Anda di halaman 1dari 22

Daftar isi

 1Tanda dan gejala


o 1.1Jalur penyakit dan komplikasi
 2Penyebab
 3Diagnosis
 4Pencegahan
 5Pengendalian
o 5.1Pengobatan
 6Prognosis
o 6.1Imunitas
 7Epidemologi
 8Penelitian
o 8.1Vaksin
o 8.2Antivirus
 9Penamaan
 10Lihat juga
 11Referensi
 12Pranala luar
o 12.1Organisasi kesehatan
o 12.2Direktori
o 12.3Jurnal medis

Tanda dan gejala[sunting | sunting sumber]


Gejala-gejala COVID-19.[28]

Gejala Persentase
Demam 87,9%

Batuk kering 67,7%

Keletihan 38,1%

Produksi dahak 33,4%

Sesak napas 18,6%

Nyeri otot atau nyeri sendi 14,8%

Sakit tenggorokan 13,9%

Sakit kepala 13,6%

Menggigil 11,4%

Mual atau muntah 5%

Kongesti hidung 4,8%

Diare 3,7%

Batuk darah 0,9%

Kongesti konjungtiva 0,8%
Orang-orang yang terinfeksi mungkin memiliki gejala ringan, seperti demam, batuk, dan
kesulitan bernapas.[6][13][14] Pada beberapa kejadian juga ditemukan penderita Covid19
bersifat asimtomatik. Gejala diare atau infeksi saluran napas atas (misalnya
bersin, pilek, dan sakit tenggorokan) lebih jarang ditemukan. [15] Kasus dapat
berkembang menjadi pneumonia berat, kegagalan multiorgan, dan kematian. [11][12]
Masa inkubasi diperkirakan antara 1–14 hari oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
[12]
 dan 2–14 hari oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat
(CDC).[17] Tinjauan WHO terhadap 55.924 kasus terkonfirmasi di Tiongkok
mengindikasikan tanda dan gejala klinis berikut: [28]
Jalur penyakit dan komplikasi[sunting | sunting sumber]
Ada tiga jalur utama yang mungkin ditempuh penyakit ini. Pertama, penyakit mungkin
berbentuk ringan yang menyerupai penyakit pernapasan atas umum lainnya. Jalur
kedua mengarah ke pneumonia, yaitu infeksi pada sistem pernapasan bawah. Jalur
ketiga, yang paling parah, adalah perkembangan cepat ke sindrom gangguan
pernapasan akut (acute respiratory distress syndrome atau ARDS).[29]
Usia yang lebih tua, nilai d-dimer lebih besar dari 1 μg/mL, dan nilai SOFA yang tinggi
(skala penilaian klinis yang menilai berbagai organ seperti paru-paru, ginjal, dsb.)
diasosiasikan dengan prognosis terburuk. Begitu pula dengan peningkatan level
interleukin-6 dalam darah, troponin I jantung sensitivitas tinggi, dehidrogenase laktat,
dan limfopenia dikaitkan dengan kondisi penyakit yang lebih parah. Komplikasi COVID-
19 adalah sepsis, serta komplikasi jantung seperti gagal jantung dan aritmia. Orang
dengan gangguan jantung lebih berisiko mengalami komplikasi jantung. Juga, keadaan
hiperkoagulopati tercatat pada 90% penderita pneumonia. [30]

Penyebab[sunting | sunting sumber]
Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-
CoV-2 atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2). Virus ini menyebar
melalui percikan (droplets) dari saluran pernapasan yang dikeluarkan saat sedang
batuk atau bersin.[31] Sebuah penelitian di jepang sedang mempelajari kemungkinan
penularan dapat terjadi melalui microdroplets yang melayang-layang di udara. [1]
Paru-paru adalah organ yang paling terpengaruh oleh penyakit ini karena virus
memasuki sel inangnya lewat enzim pengubah angiotensin 2 (angiotensin converting
enzyme 2 atau ACE2), yang paling banyak ditemukan di dalam sel alveolar tipe II paru.
SARS-CoV-2 menggunakan permukaan permukaan sel khususnya yang
mengandung glikoprotein yang disebut "spike" untuk berhubungan dengan ACE2 dan
memasuki sel inang.[32] Berat jenis ACE2 pada setiap jaringan berhubungan dengan
tingkat keparahan penyakit. Diduga, bahwa penurunan aktivitas ACE2 memberikan
perlindungan terhadap sel inang karena ekspresi ACE2 yang berlebihan akan
menyebabkan infeksi dan replikasi SARS-CoV-2.[33][34] Beberapa penelitian, melalui
sudut pandang yang berbeda juga menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi ACE2
oleh golongan obat penghambat reseptor angiotensin II akan melindungi sel inang.
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang hal ini. [35] ACE2 juga merupakan jalur bagi
virus SARS-CoV-2 untuk menyebabkan kerusakan jantung, karenanya penderita
dengan riwayat penyakit jantung memiliki prognosis yang paling jelek. [36]

Diagnosis[sunting | sunting sumber]

Kit uji laboratorium CDC untuk COVID-19[37]

WHO telah menerbitkan beberapa protokol pengujian untuk penyakit ini. [38][39] Pengujian
menggunakan reaksi berantai polimerase transkripsi-balik secara waktu nyata (rRT-
PCR).[40] Spesimen untuk pengujian dapat berupa usap pernapasan atau sampel dahak.
[41]
 Pada umumnya, hasil pengujian dapat diketahui dalam beberapa jam hingga 2 hari. [42]
[43]
 Ilmuwan Tiongkok telah mengisolasi galur koronavirus dan menerbitkan sekuens
genetika sehingga laboratorium di seluruh dunia dapat mengembangkan
uji PCR secara independen untuk mendeteksi infeksi oleh virus. [11][44][45][46]
Pedoman diagnostik yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Zhongnan dari Universitas
Wuhan mengusulkan metode untuk mendeteksi infeksi berdasarkan fitur klinis dan
risiko epidemiologis. Pedoman ini melibatkan mengidentifikasi pasien yang memiliki
setidaknya dua gejala berikut selain riwayat perjalanan ke Wuhan atau kontak dengan
pasien lain yang terinfeksi: demam, gambaran pencitraan pneumonia, jumlah sel darah
putih normal atau berkurang, atau berkurangnya jumlah limfosit. [47]

Pencegahan[sunting | sunting sumber]
Sebuah ilustrasi efek penyebaran infeksi dalam jangka waktu yang panjang. Jika tindakan
pencegahan dilakukan secara optimal, lonjakan penularan infeksi dapat ditahan. Hal
tersebut membuat tenaga medis tidak kewalahan dalam menghadapi pasien dengan jumlah
besar.[48][49][50]

Upaya alternatif mengatasi penyebaran COVID-19 selain meratakan kurva. [51][52]

