DISUSUN OLEH :
NIM : 21219062
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepsis merupakan komplikasi tersering pada pasien ICU yang dapat menyebabkan
kematian. Di Eropa, angka kejadian sepsis sebanyak 30% dari semua pasien di unit perawatan
intensif (ICU). Secara umum, angka mortalistas sepsis sebesar 27% meningkat menjadi 32%
untuk sepsis berat dan 54% untuk syok sepsis. (Guntur, 2009)
Insiden sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 2-18 per 1000 kelahiran hidup
dengan angka kematian sebesar 12-68 %, sedangkan di negara maju angka kematian sepsis
berkisar antara 3 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian 10%. Di Indonesia angka
kejadian sepsis masih tinggi sampai 30.29% dengan angka kematian 11.56-49%. Tingkat
mortalitas sepsis berat berkisar antara 15%-40%, dan tingkat mortalitas karena syok septik
berkisar antara 20%-72% (Guntur, 2008).
The Third International Consensus Definitions For Sepsis And Septic Shock tahun 2016
telah mengeluarkan definisi terbaru untuk sepsis yaitu suatu disfungsi organ yang mengancam
jiwa yang disebabkan oleh kelainan regulasi respon host terhadap infeksi. Dalam definisi terbaru
ini, istilah “sepsis berat” telah dihilangkan, hal ini bertujuan agar sepsis tidak dianggap ringan
dan bisa diberi penanganan yang tepat sesegera mungkin. Syok sepsis didefinisikan sebagai
kondisi lanjut dari sepsis dimana abnormalitas metabolisme seluler dan sirkulatorik yang
menyertai pasien cukup berat sehingga dapat meningkatkan mortalitas. Terdapat faktor-faktor
yang mempengaruhi perjalanan penyakit sepsis sehingga bisa berkembang menjadi sepsis berat
bahkan syok, diantaranya adalah faktor klinis (usia, jenis kelamin, fokus infeksi, dan skor
APACHE II), hitung jumlah darah lengkap (hitung leukosit termasuk deferensiasi subtipe dan
perhitungan band, hemoglobin, hematokrit, dan trombosit) dan hasil pemeriksaan laboratorium
lainnya (kadar laktat serum, glukosa, transaminase, liver, bilirubin, dan kreatinin), kondisi
hemodinamik (tekanan darah sistolik dan denyut jantung), parameter respiratorik (laju pernafasan
dan PaO2/FiO2, urinalisis (total keluar urin), serta penyakit penyakit komorid (hipertensi,
diabetes, gagal ginjal kronik, dan keganasan). Selain faktor- faktor diatas, hal yang penting
lainnya adalah bahwa semua pasien yang kemungkinan menderita sepsis harus dilakukan kultur
darah yang sangat berguna untuk mempersempit pemilihan antibiotik dan dapat mengungkap
sebab dari kegagalan terapi.
Di negara berkembang, sepsis menyumbang 60-80% dari semua kematian. Sepsis
diartikan sebagai disfungsi organ yang mengancam nyawa disebabkan oleh gangguan respon
tubuh terhadap infeksi. Sepsis dapat berakhir dengan syok septik dengan kelainan sirkulasi dan
seluler/metabolik yang cukup mendalam secara substansial meningkatkan mortalitas. Dalam
penelitian disebuah rumah sakit pendidikan di Yogyakarta, Indonesia ada 631 kasus sepsis pada
tahun 2007, dengan angka kematian sebesar 48,96%. Di Amerika, menurut penelitia Greg S, et
al selama 22 tahun, total terdapat 10.319.418 kasus sepsis (terhitung terbanyak 1,3% dari semua
kasus rumah sakit). Angka pasien sepsis meningkat per tahun dari 164.072 pada tahun 1979
menjadi 659.935 pada tahun 2000 (peningkatan 13,7% per tahun).
Sepsis sampai syok septik secara klasik telah diakui penyebabnya adalah bakteri gram
negatif, tetapi mungkin juga disebabkan oleh mikroorganisme lain, gram positif, jamur, virus
bahkan parasit. Syok terjadi pada 20-35% penderita bakteriemia gram negatif.
B. Rumusan Masalah
Laporan Tugas Akhir ini, merupakan penelitian sederhana dalam bentuk Studi Kasus.
