Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL

PKN (PRAKTEK KERJA NYATA) PROFESI

PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL DI MASYARAKAT


SELAMA PANDEMI COVID-19

OLEH :
ADINDA SEPTIANI SYAFAR (PO714251161001)
DWI INTAN PRATIWI (PO714251161016)
FIRDAH (PO714251161021)
RIKE ADLIANA (PO714251161049)
RIZWANSYAH (PO714251161051)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN FARMASI


JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
COVID-19 akhirnya dinyatakan sebagai pandemi yaitu penyakit yang
penyebarannya telah merambah seluruh dunia. Istilah COVID-19 merupakan
kepanjangan dari Corona Virus Disesase 2019. Nama ini menggambarkan
penyakit yang disebabkan oleh coronavirus dan kali pertama terdiagnosis
pada 2019. Karena gejala penyakit yang disebabkan sama dengan SARS,
penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh virus sejenis,
coronavirus tersebut oleh International Committee on Taxonomy of Viruses
(ICTV) diberi nama severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 dan
disingkat SARS-COV2. Angka kematian SARS (9,6%) lebih tinggi dibanding
COVID-19 (saat ini kurang dari 5%),namun jumlah kasus COVID-19 jauh
lebih banyak dibanding SARS. COVID-19 juga memiliki penyebaran yang
lebih luas dan cepat ke beberapa negara dibanding SARS (Safrizal et al,
2020).
Dengan masa hidup COVID-19 yang diperkirakan sekitar 14 hari, sesuai
masa inkubasi virus tersebut, tindakan yang dapat dilakukan bagi semua
orang untuk melindungi diri adalah menjaga daya tahan tubuh. Kita harus
dapat melawan virus Covid-19 tersebut menggunakan sistem imun alami
tubuh. Caranya dengan mengaktifkan sistem imun tubuh melalui penerapan
pola hidup sehat salah satunya pola makan yang teratur, dengan gizi yang
mencukupi dan seimbang, minum air putih yang cukup, olahraga, dan
menjaga kebersihan tubuh secara keseluruhan yaitu mandi setiap hari,
mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer setiap kali akan
makan/minum, istirahat cukup, dan tidur 6-8 jam/hari. Selain makanan sehat
yang mengandung gizi seimbang, obat tradisional juga telah lama terbukti
dapat meningkatkan daya tahun tubuh terhadap penyakit. Senyawa yang
terkandung dalam obat tradisonal seperti saikosaponin, likorin, amentoflavon,
mirisetin telah diketahui mampu menghambat pertumbuhan coronavirus
(Widhowati et al. 2018).
Dalam konteks tradisional Indonesia, pengobatan tradisional diarahkan
untuk penguatan daya tahan tubuh. Menurut Bruce Beutler dan Jules
Hoffmann, tubuh manusia dan hewan memiliki mekanisme unik untuk
menangkal berbagai patogen berbahaya seperti virus, bakteri, jamur, dan
parasit. Respons imun punya fase bawaan dan adaptif untuk menangkal
patogen. Seperti dilansir dari laman nature, patogen menginvasi tubuh lewat
luka terbuka atau mukosa. Karenanya untuk mencegah penularan COVID-19,
kita diminta rajin mencuci tangan dan menghindari memegang wajah
(Safrizal et al, 2020).
Manfaat obat tradisional selama penyebaran wabah COVID-19 terus
diperkenalkan sebagai upaya pencegahan wabah tersebut. Seperti halnya jahe,
yang dipercaya memiliki kemampuan untuk meredakan berbagai macam
gejala penyakit seperti pilek, mual, radang sendi, migrain, dan hipertensi.
Fakta ini tercantum dalam edisi kedua Herbal Medicine: Biomolecular and
Clinical Aspects. Herbal yang lazim dikonsumsi dengan madu ini
menawarkan senyawa anti-infamasi termasuk antioksidan yang melindungi
tubuh dari kerusakan oleh radikal bebas. Ketua Umum Perhimpunan Dokter
Herbal Medik Indonesia (PDHMI) Hardhi Pranat menyebut tanaman herbal
lain, yakni kunyit mengandung zat kurkumin yang bekerja meningkatkan
daya tahan tubuh. Kurkumin banyak terkandung dalam kunyit (Curcuma
longa Linn.) dan timokuinon dalam jintan hitam (Nigellia sativa L.).
Berbagai rempah dan bumbu yang telah lama digunakan dalam pengobatan
tradisional tersebut setidaknya dapat membantu para penggunanya untuk
lebih bugar menghadapi penyakit. Berbagai rimpang seperti jahe, jintan hitam
dan kunyit, dapat membuat tubuh terasa lebih hangat. Manfaat serupa
diberikan oleh zat polifenol dalam jahe (Safrizal et al, 2020).
Berdasarkan uraian di atas, pada kegiatan PKN Profesi ini dilakukan
survey mengenai “Penggunaan Obat Tradisional di Masyarakat Selama
Pandemic COVID-19”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada survey
ini adalah bagaimana penggunaan obat tradisional dimasyarakat selama
pandemic COVID-19?

