Disusun oleh :
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
berkat dan Rahmat-Nya kami dapat menyusun serta dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN CHRONIC KIDNEY DISEASE”
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Mata Kuliah
Bedah Ibu Putu Sintya Arlinda Arsa,S Kep,M Kep yang telah memberikan
bimbingan serta pengajaran kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya.
Kami menyadari meskipun kami telah berusaha dengan sebaik baiknya
dalam menyelesaikan makalah ini, tetapi kami menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kesempurnaan .Karena itu mohon kritik serta saran, yang kiranya dapat
membangun sehingga dapat menyelesaikan makalah yang lebih baik lagi. Kami
berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pembaca.
i
DAFTAR ISI
Kesimpulan …………………………………………………………………….. 27
Saran ………………………………………………………………………….... 27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
350.000.000 insiden ESRD (Rajiv, 2016) Prevalensi PGK di Indonesia dari tahun
ke tahun terus mengalami kenaikan. Perkumpulan Nefrologi Indonesia
(PERNEFRI) dalam Program Indonesian Renal Registry (IRR) melaporkan
jumlah penderita PGK di Indonesia pada tahun 2011 tercatat 22.304 dengan
68,8% kasus baru dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 28.782 dengan 68,1%
kasus baru (IRR, 2016). Perawatan penyakit ginjal di Indonesia merupakan
ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung
(Infodatin, 2017). Prevalensi penyakit ginjal kronis (permil) pada penduduk umur
lebih dari 15 tahun di Indonesia yaitu 3,8‰, meningkat dari tahun 2013 yaitu
2,0‰. Saat ini, penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah 265 juta jiwa,
sehingga total penduduk yang menderita penyakit ginjal kronis adalah 1.007.000
jiwa. Sedangkan untuk penduduk yang pernah/sedang cuci darah umur lebih dari
15 tahun adalah 19,3%, sehingga totalnya kemungkinan 51.145 jiwa (Riskesdas,
2018).
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah Agar mahasiswa
mampumemberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien gagal
ginjal.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia dimana terjadi retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah (Brunner & Suddarth, 2013).
2.2 Klasifikasi
Menurut Kidney Diseases Improving Global Outcomes/KDIGO (2012)
yang mengacu pada National Kidney Foundation-KDQOL (NKF-KDQOL)
penyakit ginjal kronik diklasifikasikan menjadi 5 stadium atau kategori
berdasarkan penurunan GFR, yaitu:
1. Stadium 1 terjadi kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat, nilai
GFR ≥ 90 mL/min/1,73 m 2
2. Stadium 2 terjadi kerusakan ginjal dengan penurunan ringan, nilai GFR 60-89
mL/min/1,73 m2
3. Stadium 3a terjadi kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan sampai
sedang, nilai GFR 45-59 mL/min/1,73 m2
4. Stadium 3b terjadi kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang hingga
berat, nilai GFR 30-44 mL/min/1,73 m 2
5. Stadium 4 terjadi kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat, nilai GFR 15-
29 mL/min/1,73 m2
6. Gagal ginjal dengan nilai GFR < 15 mL/min/1,73 m 2
3
Selain itu berdasarkan peningkatan albumin dalam urin KDIGO (2012)
mengklasifikasikan penyakit ginjal kronik sebagai berikut
4
7. Nefropati toksisk seperti penyalahgunaan analgetik, dan nefropati timah
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrois retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri
dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria
dan uretra.
2.4 Epidemiologi
Data di Amerika pada tahun 2009 angka mortalitas pasien dengan penyakit
ginjal kronik meningkat sebanyak 56% dibandingkan yang tidak memiliki
penyakit ginjal kronik dan untuk penyakit ginjal kronik stadium 4 dan 5 angka
mortalitas meningkat 76% (Medscape, 2017). Menurut National Institute of
Diabetes and Digestive and Kidney Diseases/NIDDK (2015) melaporkan 10%
orang dewasa di Amerika memiliki penyakit ginjal kronik. Berdasarkan laporan
dari Indonesia Renal Registry dari PERNEFRI (2015) terjadi peningkatan pasien
baru yang terdata, yaitu sebanyak 21.050, terjadi peningkatan pasien aktif atau
pasien yang menjalani hemodialisis, diduga karena faktor Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN), serta proporsi berdasarkan usia tertinggi pada usia 45-54 tahun
yaitu 56,72% pasien baru dan 56,77% pasien aktif.
