Anda di halaman 1dari 51

Pidato Soekarno pada

peringatan Maulud Nabi


Muhammad S.A.W

MENU

0:00
Pidato Soekarno pada
peringatan Maulud Nabi
Muhammad S.A.W

Bermasalah memainkan berkas ini?


Lihat bantuan media.

Soekarno di Konferensi Asia-Afrika

Dr.(H.C.) Ir. H. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno
Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6
Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun)
[note 1][note 2]
 adalah Presiden pertama Republik Indonesia yang menjabat
pada periode 1945–1967.[5]  Ia adalah seorang tokoh perjuangan
:11, 81

yang memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa


Indonesia dari penjajahan Belanda.[6]  Ia adalah Proklamator
:26-32

Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang


terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama
kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar
negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.[6]
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966
(Supersemar) yang kontroversial, yang isinya —berdasarkan versi
yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat—
menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan
menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. [6] Supersemar
menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai
Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang
duduk di parlemen.[6] Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke
empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai
presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan
Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik
Indonesia.[6]

Daftar isi

 1Nama
o 1.1Achmed Soekarno

 2Kehidupan
o 2.1Masa kecil dan remaja
o 2.2Sebagai arsitek
 2.2.1Pekerjaan
 2.2.2Pengaruh terhadap karya arsitektur
o 2.3Silsilah keluarga
 3Kiprah politik
o 3.1Masa pergerakan nasional
o 3.2Masa penjajahan Jepang
o 3.3Masa Perang Revolusi
o 3.4Masa kemerdekaan
o 3.5Masa marabahaya
 3.5.1Granat Cikini
 3.5.2Penembakan Istana Presiden
 3.5.3Pencegatan Rajamandala
 3.5.4Granat Makassar
 3.5.5Penembakan Idul Adha
 3.5.6Penembakan mortir Kahar Muzakar
 3.5.7Granat Cimanggis
 3.5.8Upaya pembunuhan karakter
o 3.6Masa embargo negara Adi Kuasa
o 3.7Masa keterpurukan
 4Sakit hingga meninggal
 5Peninggalan
 6Penghargaan
o 6.1Gelar Doctor Honoris Causa
o 6.2Lain-lain
 7Karya tulis
 8Pidato
 9Budaya populer
o 9.1Buku
o 9.2Lagu
o 9.3Film, televisi, dan panggung pertunjukan
 10Catatan
 11Galeri
 12Referensi
 13Lihat pula
 14Pranala luar

Nama
Soekarno lahir dengan nama Kusno yang diberikan oleh
orangtuanya.[5] Akan tetapi, karena ia sering sakit maka ketika berumur
sebelas tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. [5][7] :35-

 Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam


36

kisah Bharata Yudha yaitu Karna.[5][7] Nama "Karna" menjadi "Karno"


karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan
awalan "su" memiliki arti "baik".[7]
Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno
diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama
tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda)[7] . Ia tetap
:32
menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda
tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah, selain
itu tidak mudah untuk mengubah tanda tangan setelah berumur 50
tahun[7] . Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
:32

Achmed Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang
ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno
pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan
bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?"[8] karena mereka tidak
mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya
menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga.
Soekarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika
menunaikan ibadah haji.[9] Dalam beberapa versi lain, disebutkan
pemberian nama Achmed di depan nama Soekarno, dilakukan oleh
para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi
luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan
negara Indonesia oleh negara-negara Arab.
Dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat
Indonesia (terjemahan Syamsu Hadi. Ed. Rev. 2011. Yogyakarta:
Media Pressindo, dan Yayasan Bung Karno, ISBN 979-911-032-7-9)
halaman 32 dijelaskan bahwa namanya hanya "Sukarno" saja, karena
dalam masyarakat Indonesia bukan hal yang tidak biasa memiliki
nama yang terdiri satu kata.

Kehidupan
Masa kecil dan remaja

Rumah masa kecil Bung Karno


Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang
bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu
Nyoman Rai.[5] Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang
merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi
di Singaraja, Bali.[5] Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan
dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi sendiri
beragama Islam.[5] Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama
Sukarmini sebelum Soekarno lahir.[10]  Ketika kecil Soekarno
:4-6, 247-251

tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung


Agung, Jawa Timur.[5]
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah
ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota
tersebut.[5] Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste
Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.[10] Kemudian
pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere
School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hogere Burger
School (HBS).[5] Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan
pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya,
Jawa Timur.[5] Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan
bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto.[5] Tjokroaminoto
bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan
kediamannya.[5] Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para
pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat
itu, seperti Alimin, Musso, Darsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis.
[5]
 Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri
Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo.
[5]
 Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong
Java (Pemuda Jawa) pada 1918.[5] Selain itu, Soekarno juga aktif
menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh
Tjokroaminoto.[10]
Soekarno sewaktu menjadi siswa HBS Soerabaja

Soekarno bersama mahasiswa pribumi TH Bandung tahun 1923. Baris belakang dari kiri ke
kanan: M. Anwari, Soetedjo, Soetojo, Soekarno, R. Soemani, Soetono, R. M.
Koesoemaningrat, Djokoasmo, Marsito. Duduk di depan: Soetoto, M. Hoedioro, Katamso.

Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921[11], bersama Djoko Asmo rekan


satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische
Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan
mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921,[1]  setelah dua bulan
:38

dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar


kembali[1]  dan tamat pada tahun 1926.[12] Soekarno dinyatakan lulus
:38

ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-


6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan
belas insinyur lainnya.[1]  Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada
:37

saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena


ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa".[1]  Mereka adalah
:37

Soekarno, Anwari, dan Soetedjo,[13]  selain itu ada seorang lagi dari
:167

Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang. [13] :167


Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang
merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.
[5]
 Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto
Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan
pemimpin organisasi National Indische Partij.
Sebagai arsitek
Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal
sebagai arsitek alumni dari Technische Hoogeschool te
Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil
jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926. [note 3] [note 4] [14]
Pekerjaan

 Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro


insinyur bersama Ir. Anwari, banyak
mengerjakan rancang bangun bangunan.
Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga
merancang dan membangun rumah-rumah dan
jenis bangunan lainnya.
 Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan
merancang beberapa rumah dan merenovasi
total masjid Jami' di tengah kota.[15]
Pengaruh terhadap karya arsitektur
Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur
yang dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan
secara maraton dari bulan Mei sampai Juli pada tahun 1956 ke
negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat,
dan Swiss. Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya
dalam menata Indonesia secara holistik dan menampilkannya sebagai
negara yang baru merdeka.[16]
Soekarno membidik Jakarta sebagai wajah (muka) Indonesia terkait
beberapa kegiatan berskala internasional yang diadakan di kota itu,
namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang diharapkan
sebagai pusat pemerintahan pada masa datang. Beberapa karya
dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya
dengan beberapa arsitek seperti Frederich Silaban dan R.M.
Soedarsono, dibantu beberapa arsitek junior untuk visualisasi.
Beberapa desain arsitektural juga dibuat melalui sayembara. [17]

 Masjid Istiqlal 1951
 Monumen Nasional 1960
 Gedung Conefo [17]
 Gedung Sarinah [17]
 Wisma Nusantara [17]
 Hotel Indonesia 1962 [18]
 Tugu Selamat Datang[18]
 Monumen Pembebasan Irian Barat[18]
 Patung Dirgantara[18]
 Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah
haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang
arsitek, Soekarno tergerak memberikan
sumbangan ide arsitektural kepada
pemerintah Arab Saudi agar membuat
bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua
jalur dalam bangunan dua lantai. Pemerintah
Arab Saudi akhirnya melakukan
renovasi Masjidil Haram secara besar-besaran
pada tahun 1966, termasuk pembuatan lantai
bertingkat bagi umat yang
melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai
bertingkat untuk melakukan tawaf [14]
 Rancangan skema Tata Ruang
Kota Palangkaraya yang diresmikan pada
tahun 1957 [14]

Silsilah keluarga
Kembangkan
Silsilah keluarga

Kiprah politik
Artikel atau bagian artikel ini tidak
memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya
tidak bisa dipastikan. Bantu perbaiki artikel ini dengan
menambahkan referensi yang layak. Tulisan tanpa sumber
dapat dipertanyakan dan dihapus sewaktu-waktu
oleh Pengurus.