C. Tujuan
Untuk mengetahui penggunaan obat tradisional dimasyarakat selama
pandemic COVID-19.

D. Manfaat
1. Menyelesaikan kegiatan PKN Profesi sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Farmasi
2. Menambah pengetahuan masyarakat tentang penggunaan obat tradisional
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Karakteristik COVID-19

Corona virus jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian luar

biasa muncul di Wuhan China, pada Desember 2019, kemudian diberi nama

Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS- COV2), dan

menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19). COVID-19

termasuk dalam genus dengan flor elliptic dan sering berbentuk pleomorfik,

dan berdiameter 60- 140 nm. Virus ini secara genetik sangat berbeda dari

virus SARS-CoV dan MERS-CoV. Penelitian saat ini menunjukkan bahwa

homologi antara COVID-19 dan memiliki karakteristik DNA coronavirus

pada kelelawar-SARS yaitu dengan kemiripan lebih dari 85%. Ketika dikultur

pada vitro, COVID-19 dapat ditemukan dalam sel epitel pernapasan manusia

setelah 96 jam. Sementara itu untuk mengisolasi dan mengkultur vero E6 dan

Huh-7 garis sel dibutuhkan waktu sekitar 6 hari (Safrizal et al, 2020).

Paru-paru adalah organ yang paling terpengaruh oleh COVID-19, karena

virus mengakses sel inang melalui enzim ACE2, yang paling melimpah di sel

alveolar tipe II paru-paru. Virus ini menggunakan glikoprotein permukaan

khusus, yang disebut “spike”, untuk terhubung ke ACE2 dan memasuki sel

inang (Letko M et al, 2020). Kepadatan ACE2 di setiap jaringan berkorelasi

dengan tingkat keparahan penyakit di jaringan itu dan beberapa ahli

berpedapat bahwa penurunan aktivitas ACE2 mungkin bersifat protektif. Dan


seiring perkembangan penyakit alveolar, kegagalan pernapasan mungkin

terjadi dan kematian mungkin terjadi (Xu H et al, 2020)

Sub-family virus corona dikategorikan ke dalam empat genus; α, β, γ, d

an δ. Selain virus baru ini (COVID 19), ada tujuh virus corona yang telah

diketahui menginfeksi manusia. Kebanyakan virus corona menyebabkan

infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), tetapi Middle East Respiratory

Syndrome Coronavirus (MERSr CoV), severe acute respiratory syndrome

associated coronavirus (SARSr CoV) dan novel coronavi-rus 2019 (COVID-

19) dapat menyebabkan pneumonia ringan dan bahkan berat, serta penularan

yang dapat terjadi antar manusia. Virus corona sensitif terhadap sinar ul-

traviolet dan panas, dan dapat dinonaktifkan secara efektif dengan hampir

semua disinfektan kecuali klorheksidin .Oleh karena itu, cairan pembersih

tangan yang mengandung klorheksidin tidak direkomendasikan untuk

digunakan dalam wabah ini (Safrizal et al, 2020).