5
2.5 Patofisiologi
Glikolisis protein vasokontriksi sistemik Obstruksi Sal.kemih Proliferasi sel endotel & sesogium
Hiperfiltrasi & kerusakan membran Kerusakan vaskuler di ginjal Proses inflamasi di ginjal
filtrasi glomerulus
6
Suplay O2 ke jaringan Retensi Na, H20 Lesi pada kulit
menurun
Hipoalbuminemia
7
Kerusakan Fungsi Ginjal
CKD
8
2.6 Manifestasi Klinis
- Manifestasi klinik gagal ginjal kronik menurut Price dan Wilson (2012) antara lain:
1. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi
2. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak
ada tapi mungkin juga sangat parah.
- Manifestasi yang terjadi pada gagal ginjal kronis menurut Brunner dan Suddart (2013)
antara lain
1. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin
angiotensin aldosteron.
b. Gagal jantung kongestif.
c. Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
2. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.
3. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual sampai dengan
terjadinya muntah.
4. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi,
kedutan otot sampai kejang.
5. Pulmoner seperti adanya sputum kental, pernapasan dangkal, kusmaul, sampai terjadinya
edema pulmonal.
6. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan pengeroposan tulang
akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi feron.
7. Psikososial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri sampai pada harga diri
rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan kematian.
8. Gangguan endokrin: terdapat gangguan seksual seperti libido fertilitas dan ereksi menurun,
gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak
dan vitamin D.
9. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa, biasanya retensi garam dan air
tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipomagnesemia, hipokalsemia
9
10. Sistem hematologi: Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan
fungsi trombosis dan trombositopeni.
10
3. Pemeriksaan penunjang
a. Urine
Volume : biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam (oliguria) / anuria.
Warna : secara abnormal urine keruh, mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak,
partikel koloid, fosfat lunak, sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah Hb,
mioglobulin, forfirin.
Berat jenis :< 1,051 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas :< 350 Mosm / kg menunjukkan kerusakan mubular dan rasio urine /
sering 1: 1.
Clearance kreatinin : mungkin agak menurun
Natrium :> 40 ME o /% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara bulat, menunjukkan kerusakan
glomerulus jika SDM dan fagmen juga ada.
PH, kekeruhan, glokuso, ketan, SDP dan SDM.
b. Darah
BUN
Urea adalah produksi akhir dari metabolism protein, peningkatan BUN dapat
merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan pre renal atau gagal ginjal.
Kreatinin
Produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan kreatinin posfat. Bila 50 %
nefron rusak maka kadar kreatinin meningkat.
Elektrolit
Natrium, kalium, calcium dan phosfat
Hematologi : Hb, thrombosit, Ht, dan leukosit
4. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan untuk mengetahui gangguan fungsi
ginjal antara lain:
a. Flat-Plat radiografy/Radiographic
11
Untuk mengetahui keadaan ginjal, ureter, dan vesika urinaria dengan mengidentifikasi
bentuk, ukuran, posisi, dan klasifikasi dari ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa
ginjal mengecil yang mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.
b. Computer Tomograohy (CT) Scan
Untuk melihat secara jelas struktur anatomi ginjal yang penggunaannya dengan memakai
kontras atau tanpa kontras.
c. Intervenous Pyelography (IVP)
Untuk mengevaluasi keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras.IVP biasa digunakan
pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali
kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran
kencing.
d. Aortorenal Angiography
Untuk mengetahui sistem arteri, vena, dan kapiler pada ginjal dengan menggunakan
kontras.Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma
ginjal, arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Untuk mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi neuropati, ARF, proses infeksi
pada ginjal serta post transplantasi ginjal.
f. Biopsi Ginjal
Untuk mendiagnosa kelainan ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu
dianalisa.Biasanya biopsi dilakukan pada kasus glomerulonepritis, neprotik sindom,
penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.
