Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Penyakit
1.1.1 Definisi
Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam dimana luka tusuk masuk
ke dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit,
misalnya luka tusuk pisau. Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor
yaitu :
1.1.1.1 Lokasi anatomi injury.
1.1.1.2 Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang
digunakan untuk menusuk dan arah tusukan.
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar
rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara
umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan.
Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus
pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan
mengakibatkan peradangan atau infeksi.
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja. Trauma perut
merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya
dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan
dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. (Smeltzer, 2010).
1.1.2 Anatomi Fisiologi
1.1.2.1 Anatomi Luar dari Abdomen
1) Abdomen Depan
Definisi abdomen depan adalah bidang yang bagian superiornya
dibatasi oleh garis intermammaria, di inferior dibatasi oleh kedua
ligamentum inguinale dan simfisis pubis serta di lateral oleh kedua
linea aksilaris anterior.
2) Pinggang
Ini merupakan daerah yang berada diantara linea aksilaris anterior dan
linea aksilaris posterior, dari sela iga ke-6 diatas, ke bawah sampai

1
2

crista iliaca. Di lokasi ini adanya dinding otot abdomen yang tebal,
berlainan dengan dinding otot yang lebih tipis dibagian depan, menjadi
pelindung terutama terhadap lukas tusuk.
3) Punggung
Daerah ini berada dibelakang dari linea aksilaris posterior, dari ujung
bawah scapula sampai crista iliaca. Seperti halnya daerah flank, disini
otot-otot punggung dan otot paraspinal menjadi pelindung terhadap
trauma tajam.
1.1.2.2 Anatomi Dalam dari Abdomen
1) Rongga Peritoneal
Rongga peritoneal terdiri dari dua bagian, yaitu atas dan bawah. Rongga
peritoneal atas dilindungi oleh bagian bawah dari dinding thorax yang
mencakup diafragma, hepar, lien, gaster dan colon transversum. Bagian
ini juga disebut komponen thoracoabdominal dari abdomen. Pada saat
diafragma naik sampai sela iga IV pada waktu ekspirasi penuh, setiap
terjadi fraktur iga maupun luka tusuk tembus dibawah garis
intermammaria bisa mencederai organ dalam abdomen. Rongga
peritoneal bawah berisikan usus halus, bagian colon ascendens dan
colon descendens, colon sigmoid dan pada wanita, organ reproduksi
internal.
2) Rongga Intraperitoneal
Rongga yang potensial ini adalah rongga yang berada dibelakang
dinding peritoneum yang melapisi abdomen dan didalamnya terdapat
aorta abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar dari duodenum,
pankreas, ginjal dan ureter serta sebagian posterior dari colon ascendens
dan colon descendens, dan juga bagian rongga pelvis yang
retroperitoneal. Cedera pada organ dalam retroperitoneal sulit dikenali
karena daerah ini jauh dari jangkauan pemeriksaan fisik yang biasa dan
juga cedera disini pada awalnya tidak akan memperlihatkan tanda
maupun gejala peritonitis. Disamping itu, rongga ini tidak termasuk
dalam bagian yang diperiksa sampelnya pada diagnostic peritoneal
lavage (DPL).
3
3) Rongga Pelvis
Rongga pelvis yang dilindungi oleh tulang-tulang pelvis, sebenarnya
merupakan bagian bawah dari rongga intraperitoneal, sekaligus bagian
bawah dari rongga retroperitoneal. Terdapat didalamnya rectum, vesica
urinaria, pembuluh-pembuluh iliaca dan pada wanita, organ reproduksi
internal. Sebagaimana halnya bagian thoracoabdominal, pemeriksaan
organ-organ pelvis terhalang oleh bagian-bagian tulang diatasnya.
1.1.2.3 Otot Penyusun Dinding Abdomen
Otot penyusun dinding abdomen bagian depan/ventral (dari dalam ke luar)
1) M. rectus abdominis (kiri-kanan linea mediana)
(1) Tersusun memanjang daricostae 5-7 ke symphisis pubis
(2) Dibungkus vagina m. recti abdominis
(3) Fungsi : Menarik dada saat ekspirasi, mengangkat pelvis,
antefleksi columna vertebralis, membantu rotasi rongga dada
2) M. transversus abdominis
3) M. obliquus internus abdominis
4) M. obliquus eksternus abdominis
1.1.2.4 Otot penyusun dinding abdomen bagian belakang/dorsal (dari dalam ke
luar)
1) M. psoas major dan m psoas minor
2) M. quadratus lumborum
3) M. erector trunci
4) M. latissimus dorsi
4