Pergantian tampuk
pimpinan
pemerintahan
Indonesia.

Soekarno tampil pertama kali pada kulit muka majalah Time tanggal 23 Desember 1946
Vol. XLVIII No. 26, ilustrasi karya Boris Chaliapin untuk media asal Amerika tersebut

Masa pergerakan nasional


Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi
anggota Jong Java cabang Surabaya pada tahun 1915. Bagi
Soekarno sifat organisasi tersebut yang Jawa-sentris dan hanya
memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan tersendiri. Dalam
rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya
Soekarno menggemparkan sidang dengan berpidato
menggunakan bahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia
mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat
kabar Jong Java diterbitkan dalam bahasa Melayu saja, dan bukan
dalam bahasa Belanda.[19]
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemeene Studie Club
(ASC)[note 5][21] di Bandung yang merupakan hasil inspirasi
dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo.[5] Organisasi ini
menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada
tahun 1927.[12] Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap
Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya
dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy.
Pada tahun 1930 ia dipindahkan ke Sukamiskin dan di pengadilan
Landraad Bandung 18 Desember 1930 ia membacakan pledoinya
yang fenomenal Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali
pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia
(Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali
ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini,
Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun
semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya
kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi
Bengkulu, ia baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada
tahun 1942.
Masa penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942–1945), pemerintah Jepang
sempat tidak memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia
terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini
terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr.
Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memerhatikan
dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti
Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap organisasi-
organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk
Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa
Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh
tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas
Mansyur, dan lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan
akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan pemerintah
pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski
ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan
Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis
yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang
pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski
sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang sebenarnya kita
percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya
adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan dasar dasar
pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi
Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir
ke Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang
tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes
Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito.
Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada
tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat
pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti
bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang
sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal
Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat
Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan
Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi
bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja
sama dengan Jepang, antara lain dalam kasus romusha.
Masa Perang Revolusi

Ruang tamu rumah persembunyian Bung Karno di Rengasdengklok.

Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri


menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah
sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI), Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi),
Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Soekarno-Hatta
mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam,
terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945;
Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk
menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air (PETA)
Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara
lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda
menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman
kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan
pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh
menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan
Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan
momen tepat untuk kemerdekaan Indonesia yakni dipilihnya tanggal
17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan
suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu
pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-
an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta
diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi
presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19
September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa
pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat
Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata
lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen.
Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan
Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan
Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan
krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan
pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu (di bawah
Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan
gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden
Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari
Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi
negara lainnya.
Presiden Soekarno dan Nikita Khruschev dalam sebuah pertemuan Kepala Negara

Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan


Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara
(presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem
pemerintahan berubah menjadi semi presidensiil atau double
executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan
Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi
karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat
pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini
ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih
demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi
kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting,
terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi
Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil
Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara
ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara,
tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam
negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin
Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat
menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa kemerdekaan
Kunjungan Presiden Soekarno ke Amerika pada 1961 yang disambut oleh Presiden John F.
Kennedy

Presiden Soekarno, Presiden Osvaldo Dorticos, Fidel Castro dan Che Guevara, pada 9 Mei


1960, kunjungan kenegaraan ke Havana, Kuba

Soekarno berbincang dengan Mao Tse-Tung, 24 November 1956, Peking, Tiongkok

Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan


sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat
sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad
Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden
Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian
dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh
rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada
tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik
Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr
Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali
kepada Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah
presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan
pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat di
kalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni
perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai
"kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang
memercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai
"penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi
konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh
bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa
di kalangan Angkatan Udara.
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di
dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-
Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno,
pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi
Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasasila Bandung.
Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan
konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat
yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme,
ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang
mengubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional
dalam penyelesaian konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama
Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel
Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma)
dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia
Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu,
banyak negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya.
Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik
berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam
pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau
adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia
Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan
Indonesia.[butuh rujukan]
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia
internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan
bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya
adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald
Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse
Tung (Tiongkok).
Masa marabahaya

Soekarno di antara barisan prajurit


Soekarno, Presiden Indonesia pertama, sedikitnya pernah mengalami
percobaan pembunuhan lebih dari satu kali, Putrinya, Megawati
Soekarnoputri pernah menyebut angka 23. "Saya ingin mengambil
satu contoh konkrit, Presiden Soekarno itu mengalami percobaan
pembunuhan dari tingkat yang namanya baru rencana sampai
eksekusi (sebanyak) 23 kali," tutur Mega pada Juli 2009. Sementara
itu, angka lebih kecil keluar dari mulut Sudarto Danusubroto. Dia
ajudan presiden pada masa-masa akhir kekuasaan Soekarno.
Sudarto pernah mengatakan ada 7 kali percobaan pembunuhan
terhadap Soekarno. Jumlah ini pernah diamini oleh eks Wakil
Komandan Tjakrabirawa, Kolonel Maulwi Saelan. Namun bekas
pengawal pribadinya, hanya mampu mengingat 7 kali upaya
percobaan pembunuhan.[22]
Granat Cikini
Pada 30 November 1957, Presiden Soekarno datang ke Perguruan
Cikini (Percik), tempat bersekolah putra-putrinya, dalam rangka
perayaan ulang tahun ke-15 Percik. Granat tiba-tiba meledak di
tengah pesta penyambutan presiden. Sembilan orang tewas, 100
orang terluka, termasuk pengawal presiden. Soekarno sendiri beserta
putra-putrinya selamat. Tiga orang ditangkap akibat kejadian tersebut.
Mereka perantauan dari Bima yang dituduh sebagai antek teror
gerakan DI/TII.[22]
Penembakan Istana Presiden
Pada 9 Maret 1960, Tepat siang bolong Istana presiden dihentakkan
oleh ledakan yang berasal dari tembakan kanon 23 mm pesawat Mig-
17 yang dipiloti Daniel Maukar. Maukar adalah Letnan AU yang telah
dipengaruhi Permesta. Kanon yang dijatuhkan Maukar menghantam
pilar dan salah satunya jatuh tak jauh dari meja kerja Soekarno.
Untunglah Soekarno tak ada di situ. Soekarno tengah memimpin rapat
di gedung sebelah Istana Presiden. Maukar sendiri membantah ia
mencoba membunuh Soekarno. Aksinya hanya sekadar peringatan.
Sebelum menembak Istana Presiden, dia sudah memastikan tak
melihat bendera kuning dikibarkan di Istana – tanda presiden ada di
Istana. Aksi ini membuat 'Tiger', call sign Maukar, harus mendekam di
bui selama 8 tahun.[22]
Pencegatan Rajamandala
Pada April 1960, Perdana Menteri Uni Soviet saat itu, Nikita
Kruschev mengadakan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Dia
menyempatkan diri mengunjungi Bandung, Yogya dan Bali. Presiden
Soekarno menyertainya dalam perjalanan ke Jawa Barat. Tatkala,
sampai di Jembatan Rajamandala, ternyata sekelompok anggota
DI/TII melakukan penghadangan. Beruntung pasukan pengawal
presiden sigap meloloskan kedua pemimpin dunia tersebut.[22]
Granat Makassar
Pada 7 Januari 1962, Presiden Soekarno tengah berada di Makassar.
Malam itu, ia akan menghadiri acara di Gedung Olahraga Mattoangin.
Ketika itulah, saat melewati jalan Cendrawasih, seseorang
melemparkan granat. Granat itu meleset, jatuh mengenai mobil lain.
Soekarno selamat. Pelakunya Serma Marcus Latuperissa dan Ida
Bagus Surya Tenaya divonis hukuman mati.[22]
Penembakan Idul Adha
Pada 14 Mei 1962, Bachrum sangat senang ketika berhasil
mendapatkan posisi duduk pada saf depan dalam barisan jemaah
salat Idul Adha di Masjid Baiturahim. Begitu melihat Soekarno, dia
mencabut pistol yang tersembunyi di balik jasnya, moncong lalu
diarahkan ke tubuh Soekarno. Dalam sepersekian detik ketika
tersadar, arah pun melenceng, dan peluru meleset dari tubuh
Soekarno, menyerempet Ketua DPR GR KH Zainul Arifin. Haji
Bachrum divonis hukuman mati, namun kemudian dia mendapatkan
grasi.[22]
Penembakan mortir Kahar Muzakar
Pada 1960-an, Presiden Soekarno dalam kunjungan kerja ke
Sulawesi. Saat berada dalam perjalanan keluar dari Lapangan
Terbang Mandai, sebuah peluru mortir ditembakkan anak buah Kahar
Muzakkar. Arahnya kendaraan Bung Karno, tetapi ternyata meleset
jauh. Soekarno sekali lagi, selamat.[22]
Granat Cimanggis
Pada Desember 1964, Presiden Soekarno dalam perjalanan dari
Bogor menuju Jakarta. Rombongannya membentuk konvoi
kendaraan. Dalam laju kendaraan yang perlahan, mata Soekarno
sempat bersirobok dengan seorang lelaki tak dikenal di pinggir jalan.
Perasaan Soekarno kurang nyaman. Benar saja, lelaki itu
melemparkan sebuah granat ke arah mobil presiden. Beruntung, jarak
pelemparannya sudah di luar jangkauan mobil yang melaju. Soekarno
pun selamat.[22]
Upaya pembunuhan karakter