B. Karakteristik Epidemiologi

Angka fatalitas kasus (CFR) tergantung pada ketersediaan layanan

kesehatan, usia dan masalah kesehatan dalam populasi, dan jumlah kasus

yang tidak terdiagnosis. Penelitian pendahuluan telah menghasilkan angka

tingkat fatalitas kasus antara 2% dan 3%; pada Januari 2020. WHO

menyimpulkan bahwa tingkat fatalitas kasus adalah sekitar 3% dan 2% pada

Februari 2020 hanya di Provinsi Hubei. WHO memperkirakan rasio fatalitas

infeksi rata-rata (IFR, mortalitas di antara yang terinfeksi) berkisar antara


0,8% - 0,9%. Sebuah penelitian observasional terhadap sembilan orang tidak

menemukan penularan vertikal dari ibu ke bayi yang baru lahir. Juga, sebuah

pene-litian deskriptif di Wuhan tidak menemukan bukti penularan virus

melalui hubungan seks, tetapi beberapa ahli mencatat bahwa penularan

selama hubungan seks dapat terjadi melalui rute lain (Safrizal et al, 2020).

C. Karakteristik Klinis

Masa inkubasi COVID-19 adalah 1 sampai 14 hari, dan pada umumnya

terjadi di hari ke tiga sampai hari ke tujuh. Demam, kelelahan, dan batuk

kering merupakan tanda-tanda umum infeksi corona disertai dengan gejala

seperti hidung tersumbat, pilek, dan diare pada beberapa pasien. Karena

beberapa pasien yang parah tidak mengalami kesulitan bernapas yang jelas

dan datang dengan hipoksemia, sehingga ada perubahan dalam panduan ini

menjadi dalam kasus yang parah, dispnea dan atau hipoksemia biasanya

terjadi setelah satu minggu setelah onset penyakit, dan yang lebih buruk dapat

dengan cepat berkembang menjadi sindrom gangguan pernapasan akut, syok

sepsis, asidosis metabolik yang sulit ditangani, dan perdarahan dan disfungsi

koagulasi, dan lain-lain. Edisi ini menekankan bahwa pasien dengan kondisi

sakit ringan hanya mengalami demam ringan, kelelahan ringan dan

sebagainya, tetap tanpa manifestasi pneumonia (Safrizal et al, 2020).

Dalam hal pemeriksaan laboratorium, edisi terakhir pedoman mengenai

COVID-19 menambahkan penjelasan sebagai berikut: “Peningkatan kadar

enzim hati, LDH, enzim otot dan mioglobin dapat terjadi pada beberapa
pasien; dan peningkatan level troponin dapat dilihat pada beberapa pasien

kritis” dan “asam nukleat nCoV-2019 dapat dideteksi dalam spesimen

biologis seperti apusan nasofaringeal, dahak, sekresi saluran pernapasan

bagian bawah, darah dan feses”.

Pada tahap awal COVID-19, hasil rontgen menunjukkan bahwa ada

beberapa bayangan polakecil (multiple small patches shadow) dan perubahan

interstitial, terutama di periferal paru. Seiring perkembangan penyakit, hasil

rontgen pasien ini berkembang lebih lanjut menjadi beberapa bayangan

tembus pandang/kaca (multiple ground glass shadow) dan bayangan infiltrasi

di kedua paru. Pada kasus yang parah dapat terjadi konsolidasi paru. Pada

pasien dengan COVID-19, jarang ditemui adanya efusi pleura (Safrizal et al,

2020).

D. Diagnosis Kasus

Dalam konteks China, Pemerintah membagi menjadi 2 (dua) jenis kluster,

yaitu: kluster Hubei dan kluster lain diluar Hubei. Kasus di provinsi lain

kecuali Hubei masih diklasifikasikan ke dalam “kasus suspek atau terduga

(suspected cases)” dan “kasus terkonfirmasi (confirmed cases)”. Data

menunjukkan bahwa ada kasus terkonfirmasi tanpa riwayat paparan

epidemiologi yang jelas. “Mereka yang tidak memiliki riwayat paparan

epidemiologi yang jelas, tetapi memenuhi tiga manifestasi klinis (demam dan

atau gejala gangguan sistem pernapasan; memiliki hasil rontgen pneumonia

seperti disebutkan di atas; pada tahap awal, ditemukan hitung sel darah putih
normal atau menurun, dan hitung limfosit menurun)” juga termasuk dalam

penyelidikan “kasus suspek infeksi virus corona”. Kriteria diagnosis kasus

yang terkonfirmasi tidak berubah. Hasil positif tes asam nukleat nCoV-2019

melalui fluoresensi real-time RT-PCR pada spesimen saluran pernapasan atau

spesimen darah, atau urutan gen virus spesimen saluran pernapasan atau

spesimen darah sangat homolog dengan nCoV-2019 yang diketahui.