Tindakan pencegahan untuk mengurangi kemungkinan infeksi antara lain tetap berada
di rumah, menghindari bepergian dan beraktivitas di tempat umum, sering mencuci
tangan dengan sabun dan air selama minimum 20 detik, tidak menyentuh mata, hidung,
atau mulut dengan tangan yang tidak dicuci, serta mempraktikkan higiene pernapasan
yang baik.[53][54] CDC merekomendasikan untuk menutup mulut dan hidung dengan tisu
saat batuk atau bersin dan menggunakan bagian dalam siku jika tidak tersedia tisu.
[53]
 Mereka juga merekomendasikan higiene tangan yang tepat setelah batuk atau
bersin.[53] Strategi pembatasan fisik diperlukan untuk mengurangi kontak antara orang
yang terinfeksi dengan kerumunan besar seperti dengan menutup sekolah dan kantor,
membatasi perjalanan, dan membatalkan pertemuan massa dalam jumlah besar.
[55]
 Perilaku pembatasan fisik juga meliputi menjaga jarak dengan orang lain sejauh 6
kaki (sekitar 1,8 meter).[56]
Karena vaksin untuk SARS-CoV-2 baru tersedia paling cepat 2021,[57] hal penting dalam
penanganan pandemi penyakit koronavirus 2019 adalah menekan laju penyebaran
virus atau yang dikenal dengan melandaikan kurva epidemi.[49] Hal ini dapat
menurunkan risiko tenaga medis kewalahan dalam menghadapi lonjakan jumlah
pasien, memungkinkan perawatan yang lebih baik bagi penderita, dan memberikan
waktu tambahan hingga obat dan vaksin dapat tersedia dan siap digunakan. [49]
Berdasarkan WHO, penggunaan masker hanya direkomendasikan untuk orang yang
sedang batuk atau bersin atau yang sedang menangani pasien terduga. [58] Di sisi lain,
beberapa negara merekomendasikan individu sehat untuk memakai masker, terutama
Tiongkok,[59] Hong Kong, dan Thailand.
Untuk mencegah penyebaran virus, CDC merekomendasikan untuk pasien agar tetap
berada di dalam rumah, kecuali untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit. Sebelum
ingin mendapatkan perawatan, pasien harus menghubungi rumah sakit. Selain itu, CDC
merekomendasikan untuk menggunakan masker ketika berhadapan dengan orang atau
berkunjung ke tempat yang diduga terdapat penyakit koronavirus, menutup mulut
dengan tisu ketika batuk dan bersin, rutin mencuci tangan dengan sabun dan air, serta
menghindari berbagi alat rumah tangga pribadi. [60][61] CDC juga merekomendasikan
untuk mencuci tangan minimal selama 20 detik, terutama setelah dari toilet, ketika
tangan kotor, sebelum makan, dan setelah batuk atau bersin. Lalu, rekomendasi
berikutnya adalah menggunakan penyanitasi tangan dengan kandungan alkohol
minimal 60% jika tidak tersedia sabun dan air.[62] WHO menyarankan agar menghindari
menyentuh mata, hidung, atau mulut dengan tangan yang belum dicuci. [63] Meludah di
sembarang tempat juga harus dihindari.[64] Belakangan baik WHO, CDC, serta beberapa
negara seperti Indonesia merekomendasikan penggunaan masker kain bagi semua
orang yang terpaksa berkegiatan di luar rumah, dengan tetap mengutamakan
penggunaan masker medis bagi orang-orang yang sangat membutuhkan (seperti
pekerja fasilitas kesehatan, dokter, dan seterusnya). [2] [3]

Beberapa jenis masker dan cara penggunaannya.


 

Upaya pencegahan bersifat multiplikatif. Setiap kasus yang dicegah


mengakibatkan pencegahan lebih jauh, yang pada gilirannya dapat
menghentikan wabah di jalur tersebut.

Pengendalian[sunting | sunting sumber]
Penderita dirawat dengan terapi suportif, seperti terapi cairan, pemberian oksigen, dan
terapi organ vital lain yang terdampak.[65][66][67] CDC merekomendasikan bagi orang-orang
yang mencurigai diri mereka membawa virus agar memakai masker. [61] Oksigenasi
membran ekstrakorporeal (ECMO) digunakan untuk mengatasi gagal napas, tetapi
manfaatnya masih dalam pertimbangan.[68][69] Higiene diri serta gaya hidup dan diet yang
sehat direkomendasikan untuk meningkatkan imunitas. [70] Terapi suportif mungkin
bermanfaat bagi mereka yang memiliki gejala ringan pada tahap awal infeksi.
[71]
 WHO, Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok, dan Institut Kesehatan
Nasional Amerika Serikat (NIH) telah menerbitkan rekomendasi perawatan penderita
COVID-19 di rumah sakit.[72][73][74]
Pengobatan[sunting | sunting sumber]
Per April 2020, WHO menyatakan tidak ada pengobatan khusus untuk COVID-19.
[12]
 Pada 1 Mei 2020, Amerika Serikat memberikan Otorisasi Penggunaan
Darurat (bukan persetujuan penuh) untuk remdesivir pada penderita COVID-19 yang
dirawat di rumah sakit dengan tingkat penyakit yang parah setelah sebuah penelitian
menyarankan bahwa penggunaaannya dapat mengurangi durasi pemulihan. [75][76] Para
peneliti terus mencari obat yang lebih efektif dan banyak kandidat vaksin sedang dalam
tahap pengembangan atau pengujian.
Untuk meredakan gejala demam, beberapa profesional medis
merekomendasikan parasetamol (asetaminofen) dibandingkan ibuprofen untuk
penggunaan lini pertama.[77][78][79] WHO dan NIH tidak menentang penggunaan obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) seperti ibuprofen untuk meredakan gejala, [73]
[80]
 sedangkan FDA menyatakan saat ini tidak ada bukti bahwa NSAID memperburuk
gejala COVID-19.[81]
Meskipun muncul kekhawatiran secara teoritis tentang inhibitor ACE dan pengeblok
reseptor angiotensin, pada 19 Maret 2020, kekhawatiran ini tidak cukup untuk
membenarkan penghentian obat-obatan ini.[73][82][83] Penelitian pada 22 April menemukan
bahwa orang-orang dengan COVID-19 dan hipertensi memiliki angka kematian yang
lebih rendah karena penggunaan obat-obatan ini. [84]
Steroid, seperti metilprednisolon, tidak dianjurkan kecuali penyakitnya dipersulit
oleh sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS).[85][86]
Perhimpunan Imunologi Klinis dan Alergi Australasia merekomendasikan
bahwa tosilizumab perlu dipertimbangkan sebagai pilihan pengobatan bagi mereka
yang mengalami ARDS yang terkait dengan COVID-19. Rekomendasi ini dilakukan
karena obat ini diketahui bermanfaat dalam badai sitokin yang disebabkan
oleh pengobatan kanker tertentu, dan bahwa badai sitokin mungkin merupakan
kontributor signifikan terhadap kematian pada COVID-19 yang berat. [87]
Obat untuk mencegah pembekuan darah juga disarankan, [88] dan
terapi antikoagulan menggunakan heparin dengan berat molekul rendah dihubungkan
dengan hasil yang lebih baik pada penderita COVID-19 berat, yang menunjukkan
tanda-tanda koagulopati (peningkatan D-dimer).[89]