Kegiatan yang di lakukan dalam Studi Kasus ini, yaitu dengan membandingkan antara teori dan
temuan yang pada kasus Syok Septik, adapun kegiatan yang dilakukan dimulai dengan :
pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, merencanakan tindakan keperawatan,
melaksanaan tindakan keperawatan dan memberikan evaluasi terhadap tindakan yang sudah
dilakukan dan juga discharge planning.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka timbul perumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny.“X” dengan Syok Septik di Rumah Sakit ......
C. TujuanPenulisan
1. TujuanUmum
Untuk memperoleh informasi atau gambaran Asuhan Keperawatan kegawatdaruratan
pada Ny.“X” dengan Syok Septik Rumah sakit .....
2. TujuanKhusus
a. Dapat melaksanakan pengkajian secara komprehensif pada Ny.“X” dengan Syok Septik
di Rumah sakit ....
b. Dapat merumuskan diagnose keperawatan berdasarkan prioritas masalah pada Ny.“X”
dengan Syok Septik di Rumah sakit....
c. Dapat menyusun intervensi keperawatan pada Ny.“X” dengan Syok Septik di Rumah
sakit....
d. Dapat melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny.“X” dengan Syok Septik di
Rumah sakit....
e. Dapat melakukan evaluasi keperawatan pada Ny.“X” dengan Syok Septik di Rumah
sakit....
f. Dapat melakukan discharge planning keperawatan pada Ny.“X” dengan Syok Septik di
Rumah sakit.....
D. Manfaat Penulisan
1. Teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya ilmu Keperawatan
Kegawatdaruratan, khususnya memberikan pengetahuan serta informasi tentang penyakit
Syok Septik.
2. Praktis
a. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai masukan bagi institusi pendidikan dalam upaya mempersiapkan calon
tenaga keperawatan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam proses asuhan
keperawatan khususnya penerapan asuhan keperawatan Kegawatdaruratan pada Ny.“X”
dengan Syok Septik di Rumah sakit ....
TINJUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Definisi Syok Septik
Syok septik adalah sindroma respon inflamasi sistemik (systemic inflamatory) dengan
etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai. Bukti klinisnya berupa suhu tubuh yang
abnormal (> 38°c atau < 36°c) : takikardi, asidosis metabolik biasanya disertai dengan
alkalosis respiratorik terkompensasi dan takipneu, dan peningkatan atau penurunan jumlah sel
darah putih. Sepsis juga disebabkan oleh infeksi virus atau jamur.(Muscari, 2010)
Syok septik merupakan salah satu kondisi kegawatdaruratan yang disebabkan oleh
kondisi sepsis, yaitu peradangan diseluruh tubuh akibat infeksi. Syok septik ditandai dengan
kegagalan fungsi sirkulasi akibat infeksi yang berlanjut. (Dongoes Marilin E. 2002)
Syok septik adalah bagian dari sepsis yang didasari kelainan sirkulasi dan
seluler/metabolik yang cukup mendalam untuk secara substansial meningkatkan mortalitas.
Pasien dengan syok septik dapat diidentifikasi dengan melihat klinis sepsis ditandai dengan
hipotensi persisten yang membutuhkan vasopressor untuk menjaga MAP ≥65 mmHg dan
memiliki serum laktat ≥2 mmol/L (18 mg/dL) meskipun resusitasi cairan telah cukup
adekuat. (Paul; Abdalsamih, 2017)
2. Etiologi
Sepsis sampai syok septik secara klasik telah diakui penyebabnya adalah bakteri gram
negatif, tetapi mungkin juga disebabkan oleh mikroorganisme lain, gram positif, jamur,
virus bahkan parasit. Syok terjadi pada 20%-35% penderita bakteriemia gram negative.
(John, 2012).
Bakteri gram negatif yang paling sering ditemukan pada sepsis diantaranya : Eschericia
coli pada pielonefritis dan infeksi perut , Klebsiela pneumonia yang sering menyebabkan
infeksi saluran kencing dan infeksi saluran pernafasan akut, Enterobacter, Nisseria
meningitidis yang dapat menyebabkan sepsis fulminan pada individu normal atau pasien
infeksi kronik berulang . Haemophillus influenza yang merupakan kuman yang paling
ditakuti pada anak umur 3 bulan sampai 6 tahun, Psedomonas aureginosa yang hampir
selalu didapat karena infeksi nosokomial pada penderita penyakit berat, neutropenia, dan
luka bakar . (Hadisaputro, 2010).