2.8 Penatalaksanaan
Menurut Suwitra (2009) penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain adalah
sebagai berikut
1. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang
masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta pemeriksaan histopatologi ginjal dapat
menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya bila LFG sudah menurun
sampai 20–30 % dari normal terapi dari penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.
12
2. Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit
CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan
pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi
yang tak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obatobat nefrotoksik,
bahan radio kontras, atau peningkatan aktifitas penyakit dasarnya. Pembatasan cairan dan
elektrolit pada penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah
terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang antara
masukan dan pengeluaran urin serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan asumsi antara 500-
800 ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang harus diawasi dalam asupannya
adalah natrium dan kalium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemi dapat
mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu pembatasan obat dan makanan
yang mengandung kalium (sayuran dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5-5,5 mEg/lt.
sedangkan pada natrium dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi dan edema. Jumlah
garam disetarakan dengan tekanan darah dan adanya edema.
3. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal adalah hiperventilasi
glomerulus yaitu :
a. Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan diatas
batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein. Protein yang dibatasi antara 0,6-
0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50 gr. Diantaranya protein nilai biologis tinggi. Kalori yang
diberikan sebesar 30-35 kkal/ kg BB/hr dalam pemberian diit. Protein perlu dilakukan
pembatasan dengan ketat, karena protein akan dipecah dan diencerkan melalui ginjal, tidak
seperti karbohidrat. Selain itu pembatasan protein bertujuan untuk membatasi asupan fosfat
karena fosfat dan protein berasal dari sumber yang sama, agar tidak terjadi hiperfosfatemia.
b. Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat anti
hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko komplikasi pada
kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan
cara mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Selain itu
pemakaian obat hipertensi seperti penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin
Converting Enzim / ACE inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi ginjal. Hal ini
terjadi akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti proteinuri.
13
4. Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang penting, karena 40-45 %
kematian pada penderita CKD disebabkan oleh penyakit komplikasinya pada kardiovaskuler.
Hal-hal yang termasuk pencegahan dan terapi penyakit vaskuler adalah pengendalian
hipertensi, DM, dislipidemia, anemia, hiperfosvatemia, dan terapi pada kelebian cairan dan
elektrolit.
5. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat
penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan / tranfusi eritropoitin. Pemberian
kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun dalam pemakaiannya harus
dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorsi fosfat
6. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5.
.Terapi dialysis merupakan terapi yang biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal. Dasar
dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel dengan suatu
cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikian rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama
dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan
dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik
kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal
dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal sementara yaitu faal
pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi.
- Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa
dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori
Peritonial Dialysis)
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan
mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen: langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung )
.Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CKD maka seluruh
faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa
14
persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari
orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari segi
imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA.
2.9 Komplikasi
Menurut Brunner dan Suddart (2013) komplikasi dari gagal ginjal kronik antara lain:
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan diit
berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar alumunium akibat
peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
15
16
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengumpulan data subjektif dan objektif pada klien dengan CKD meliputi anamnesis, riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
a. Anamnesis
Identitas pasien meliputi nama, umur (Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30
tahun, namun ada juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan
oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya.
CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan
penting sebagai pemicu kejadian CKD.Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang
terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung
banyak senyawa / zat logam dan pola makan yang tidak sehat), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register
dan diagnosis medis. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah gangguan gerakan, kaku otot, tremor menyeluruh,
kelemahan otot, dan hilangnya refleks postural.
b. Riwayat penyakit saat ini
Pada anamnesis biasanya pasien mengeluh pusing, mual, adanya pembengkakan pada
tubuh, sesak napas, nafsu makan berkurang.
c. Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.Riwayat penyakit
keluarga: Walaupun tidak ditemukan adanya hubungan penyakit parkinson dengan sebab
genetik yang jelas, perawat perlu melakukan pengkajian riwayat penyakit pada keluarga.