Prognosis[sunting | sunting sumber]
Data awal pada 137 pasien yang dirawat di rumah sakit di provinsi Hubei ditemukan
bahwa 12% pasien (16 orang) meninggal.[90] Di antara mereka yang meninggal, banyak
yang memiliki riwayat kondisi penyakit yang sudah ada sebelumnya,
termasuk hipertensi, diabetes, atau penyakit kardiovaskular.[91]
Pada kasus-kasus awal yang mengakibatkan kematian, median waktu dari penyakit
tersebut adalah 14 hari dengan rentang total dari 6 hingga 41 hari. [92]
Imunitas[sunting | sunting sumber]
Penelitian tentang imunitas pascainfeksi dilakukan pada 4 orang penderita positif
COVID-19 (1 penderita dirawat inap dan 3 penderita dikarantina di rumah, keempatnya
petugas medis). Pertama kali terdiagnosis, 3 di antaranya menunjukkan gejala batuk
dan demam, yang seorang lagi tidak bergejala. Hasil pemeriksaan tomografi
terkomputasi, semuanya memberikan gambaran pneumonia. Keempatnya di bawah
pengawasan Rumah Sakit Zhongnan Universitas Wuhan, Wuhan, Cina, dari 1 Januari
2020 hingga 15 Februari 2020 dan menerima pengobatan antivirus oral, oseltamivir 2
kali sehari. Keempat penderita dievaluasi dengan tes RT-PCR untuk asam nukleat
COVID-19 untuk menentukan apakah mereka boleh kembali bekerja. Kriteria kembali
bekerja yang ditetapkan adalah suhu tubuh normal selama tiga hari berturut-turut,
sembuh dari gejala saluran napas, perbaikan hasil tomografi terkomputasi dada yang
sebelumnya memperlihatkan gambaran eksudat di paru-paru, dan hasil RT-PCR yang
negatif dengan dua pemeriksaan berturut-turut dengan jarak satu hari. Hasilnya tes RT-
PCR negatif dalm dua pemeriksaan berturut-turut, dengan jarak antara pertama kali
timbul gejala dan penyembuhan antara 12 hari hingga 32 hari. Setelah keluar dari
rumah sakit dan setelah masa karantina di rumah (untuk 3 penderita) selesai dan hasil
RT-PCR telah menunjukkan hasil negatif, mereka melanjutkan karantina di rumah
selama 5 hari. Pemeriksaan RT-PCR diulangi lagi setelah 5 hingga 13 hari kemudian
dan menunjukkan hasil positif (pemeriksaan menggunakan kit uji dari pabrik yang
berbeda juga menunjukkan hasil yang sama). Tidak ada keluhan secara klinis, hasil
tomografi terkomputasi sama seperti hasil pemeriksaan yang terakhir, tidak ada kontak
dengan orang lain yang memiliki gejala gangguan saluran pernapasan, dan tidak ada
anggota keluarga dari keempat penderita yang terinfeksi. Hal ini menunjukkan seorang
penderita yang sudah menunjukkan hasil negatif dengan pemeriksaan RT-PCR
sebelumnya, masih memiliki kemungkinan untuk menjadi pembawa sifat. Sampel
penelitian ini terbatas dalam jumlah kecil. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan
kohor (kelompok) yang lebih besar dan dari latar belakang pekerjaan yang berbeda
untuk menetapkan prognosis penyakit ini. [93]

Epidemologi[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Pandemi koronavirus 2019–2020
Angka mortalitas dan morbiditas secara keseluruhan karena infeksi virus belum
ditetapkan dengan baik; sementara tingkat fatalitas kasus berubah dari waktu ke waktu
dalam pandemi koronavirus ini. Perbandingan infeksi yang berkembang menjadi
penyakit yang dapat didiagnosis tetap tidak jelas. [94][95] Namun, penelitian pendahuluan
telah menghasilkan tingkat kematian kasus antara 2% hingga 3% [96] dan WHO
mengusulkan bahwa tingkat kematian kasus adalah sekitar 3% pada Januari 2020.
 Sebuah studi pra-cetak Imperial College London pada 55 kasus fatal mencatat
[97]

bahwa perkiraan awal kematian mungkin terlalu tinggi karena infeksi asimptomatik tidak
terjawab. Mereka memperkirakan rasio fatalitas infeksi rata-rata (mortalitas di antara
yang terinfeksi) berkisar dari 0,8% ketika termasuk pembawa asimptomatik hingga 18%
ketika hanya memasukkan kasus simptomatik dari provinsi Hubei.[98]

Penelitian[sunting | sunting sumber]
Vaksin[sunting | sunting sumber]
Banyak organisasi menggunakan genom yang diterbitkan untuk mengembangkan
kemungkinan vaksin terhadap SARS-CoV-2.[99][100] Badan yang mengembangkan vaksin
terdiri dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok, [101][102] Universitas
Hong Kong,[103] dan Rumah Sakit Shanghai Timur.[103] Tiga proyek vaksin ini sedang
didukung oleh Koalisi Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), termasuk satu proyek
perusahaan bioteknologi Moderna dan proyek lainnya oleh Universitas
Queensland Australia.[104] Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat (NIH) bekerja
sama dengan Moderna untuk membuat vaksin RNA yang cocok dengan protein
permukaan (protein spike) koronavirus dan diharapkan untuk memulai produksi pada
Mei 2020.[99] Di Australia, Universitas Queensland sedang menyelidiki potensi vaksin
penjepit molekuler yang secara genetik akan memodifikasi protein virus untuk
membuatnya meniru koronavirus dan merangsang reaksi kekebalan. [104] Di
Kanada, Pusat Vaksin Internasional (VIDO-InterVac) di Universitas
Saskatchewan mulai mengembangkan vaksin[105] serta menargetkan produksi vaksin
dan pengujian terhadap hewan pada Maret 2020 dan pengujian terhadap manusia pada
2021.[105]
Pada akhir Januari 2020, Janssen Pharmaceutica mulai bekerja mengembangkan
vaksin dengan memanfaatkan teknologi yang sama yang digunakan untuk membuat
percobaan vaksin Ebola.[106] Pada bulan berikutnya, Badan Penelitian dan
Pengembangan Biomedis Lanjutan Kementerian Kesehatan dan Layanan Masyarakat
Amerika Serikat (BARDA) mengumumkan bahwa mereka akan berkolaborasi dengan
Janssen dan Sanofi Pasteur (Divisi vaksin Sanofi) untuk mengembangkan vaksin.[107]
[108]
 Sanofi sebelumnya telah mengembangkan vaksin untuk SARS dan mulai berharap
memiliki calon vaksin dalam waktu enam bulan yang dapat siap untuk diuji pada orang
dalam satu tahun hingga 18 bulan.[107]
Antivirus[sunting | sunting sumber]
Penelitian tentang perawatan potensial untuk penyakit ini dimulai pada Januari 2020
dan beberapa obat antivirus sudah dalam uji klinis. [99][100] Meskipun obat yang benar-
benar baru mungkin membutuhkan waktu hingga 2021 untuk berkembang, [109] beberapa
obat yang sedang diuji sudah disetujui untuk indikasi antivirus lain atau sudah dalam
pengujian lanjutan.[100] Antivirus yang diuji seperti inhibitor RNA polimerase remdesivir,
[110][111][112]
 interferon beta,[112] triazavirin,[113] klorokuin, dan
kombinasi lopinavir/ritonavir (Kaletra).[114][100] Obat lain yang sedang diuji
termasuk galidesivir, antivirus spektrum luas yang merupakan inhibitor RNA polimerase
nukleosida; REGN3048-3051 (Regeneron), kombinasi dua antibodi monoklonal
penawar; darunavir/cobicistat, obat yang disetujui untuk HIV; dan PRO 140, sebuah
penelitian tentang pengobatan potensial untuk penyakit ini dimulai pada Januari 2020
dan beberapa obat antivirus sudah dalam uji klinis. [99][100] Karena memiliki efek terhadap
koronavirus lainnya[115][116] dan mode tindakan yang menunjukkan pengobatan tersebut
mungkin efektif,[117] kombinasi lopinavir/ritonavir telah menjadi target penelitian dan
analisis yang signifikan.

