan sunnah dalam arti praktek atau praktek yang dilakukan oleh
kaum muslimin dimadinah pada saat itu, kedua, sunnah harus diartikan sebagai
suatu preseden yang otoritatif atau normatif
b) Otoritas hadis dan sunnah
Otoritas hadist nabi Muhammad diberikan kekuasaan penuh oleh allah
untuk memimpin manusia dalam membuat kebijakan ketatanegaraan, moral
dan spiritual, maupun lainnya seperti terhadap nabi atau rasul sebelumnya.
Maka nabi Muhammad diberikan hak-hak untuk:
a. Hak menafsirkan
Rahman, mengatakan: bahwa umat dibawah pengarahan semangat
(bukan berdasarkan harfiah saja) yang mendorong nabi untuk
bertindak di dalam suatu situasi historis tertentu, berhak
menafsirkan dan memberi arti baru terhadap wahyu. Tidak rasional
sementara orang-orang berpendapat bahwa al-quran diajarkan
kepada umat tanpa otoritas nabi Muhammad di dalam aktivitas-
aktivitasnya, karena aktivitas ini merupakan latar belakang yang
penting yang mana tercakup bidang politik kepemimpinan,
pengambilan keputusan dan lain sebagainya (Rahman, 1965: 20)
b. Membuat sejarah
Rahman, menyatakan, seorang nabi adalah manusia yang sangat
berkepentingan untuk merubah sejarah sesuai dengan pola yang
dikehendaki oleh allah. Dengan demikian baik wahyu al-Quran
yang disampaikan oleh nabi maupun amal perbuatan nabi tidak
terlepas dari situasi historis yang actual pada masanya. Dan ia tidak
dapat mementingkan generalisasi yang sama sekali bersifat abstrak.
Allah berfirman dan nabi beraksi, walaupun sudah tentu tidak hanya
pada suatu kontek historis tertentu (Rahman, 1965: 10)
c. Moral dan politik
Otoritas nabi terbatas pada kemampuan sifat fisika seperti manusia
pada umumnya. Nabi bukanlah seorang ahli hokum yang mencakup
semua bidang. tetapi, selama hidupnya sibuk melakukan perjuangan
berat dibidang moral, politik dan mengorganisir negara ummat
hampir tidak memiliki waku unuk meneapkan peraturan- peraturan
mendetail mengenai kehidupan manusia (Rahman, 1965:11)
Pandangan Rahman ini sependapat dengan pandangan sebagian muhadisin,
bahwa otoritas nabi secara mutlak mempunyai kedudukan yang tinggi sebagai
utusan allah yang berhak menafsirkan seluruh wahyunya. Hanya saja Rahman
berbeda cara mendifinisikan kata “penafsiran” yaitu yang dimaksudkan
memberikan penafsiran arti baru terhadap wahyu dalam situasi historis yang
melatar belakanginya. Sedangkan ulama muhadisin kata penafsirana
dimaksudkan terhadap wahyu tuhan yang masih bersifat global baik dalam
ibadah, hokum maupun moral. Sebaliknya Rahman menolak terhadap
pandangan ahwa nabbi seorang legislator yang mampu membuat seluruh aspek
hokum kehidupan masyarakat yang sekecil-kecilnya
4
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman, (yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm 39
ia rumuskan (1970), gagasan dalam gerakan ganda serta pendekatan sosio-
historis terbingkai dalam metode interpretasi sistematis.5
5
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman, (yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm 36
6
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman, (yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm 50-53
memandang, perbedaan pendapat itu sehat selama pendapat tersebut
masuk akal.7
a. Pendekatan Sosio-Historis
Langkah pertama yang harus di perhatikan dalam metode ini adalah melihat
sejarah yang melatar belakangi turunya ayat, ilmu asbabun nuzul sangat penting
hal ini, atas dasar apa dan motif apa suatu ayat di turunkan akan terjawab lewat
pemahaman sejarah, al-quran bersifat universal namun universalitasnya sering
kali tidak terlihat ketika aspek historisnya di abaikan.8
Pendekatan historis hendaknya dibarengi dengan pendekatan sosiologis,
yang khusus melihat kondisi sosial yang terjadi pada masa al-quran di turunkan,
khusus dalam sosiologis ini pemahaman terhadap al-quran akan senantiasa
menunjukan elastisitas perkembangannya tanpa mencampakan warisan
historisnya.
b. Teori Gerakan Ganda
Yang di sebut ideal moral al-quran adalah tujuan dasar moral yang di
pesankan al-quran sedangkan legal spesifiknya adalah ketentuan hukum yang
7
Ibid. Hlm 134-135
8
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman, (yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm 52-53
di tetapkan secara khusus, ideal moral al-quran lebih patut di terapkan dari pada
ketentuan legal spesifik sebab ideal moral bersifat universal, dan al-quran di
anggap berlaku untuk setiap masa dan tempat, al-quran di pandang elastis dan
fleksibel, sedangkan legal spesifiknya lebih bersifat partikular, hukum yang
terumus secara tekstual di sesuaikan dengan kondisi dan tempat. Satu hal yang
terlalu sering di abaikan oleh kalangan muslim dan non muslim, bahwa alquran
selalu memberikan alasan bagi pernyataan legal spesifiknya, disitulah perlu di
pahami tujuan dasar yang melatar belakangi turunnya wahyu al-quran dalam
hal ini di sebut ideal moral9
9
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman, (yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm 56-57
10
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman, (yogyakarta: Jalasutra, 2007) hlm 58
Adapun gerakan kedua merupakan proses berangkat dari pandangan
umum ke pandangan spesifik yang harus di rumuskan dan di realisasikan
sekarang yakni yang umum harus di wujudkan dalam konteks sosio –historis
konkret sekarang. Ini memerlukan pengajian teliti terhadap situasi sekarang dan
analisis terhadap berbagai unsur komponennya, sehingga kita dapat memulai
situasi mutakhir dan mengubah sekarang sejauh yang di perlukan dan sehingga
kita bisa menentukan prioritas-prioritas baru untuk bisa mengimplementasikan
nilai-nilai quran secara baru pula.
Ahmad Syukri Sholeh, Metodologi Tafsir Al-Quran kontemporer dalam pandangan Fazlur
Rahman, ( Jakarta: Gaung persada press, 2007)
Fazlur Rahman, 1997. Islam terj. Ahsin mohammad. Bandung:pustaka. Ghufron A.
mas’adi. 1997. Pemikiran Fazlur Rahman tentang metodologi
Fazlur Rahman. 1987 metode dan alternative neomodernisme islam. Penyunting taufik
adnan amal. Bandung: Mizan
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman, (yogyakarta: Jalasutra, 2007)
Syafi’I Ma’arif. Fazlur Rahman. 1984. Al-Qura’an dan pemikirannya dalam islam. Edisi
Indonesia. Bandung: pustaka