3. Klasifikasi Penyakit
Klasifikasi sepsis berdasarkan konsensus konferensi 1991, sepsis dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome)
Dikatakan SIRS apabila terdapat minimal 2 dari 4 kriteria sebagai berikut:
1. Temperatur ≥38ºC atau ≤ 36ºC
2. Denyut jantung ≥90 x/menit
3. Frekuensi nafas ≥20 x/menit
(eutrophil, limfosit, dan makrofag) untuk meninggalkan sirkulasi dan memasuki tempat
infeksi. Signal oleh mediator ini terjadi melalui sebuah reseptor trans-membran yang
diaktifkan, yang mengarah pada produksi sitokin pro-inflamasi, tumor necrosis factor α
(TNF-α), dan interleukin 1 (IL-1). TNF-α dan IL-1 memacu produksi toxic downstream
A2. Mediator ini merusak lapisan endotel, yang menyebabkan peningkatan kebocoran
kapiler. Selain itu, sitokin ini menyebabkan produksi molekul adhesi pada sel endotel
dan neutrofil. Interaksi endotel neutrofilik menyebabkan cedera endotel lebih lanjut
nitrat (NO), vasodilator kuat. Dengan demikian memungkinkan neutrofil dan cairan
syok septik.
5. Manifestasi Klinik
Demam dan menggigil merupakan gejala yang sering ditemukan pada kasus dengan
sepsis. Gejala atau tanda yang terjadi juga berhubungan dengan lokasi penyebab sepsis.
Penilaian klinis perlu mencakup pemeriksaan fungsi organ vital, termasuk (Davey, 2011):
a. Jantung dan sistem kardiovaskular, meliputi pemeriksaan suhu, tekanan darah vena dan
arteri.
b. Perfusi perifer, paseien terasa hangat dan mengalami vasodilatasi pada awalnya, namun
saat terjadi syok septic refrakter yang sangat berat, pasien menjadi dingin dan
perfusinya buruk.
d. Ginjal, seberapa baik laju filtrasi glomerulus (GFR), kateterisasi saluran kemih harus
dilakukan untuk mengukur output urin tiap jam untuk mendapatkan gambaran fungsi
ginjal.
e. Fungsi paru, diukur dari laju pernapasan, oksigenasi, dan perbedaan O 2 alveoli-arteri
(dari analisis gas darah arteri). Semuanya harus sering diperiksa, dan apabila terdapat
penurunan fungsi paru, maka pasien perlu mendapatkan bantuan ventilasi mekanis.
f. Perfusi organ vital, yang terlihat dari hipoksia jaringan, asidemia gas darah arteri dan
kadar laktat.
Fungsi hemostatik, diperiksa secara klinis dengan mencari ada atau tidaknya memar-
darah.
Menurut (Muttaqin, 2010), pada pasien syok sepsis sering ditemukan edema paru,
kecuali pada luka bakar, lesi intrakranial, atau kontusio paru. Septikemia karena basil
gram negatif infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor penyebab penting edema paru
karena peningkatan permeabilitas kapiler paru. Edema paru difus dapat terjadi tanpa
multiplikasi aktif mikroorganisme dalam paru. Bakta & Suastika (2012) mengatakan
bahwa penyebab dasar sepsis dan syok septik yang paling sering adalah infeksi bakteri.
Sebelum pemakaian anti biotik meluas, penyebab tersering adalah bakteri gram positif
terutama dari jenis streptokokus dan stafilokokus. Akan tetapi setelah anti biotik
berspektrum luas mulai tersedia, maka sepsis sering muncul sebagai akibat infeksi
nosokomial oleh bakteri gram negatif, sehingga sekarang ini jumlah sepsis yang
catacalcin dan residu N-terminal. Biasanya serum Procalsitonin dibelah dan tidak ada
yang dilepaskan kedalam aliran darah. Tingkat serum Procalsitonin tidak terdeteksi ( <
0,1 ng /ml.). Tingkat serum Prokalsitonin dapat meningkat lebih dari 100 ng / ml selama
infeksi berak dengan manifestasi sistemik. Pada kondisi ini, serum prokalsitonin
mungkin diproduksi oleh jaringan exstra Thyroid. Pada saat terjadi sepsis Prokalsionin
Menurut Reinhart & Eyrich (2015), sepsis berkembang dalam tiga tahap, yaitu:
a. Uncomplicated sepsis, disebabkan oleh infeksi, seperti flu atau abses gigi. Hal ini
b. Sepsis berat, terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi sudah mulai mengganggu
c. Syok septik, terjadi pada kasus sepsis yang parah, ketika tekanan darah turun ke
tingkat yang sangat rendah dan menyebabkan organ vital tidak mendapatkan oksigen
yang cukup.