Pengkajian dilakukan dengan menanyakan apakah anggota keluarga terdahulu yang
menderita hipertensi dan DM. Hal ini diperlukan untuk melihat adanya komplikasi
penyakit lain yang dapat mempercepat progresifnya penyakit.
17
d.Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang sakit
parah.Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari dokter.Tandanya
adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung kenapa kondisinya
seprti ini meski segala hal yang telah dilarang telah dihindari.
Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan.Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah
atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
Aktifitas dan latian.
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta pasien tidak dapat
menolong diri sendiri.Tandanya adalah aktifitas dibantu.
Pola istirahat dan tidur.
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung mata.Tandanya
adalah pasien terliat sering menguap.
Pola persepsi dan kognitif.
Gejalanya penurunan sensori dan rangsang.Tandanya adalah penurunan kesadaran
seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan jelas.
Pola hubungan dengan orang lain.
Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri sampai terjadinya
HDR (Harga Diri Rendah).Tandanya lebih menyendiri, tertutup, komunikasi tidak jelas.
Pola reproduksi
Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan kepuasan dalam
hubungan.Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan saat berhubungan, penurunan
kualitas hubungan.
Pola persepsi diri.
18
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi.Tandanya kaki menjadi edema, citra diri
jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran, dan percaya diri.
Pola mekanisme koping.
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil keputusan dengan
tepat, mudah terpancing emosi.
Pola kepercayaan.
Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah meninggalkan
perintah agama. Tandanya pasien tidak dapat melakukan kegiatan agama seperti
biasanya.
d. Pemeriksaan Fisik
Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.
Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga, hidung
kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah,
mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas,
pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah),
terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
19
Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refil lebih dari 1 detik.
Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia, dan
terjadi perikarditis.
e. Pemeriksaan Penunjang
Volume : biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam (oliguria) / anuria.
Warna : secara abnormal urine keruh, mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak,
partikel koloid, fosfat lunak, sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah Hb,
mioglobulin, forfirin.
Berat jenis :< 1,051 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas :< 350 Mosm / kg menunjukkan kerusakan mubular dan rasio urine /
sering 1: 1.
Clearance kreatinin : mungkin agak menurun
Natrium :> 40 ME o /% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara bulat, menunjukkan kerusakan
glomerulus jika SDM dan fagmen juga ada.
PH, kekeruhan, glokuso, ketan, SDP dan SDM.
20
1. Analisa Data dan diagnosa yang mungkin muncul
No Data Etiologi Masalah
1 DS: CKD Risiko Perfusi
Pasien mengeluh ↓ Ginjal tidak efektif
pusing Kerusakan fungsi ginjal
Lemas ↓
Nafsu makan Kerusakan glomerulus
menurun ↓
DO Penurunan GFR
Keadaan umum ↓
21
bantu pernapasan Proteinuria
Pola napas abnormal ↓
Takipnea Hipoalbuminemia
Tampak adanya ↓
bernapas ↓
Peningkatan ureum
↓
Asidosis metabolik
↓
Kompensasi
respiratorik
↓
Hiperventilasi
↓
Gangguan pertukaran
gas
3 DS: CKD Peningkatan volume
Pasien mengeluh ↓ cairan
sesak Kerusakan fungsi ginjal
Pasien mengatakan ↓
tubuhnya bengkak Kerusaka glomerulus
↓
DO: Penurunan filtrasi
Edema glomerulus
Pitting edema ↓
22
jenis urine ↓
Peningkatan volume
cairan
24
5. Bunyi napas tambahan ekspansi paru
Gejala dan tanda minor - Auskultasi bunyi napas
Subjektif: - Monitor saturasi
1. Pusing oksigen
2. Penglihatan kabur
Objektif:
1. Sianosis
2. Diaforesis
3. Gelisah
4. Napas cuping hidung
5. Pola napas abnormal
(cepat/lambat,
reguler/iregule r,
dalam/dangkal )
6. Warna kulit abnormal
(mis. pucat, kebiruan)
7. Kesadaran menurun
25
3. Paroxysmal nocturnal - Tekanan darah membaik - Identifikasi penyebab
dyspnea (PND) - Denyut nadi radial membaik peningkatan volume
Objektif: - Tekanan arteri ratarata membaik cairan
1. Edema anasarka - Membran mukosa membaik - Monitor status
dan/atau edema perifer - Mata cekung membaik hemodinamik (mis.