Penamaan[sunting | sunting sumber]
Pada 11 Februari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia mengumumkan bahwa "COVID-
19" menjadi nama resmi dari penyakit ini. Direktur Organisasi Kesehatan Dunia, Tedros
Adhanom Ghebreyesus, mengatakan bahwa "CO" adalah singkatan dari "corona"
(korona), "VI" untuk "virus", "D" untuk "disease" (penyakit), dan "19" untuk tahun
pertama kali diidentifikasi (2019). Tedros mengatakan bahwa nama tersebut dipilih
untuk menghindari referensi ke lokasi geografis tertentu, spesies hewan atau kelompok
orang sesuai dengan rekomendasi internasional untuk penamaan dalam mencegah
stigmatisasi.[118]

Lihat juga[sunting | sunting sumber]


 Li Wenliang, orang pertama di Rumah Sakit Pusat Wuhan yang melaporkan
kasus koronavirus di kotanya.
 Koronavirus

Referensi[sunting | sunting sumber]
1. ^ "国家卫生健康委关于新型冠状病毒肺炎暂命名事宜的通知". 7 Februari
2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Februari 2020. Diakses tanggal 9
Februari 2020.
2. ^ Belluz, Julia (20 Januari 2020). "Wuhan pneumonia outbreak: What we
know and don't know". Vox. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 Januari 2020.
Diakses tanggal 27 Februari 2020.
3. ^ Cheung, Elizabeth (17 Januari 2020). "Wuhan pneumonia: Hong Kong
widens net for suspected cases but medical workers fear already overstretched
hospitals will suffer". South China Morning Post. Diarsipkan dari versi
asli tanggal 21 Januari 2020. Diakses tanggal 2020-02-27.
4. ^ Chan, Jasper Fuk-Woo; Yuan, Shuofeng; Kok, Kin-Hang; To, Kelvin Kai-
Wang; Chu, Hin; Yang, Jin; et al. (2020-02-15). "A familial cluster of pneumonia
associated with the 2019 novel coronavirus indicating person-to-person
transmission: a study of a family cluster". The Lancet (dalam bahasa English)
(dipublikasikan tanggal 24 Januari 2020). 395 (10223): 514–
523. doi:10.1016/S0140-6736(20)30154-9. ISSN 0140-6736. PMID 31986261.
5. ^ "Wuhan designates hospitals for viral pneumonia treatment as cases
rise". The Straits Times. 21 Januari 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21
Januari 2020. Diakses tanggal 27 Februari 2020.
6. ^ a b c "Coronavirus About Symptoms and Diagnosis". Pusat Pengendalian
dan Pencegahan Penyakit (dalam bahasa Inggris). Amerika Serikat. 30 Januari
2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 Januari 2020. Diakses tanggal 1
Februari 2020.
7. ^ "Novel coronavirus to be called COVID-19, says WHO". 11 Februari
2020. Diakses tanggal 11 Februari 2020.
8. ^ "Coronavirus disease named Covid-19" (dalam bahasa Inggris). 11
Februari 2020 – via www.bbc.co.uk.
9. ^ Gorbalenya, Alexander E. (11 Februari 2020). "Severe acute respiratory
syndrome-related coronavirus – The species and its viruses, a statement of the
Coronavirus Study Group". bioRxiv (dalam bahasa Inggris):
2020.02.07.937862. doi:10.1101/2020.02.07.937862.
10. ^ "Coronavirus disease named Covid-19". BBC News (dalam bahasa
Inggris). 11 Februari 2020. Diakses tanggal 11 Februari 2020.
11. ^ a b c d Hui DS, I Azhar E, Madani TA, Ntoumi F, Kock R, Dar O, Ippolito G,
Mchugh TD, Memish ZA, Drosten C, Zumla A, Petersen E. The continuing 2019-
nCoV epidemic threat of novel coronaviruses to global health – The latest 2019
novel coronavirus outbreak in Wuhan, China. Int J Infect Dis. 2020 Jan
14;91:264–266. doi:10.1016/j.ijid.2020.01.009. PMID 31953166.
12. ^ a b c d e f g "Q&A on coronaviruses". Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Maret 2020. Diakses tanggal 4 Maret 2020.
13. ^ a b Chen, Nanshan; Zhou, Min; Dong, Xuan; Qu, Jieming; Gong,
Fengyun; Han, Yang; Qiu, Yang; Wang, Jingli; Liu, Ying; Wei, Yuan; Xia, Jia'an
(Februari 2020). "Epidemiological and clinical characteristics of 99 cases of 2019
novel coronavirus pneumonia in Wuhan, China: a descriptive
study". Lancet (dalam bahasa English). 395 (10223): 507–
513. doi:10.1016/S0140-6736(20)30211-7. PMID 32007143.
14. ^ a b Hessen, Margaret Trexler (27 Januari 2020). "Novel Coronavirus
Information Center: Expert guidance and commentary". Elsevier Connect (dalam
bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 Januari 2020. Diakses
tanggal 31 Januari 2020.
15. ^ a b Huang, Chaolin; Wang, Yeming; Li, Xingwang; Ren, Lili; Zhao,
Jianping; Hu, Yi; Zhang, Li; Fan, Guohui; Xu, Jiuyang; Gu, Xiaoying; Cheng,
Zhenshun (24 Januari 2020). "Clinical features of patients infected with 2019
novel coronavirus in Wuhan, China". Lancet (dalam bahasa
Inggris). doi:10.1016/S0140-6736(20)30183-5. ISSN 0140-6736. PMID 3198626
4.
16. ^ "Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)". Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (dalam bahasa Inggris). 11 February 2020. Diarsipkan
dari versi asli tanggal 23 Februari 2020. Diakses tanggal 24 Februari 2020.
17. ^ a b "Symptoms of Novel Coronavirus (2019-nCoV)". Pusat Pengendalian
dan Pencegahan Penyakit (CDC) (dalam bahasa Inggris). 29 Februari 2020.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Maret 2020. Diakses tanggal 4 Maret 2020.
18. ^ Lai CC, Shih TP, Ko WC, Tang HJ, Hsueh PR (February 2020). "Severe
acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) and coronavirus
disease-2019 (COVID-19): The epidemic and the challenges". International
Journal of Antimicrobial Agents:
105924. doi:10.1016/j.ijantimicag.2020.105924. PMID 32081636.
19. ^ Velavan, Thirumalaisamy P.; Meyer, Christian G. (2020). "The COVID-
19 epidemic". Tropical Medicine & International Health (dalam bahasa
Inggris). n/a (n/a): 278–280. doi:10.1111/tmi.13383. ISSN 1365-
3156. PMID 32052514.
20. ^ Normile, Dennis; 2020; Pm, 4:30 (27 Februari 2020). "Singapore claims
first use of antibody test to track coronavirus infections". Science | AAAS (dalam
bahasa Inggris). Diakses tanggal 2 Maret 2020.
21. ^ Jin YH, Cai L, Cheng ZS, Cheng H, Deng T, Fan YP, et al. (February