Presiden Soekarno dan Dr.J. Leimena bernyanyi bersama para artis ibukota pada Resepsi
Peringatan HUT ke-21 Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Bogor.

Dekade 1950-an dan 1960-an, Amerika melalui


perpanjangtanganannya Central Intelligence Agency melancarkan
misi rahasia yang bertujuan membunuh karakter dan kewibawaan
Presiden Soekarno melalui agitasi dan propaganda media popular via
produksi film porno yang diperankan oleh pemeran yang mirip
Soekarno. Tujuan dari kampanye hitam ini adalah mengubah persepsi
masyarakat internasional terhadap Soekarno yang anti kapitalisme
dan mengagumi kaum Hawa tetapi tunduk tak berdaya di bawah
kendali agen rahasia Rusia.[23][24]
"Kesuksesan itu menginspirasi para pejabat CIA membuat langkah
lebih jauh lagi. Mereka berniat memproduksi film porno Soekarno
dengan seorang wanita pirang yang dibuat seolah-olah pramugari
Rusia itu," tulis Blum mengutip pengakuan mantan agen CIA, Joseph
Burkholder Smith, yang menulis buku Portrait of a Cold Warrior.
Kepala Kepolisian Los Angeles sampai turun tangan mencari pria
berkulit gelap yang sedikit botak dan wanita pirang yang cantik. Tak
ada yang mirip Soekarno, CIA membuat topeng khusus yang mirip
Soekarno kemudian dikirim ke Los Angeles. Bintang porno disuruh
memakai topeng Soekarno selama beradegan mesum. CIA merekam
dan mengambil foto-foto adegan biru tersebut. [23]
Menurut Kenneth J. Conboy dan James Morrison dalam Feet to the
Fire: CIA Covert Operations in Indonesia, 1957–1958, film porno itu
dikerjakan di studio Hollywood yang dioperasikan Bing Crosby dan
saudaranya. Film ini dimaksudkan sebagai bahan bakar tuduhan
bahwa Soekarno (diperankan pria Chicano) mempermalukan diri
dengan meniduri agen Soviet (diperankan perempuan pirang
Kaukasia) yang menyamar sebagai pramugari maskapai
penerbangan. “Proyek ini menghasilkan setidaknya beberapa foto,
meski tampaknya tak pernah digunakan,” tulis William Blum dalam
Killing Hope: US Military and CIA Interventions Since World War II. [24]
Namun foto-foto itu akhirnya tak jadi disebarluaskan. Banyak versi
kenapa CIA batal menyebarkan adegan mesum itu. Sebagian peneliti
menilai kampanye hitam seperti itu tak mempan untuk menjatuhkan
Soekarno. Apalagi ada mitos yang percaya jika seorang laki-laki
"gagah" dan "berkuasa", maka dirasa sah-sah saja berhubungan
dengan banyak wanita, terutama mengingat bahwa raja-raja di
Nusantara pun dulu memiliki banyak istri dan selir.[23] Nasib akhir dari
film yang berjudul Happy Days pada akhirnya tak pernah dilaporkan.[24]
Masa embargo negara Adi Kuasa

Zhou Enlai, Presiden Soekarno, dan Kawashima pada saat Peringatan 10


Tahun Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 19 April 1965.

Pada masa pra maupun paska kemerdekaan, Indonesia terjepit pada


dua blok negara Adi Kuasa dengan ideologi yang bertentangan satu
sama lain. Blok kapitalis yang dikomandoi Amerika dan sekutu di satu
sisi, dan blok kiri yang diperebutkan antara poros Rusia dan Tiongkok.
Amerika melakukan kebijakan embargo terhadap Indonesia karena
menilai kecenderungan Soekarno dekat dengan blok rival. Amerika
tidak dapat berkutik ketika Allen Lawrence Pope, agen Central
Intelligence Agency tertangkap tangan. Tawar-menawar penangkapan
Allen Pope, Amerika Serikat akhirnya menyudahi embargo ekonomi
dan menyuntik dana ke Indonesia, termasuk menggelontorkan 37 ribu
ton beras dan ratusan persenjataan yang dibutuhkan Indonesia saat
itu setelah diplomasi tingkat tinggi antara John F. Kennedy dengan
Soekarno.[25] Sementara Uni Soviet menerapkan embargo militer
terhadap Indonesia karena genosida terhadap elemen kiri,
orang Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965–1967.[26] Indonesia
sendiri terjepit di antara geopolitik Asia Tenggara, Malaysia yang
dianggap Soekarno adalah negara boneka Inggris, juga Singapura
yang memisahkan diri sebagai negara baru pada 9 Agustus 1965.
Soekarno mengumumkan sikap konfrontatif terhadap pembentukan
negara federasi Malaysia pada Januari 1963. Sehingga pada 1964–
1965 negara federasi Malaysia yang dideklarasikan 16 September
1963 tersebut diembargo Soekarno.[27] Singapura membuka keran
kerja sama dan berusaha dengan segala cara untuk mempertahankan
perdagangan dengan Indonesia meski telah diboikot dan diembargo.
Hal ini dianggap merugikan aspek ekonomi bagi Singapura akibat
konfrontasi tersebut.[28]
Masa keterpurukan
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah
enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan
sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965.[12][29] Pelaku
sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi
walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya. [12] Kemudian massa dari
KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi
Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan
menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya
meminta agar PKI dibubarkan.[29] Namun, Soekarno menolak untuk
membubarkan PKI karena bertentangan dengan
pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).[6][29] Sikap
Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan
posisinya dalam politik.[6][12]
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas
Maret yang ditandatangani oleh Soekarno.[29] Isi dari surat tersebut
merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk
mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan
pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. [29] Surat tersebut lalu
digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat
menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan
menyatakannya sebagai organisasi terlarang.[29] Kemudian MPRS pun
mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang
pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966
yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang
Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden
berhalangan.[30]
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban
mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-
IV MPRS.[29] Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan
pada 22 Juni 1966.[6] MPRS kemudian meminta Soekarno untuk
melengkapi pidato tersebut.[29] Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun
disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian
ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.[29]
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani
Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka.
[30]
 Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de
facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia.[30] Setelah melakukan
Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden
Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat
Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan
umum berikutnya.[30]

Sakit hingga meninggal

Pemakaman Soekarno pada 22 Juni 1970 di Blitar, Jawa Timur

Makam Presiden Soekarno di Blitar, Jawa Timur


Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak
bulan Agustus 1965.[30] Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap
gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan
di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964.[30] Prof. Dr. K. Fellinger dari
Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri
Soekarno diangkat, tetapi ia menolaknya dan lebih memilih
pengobatan tradisional.[30] Ia bertahan selama 5 tahun sebelum
akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta dengan status
sebagai tahanan politik.[5][30] Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari
RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi.
[30]
 Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno
sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan
anggota tim dokter kepresidenan.[30] Tidak lama kemudian
dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof.
Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI
AD) Rubiono Kertopati.[30]
Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut: [30]

1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam


20.30 keadaan kesehatan Soekarno
semakin memburuk dan kesadaran
berangsur-angsur menurun.
2. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi,
Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan
kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno
meninggal dunia.
3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha
mengatasi keadaan kritis Soekarno hingga
saat meninggalnya.

Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan


di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan
Presiden Soeharto memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat
pemakaman Soekarno.[30] Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI
No. 44 tahun 1970.[30] Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari
setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya
bersebelahan dengan makam ibunya.[30] Upacara pemakaman
Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean
sebagai inspektur upacara.[30] Pemerintah kemudian menetapkan masa
berkabung selama tujuh hari.[30]

Peninggalan

Gelanggang Olahraga Bung Karno pada 1962.

Jalan Proklamasi, yang dulunya bernama Jalan Pegangsaan Timur,


[31]
 merupakan letak bekas kediaman Soekarno yang berada di Jakarta
Pusat. Rumah tersebut diberikan oleh Syech Faradj bin Martak.[butuh
rujukan]
 Rumah tersebut menjadi saksi bisu Proklamasi kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang dikumandangkan di sana.
[32]
 Kediaman Bung Karno yang dijadikan tempat pembacaan naskah
proklamasi kemerdekaan pun sudah tidak ada lagi dan digantikan
dengan kehadiran Tugu Proklamasi dengan patung Soekarno-Hatta
yang menggambarkan suasana pembacaan teks Proklamasi pada
tahun 1945 dahulu.[33]
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6
Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan prangko "100
Tahun Bung Karno".[10]  Prangko yang diterbitkan merupakan empat
:247-251

buah prangko berlatar belakang bendera Merah Putih serta


menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi
Presiden Republik Indonesia.[10] Prangko pertama memiliki nilai
nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah
menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika
masih di perguruan tinggi tahun 1920-an terpampang di atasnya.
Sementara itu, prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900 serta
menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI.
Prangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi
Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat prangko tersebut
dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh
Perum Peruri.[10] Selain prangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia
menerbitkan juga lima macam kemasan prangko, album koleksi
prangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta
tiga desain kaus Bung Karno.[10]
Prangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh
Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Prangko tersebut
menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro.
[34]
 Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro
dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Nama Soekarno diabadikan sebagai nama gelanggang olahraga pada
tahun 1958. Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung
Karno, didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian
Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, kompleks
olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai
keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali
pada nama awalnya yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno. Hal ini
dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno. [35]
Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno.
Dua di antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan
Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang
mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman
yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati
Soekarnoputri, anak ke tiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25
Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf
Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi
meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation and Character
Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.[36]
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk
mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun nonseni
kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
[37]
 Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan
putra-putri Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati
Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati
Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu
Soekarnoputra, dan Kartika Sari Dewi Soekarno.[37] Pada tahun 2003,
Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta.
[10]
 Di stan tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul
"Indonesia Menggugat" yang disampaikan di Gedung Landraad tahun
1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden. [10] Selain
memperlihatkan video dan foto, berbagai cenderamata Soekarno
dijual di stan tersebut.[10] Di antaranya adalah kaus, jam emas, koin
emas, CD berisi pidato Soekarno, serta kartu pos Soekarno. [10]
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku
memiliki harta benda warisan Soekarno.[10] Soenuso mengaku
merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara
Sedang.[10] Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya
sebagai warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di
rumahnya di Cileungsi, Bogor.[10] Benda-benda tersebut antara lain
sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam
register emas JM London, emas putih dengan cap tapal kuda JM
Mathey London serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan
ejaan lama berupa deposito hibah.[10] Selain itu terdapat pula uang
UBCN (Brasil) dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi
di Bank Swiss dan Bank Netherland.[10] Meskipun emas yang
ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang
memastikan keaslian dari emas tersebut.[38]

Penghargaan
Gelar Doctor Honoris Causa
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris
Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri.[39]

Tanggal Gelar yang Dianugerahkan Nama Universitas, Kota, Negara

10 Januari Doctor Honoris Causa dalam Ilmu


Far Eastern University, Manila, Filipina
1951 Hukum (Doctor of Law)
19
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Universitas Gajah
September
Hukum Mada, Yogyakarta, Indonesia
1951

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Columbia University, New


24 Mei 1956
Hukum (Doctor of Law) York, Amerika Serikat

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Michigan


27 Mei 1956
Hukum (Doctor of Law) University, Michigan, Amerika Serikat

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu


8 Juni 1956 McGill University, Montreal, Kanada
Hukum (Doctor of Law)

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu


23 Juni Berlin University, Berlin Barat, Jerman
Teknik (Doctor of Technical
1956 Barat
Science)

11
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu
September Lomonosov University, Moskow, Rusia
Hukum (Doctor of Law)
1956

13
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Beograd
September
Hukum (Doctor of Law) University, Belgrado, Yugoslavia
1956

23
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Karlova
September
Hukum (Doctor of Law) University, Praha, Cekoslovakia
1956

27 April Doctor Honoris Causa dalam Ilmu


Istanbul University, Istanbul, Turki
1959 Hukum (Doctor of Law)

30 April Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Warsaw University, Warsawa, Polandia


1959 Hukum (Doctor of Law)

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu


20 Mei 1959 Brazil University, Rio de Janeiro, Brazil
Hukum (Doctor of Law)

11 April Doctor Honoris Causa dalam Ilmu


Sofia University, Sofia, Bulgaria
1960 Politik (Doctor of Political Science)

13 April Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Bucharest


1960 Politik (Doctor of Political Science) University, Bukarest, Rumania

17 April Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Budapest


1960 Mesin (Doctor of Engineering) University, Budapest, Hungaria

24 April Doctor Honoris Causa dalam Ilmu


Al-Azhar University, Kairo, Mesir
1960 Falsafah (Doctor of Philosophy)

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu


5 Mei 1960 La Paz University, La Paz, Bolivia
Sosial dan Politik

13 Doctor Honoris Causa dalam Ilmu


Institut Teknologi
September Teknik (Doctor of Technical
Bandung, Bandung, Indonesia
1962 Science)

2 Februari Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Universitas


1963 Pengetahuan Kemasyarakatan Indonesia, Jakarta, Indonesia

Doctor Honoris Causa dalam Ilmu


29 April Universitas
Pengetahuan Hukum, Politik, dan
1963 Hasanuddin, Makassar, Indonesia
Hubungan Internasional

14 Januari Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Royal Khmere University, Phnom


Hukum & Politik (Doctor of Law
1964 Penh, Kamboja
& Politics)

2 Agustus Doctor Honoris Causa dalam Ilmu University of the


1964 Hukum (Doctor of Law) Philippines, Manila, Filipina

3 November Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Universitas


1964 Pengetahuan Politik Pyongyang, Pyongyang, Korea Utara

2 Desember Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Institut Agama Islam


1964 Ushuluddin Jurusan Da'Wah Negeri, Jakarta, Indonesia

23
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Universitas
Desember
Sejarah Pajajaran, Bandung, Indonesia
1964

3 Agustus Doctor Honoris Causa dalam Universitas


1965 Falsafah Ilmu Tauhid Muhammadiyah, Jakarta, Indonesia

Lain-lain
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 35
tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo
Mbeki.[10] Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas
satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang
diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang
semuanya dilapisi emas.[10] Soekarno mendapatkan penghargaan
tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas internasional
demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi
inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan
membebaskan diri dari apartheid.[10] Acara penyerahan penghargaan
tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings
di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili
ayahnya dalam menerima penghargaan.[10] Penghargaan
lainnya Bintang Mahaputera Adipurna (1959),[40] Lenin Peace
Prize (1960),[41] Philippine Legion of Honor (Chief Commander, 3
Februari 1951).[42]