Jika tidak diobati, sepsis dapat berkembang dari uncomplicated sepsis ke syok
septik dan akhirnya dapat menyebabkan kegagalan organ multiple dan kematian.
6. Patofisiologi
Bakteri (mikroorganisme)S
endotoksin eksotalmus
Sitoksin, akutrofil
Perubahan biokimia dan
imun
Panas kehilangan
cairan dalam keringat Urea anairob fasedilatasi
O2 yg tdk
(periver) yg berlebih nitrogen
adekuat
Proses Vol.darah Disfungsi d/d
oligaria pembakar mionard vol,
Kompensasi an tdk darah dlm otot
Resiko defisit tubuh adekuat Hipo perfusi jar jntung menurun
vol cairan (B4)
Sesak
takipnea
(takipnea) Penurunan curah
jantung (B2)
O2 dalam darah /
G3 pola
jar. Tdk adekuat
nafas (B1) Misal: asam otak
laktat
G3 perfusi jaringAn
kesadaran
Resiko cedera (B1)
GCS 1,2,3 (B3)
8. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada pasien dengan syok septik menurut
Hadisaputro 2012 yaitu :
1. Meningitis
2. Hipoglikemi
3. Aasidosis
4. Gagal ginjal
5. Disfungsi miokard
6. Perdarahan intra cranial
7. Icterus
8. Gagal hati
9. Disfungsi system saraf pusat
10. Kematian
11. Sindrom distress pernapasan dewasa (ARDS)
9. Penatalaksanaan
2. Pemberian antibiotik.
4. Terapi suportif.
Transfusi darah packed red cells (PRC) diberikan bila Hb<7.0 g/dL.
Target transfusi ialah Hb 7.0 – 9.0 g/dL. Transfusi trombosit diberikan
apabila jumlah trombosit < 5000/mm3 tanpa adanya perdarahan, atau
pada jumlah trombosit 5000-30.000/mm3 bila ditemukan perdarahan
yang signifikan. Managemen gula darah dengan pemberian insulin
dan glukosa, target gula darah serum ≤ 180mg/dL. Mencegah
terjadinya stres ulcer dapat diberikan H2-antagonis, serta managemen
nutrisi merupakan terapi tambahan yang sangat penting berupa makro
dan mikro nutrien.
5. Pemeriksaan Diagnostik
(b) Medikasi
Sebelum di bawake RS (RumahSakit), klien tidak
mengkonsumsi obat-obatan apapun dari dokter maupun
apotik.
(c) Past illness
Sebelum di bawake RS, klien tidak mengalami sakit.
(d) Last mael
Makanan dan cairan
(e) Environment
Klien tinggal di rumah bersama siapa (sendiri, bapak/istri,
anak, orang tua) di lingkungan padat penduduk, tempat
tinggal cukup dengan ventilasi, lantai sudah di keramik,
pencahayaan cukup, terdapat saluran untuk limbah rumah
tangga (selokan).
h. Pemeriksaan Head to Toe
1) Keadaan Rambut dan Higiene Kepala
Rambut hitam, coklat, pirang, warna perak, berbau. Pada kulit
kepala bias ditemui lesi seperti vesicular, pustule, crusta
karena varicella, dermatitis. Ada/tidak hematoma maupun jejas.
2) Pupil dan Refleks Cahaya
Isokor/anisokor ukuran 3mm/3mm, simetris kanan-kiri, sclera
ikterik anikterik, konjungtiva anemis atau aninemis, reaksi
terhadap cahaya baik/tidak, menggunakan alat bantu
penglihatan atau tidak.
3) Hidung
Bentuk simetris, ada/tidak polip maupun sekret, peradangan
mucosa.
4) Telinga
Simetris kanan-kiri, ada/tidak penumpukan serumen, ada/tidak
menggunakan alat bantu pendengaran.
5) Mulit
Ada/tidak perdarahan pada gusi, periksa adanya radang mukosa
(stomatitis), ada/tidak sariawan, tonsil diperiksa apakah
meradang atau tidak.
6) Leher
Kelenjar tyroid diperiksa apakah terjadi pembesaran kelenjar
tyroid, ada/tidak peningkatan JVP (Jugularis Vena Pressure).