2. Berat badan meningkat - Turgor kulit membaik frekuensi jantung,
dalam waktu singkat - Berat badan membaik tekanan darah, MAP,
3. Jugular Venous CVP, PAP, PCWP, CO,
Pressure (JVP) dan/atau CI), jika tersedia -
Central Venous Pressure Monitor intake dan
(CVP) output cairan - Monitor
Meningkat tanda hemokonsentrasi
(mis. kadar natrium,
4. Refleks hepatojugular BUN, hematokrit, berat
positif Gejala dan tanda jenis urine)
minor Subjektif: (tidak - Monitor tanda
tersedia) peningkatan tekanan
Objektif: onkotik plasma (mis.
1. Distensi vena jugularis kadar protein dan
2. Terdengar suara napas albumin meningkat)
tambahan - Monitor keceptan infus
3. Hepatomegali secara ketat
4. Kadar Hb/Ht turun - Monitor efek samping
5. Oliguria diuretik (mis. Hipotensi
6. Intake lebih banyak ortostatik, hipovolemia,
dari output (balans cairan hipokalemia,
positif) hiponatremia) Terapeutik
7. Kongesti paru - Timbang berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
- Batasi asupan cairan
26
dan garam
- Tinggikan kepala
tempat tidur 30-40°
Edukasi
- Anjurkan melapor jika
haluaran urin < 0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
- Anjurkan melapor jika
BB bertambah > 1 kg
dalam sehari
- Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
- Ajarkan cara
membatasi cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
diuretik
- Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretik
- Kolaborasi pemberian
continous renal
replacement therapy
(CRRT), jika perlu
27
KESIMPULAN
Gagal ginjal kronis adalah salah satu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan semua faal
ginjal secara bertahap dan ireversibel terjadinya penimbunan sisa metabolisme terutama protein
timbulnya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Gambaran klinis gagal ginjal kronik perut disertai sindrom azotemia sangat kompleks meliputi,
kelainan-kelainan berbagai organ seperti : kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit,
selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.
SARAN
1.Pasien
Untuk pasien diharapkan bisa lebih mengontrol pola hidup dalam kesehariannya,agar dapat
meningkatkan kesehatan fisik dan kualitas hidup.
2.Ruamah sakit
supaya meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal melalui asuhan keperawatan dan
berkualitas dalam pelayanan hemodialis.
3.Ilmu keperawatan
Dirahapkan dapat memberikan gambaranyang nyata tentang bagaimana kualitas hidup pasien
yang menjalani hemodialisa dan mampu mendukung terwujudnya evidence based dalam praktik
keperawatan.
4.Masyarakat
Supaya masyarakat dapat menambah wawasan atau pengetahuan bagi masyarakat khusunya
keluarga dan pasien gagal ginjal yang belum atau sudah menjalai hemodialisa untuk lebih
proaktif meningkatkan kualitas hidup melalui hemodialisa.
28
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2. Jakarta
EGC
Kidney Disease Improving Global Outcome. KDIGO 2012 Clinical practice guideline for the
evaluation and management of chronic kidney disease. kidney Int Suppl. 2013;3(1):1–150.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC; 2012.
Sutisna. 2017. Diagnosis Penyakit Ginjal Kronis. (Online), https://www.alodokter.com/gagal-
ginjal-kronis/diagnosis, diakses 1 Mei 2018
Suwitra K. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing
Infodatin.(2017). Situasi Penyakit Ginjal Kronis.
29