Karya tulis
 Sukarno. Pancasila dan Perdamaian Dunia
 Sukarno. Kepada Bangsaku : Karya-karya
Bung Karno Pada Tahun 1926-1930-1933-
1947-1957.
 Sukarno. Cindy Adams. (1965). Bung Karno:
Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
 Sukarno. Pantja Sila Sebagai Dasar Negara.
 Sukarno. Bung Karno Tentang Marhaen Dan
Proletar.
 Sukarno. Negara Nasional Dan Cita-Cita Islam:
Kuliah Umum Presiden Soekarno.
 Sukarno. (1933). Mencapai Indonesia
Merdeka.
 Sukarno. (1945). Lahirnya Pancasila
 Sukarno. (1951). Indonesia Menggugat: Pidato
Pembelaan Bung Karno di Depan Pengadilan
Kolonial.
 Sukarno. (1951). Sarinah: Kewajiban Wanita
Dalam Perjuangan Republik Indonesia.
 Sukarno. (1957). Indonesia Merdeka.
 Sukarno. (1959). Dibawah Bendera
Revolusi Jilid 1. (kumpulan esai)
 Sukarno. (1960). Dibawah Bendera
Revolusi Jilid 2. (kumpulan esai)
 Sukarno. (1960). Amanat Penegasan Presiden
Soekarno Didepan Sidang Istimewa Depernas
Tanggal 9 Djanuari 1960.
 Sukarno. (1964). Tjamkan Pantja Sila ! : Pantja
Sila Dasar Falsafah Negara.
 Sukarno. (1964). Komando Presiden/Pemimpin
Besar Revolusi: Bersiap-sedialah Menerima
Tugas untuk Menjelamatkan R.I. dan untuk
Mengganjang "Malaysia"!
 Sukarno. (1965). Wedjangan Revolusi.
 Sukarno. (1965). Tjapailah Bintang-Bintang di
Langit: Tahun Berdikari.
 Sukarno. (1965). Pantja Azimat Revolusi.

Wikisource memiliki
naskah sumber yang
berkaitan dengan artikel
ini:
Pengarang:Soekarno

Pidato
Hari dan tanggal Rangka Judul pidato

Jumat, 17 Agustus
Proklamasi Kemerdekaan RI Tudjuhbelas Agustus 1945
1945

Sabtu, 17 Agustus HUT Proklamasi


Sekali Merdeka, Tetap Merdeka
1946 Kemerdekaan RI ke-1

Minggu, 17 HUT Proklamasi Rawe-Rawe Rantas, Malang-Malang


Agustus 1947 Kemerdekaan RI ke-2 Putung
Selasa, 17 Agustus HUT Proklamasi
Seluruh Nusantara Berdjiwa Republik
1948 Kemerdekaan RI ke-3

Rabu, 17 Agustus HUT Proklamasi Tetaplah Bersemangat Elang-


1949 Kemerdekaan RI ke-4 Radjawali

Kamis, 17 Agustus HUT Proklamasi


Dari Sabang sampai Merauke
1950 Kemerdekaan RI ke-5

Jumat, 17 Agustus HUT Proklamasi Tjapailah Tata, Tenteram,


1951 Kemerdekaan RI ke-6 Kertarahardja

Minggu, 17 HUT Proklamasi


Harapan dan Kenjataan
Agustus 1952 Kemerdekaan RI ke-7

Senin, 17 Agustus HUT Proklamasi


Djadilah Alat Sedjarah
1953 Kemerdekaan RI ke-8

Selasa, 17 Agustus HUT Proklamasi


Berirama dengan Kodrat
1954 Kemerdekaan RI ke-9

Rabu, 17 Agustus HUT Proklamasi


Tetap Terbanglah Radjawali
1955 Kemerdekaan RI ke-10

Jum'at, 17 Agustus HUT Proklamasi


Berilah Isi Kepada Hidupmu
1956 Kemerdekaan RI ke-11

Sabtu, 17 Agustus HUT Proklamasi


Satu Tahun Ketentuan
1957 Kemerdekaan RI ke-12
Minggu, 17 HUT Proklamasi
Tahun Tantangan
Agustus 1958 Kemerdekaan RI ke-13