Dalam konteks Indonesia, pemerintah dalam hal ini Kemenkes membagi

dua kluster berdasarkan surveilans dan bukan berdasarkan wilayah geografis :

1. Orang dalam pemantauan, yaitu seseorang yang mengalami gejala demam

(≥38°C) atau memiliki riwayat demam atau ISPA tanpa pneumonia.Selain

itu seseorang yang memiliki riwayat perjalanan ke negara yang terjangkit

pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala juga dikategorikan sebagai

orang dalam pemantauan.

2. Pasien dalam pengawasan :

a. Seseorang yang mengalami memiliki riwayat perjalanan ke negara

yang terjangkit pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala-gejala

COVID-19 dan seseorang yang mengalami gejala-gejala, antara lain:

demam (>38°C); batuk, pilek, dan radang tenggorokan, pneumonia

ringan hingga berat berdasarkan gejala klinis dan/atau gambaran

radiologis; serta pasien dengan gangguan sistem kekebalan tubuh (im-

munocompromised) karena gejala dan tanda menjadi tidak jelas.

b. Seseorang dengan demam > 38 °C atau ada riwayat demam ATAU

ISPA ringan sampai berat dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala, memiliki salah satu dari paparan berikut: Riwayat kontak

dengan kasus konfirmasi COVID-19, bekerja atau mengunjungi

fasilitas kesehatan yang berhubungan dengan pasien konfir-masi

COVID-19, memiliki riwayat perjalanan ke Provinsi Hubei, memiliki

sejarah kontak dengan orang yang memiliki riwayat perjalanan pada 14

hari terakhir ke Provinsi Hubei.

E. Penggunaan Obat Tradisional

Pengobatan COVID-19 juga dapat dianggap sebagai bagian dari

pengobatan tradisional China pada penyakit epidemi. Hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor patogen epidemi itu terletak di paru-paru. Dasar Patogenesis

nCoV-19 ditandai oleh kelembaban, panas, racun, dan lanau. Daerah yang

berbeda dapat merujuk ke skema yang berbeda untuk perawatan dialektiknya

sesuai dengan kondisi penyakit, karakteristik iklim lokal, dan kondisi fisik

yang berbeda. Empat resep dan dosis direkomendasikan, dan rekomendasi

untuk periode pengamatan medis, periode menengah dan periode berat

ditambahkan.

Studi oleh Sepide Mahluji, dkk (2013) menyimpulkan bahwa suplemen

jahe yang dikonsumsi oral berhasil mengurangi peradangan pada pasien

diabetes tipe 2. Suplemen jahe juga dapat mengurangi gangguan pencernaan,

kembung, dan kram usus.Ketua Umum Perhimpunan Dokter Herbal Medik

Indonesia (PDHMI) Hardhi Pranat menyebut tanaman herbal lain, yakni

kunyit mengandung zat kurkumin yang bekerja meningkatkan daya tahan


tubuh. Manfaat serupa diberikan oleh zat polifenol dalam jahe. Kunyit juga

memiliki zat anti kataral yang dapat memperbanyak produksi lendir.

Senyawa yang terkandung dalam herbal, seperti saikosaponin, likorin,

amentoflavon, mirisetin telah diketahui mampu menghambat pertumbuhan

coronavirus, walau bukan Covid-19, secara in vitro. Kurkumin dapat

menghambat pertumbuhan virus influenza PR8, H1N1, dan H6N1, secara in

vitro (Moghadamtousi et al., 2014). Senyawa bioaktif utama kunyit ini dapat

pula menghambat uptake, replikasi dan produksi partikel virus influenza A

secara in vitro (Dai et al., 2018). Selain itu, ekstrak rimpang kunyit yang

diberikan melalui pakan juga terbukti dapat meningkatkan angka heterofil dan

basofil, membuat unggas lebih tahan terhadap serangan avian influenza

(Widhowati et al. 2018).