2020). "A rapid advice guideline for the diagnosis and treatment of 2019 novel
coronavirus (2019-nCoV) infected pneumonia (standard version)". Military
Medical Research. 7 (1): 4. doi:10.1186/s40779-020-0233-6. PMC 7003341 
. PMID 32029004.
22. ^ "CT provides best diagnosis for COVID-19". ScienceDaily (dalam
bahasa Inggris). 26 Februari 2020. Diakses tanggal 2 Maret 2020.
23. ^ a b c "Advice for public". www.who.int (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan
dari versi asli tanggal 26 Januari 2020. Diakses tanggal 2020-02-25.
24. ^ CDC (11 Februari 2020). "2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV)". Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan
dari versi asli tanggal 14 Februari 2020. Diakses tanggal 15 Februari 2020.
25. ^ "Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)". Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC). 15 Februari 2020. Diarsipkan dari versi
asli tanggal 26 Februari 2020. Diakses tanggal 20 Februari 2020.
26. ^ "Wuhan Coronavirus Death Rate -
Worldometer". www.worldometers.info (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan
dari versi asli tanggal 31 Januari 2020. Diakses tanggal 2 Februari 2020.
27. ^ "Report 4: Severity of 2019-novel coronavirus (nCoV)" (PDF). Diarsipkan
dari versi asli (PDF) tanggal 10 Februari 2020. Diakses tanggal 10 Februari 2020.
28. ^ a b World Health Organization. "Report of the WHO-China Joint Mission
on Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)" (PDF): 11–12. Diakses tanggal 5
March 2020. Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama
"WHO report 28 February 2020" didefinisikan berulang dengan isi
berbeda
29. ^ Heymann, David L; Shindo, Nahoko (2020). "COVID-19: what is next for
public health?". The Lancet. Elsevier BV. 395 (10224): 542–
545. doi:10.1016/s0140-6736(20)30374-3. ISSN 0140-6736.
30. ^ Zhou, Fei; Yu, Ting; Du, Ronghui; Fan, Guohui; Liu, Ying; Liu, Zhibo;
Xiang, Jie; Wang, Yeming; Song, Bin; Gu, Xiaoying; Guan, Lulu; Wei, Yuan; Li,
Hui; Wu, Xudong; Xu, Jiuyang; Tu, Shengjin; Zhang, Yi; Chen, Hua; Cao, Bin
(2020). "Clinical course and risk factors for mortality of adult inpatients with
COVID-19 in Wuhan, China: a retrospective cohort study". The Lancet. Elsevier
BV. doi:10.1016/s0140-6736(20)30566-3. ISSN 0140-6736.
31. ^ "Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) - Transmission". Centers for
Disease Control and Prevention (dalam bahasa Inggris). 4 Maret 2020. Diakses
tanggal 17 Maret 2020.
32. ^ Letko, Michael; Marzi, Andrea; Munster, Vincent (2020-02-
24). "Functional assessment of cell entry and receptor usage for SARS-CoV-2
and other lineage B betacoronaviruses". Nature Microbiology (dalam bahasa
Inggris): 1–8. doi:10.1038/s41564-020-0688-y. ISSN 2058-5276.
33. ^ Zhang, Haibo; Penninger, Josef M.; Li, Yimin; Zhong, Nanshan; Slutsky,
Arthur S. (2020-03-03). "Angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) as a SARS-
CoV-2 receptor: molecular mechanisms and potential therapeutic
target". Intensive Care Medicine (dalam bahasa Inggris). doi:10.1007/s00134-
020-05985-9. ISSN 1432-1238.
34. ^ Xu, Hao; Zhong, Liang; Deng, Jiaxin; Peng, Jiakuan; Dan, Hongxia;
Zeng, Xin; Li, Taiwen; Chen, Qianming (2020-02-24). "High expression of ACE2
receptor of 2019-nCoV on the epithelial cells of oral mucosa". International
Journal of Oral Science. 12. doi:10.1038/s41368-020-0074-x. ISSN 1674-2818.
35. ^ Gurwitz, David. "Angiotensin receptor blockers as tentative SARS-CoV-
2 therapeutics". Drug Development Research (dalam bahasa
Inggris). n/a (n/a). doi:10.1002/ddr.21656. ISSN 1098-2299.
36. ^ Zheng, Ying-Ying; Ma, Yi-Tong; Zhang, Jin-Ying; Xie, Xiang (2020-03-
05). "COVID-19 and the cardiovascular system". Nature Reviews
Cardiology (dalam bahasa Inggris): 1–2. doi:10.1038/s41569-020-0360-
5. ISSN 1759-5010.
37. ^ CDC (5 Februari 2020). "CDC Tests for 2019-nCoV". Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 12 Februari 2020.
38. ^ Schirring, Lisa; 2020 (16 Januari 2020). "Japan has 1st novel
coronavirus case; China reports another death". CIDRAP (dalam bahasa
Inggris). Diarsipkan dari versi aslitanggal 20 Januari 2020. Diakses tanggal 16
Januari 2020.
39. ^ "Laboratory testing for 2019 novel coronavirus (2019-nCoV) in
suspected human cases: Interim guidance". Organisasi Kesehatan Dunia (dalam
bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 Januari 2020. Diakses
tanggal 28 Januari 2020.
40. ^ "2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV) Situation Summary". Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) (dalam bahasa Inggris). 30
Januari 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Januari 2020. Diakses
tanggal 30 Januari 2020.
41. ^ "Real-Time RT-PCR Panel for Detection 2019-nCoV". Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (dalam bahasa Inggris). 29 Januari
2020. Diarsipkan dari versi aslitanggal 30 Januari 2020. Diakses tanggal 13
Februari 2020.
42. ^ "Teka-teki Lompatnya Virus Corona dari Kelelawar ke Manusia". CNN
Indonesia. 28 Januari 2020. Diakses tanggal 13 Februari 2020.
43. ^ "Curetis Group Company Ares Genetics and BGI Group Collaborate to
Offer Next-Generation Sequencing and PCR-based Coronavirus (2019-nCoV)
Testing in Europe". GlobeNewswire News Room (dalam bahasa Inggris). 30
Januari 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 Januari 2020. Diakses
tanggal 1 Februari 2020.
44. ^ "Undiagnosed pneumonia – China (HU) (01): wildlife sales, market
closed, RFI Archive Number: 20200102.6866757". Pro-MED-mail (dalam bahasa
Inggris). International Society for Infectious Diseases. Diarsipkan dari versi
asli tanggal 22 Januari 2020. Diakses tanggal 13 Januari 2020.
45. ^ Cohen, Jon; Normile, Dennis (17 Januari 2020). "New SARS-like virus in
China triggers alarm" (PDF). Science (dalam bahasa Inggris). 367 (6475): 234–