Senin, 17 Agustus HUT Proklamasi


Penemuan Kembali Revolusi Kita
1959 Kemerdekaan RI ke-14

Rabu, 17 Agustus HUT Proklamasi


Djalannja Revolusi Kita
1960 Kemerdekaan RI ke-15

Jumat, 30 Membangun Dunia Kembali


Sidang Umum PBB ke-XV
September 1960 To Build The World Anew

Kamis, 17 Agustus HUT Proklamasi Revolusi – Sosialisme Indonesia –


1961 Kemerdekaan RI ke-16 Pimpinan Nasional

Jumat, 17 Agustus HUT Proklamasi


Tahun Kemenangan
1962 Kemerdekaan RI ke-17

Sabtu, 17 Agustus HUT Proklamasi


Genta Suara Revolusi Indonesia
1963 Kemerdekaan RI ke-18

Senin, 17 Agustus HUT Proklamasi


Tahun "Vivere Pericoloso"
1964 Kemerdekaan RI ke-19

Selasa, 17 Agustus HUT Proklamasi


Tahun Berdikari
1965 Kemerdekaan RI ke-20

Rabu, 22 Juni 1966 Sidang Umum MPRS IV Nawaksara

Rabu, 17 Agustus HUT Proklamasi Djangan Sekali-Kali Meninggalkan


1966 Kemerdekaan RI ke-21 Sedjarah
Budaya populer
Buku
 M. Yuanda Zara. Ratna Sari Dewi Sukarno.
 Sukarno, Iman Toto K. Rahardjo (Editor),
Herdianto WK (Editor). (2001). Bung Karno dan
Wacana Islam: Kenangan 100 tahun Bung
Karno.
 John Beilenson. Sukarno.
 Cindy Adams. Sukarno: My Friend.
 Adams, C. (2011). Bung Karno Penyambung
Lidah Rakyat Indonesia. Penerjemah Syamsu
Hadi. Ed. Rev. Yogyakarta: Media Pressindo,
dan Yayasan Bung Karno, ISBN 979-911-032-
7-9.
 Guntur Sukarno. Sukarno: Bapakku, Kawanku,
Guruku.
 Peter Polomka. Indonesia Since Sukarno .
 Clifford Geertz, Benedict Anderson, Wim F.
Wertheim. Sukarno di Panggung Sejarah
 Justus Maria van der Kroef. Indonesia After
Sukarno.
 Peter Kasenda. Sukarno Muda: Biografi
Pemikiran 1926–1933.
 Ayub Ranoh. Kepemimpinan Kharismatis:
Tinjauan Teologis-Etis Atas Kepemimpinan
Kharismatis Sukarno.
 Books LLC. Sukarno: Indonesia-Malaysia
Confrontation, Transition to the New Order,
Mohammad Hatta, Megawati Sukarnoputri,
Constitution of Indonesia.
 Anonim. (1956). Presiden Sukarno di Tiongkok.
 Maslyn Williams. (1965). Five Journeys from
Jakarta: Inside Sukarno's Indonesia.
 John Hughes. (1967). The End of Sukarno: A
Coup That Misfired: A Purge That Ran Wild.
 Bernhard Dahm. (1969). Sukarno dan
Perjuangan Kemerdekaan.
 John D. Legge (1972) Sukarno: A Political.
 Christiaan Lambert Maria Penders (1974). The
Life and Times of Sukarno.
 Lambert J. Giebels, 1999, Soekarno.
Nederlandsch onderdaan. Biografie 1901–
1950. Deel I, uitgeverij Bert Bakker
Amsterdam, ISBN 90-351-2114-7
 Lambert J. Giebels, 2001, Soekarno.
President, 1950–1970, Deel II, uitgeverij Bert
Bakker Amsterdam, ISBN 90-351-2294-
1 geb., ISBN 90-351-2325-5 pbk.
 Lambert J. Giebels, 2005, De stille genocide:
de fatale gebeurtenissen rond de val van de
Indonesische president Soekarno, ISBN 90-
351-2871-0
 Rex Mortimer. (1974). Indonesian Communism
Under Sukarno: Ideology and Politics, 1959–
1965.
 Bambang S. Widjanarko, Antonie C.A. Dake
(Introduction), Rahadi S. Karni (Ed.). (1974).
The Devious Dalang: Sukarno and the So-
Called Untung-Putsch.
 Hal Kosut (Ed.). (1976). Indonesia: The
Sukarno Years.
 Franklin B. Weinstein. (1976). Indonesian
Foreign Policy and the Dilemma of
Dependence: From Sukarno to Soeharto.
 Masashi Nishihara, Dean Praty R. (Translator).
(1976). Sukarno, Ratna Sari Dewi, dan
Pampasan Perang: Hubungan Indonesia-
Jepang 1951–1966.
 Ganis Harsono. (1977). Recollections of an
Indonesian Diplomat in the Sukarno Era.
 Fatmawati Sukarno. (1978). Fatmawati:
Catatan Kecil Bersama Bung Karno (Book, #1).
 Guntur Sukarno. (1981). Bung Karno &
Kesayangannya.
 Rosihan Anwar. (1981). Sukarno, Tentara,
PKI : Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara
Politik 1961–1965.
 Ramadhan Kartahadimadja. (1981). Kuantar ke
Gerbang: Kisah Cinta Inggit dengan Sukarno.
 Marshall Green. (1990). Dari Sukarno ke
Soeharto: G30 S-PKI dari Kacamata Seorang
Duta Besar.
 Willem Oltmans. (1995). Mijn vriend Sukarno.
 John Subritzky. (2000). Confronting Sukarno:
British, American, Australian and New Zealand
Diplomacy in the Malaysian-Indonesian
Confrontation, 1961–65.
 Angus McIntyre, David Reeve. (2002). Sukarno
in Retrospect: Annual Indonesia Lecture Series
# 24.
 Victor M. Fic. (2004). Anatomy of the Jakarata
Coup: October 1, 1965: The Collusion with
China Which Destroyed the Army Command,
President Sukarno and the Communist Party of
Indonesia.
 Antonie C.A. Dake. (2005). Sukarno File:
Berkas-berkas Soekarno 1965–1967 –
Kronologi Suatu Keruntuhan.
 Wijanarka. (2006). Sukarno dan Desain
Rencana Ibu Kota RI di Palangkaraya.
 Reni Nuryanti. (2007). Perempuan dalam Hidup
Sukarno: Biografi Inggit Garnasih.
 Reni Nuryanti. (2007). Istri-istri Sukarno.
 Helen-Louise Hunter. (2007). Sukarno and the
Indonesian Coup: The Untold Story.
 M. Yuanda Zara. (2008). Sakura Di Tengah
Prahara: Biografi Ratna Sari Dewi Sukarno.
 Wawan Tunggul Alam. (2008). Demi Bangsaku:
Pertentangan Sukarno vs Hatta.
 Arifin Suryo Nugroho. (2009). Srihana-
Srihani:Biografi Hartini Sukarno.
 Onghokham. (2009). Sukarno, Orang Kiri, &
Revolusi G30S 1965.
 Rushdy Hoesein. (2010). Terobosan Sukarno
Dalam Perundingan Linggarjati.
 Tim Buku TEMPO. (2010). Sukarno: Paradoks
Revolusi Indonesia.
 Arifin Surya Nugraha. (2010). Fatmawati
Sukarno : The First Lady.
 M. Ridwan Lubis (2010). Sukarno dan
Modernisme Islam.
 Books LLC. (2010). People From Blitar, East
Java: Sukarno.
 Bücher Gruppe. (2010). Nationalheld
Indonesiens: Tan Malaka, Liste Indonesischer
Nationalhelden, Sukarno, Mohammad Hatta,
Abdul Muis, Diponegoro, Iskandar Muda.
 Hong Liu. (2011). Sukarno, Tiongkok, &
Pembentukan Indonesia (1949–1965).
 Hephaestus Books. (2011). National Heroes Of
Indonesia, including: Tuanku Imam Bonjol,
Sukarno, Wage Rudolf Supratman,
Diponegoro, Mohammad Hatta, Adam Malik,
Yos Sudarso, Sudirman, Hamengkubuwono Ix,
Sutan Sjahrir, Kartini, Sultan Agung Of
Mataram, Abdul Muis, Rizal Nurdin.
 Peter Kasenda. (2012). Hari – Hari Terakhir
Sukarno.
 Jesse Russell (Editor), Ronald Cohn (Editor).
(2012). Rukmini Sukarno.
 Joseph H. Daves. (2013). The Indonesian Army
from Revolusi to Reformasi Volume 1: The
Struggle for Independence and the Sukarno
Era.
 Joseph H Daves. (2013). The Indonesian Army
from Revolusi to Reformasi: Volume 1 – The
Struggle for Independence and the Sukarno
Era.
 Stefan Seefelder. (2014). Die Bedeutung Der
Fruhen Komintern Fur Die Kommunistischen
Antikolonialen Bewegungen Asiens. Maos Und
Sukarnos.
 Peter Kasenda. (2014). Sukarno, Marxisme &
Leninisme: Akar Pemikiran Kiri & Revolusi
Indonesia.
 Walentina Waluyanti de Jonge. (2015).
Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan.
 Dr. Syafiq A. Mughnie,M.A.,PhD. Hassan
Bandung, Pemikir Islam Radikal. PT. Bina Ilmu,
1994, pp 110–111.
 Leslie H. Palmier. Sukarno, the
Nationalist. Pacific Affairs, vol. 30, No, 2 (Jun.
1957), pp 101–119.
 Bob Hering, 2001, Soekarno, architect of a
nation, 1901–1970, KIT Publishers
Amsterdam, ISBN 90-6832-510-
8, KITLV Leiden, ISBN 90-6718-178-1
 Stefan Huebner, Pan-Asian Sports and the
Emergence of Modern Asia, 1913–
1974.Singapore: NUS Press, 2016, 174-201.

Lagu
 Lagu berjudul "Untuk Paduka Jang Mulia
Presiden Soekarno" ditulis pada awal dekade
1960-an oleh Soetedjo dan dipopulerkan
oleh Lilis Suryani, solis perempuan terkenal
Indonesia era itu. Liriknya penuh dengan puja-
puji untuk Presiden seumur hidup tersebut.

Film, televisi, dan panggung pertunjukan


Artikel utama: Aktor pemeran Bung Karno
Di kancah perfilman, hiburan televisi, dan panggung teater Indonesia
dan negara lain, ada beberapa aktor yang memerankan sosok Bung
Karno. Semua aktor tersebut, tentu saja bermain dalam film dan
panggung pertunjukan dan judul yang berbeda. Kebanyakan aktor itu,
ketika mendapatkan tawaran main, merasa bangga karena
memerankan tokoh besar, pahlawan proklamator, bapak pendiri
bangsa, sekaligus presiden pertama Republik Indonesia.

Catatan
1. ^ Dalam autobiografi Sukarno, An Autobiography as
Told to Cindy Adams (Bobbs-Merrill Company Inc, New
York, 1965) Sukarno menyebutkan lahir di
Surabaya, "Bapak dipindah ke Surabaya dan di
sanalah aku dilahirkan" (halaman 26), selanjutnya "Aku
dilahirkan pada tahun 1901... Hari lahirku ditandai oleh
angka serba enam. Tanggal 6 Juni." (halaman 21).
Namun dalam beberapa dokumen mencantumkan
tanggal 6 Juni 1902 di antaranya "Dalam Buku
Induk TH Bandoeng yang sekarang masih tersimpan
di ITB terbaca bahwa tanggal lahir Soekarno adalah 6
Juni 1902."[1] [2]  Pendapat lain adalah "Dari Buleleng, ia
:37 :16