Penelitian lain, pemberian timokuinon (2,5 g/kg berat badan) dan

kurkumin (5,0 g/kg berat badan) pada kalkun, membuktikan bahwa kedua

senyawa yang banyak ditemukan dalam rempah dan bumbu itu memiliki sifat

sinergis dalam menghambat avian influenza (Umar et al., 2016). Namun,

mengingat dosis yang demikian tinggi, hasil penelitian pada kalkun tersebut

sulit diterapkan pada manusia, karena tentu membutuhkan ekstrak rimpang

kunyit dan jintan hitam dalam kuantitas besar. Kurkumin banyak terkandung

dalam kunyit (Curcuma longa Linn.) dan timokuinon dalam jintan hitam

(Nigellia sativa L.). Senyawa lain yang juga terbukti mampu menghambat

menghambat pertumbuhan virus influenza, yaitu H1N1, adalah hesperidin,

glikosida flavan hasil ekstraksi kulit jeruk (terutama yang belum masak).
Percobaan dilakukan pada tikus (Ding, Sun & Zhu,2018). Simplisia

herbal tradisional lain yang telah terbukti memiliki aktivitas antivirus adalah

jahe (Zingiber officinale). Pembuktian tersebut dilakukan dengan merendam

100 gram rimpang jahe yang telah dikupas dalam 1.000 mililiter air panas,

selama 1 jam. Air rendaman jahe tersebut dapat menghambat pertumbuhan

human respiratory syncytial virus (HRSV) pada kultur sel A549 dan Hep-2

(Chang et al., 2013). Herbal lain, ekstrak bawang putih (Allium sativum),

terbukti pula dapat menghambat pertumbuhan infectious bronchitis virus

(IBV) dalam embrio ayam (Shojai et al., 2016)

Dengan hasil penelitian in vitro maupun in vivo di atas, prakiran dosis

yang tepat untuk penggunaan herbal-herbal tersebut pada manusia masih sulit

dilakukan. Apalagi, penelitian juga dilakukan terhadap coronavirus lain,

bukan virus Covid-19. Namun demikian, kenyataan bahwa tidak ditemukan

kontraindikasi dengan COVID-19, berbagai rempah dan bumbu yang telah

lama digunakan dalam pengobatan tradisional tersebut setidaknya dapat

membantu para penggunanya untuk lebih bugar menghadapi penyakit yang

belum diketahui obatnya secara spesifik tersebut. Berbagai rimpang, seperti

jahe dan kunyit, dapat membuat tubuh terasa lebih hangat.

Di China, obat tradisional yang di dunia internasional dikenal sebagai

TCM (Traditional Chinese Medicine) digunakan dalam pengobatan pasien

COVID-19 di rumah sakit. Kombinasi yang digunakan adalah berbagai herbal

yang biasa digunakan untuk mengatasi masalah paru, mulai dari pembersihan
dan detoksifikasi sampai mengeringkan dan merangsang organ pernapasan

tersebut.
BAB III

METODE SURVEY

A. Rancangan Survey

Kegiatan ini merupakan survey sederhana yang dilakukan secara online.

untuk mengetahui dan mendapatkan informasi mengenai persepsi masyarakat

tentang penggunaan obat tradisional sebagai upaya memepertahankan daya

tahan tubuh selama pandemic Covid-19.

B. Waktu Pelaksanaan Survey

Survey akan dilaksanakan pada tanggal 20 Juni – 5 Juli 2020

C. Metode survey

Dalam pelaksanaan survey ini, dilakukan pengumpulan data dengan cara

membagikan kuisioner yang telah disusun kepada 30 responden yaitu

masyarakat secara acak. Kuisioner tersebut dibagikan secara online

menggunakan google form. Kuisioner dibuat sesuai dengan tujuan dari survey

ini yaitu untuk mengetahui penggunaan Obat Tradisional di masyarakat selama

adanya pandemic COVID-19.