7) Pernafasaan (paru)
I :Bentuk thorax normal/tidak, pengembangan dada simetris
antara kanan- kiri, normal pernafasan : 16-22 x/menit,
amati suara batuk yang terdengar
P :Sonor/pekak
P :Fremitus vocal sama antara kanan- kiri.
A :Suara nafas (vesikuler/broncho-vesicular, bronchial),
suara
8) Sirkulasi (jantung)
I :Ictus cordis tampak/tidak
P :Ictus cordis teraba kuat/pelan di mid klavikula intercosta V
sinistra, ada/tidaknya thill
P :Pekak/sonor
A :Bunyi jantung (S1- S2) reguler, ada/tidak suara jantung
tambahan.
9) Neirologi
Kaji skala nyeri PQRST (P: Provoke, Palliates, Precipitation;
Q: quality; R: radiance; S: severity; T: time.
10) Abdomen
I : abdomen membusung/membuncit atau datar, tepi perut
(flank) menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau
tidak. Amati bayangan/gambaran bendungan pembuluh
darah vena di kulit abdomen, tampak benjolan massa atau
tidak. Adanya distensi pada abdomen (kemungkinan ada
pneumopertonium, dilatasi gastric atau ileus akibat iritasi
peritoneal). Pergerakan pernapasan abdomen
(kemungkinan ada peritonitis).
A :Peristaltik usus 5-35 kali permenit
P :Ada nyeri tekan atau tidak, hepar dan lien teraba atau tidak
P :Tympani/hipertympani, massa padat atau cairan
menimbulkan suara pekak.
11) Genitoririnaria
(a) Pria
Kulit sekitar kelamin mengalami infeksi/jamur/kutu,
teraba testis kiri/kanan.
(b) Wanita
Amati vulva secara keseluruhan adakah prolapsus uteri,
benjolan kelenjar Bartholin
12) Kulit
Turgor kulit elastis, kembali kurang dari 3 detik, tidak ada lesi,
tidak ada kelainan pada kulit.
13) Ekstremitas
Pemeriksaan edema/tidak edema, rentak gerak, uji kekuatan
otot, reflek-reflek fisiologik, reflex patologik babinski
2. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload dan preload
3. Hipertermi b.d proses infeksi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d cardiac output yang
tidak mencukupi
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
6. Ansietas b.d Perubahan status kesehatan
7. Nursing Care Planning (NCP)
Tabel 2.2 Nursing Care Planning
Rencanakeperawatan
No DiagnosaKeperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Kerusakan pertukaran gas NOC : NIC : Airway Manajemen
Definition : - Respiratory status : gas exchange
Kelebihan atau defisit pada - Respiratory status : ventilation 1. buka jalan napas, gunakan teknik chin lift
oksigenasi dan/atau eliminasi - Vital sign status atau jaw trust bila perlu
karbondioksida pada membran Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2. posisikan pasien untuk memaksimalkan
alveolar-kapiler 3x24 jam, diharapkan pasien menunjukkan ventilasi
Batasan karakteristik : perbaikan pertukaran gas dengan criteria hasil : 3. identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
a. Pernapasan abnormal (mis. jalan nafas buatan
Kecepatan, irama, No Indikator A T 4. auskultasi suara nafas, catat adanya suara
kedalaman) 1 Vital sign dalam batas tambahan
5
b. Dispnea normal 5. atur intake untuk cairan mengoptimalkan
2 Pernapasan normal 5
c. Takikardi 3 Napas dari hidung 5 keseimbangan
d. Warna kulit abmormal 4 Tidak ada suara tambahan 5 6. monitor respirasi dan status O2
5 Warna kulit normal 5
e. Napas cuping hidung Respiratory Monitoring
f. Gelisah Indikator 7. monitor rata-rata, kedalaman, irama dan
g. Penurunan kesadaran 1. Gangguan ekstrem usaha respirasi
Faktor yang berhubungan : 2. Berat 8. catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
a. Perubahan membran 3. Sedang penggunaan otot tambahan, tertraksi otot
alveolar – kapiler 4. Ringan supraclavicular dan intercostal
b. Ventilasi – perfusi 5. Tidak adagangguan 9. monitor suara nafas, seperti dengkur
c. Takipnea 10. monitor pola nafas : bradipnea, takipnea,
d. Pernapasan cuping hidung kuusmaul, hiperventilasi
e. Penggunaan otot
aksesorius untuk bernapas