235. doi:10.1126/science.367.6475.234. ISSN 0036-8075. PMID 31949058.
Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 11 Februari 2020. Diakses tanggal 11
Februari 2020.
46. ^ Parry, Jane (20 Januari 2020). "China coronavirus: cases surge as
official admits human to human transmission". British Medical Journal. 368:
m236. doi:10.1136/bmj.m236. ISSN 1756-1833. PMID 31959587.
47. ^ Jin, Ying-Hui; Cai, Lin; Cheng, Zhen-Shun; Cheng, Hong; Deng, Tong;
Fan, Yi-Pin; Fang, Cheng; Huang, Di; Huang, Lu-Qi; Huang, Qiao; Han, Yong (6
Februari 2020). "A rapid advice guideline for the diagnosis and treatment of 2019
novel coronavirus (2019-nCoV) infected pneumonia (standard version)". Military
Medical Research (dalam bahasa Inggris). 7 (1): 4. doi:10.1186/s40779-020-
0233-6. ISSN 2054-9369.
48. ^ Wiles S (9 Maret 2020). "The three phases of Covid-19 – and how we
can make it manageable". The Spinoff. Diakses tanggal 9 Maret 2020.
49. ^ a b c Anderson RM, Heesterbeek H, Klinkenberg D, Hollingsworth TD
(Maret 2020). "How will country-based mitigation measures influence the course
of the COVID-19 epidemic?". The Lancet. doi:10.1016/S0140-6736(20)30567-5 
. Masalah utama yang harus dihadapi ahli epidemiologi adalah membantu
pembuat kebijakan untuk memutuskan tujuan utama pencegahan. Contoh,
meminimalkan morbiditas dan mortalitas yang terkait. Hal tersebut untuk
menghindari puncak epidemi yang dapat membuat tenaga medis kewalahan.
Selain itu, juga dapat menjaga dampak terhadap perekonomian agar tetap
dalam level yang dapat ditangani dan melandaikan kurva epidemi untuk
memberikan waktu pengembangan vaksin dan produksi obat antivirus.
50. ^ Barclay, Eliza (10 Maret 2020). "How canceled events and self-
quarantines save lives, in one chart". Vox.
51. ^ Wiles, Siouxsie (14 March 2020). "After 'Flatten the Curve', we must
now 'Stop the Spread'. Here's what that means". The Spinoff. Diakses
tanggal 13 March 2020.
52. ^ Anderson RM, Heesterbeek H, Klinkenberg D, Hollingsworth TD (March
2020). "How will country-based mitigation measures influence the course of the
COVID-19 epidemic?". Lancet. doi:10.1016/S0140-6736(20)30567-
5. PMID 32164834.
53. ^ a b c "Coronavirus | About | Prevention and Treatment |
CDC". www.cdc.gov (dalam bahasa Inggris). Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit Amerika Serikat. 3 Februari 2020. Diakses tanggal 12
Februari 2020.
54. ^ "Advice for public". www.who.int (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 12 Februari2020.
55. ^ "Coronavirus, Social Distancing and Self-
Quarantine". www.hopkinsmedicine.org (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 2020-03-27.
56. ^ Parker-Pope, Tara (2020-03-19). "Deciding How Much Distance You
Should Keep". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331.
Diakses tanggal 2020-03-27.
57. ^ Grenfell R, Drew T (17 Februari 2020). "Here's Why It's Taking So Long
to Develop a Vaccine for the New Coronavirus". Science Alert. Diarsipkan
dari versi asli tanggal 28 Februari 2020. Diakses tanggal 26 Februari 2020.
58. ^ "When and how to use masks". www.who.int (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 8 Maret 2020.
59. ^ "For different groups of people: how to choose masks". NHC.gov.cn. 7
Februari 2020. Diakses tanggal 27 Maret 2020. Disposable medical masks:
Recommended for: · People in crowded places · Indoor working environment
with a relatively dense population · People going to medical institutions ·
Children in kindergarten and students at school gathering to study and do other
activities
60. ^ "Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) – Prevention & Treatment".
2020-03-10.
61. ^ a b Centers for Disease Control and Prevention (11 February
2020). "What to do if you are sick with 2019 Novel Coronavirus (2019-
nCoV)" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 February
2020. Diakses tanggal 13 February 2020.
62. ^ Centers for Disease Control (3 February 2020). "Coronavirus Disease
2019 (COVID-19): Prevention & Treatment" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan
dari versi asli tanggal 15 Desember 2019. Diakses tanggal 10 Februari 2020.
63. ^ World Health Organization. "Advice for Public" (dalam bahasa Inggris).
Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Januari 2020. Diakses tanggal 10
Februari 2020.
64. ^ M SJ (2020-02-14). "Watch out! Spitting in public places too can spread
infections". The Hindu (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-03-12.
65. ^ Fisher, Dale; Heymann, David (2020-02-28). "Q&A: The novel
coronavirus outbreak causing COVID-19". BMC
Medicine. 18. doi:10.1186/s12916-020-01533-w. ISSN 1741-7015. PMC 704736
9  . PMID 32106852.
66. ^ Liu, Kui; Fang, Yuan-Yuan; Deng, Yan; Liu, Wei; Wang, Mei-Fang; Ma,
Jing-Ping; Xiao, Wei; Wang, Ying-Nan; Zhong, Min-Hua (2020-05). "Clinical
characteristics of novel coronavirus cases in tertiary hospitals in Hubei
Province:". Chinese Medical Journal(dalam bahasa Inggris). 133 (9): 1025–
1031. doi:10.1097/CM9.0000000000000744. ISSN 0366-6999. PMC 7147277 
. PMID 32044814.
67. ^ Wang, Tianbing; Du, Zhe; Zhu, Fengxue; Cao, Zhaolong; An, Youzhong;
Gao, Yan; Jiang, Baoguo (2020-03). "Comorbidities and multi-organ injuries in
the treatment of COVID-19". The Lancet (dalam bahasa Inggris). 395 (10228):
e52. doi:10.1016/S0140-6736(20)30558-4.
68. ^ Guan, Wei-jie; Ni, Zheng-yi; Hu, Yu; Liang, Wen-hua; Ou, Chun-quan;
He, Jian-xing; Liu, Lei; Shan, Hong; Lei, Chun-liang (2020-04-30). "Clinical
Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in China". New England Journal of
Medicine (dalam bahasa Inggris). 382(18): 1708–
1720. doi:10.1056/NEJMoa2002032. ISSN 0028-4793. PMC 7092819 
. PMID 32109013.
69. ^ Guan, Wei-jie; Ni, Zheng-yi; Hu, Yu; Liang, Wen-hua; Ou, Chun-quan;
He, Jian-xing; Liu, Lei; Shan, Hong; Lei, Chun-liang (2020-04-30). "Clinical
Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in China". New England Journal of
Medicine (dalam bahasa Inggris). 382(18): 1708–
1720. doi:10.1056/NEJMoa2002032. ISSN 0028-4793. PMC 7092819 
. PMID 32109013.
70. ^ Wang, Lisheng; Wang, Yiru; Ye, Dawei; Liu, Qingquan (2020-
03). "Review of the 2019 novel coronavirus (SARS-CoV-2) based on current
evidence". International Journal of Antimicrobial Agents (dalam bahasa Inggris):
105948. doi:10.1016/j.ijantimicag.2020.105948. PMC 7156162  . PMID 3220135
3.
71. ^ Wang, Yixuan; Wang, Yuyi; Chen, Yan; Qin, Qingsong (2020-
06). "Unique epidemiological and clinical features of the emerging 2019 novel
coronavirus pneumonia (COVID‐19) implicate special control
measures". Journal of Medical Virology (dalam bahasa Inggris). 92 (6): 568–
576. doi:10.1002/jmv.25748. ISSN 0146-6615.
72. ^ "Clinical management of severe acute respiratory infection when novel
coronavirus (nCoV) infection is suspected". www.who.int (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 13 Februari2020.
73. ^ a b c "COVID-19 Treatment Guidelines: Introduction". Institut Kesehatan
Nasional AS(dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-05-06.
74. ^ Cheng, Zhangkai J.; Shan, Jing (2020-04). "2019 Novel coronavirus:
where we are and what we know". Infection (dalam bahasa Inggris). 48 (2): 155–
163. doi:10.1007/s15010-020-01401-y. ISSN 0300-8126. PMC 7095345 
. PMID 32072569.
75. ^ "Coronavirus (COVID-19) Update: FDA Issues Emergency Use
Authorization for Potential COVID-19 Treatment". FDA (dalam bahasa Inggris). 1
Mei 2020. Diakses tanggal 2020-05-06.
76. ^ "Frequently Asked Questions on the Emergency Use Authorization for
Remdesivir for Certain Hospitalized COVID‐19 Patients". US FDA. 1 Mei 2020.
Diakses tanggal 7 Mei2020.
77. ^ Day, Michael (2020-03-17). "Covid-19: ibuprofen should not be used for
managing symptoms, say doctors and scientists". BMJ (dalam bahasa Inggris):
m1086. doi:10.1136/bmj.m1086. ISSN 1756-1833.
78. ^ "What to do if you or someone you live with has symptoms of
coronavirus". National Health Service (United Kingdom) (dalam bahasa Inggris).
2020-04-22. Diakses tanggal 2020-05-06.
79. ^ "Concerned About Taking Ibuprofen For Coronavirus Symptoms? Here's
What Experts Say". NPR.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-05-
06.
80. ^ AFP (19 Maret 2020). "Updated: WHO Now Doesn't Recommend
Avoiding Ibuprofen For COVID-19 Symptoms". ScienceAlert (dalam bahasa
Inggris). Diakses tanggal 2020-05-06.
81. ^ Research, Center for Drug Evaluation and (2020-03-19). "FDA advises
patients on use of non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) for COVID-
19". FDA (dalam bahasa Inggris).
82. ^ "Patients taking ACE-i and ARBs who contract COVID-19 should
continue treatment, unless otherwise advised by their physician". American
Heart Association (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-05-06.
83. ^ "Position Statement of the ESC Council on Hypertension on ACE-
Inhibitors and Angiotensin Receptor Blockers". www.escardio.org. Diakses
tanggal 2020-05-06.
84. ^ "New Evidence Concerning Safety of ACE Inhibitors, ARBs in COVID-
19". Pharmacy Times. Diakses tanggal 2020-05-06.
85. ^ Vetter, Pauline; Eckerle, Isabella; Kaiser, Laurent (2020-02-19). "Covid-
19: a puzzle with many missing pieces". BMJ (dalam bahasa Inggris):
m627. doi:10.1136/bmj.m627. ISSN 1756-1833.
86. ^ "Novel Coronavirus—COVID-19: What Emergency Clinicians Need to
Know". EBMEDICINE (dalam bahasa Inggris). 2020-03-23. Diakses
tanggal 2020-05-06.
87. ^ Grainger, Suzanne. "ASCIA Position Statement: Specific Treatments for
COVID-19". Australasian Society of Clinical Immunology and Allergy
(ASCIA) (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-05-06.
88. ^ Klok, F.A.; Kruip, M.J.H.A.; van der Meer, N.J.M.; Arbous, M.S.;
Gommers, D.A.M.P.J.; Kant, K.M.; Kaptein, F.H.J.; van Paassen, J.; Stals,
M.A.M. (2020-04). "Incidence of thrombotic complications in critically ill ICU
patients with COVID-19". Thrombosis Research (dalam bahasa Inggris):
S0049384820301201. doi:10.1016/j.thromres.2020.04.013. PMC 7146714  . PM
ID 32291094.
89. ^ Tang, Ning; Bai, Huan; Chen, Xing; Gong, Jiale; Li, Dengju; Sun, Ziyong
(2020-05). "Anticoagulant treatment is associated with decreased mortality in
severe coronavirus disease 2019 patients with coagulopathy". Journal of
Thrombosis and Haemostasis(dalam bahasa Inggris). 18 (5): 1094–
1099. doi:10.1111/jth.14817. ISSN 1538-7933.
90. ^ Kui, Liu; Fang, Yuan-Yuan; Deng, Yan; Liu, Wei; Wang, Mei-Fang; Ma,
Jing-Ping; Xiao, Wei; Wang, Ying-Nan; Zhong, Min-Hua; Li, Cheng-Hong; Li,
Guang-Cai; Liu, Hui-Guo (2020). "Clinical characteristics of novel coronavirus
cases in tertiary hospitals in Hubei Province". Chinese Medical Journal (dalam
bahasa Inggris): 1. doi:10.1097/CM9.0000000000000744. ISSN 0366-6999.
91. ^ "WHO Director-General's statement on the advice of the IHR
Emergency Committee on Novel Coronavirus". who.int (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 18 Februari 2020.
92. ^ Wang, Weier; Tang, Jianming; Wei, Fangqiang (2020). "Updated
understanding of the outbreak of 2019 novel coronavirus (2019‐nCoV) in
Wuhan, China". Journal of Medical Virology (dalam bahasa
Inggris). doi:10.1002/jmv.25689. PMID 31994742.
93. ^ Lan, Lan; Xu, Dan; Ye, Guangming; Xia, Chen; Wang, Shaokang; Li,
Yirong; Xu, Haibo (27 Februari 2020). "Positive RT-PCR Test Results in Patients
Recovered From COVID-19". JAMA (dalam bahasa
Inggris). doi:10.1001/jama.2020.2783.
94. ^ "Limited data on coronavirus may be skewing assumptions about
severity". STAT(dalam bahasa Inggris). 30 Januari 2020. Diarsipkan dari versi
asli tanggal 1 Februari 2020. Diakses tanggal 12 Februari 2020.
95. ^ Sparrow, Annie. "How China's Coronavirus Is Spreading—and How to