mendapat temuan ayah Soekarno dipindah ke


Surabaya tahun 1901. Dan pada 1902 Soekarno lahir.
"Kalau akhirnya dibuat 1901 itu mungkin untuk
memudahkan sekolahnya saja," ujar
Nurinwa."[3] Adapun kontradiksi perbedaan tahun
kelahiran ini akhirnya dapat dijelaskan dalam dialog
antara Sukarno dan ayahnya pada halaman 35 "Kalau
perlu kita berbohong. Kita akan mengurangi umurmu
satu tahun. Pada tahun ajaran yang baru engkau akan
didaftarkan dengan umur tiga belas." - Oleh karenanya
dapat dipastikan bahwa tanggal kelahiran Sukarno
yang sesungguhnya adalah tanggal 6 Juni 1901.
2. ^ "Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di
Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di
Jakarta, 21 Juni 1970."[4]
3. ^ Bambang Eryudhawan, IAI: Ketika berdiri pada tahun
1920, Technische Hoogeschool te Bandoeng berisi
Fakultas Teknik saja. Bidang ilmu yang diajarkan,
terutama: a) Ilmu Pasti, b) Ilmu Alam, c) Mekanika, d)
Arsitektur, e) Ilmu bahan bangunan, f) Sipil
Basah/Bangunan air, g) Jalan dan Jembatan, h) Mesin,
i) Elektro, j) Surveying and leveling , k) Geodesi, l)
Hukum pemerintahan dan perdagangan, m)
Kebersihan, n) Teknik penyehatan, o) Pertanian, p)
Geologi terapan, q) Sejarah kebudayaan
4. ^ Bambang Eryudhawan, IAI: Soekarno sebagai
insinyur dianggap menguasai soal sipil basah, jalan dan
jembatan, serta arsitektur. Di arsitektur, gurunya adalah
dua bersaudara Prof. Charles Prosper Wolff
Schoemaker dan Prof. Ir. Richard Leonard Arnold
Schoemakeryang mengajar di kelas: arsitektur, sejarah
arsitektur, rencana kota, pembuatan bestek dan
taksiran biaya.
5. ^ Algemeene Studieclub atau Algemeene Studie Club
(ASC) adalah klab kuliah umum yang didirikan oleh
para intelektual nasionalis Bumiputera di Tanah
Pasundan, Bandung pada zaman Hindia Belanda tahun
1926. Presiden Sukarno adalah salah satu anggota
pendirinya. Sebagai kelanjutan kelompok studi itu,
Soekarno dengan kawan-kawan kemudian
mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia yang
merupakan cikal bakal Partai Nasional Indonesia pada
4 Juli 1927. Pemerintah kolonial Belanda tampak
sangat khawatir melihat kepopuleran Soekarno,
bersama Maskun, Gatot Mangkupradja, Supriadinata
dan pertumbuhan pesat PNI. Dengan dalih menjaga
ketertiban dan keamanan, pemerintah kolonial
menangkap dan menahan ratusan aktivis PNI pada 29
Desember 1929.[20]

Galeri

Soekarno pada tahun 1947.


 
 Presiden Soekarno pada suatu kunjungan pameran
lukisan di Jakarta, mengamati lukisan 'Sumilah' karya
Sudibjo.
 
 Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta dalam
upacara pembukaan PON II/1951.
 

Potret resmi Presiden Soekarno pada era 1960-an.


 
 Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Nehru melihat
Indira Gandhi menerima bunga pada kunjungannya ke
Borobudur.
 
 Letnan Vosveld melapor ke Soekarno.
 
 Soekarno melakukan penutupan sidang kepada
Genseikan.
 
 Mobil Soekarno yang diberikan kepada Kolonel Julian.
 
 Soekarno berjabat tangan dengan Perdana Menteri
Jepang Hideki Tojo.
 
 Soekarno bertemu dengan Sutan Syahrir. Di belakang
adalah Mohammad Roem.
 
 Soekarno berterima kasih atas dilibatkannya rakyat Jawa
dalam pemerintahan.

Referensi
1. ^ a b c d e (Indonesia) Goenarso (1995). Riwayat
perguruan tinggi teknik di Indonesia, periode 1920–
1942. Bandung: Penerbit ITB.
2. ^ (Indonesia) Sakri, A. (1979a). Dari TH ke ITB:
Kenang-kenangan lustrum keempat 2 Maret 1979. Jilid
I: Selintas Perkembangan. Bandung: Penerbit ITB.
3. ^ Iswidodo (ed.), Surya (Minggu, 29 Agustus 2010
20:28 WIB). "Antropolog UGM: Bung Karno Lahir di
Surabaya". tribunnews.com. Diakses tanggal 11
September 2015.
4. ^ "Soekarno – biografi". Kepustakaan Presiden-
Presiden Republik Indonesia. Diakses tanggal 6
Juni 2015.
5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s (Indonesia) Kasenda, Peter
(2010). Sukarno Muda: Biografi Pemikiran 1926–1933.
Jakarta: Komunitas Bambu. ISBN 979-373-177-X.
6. ^ a b c d e f g h (Indonesia) Warman, Asvi
(2009). Membongkar Manipulasi Sejarah. Jakarta:
Kompas Media Nusantara. ISBN 979-709-404-1.
7. ^ a b c d e (Indonesia) Adams, Cindy (1984). Bung Karno
Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta: Gunung
Agung. ISBN 979-96573-2-6.
8. ^ "Soekarno tanpa achmad".
9. ^ (Inggris) Adams, Cindy (1965). Sukarno, an
autobiography as told to Cindy Adams. New York: The
Bobs Merryl Company Inc. ASIN B0007DFFFK.
10. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t Kisah Istimewa Bung Karno.
Kompas Media Nusantara. 2010. ISBN 978-979-709-
503-1.
11. ^ "Oost Indië". 15 Jul 1921 – via KB NBM Mfm MMK
0030 [Microfilm].
12. ^ a b c d e (Inggris) Brown, Colin (2007). Sukarno.
Microsoft ® Student 2008 [DVD]. Redmond, WA:
Microsoft Corporation.
13. ^ a b (Indonesia) Sakri, A. (1979b). Dari TH ke ITB:
Kenang-kenangan lustrum keempat 2 Maret 1979. Jilid
II: Daftar lulusan ITB. Bandung: Penerbit ITB.
14. ^ a b c "Menguak Sisi Artistik Bung Karno". Arsip
Sunjayadi.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal March
10, 2007. Diakses tanggal 18 September 2015.
15. ^ Zein, Abdul Baqir (1999). Masjid-Masjid Bersejarah di
Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.
16. ^ Santi Widhiasih (Senin, 11 September 2006). "Jejak
Arsitektur Sang Presiden". Pikiran Rakyat. Diakses
tanggal 11 September 2015. Resensi atas buku Bung
Karno Sang Arsitek – Kajian Artistik Karya Arsitektur,
Tata Ruang Kota, Interior, Kria, Simbol, Mode Busana,
dan Teks Pidato 1926 – 1965
17. ^ a b c d Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho
Notosusanto (1992). Sejarah nasional Indonesia:
Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia. PT
Balai Pustaka.
18. ^ a b c d Yuke Ardhiati, JJ. Rizal (ed.), Edi Sedyawati
(pengantar) (Juni 2005). Bung Karno Sang Arsitek -
Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota,
Interior, Kria, Simbol, Mode Busana, dan Teks Pidato
1926-1965. Depok: Komunitas Bambu.
19. ^ Dahm, Bernhard (1987). Soekarno dan Perjuangan
Kemerdekaan. Penerbit LP3ES Jakarta. hlm. 47–48.
20. ^ Yudi Latif (2008). "Indonesian Muslim Intelligentsia
and Power". ISEAS Publishing.
21. ^ Kasenda, Peter (2013). "SOEKARNO: Membongkar
Sisi-sisi Hidup Putra Sang Fajar". Jakarta Selatan:
Jurnal Prisma. hlm. hal 2 & 3. Membaca kembali
Sukarno. Sumber lain menyebut tahun 1924 dan 11 Juli
1925 sebagai hari kelahiran organisasi kuliah umum
tersebut
22. ^ a b c d e f g h Anwar Khumaini (Jumat, 1 Juni 2012
06:12). "7 Percobaan pembunuhan terhadap Bung
Karno". Merdeka.com. Diakses tanggal 9
September 2015.
23. ^ a b c Ramadhian Fadillah (Kamis, 11 September 2014
01:02). "CIA bikin film porno Presiden Soekarno &
pramugari cantik Rusia". www.merdeka.com. Diakses
tanggal 15 September 2015.
24. ^ a b c Yudi Anugrah Nugroho. "Film Porno Mirip
Sukarno". historia.id. Diakses tanggal 15
September 2015.
25. ^ Kurnia Illahi (Minggu, 16 Agustus 2015−06:39
WIB). "Kecerdikan Soekarno Manfaatkan Soviet dan
Amerika". Nasional.sindonews.com. Diakses tanggal 15
September 2015.
26. ^ "Ketika Alutsista Diembargo ..." (ryi/bur/fan).
Kompas.com. Diarsipkan dari versi aslitanggal Wed Oct
04 2000 – 16:46:34 EDT. Diakses tanggal 15
September 2015.
27. ^ Peter N. Nemetz (1990). The Pacific Rim:
Investment, Development and Trade: Second Revised
Edition. Vancouver BC: University of British Columbia
Press. hlm. 16–20.
28. ^ Kawin Wilairat. "Singapore's Foreign Policy".
Singapore: The Institute of Southeast Asean Studies.
29. ^ a b c d e f g h i (Inggris) Aji, Achmad Wisnu
(2010). Kudeta Supersemar: Penyerahan atau
Perampasan Kekuasaan?. Garasi House of Book. ISBN
978-979-25-4689-7. Halaman 36, 145.
30. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Huda M., Nurul (2010). Benarkah
Soeharto Membunuh Soekarno?. Starbooks. ISBN 978-
979-25-4724-5. Halaman 5, 57, 84-89.
31. ^ Nama Jalan Proklamasi Akan Dikembalikan
32. ^ Merrillees, Scott (2015). Jakarta: Portraits of a Capital
1950-1980. Jakarta: Equinox Publishing.
hlm. 44. ISBN 9786028397308.
33. ^ Farrel M. Rizqy, ed. (2009). Bung Karno – Di Antara
Saksi dan Peristiwa [Bung Karno – Between Witnesses
and Events]. Jakarta: Kompas.
hlm. 64. ISBN 9789797094096.
34. ^ Roy (3 Juni 2008). "Kuba Terbitkan Prangko Bung
Karno dan Fidel Castro". Kompas Cyber Media.
Diakses tanggal 3 Juni 2008.
35. ^ Nurdin Saleh (15 Januari 2001). "Gelora Senayan
Siap Berubah Menjadi Gelora Bung Karno". Tempo
Interaktif. Diakses tanggal 5 Juni 2010.
36. ^ Info UBK, Universitas Bung Karno. Diakses pada 5
Juni 2010.
37. ^ a b Profil Yayasan, Yayasan Bung Karno. Diakses
pada 3 Agustus 2010.
38. ^ "Satria Piningit Mengaku Temukan Harta Karun Bung
Karno". Suara Merdeka. 17 Mei 2003. Diakses
tanggal 3 Agustus 2010.
39. ^ Apa dan Siapa Ir. Sukarno, Yayasan Bung Karno.
Diakses pada 3 Agustus 2010.
40. ^ "Awards". kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 Oct 2015 02:05:58
UTC. Diakses tanggal 17 Oct 2015 02:05:58 UTC.
41. ^ Yearbook of the Great Soviet Encyclopedia. Moscow.
Russian: Sovetskaya Entsyiklopediya. 1961.
42. ^ "Briefer on the Philippine Legion of Honor". Official
Gazette of the Republic of the Philippines. Gov.ph.
Diakses tanggal 2013-04-13.