D. Teknik Pengolahan Data Survey

Hasil survey dari kegiatan ini hanya berupa penyajian data informasi-

informasi yang diperoleh dari jawaban responden pada kuisioner yang

dibagikan dan tidak dilakukan validasi. Penyajian data dilakukan dengan


menyusun sejumlah informasi yang sudah didapatkan untuk memudahkan

dalam penarikan kesimpulan. Dengan membuat penyajian data akan

mempermudah dalam menyederhanakan informasi yang kompleks ke dalam

suatu bentuk kesatuan supaya lebih dipahami. Hasil pengolahan nantinya akan

dianalisis untuk mengetahui pandangan masyarakat mengenai penggunaan obat

tradisional selama pandemic Covid-19.


DAFTAR PUSTAKA

Chang JS, Wang KC, Yeh CF, et al. (2013). Fresh ginger (Zingiber officinale) has
antiviral activity against human respiratory syncytial virus in human
respiratory tract cell lines. Journal of Ethnopharmacology 145(1): 146– 151.
doi:10.1016/j. jep.2012.10.043.PMID23123794.

Dai J, Gu L, Su Y, et al. (2018). Inhibition of curcumin on influenza A virus


infection and influenzal pneumonia via oxidative stress, TLR2/4, p38/JNK
MAPK and NF-κB pathways. International Immunopharmacology 54: 177–
187. doi:10.1016/j.intimp.2017.11.009. PMID 29153953.

Ding Z, Sun G & Zhu Z (2018). Hesperidin attenuates influenza A virus (H1N1)-
induced lung injury in rats through its anti-inflammatory effect. Antiviral
Therapy 23(7): 611–615. doi:10.3851/IMP3235. PMID 29623897.

Letko M, Marzi A, Munster V (2020). “Functional assessment of cell entry and


receptor usage for SARS-CoV-2 and other lineage B betacoronaviruses”.
Nature Microbiology: 1–8. doi:10.1038/s41564-020-0688-y

Moghadamtousi SZ, Kadir HA, Hassandarvish P, et al.(2014). A review on


bacterial, antiviral, and antifungal activity of curcumin. BioMed Research
International. Published online. doi:10.1155/2014/186864.PMID 24877064.

Safrizal, Putra. D.I, Sofyan S, Bimo. (2020). Pedoman Umum Menghadapi


Pandemi COVID-19 bagi Pemerintah Daerah. Jakarta: Tim Kerja
Kementrian Dalam Negeri

Shojai TM, Langeroudi AG, Karimi V, et al. (2016). The effect of Allium sativum
(garlic) extract in infectious bronchitis virus in specific pathogen free
embryonic egg. Avicenna Journal of Phytomedicine 6(4): 458–467. PMID
27516987.

Widhowati D, Hidayah N, Yunani N, et al. (2018). The effect of turmeric as


immunostimulator against avian influenza vaccine. Advanced in Socisl
Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), Vol 98 1 st
International Conference Post Graduate School Universitas Airlangga 2018.

Xu H, Zhong L, Deng J, Peng J, Dan H, Zeng X, et al. (February 2020). “High


expression of ACE2 receptor of 2019-nCoV on the epithelial cells of oral
mucosa”. International Journal of Oral Science. 12 (1): 8.
doi:10.1038/s41368-020-0074-x

Umar S, Shah MAA, Munir MT, et al. (2016). Synergistic effects of


thymoquinone and curcumin on immune response and anti-viral activity
against avian influenza virus (H9N2) in turkeys. Poultry Science 95(7):
1513– 1520. doi:10.3382/ps/pew069. PMID 26944958.
Lampiran 1. Kuisioner
KUISIONER SURVEY
Penggunaan Obat Tradisional di Masyarakat Selama Pandemi COVID-19

Identitas Responden
Nama : …………………………………
Usia : …………………………………
Jenis kelamin : ………………………………...

Petunjun pengisian :
1. Untuk uraian langsung diisi!
2. Untuk cek poin, silakan ceklis pilihan anda!