Stop It". Foreign Policy (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal
31 Januari 2020. Diakses tanggal 2 Februari 2020.
96. ^ "Wuhan Coronavirus Death Rate -
Worldometer". www.worldometers.info (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan
dari versi asli tanggal 31 Januari 2020. Diakses tanggal 2 Februari 2020.
97. ^ "WHO が"致死率3%程度" 専門家「今後 注意が必要」" (dalam bahasa
Jepang). NHK. 24 Januari 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Januari
2020. Diakses tanggal 12 Februari 2020.
98. ^ "Report 4: Severity of 2019-novel coronavirus (nCoV)" (PDF) (dalam
bahasa Inggris). Imperial College London. Diakses tanggal 12 Februari 2020.
99. ^ a b c d Steenhuysen, Julie; Kelland, Kate (25 Januari 2020). "With Wuhan
virus genetic code in hand, scientists begin work on a vaccine". Thomson
Reuters. Diakses tanggal 21 Februari 2020.
100. ^ a b c d e Praveen Duddu. Coronavirus outbreak: Vaccines/drugs in the
pipeline for Covid-19. clinicaltrialsarena.com 19 Februari 2020.
101. ^ "China CDC developing novel coronavirus vaccine". Xinhua (dalam
bahasa Inggris). 26 Januari 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Januari
2020. Diakses tanggal 28 Januari 2020.
102. ^ "CDC China Telah Mulai Kembangkan Vaksin Virus Korona". CNBC
Indonesia. 26 Januari 2020. Diakses tanggal 26 Januari 2020.
103. ^ a b Cheung E (28 Januari 2020). "Hong Kong researchers have
developed coronavirus vaccine, expert reveals". South China Morning
Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Januari 2020.
Diakses tanggal 28 Januari 2020.
104. ^ a b "Lessons from Sars outbreak help in race for coronavirus
vaccine". The Guardian(dalam bahasa Inggris). 24 Januari 2020. Diakses
tanggal 21 Februari 2020.
105. ^ a b "Saskatchewan lab joins global effort to develop coronavirus
vaccine". Canadian Broadcasting Corporation (dalam bahasa Inggris). 24
Januari 2020. Diakses tanggal 21 Februari 2020.
106. ^ Mishra M (29 Januari 2020). "Johnson & Johnson working on vaccine
for deadly coronavirus". Reuters (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi
asli tanggal 29 Januari 2020. Diakses tanggal 21 Februari 2020.
107. ^ a b Branswell H (18 Februari 2020). "Sanofi announces it will work with
HHS to develop coronavirus vaccine". STAT (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 21 Februari 2020.
108. ^ (14 Februari 2020). HHS Engages Sanofi's Recombinant Technology
for 2019 Novel Coronavirus Vaccine. Siaran pers.
109. ^ Lu H. Drug treatment options for the 2019-new coronavirus (2019-
nCoV). Biosci Trends. 28 Januari 2020. DOI:10.5582/bst.2020.01020
110. ^ Holshue, Michelle L.; DeBolt, Chas; Lindquist, Scott; Lofy, Kathy H.;
Wiesman, John; Bruce, Hollianne; Spitters, Christopher; Ericson, Keith;
Wilkerson, Sara; Tural, Ahmet; Diaz, George (31 Januari 2020). "First Case of
2019 Novel Coronavirus in the United States". New England Journal of
Medicine (dalam bahasa Inggris):
NEJMoa2001191. doi:10.1056/NEJMoa2001191. ISSN 0028-4793.
111. ^ Xu, Zhijian; Peng, Cheng; Shi, Yulong; Zhu, Zhengdan; Mu, Kaijie;
Wang, Xiaoyu; Zhu, Weiliang (28 Januari 2020). "Nelfinavir was predicted to be
a potential inhibitor of 2019 nCov main protease by an integrative approach
combining homology modelling, molecular docking and binding free energy
calculation". bioRxiv: 2020.01.27.921627. doi:10.1101/2020.01.27.921627 – via
www.biorxiv.org.
112. ^ a b Paules, Catharine I.; Marston, Hilary D.; Fauci, Anthony S. (23
Januari 2020). "Coronavirus Infections—More Than Just the Common
Cold". JAMA. doi:10.1001/jama.2020.0757.
113. ^ "China to test Russian antiviral for battle against
coronavirus". Suara.com. Diakses tanggal 21 Februari 2020.
114. ^ Wang M, et al. Remdesivir and chloroquine effectively inhibit the
recently emerged novel coronavirus (2019-nCoV) in vitro. Cell
Res (2020). DOI:10.1038/s41422-020-0282-0
115. ^ Zumla, Alimuddin; Hui, David S.; Azhar, Esam I.; Memish, Ziad A.;
Maeurer, Markus (5 Februari 2020). "Reducing mortality from 2019-nCoV: host-
directed therapies should be an option". The Lancet (dalam bahasa
Inggris). 0. doi:10.1016/S0140-6736(20)30305-6. ISSN 0140-6736.
116. ^ Yu, Fei; Du, Lanying; Ojcius, David M.; Pan, Chungen; Jiang, Shibo (1
Februari 2020). "Measures for diagnosing and treating infections by a novel
coronavirus responsible for a pneumonia outbreak originating in Wuhan,
China". Microbes and Infection (dalam bahasa
Inggris). doi:10.1016/j.micinf.2020.01.003. ISSN 1286-4579.
117. ^ Lin, Shen; Shen, Runnan; Guo, Xushun (3 Februari 2020). "Molecular
Modeling Evaluation of the Binding Abilities of Ritonavir and Lopinavir to Wuhan
Pneumonia Coronavirus Proteases". bioRxiv (dalam bahasa Inggris):
2020.01.31.929695. doi:10.1101/2020.01.31.929695.
118. ^ Dio Prasasti, Giovani (12 Februari 2020). "COVID-19, Nama Resmi
untuk Infeksi Novel Coronavirus". Liputan6.com. Diakses tanggal 12
Februari 2020.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]


Cari tahu mengenai Penyakit koronavirus
2019 pada proyek-proyek Wikimedia
lainnya:
Definisi dan terjemahan dari
Wiktionary
Gambar dan media dari Commons

Berita dari Wikinews

Kutipan dari Wikiquote

Teks sumber dari Wikisource


Panduan wisata di COVID-19
pandemic dari Wikivoyage

Organisasi kesehatan[sunting | sunting sumber]


 Coronavirus disease (COVID-19) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
 Coronavirus 2019 (COVID-19) oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit Amerika Serikat (CDC)

Direktori[sunting | sunting sumber]
 COVID-19 di Curlie (dari DMOZ)
 COVID-19 Direktori pada OpenMD

Jurnal medis[sunting | sunting sumber]


 Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) oleh JAMA
 Coronavirus: News and Resources oleh BMJ Publishing Group
 Novel Coronavirus Information Center oleh Elsevier
 COVID-19 Resource Centre oleh The Lancet

Anda mungkin juga menyukai