Lihat pula
 Algemeene Studie Club (ASC), (1926).
 Marhaenisme, (1926–1927).
 Perserikatan Nasional Indonesia, 4 Juli (1927).
 Fikiran Ra'jat, (1932).
 Pancasila, (1945).
 Nasonalisme, Agama, Komunisme, (1956).
 Demokrasi terpimpin (1959).
 Manifesto politik, Undang-Undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,
Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia
(Manipol-Usdek), (1959).
 Operasi Trikora, 19 Desember 1961).
 Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak/Pasukan
Rakyat Kalimantan Utara, (1962–1966).
 Ganyang Malaysia, (1962–1966).
 Games of the New Emerging Forces (Ganefo) ,
(1962).
 Sarinah, (1963)
 Unifikasi Indonesia Raya (Indonesia dengan
rumpun Melayu), 1920-1950-an.
 Unifikasi Mafilindo (Malaya, Filipina dan
Indonesia), 1963.
 Vivere pericoloso, (1964).
 Trisakti, (1964).
 Berdikari, (1965).
 Conference of The New Emerging Forces
(Conefo), 7 Januari (1965)
 Gerakan 30 September, 1 Oktober (1965)
 Nawa Aksara, 22 Juni (1966).
 Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah, 17
Agustus (1966).
 Surat Perintah Sebelas Maret, 11 Maret (1966).
 De-Soekarnoisasi, (1967–1998).
Pranala luar
Wikimedia Commons
memiliki media
mengenai Soekarno.

Wikiquote memiliki koleksi
kutipan yang berkaitan
dengan
Soekarno.

Wikisource memiliki
naskah sumber yang
berkaitan dengan artikel
ini:
Soekarno

Portal Indonesia

Portal Sejarah

Portal Politik

Portal Biografi

Portal Sosialisme

 Situs web resmi Soekarno Institut


 Bio Soekarno di Ensiklopedi Tokoh Indonesia
 Bung Karno Dan Para Isteri Hati yang Melihat
Wanita – Edisi Khusus Gatra Nomor 29
Beredar 4 Juni 2001 oleh Dewi Sri Utami
 Garis Waktu Soekarno tahun 1950–1965
 Video Soekarno Ketika Berpidato di Depan
Rakyat Jakarta
 Video Pelantikan Soekarno sebagai Presiden

Jabatan politik
Jabatan baru
Kemerdekaan Indonesia Presiden Indonesia Diteruskan oleh:
Lihat: Daftar Gubernur- 1945–1967 Soeharto
Jenderal Hindia Belanda

Diteruskan oleh:
Didahului oleh: Perdana Menteri Indonesia Soeharto
Djuanda Kartawidjaja 1959–1966 sebagai Ketua Presidium
Kabinet

Kembangkan
Pranala ke artikel terkait
90665252
2410857h (data)
8619985
0 0001 2126 349X
50010422
0580892
458043
0057075
405697
6sq91fv
033220387
329774
Identities (via VIAF): 30329774
Kategori: 
 Tanggal kelahiran 6 Juni
 Kelahiran 1901
 Tanggal kematian 21 Juni
 Kematian 1970
 Artikel yang tidak memiliki referensi September
2020
 Anggota BPUPKI
 PPKI
 Pahlawan nasional Indonesia
 Meninggal usia 69
 Soekarno
 Politikus Partai Nasional Indonesia
 Presiden Indonesia
Menu navigasi
 Belum masuk log
 Pembicaraan

 Kontribusi

 Buat akun baru

 Masuk log

 Halaman
 Pembicaraan
 Baca
 Lihat sumber
 Versi terdahulu
Pencarian
Cari Lanjut

 Halaman Utama
 Perubahan terbaru
 Artikel pilihan
 Peristiwa terkini
 Halaman baru
 Halaman sembarang
Komunitas
 Warung Kopi
 Portal komunitas
 Bantuan
Wikipedia
 Tentang Wikipedia
 Pancapilar
 Kebijakan
 Menyumbang
 Hubungi kami
 Bak pasir
Bagikan
 Facebook
 Twitter
Perkakas
 Pranala balik
 Perubahan terkait
 Halaman istimewa
 Pranala permanen
 Informasi halaman
 Kutip halaman ini
 Item di Wikidata
 Pranala menurut ID
Cetak/ekspor
 Buat buku
 Unduh versi PDF
 Versi cetak
Dalam proyek lain
 Wikimedia Commons
 Wikikutip
 Wikisumber
Bahasa lain
 Acèh
 Basa Bali
 Banjar
 Bahasa Hulontalo
 Jawa
 Minangkabau
 Bahasa Melayu
 Sunda
 中文
80 lagi
Sunting interwiki
Proyek lain
 Wikiquote
 Wikisource
 Halaman ini terakhir diubah pada 6 September 2020, pukul 01.40.
 Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons; ketentuan tambahan mungkin berlaku.
Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.
 Kebijakan privasi

 Tentang Wikipedia

 Penyangkalan

 Tampilan seluler

 Pengembang

 Statistik
 Pernyataan kuki

Anda mungkin juga menyukai