SIKAP TENTANG COVID-19


1. Apakah anda tahu bagaimana gejala virus corona?
a. Ya, tolong sebutkan
b. Tidak
2. Tolong sebutkan cara pencegahan penularan virus corona yang anda ketahui?
……………….
3. Menurut anda, apakah selama pandemi COVID-19 penting untuk
mempertahankan daya tahan tubuh?
a. Ya
b. Tidak
4. Apa yang anda lakukan untuk mempertahankan daya tahan tubuh selama
pandemic COVID-19? (beri tanda ceklis)
a. Berolahraga
b. Minum multivitamin
c. Mengkonsumsi obat tradisional
d. Lainnya,….
e. Tidak ada
PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL SEBELUM PANDEMI COVID-19
Berikut ini pertanyaan - pertanyaan yang berkaitan perilaku penggunaan obat
tradisional responden sehari-hari.
1. Seberapa sering anda mengkonsumsi obat tradisional?
a. Sering
b. Jarang
c. Sangat jarang
d. Tidak pernah
2. Untuk mengobati penyakit apa anda biasanya mengkonsumsi obat
tradisional? (beri tanda ceklis)
a. Flu
b. Batuk
c. Demam
d. Lainnya, tolong sebutkan………
3. Apakah anda pernah mengkonsumsi obat tradisional untuk menjaga daya
tahan tubuh anda?
a. Ya
b. Tidak
4. Seberapa sering anda mengkonsumsi obat tradisional?
a. Sebulan sekali
b. >3x seminggu
c. 1x seminggu
d. Setiap hari
5. Obat tradisional apa yang biasa anda konsumsi? (beri ceklis)
a. Jahe
b. Kunyit
c. Sereh
d. Madu
e. Lainnya, ….
6. Apakah anda mengetahui secara jelas khasiat atau kegunaan dari tanaman
obat yang anda gunakan?
a. Ya
b. Tidak
7. Apa yang anda rasakan setelah mengkonsumsi obat tradisional?
a. Mulai membaik
b. Tidak ada perubahan
c. Tambah parah
d. Lainnya, tuliskan………

PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL SELAMA PANDEMIC COVID-19


Berikut ini pertanyaan- pertanyaan yang berkaitan perilaku penggunaan obat
tradisional responden selama pandemi COVID-19 sebagai upaya pencegahan
terjangkit COVID-19.
1. Apakah anda pernah mengkonsumsi obat tradisional selama pandemic
COVID-19?
a. Ya
b. Tidak pernah
2. Seberapa sering anda mengkonsumsi obat tradisional selama pandemic
COVID-19?
a. Sebulan sekali
b. >3x seminggu
c. 1x seminggu
d. Setiap hari
3. Sebutkan yang anda ketahui tentang obat tradisional untuk COVID-19?
……………………….
4. Obat tradisional apa yang anda konsumsi selama pandemic COVID-19? (bisa
lebih dari satu)
a. Jahe
b. Kunyit
c. Sereh
d. Madu
e. Lainnya, sebutkan….
5. Apakah anda masih mengkonsumsi obat tradisional tersebut sampai saat ini?
a. Ya
b. Tidak
6. Bagaimana cara anda mengolah obat tradisional yang anda gunakan?
a. Direbus
b. Cukup direndam saja
c. Lainnya, tolong sebutkan…….
7. Jika anda mengkonsumsi obat tradisional tersebut setiap hari, berapa kali
anda meminumnya dalam sehari?
a. 1 kali sehari
b. 2 kali sehari
c. 3 kali sehari
8. Apakah anda mengetahui secara jelas khasiat atau kegunaan dari tanaman
obat yang anda gunakan?
c. Ya
d. Tidak
9. Darimana anda mendapatkan informasi terkait penggunaan obat tradisional
untuk menjaga daya tahan tubuh? (bisa lebih dari satu)
a. Teman
b. Keluarga
c. Tenaga kesehatan
d. Televisi
e. Internet
10. Apa yang anda rasakan setelah mengkonsumsi obat tradisional?
a. Mulai membaik
b. Tidak ada perubahan
c. Tambah parah
d. Lainnya, tuliskan………
11. Mengapa anda lebih memilih menggunakan obat tradisional dibanding obat
lainnya?

Anda mungkin juga menyukai