Gambar 1.1.2.3 Otot Penyusun Dinding Abdomen


1.1.2.4 Fascia
1) Linea Alba adalah suatu garis putih yang dibentuk oleh jaringan ikat
kasar dari proc. xiphoideus ke symphisis os pubis diantara kedua mm
rectiabdominis.
2) Linea Semi lunaris adalah suatu garis putih yang dibentuk oleh tendo
m. Obliquus dan m. transversus, dimulai dari cartilago costae berakhir
ke bawah umbilikus di kiri dan kanan linea alba.
3) Fascia: (dari luar)
(1) superfisial abdominis (ventral)
(2) superfisial dorsi (dorsal)
(3) transversa abdominis (dalam)
(4) Dalam fascia transversa abdominis = peritoneum parietale
5

Gambar 1.1.2.4 Fascia

1.1.2.5 Vaskularisasi
1) Aorta abdominalis masuk ke rongga perut setinggi v thoracalis XII
berakhir setinggi lumbalis IV = bercabang menjadi arteri iliaca
communis.
2) A iliaca communis
(1) iliaca externa yang kemudian bercabang menjadi a epigastrica
inferior dan a circumflexa ilium profunda dan setelah masuk
lakuna vasorum menjadi a femoralis.
(2) hypogastrica bercabang menjadi a iliolumbalis.
3) Cabang aorta abdominal = arteri lumbalis.
4) a. femoralis bercabang menjadi a epigastrica superficialis dan a circum-
flexa ilium superficialis
1.1.2.6 Inervasi
Dinding abdomen :
1) Nervus intercostalis 7 s/d 12
(1) Kulit dinding perut
(2) Peritoneum parietale
(3) Muscle: transversus abdominis, obliquus internus dan externus
abdominis, rectus abdominis.
2) Nervus lumbalis
(1) Kulit sampai di daerah gluteus medial.
6

(2) Muscle: quadratuus lumborum, psoas major dan minor,


iliohypogastricus dan ilioinguinalis.
1.1.2.7 Peritoneum
1) Differensiasi dari mesoderm
2) Membungkus organ-organ dalam abdomen kecuali ginjal dan pankreas
(ekornya saja yang masuk peritoneum)
3) Bagian saluran pencernaan yang terletak di luar peritoneum =
(1) Duodenum
(2) Colon ascenden dan descenden
4) Saluran pencernaan yang terletak di dalam peritoneum =
(1) Jejunum dan ileum
(2) Colon transversum
(3) Colon sigmoideum dan caecum
5) Digantung oleh jaringan ikat yang dinamakan mesocolon(colon) dan
mesenterium (usus halus). (Guilon, 2011).
1.1.3 Etiologi
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian. Menurut sjamsuhidayat, penyebab trauma abdomen adalah :
1.1.3.1 Penyebab trauma penetrasi
1) Luka akibat terkena tembakan
2) Luka akibat tikaman benda tajam
3) Luka akibat tusukan
1.1.3.2 Penyebab trauma non-penetrasi
1) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
2) Hancur (tertabrak mobil)
3) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
4) Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
1.1.4 Klasifikasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1.1.4.1 Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak
terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau
7

penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai
tumor.
1.1.4.2 Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut  Suddarth & Brunner (2005)
terdiri dari :
1) Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera
pada dinding abdomen.
2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli
bedah.
3) Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi
1.1.5 Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan akan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda
iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran
klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-
tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam
trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan
distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok
telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga
terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak.
Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila
terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus
dilakukan.
Trauma tajam atau tusukan benda tajam memberi jejas pada kutis dan
subkutis, bila lebih dalam akan melibatkan otot abdomen, dan tusukan lebih
dalam akan menembus peritoneum dan mampu mencederai organ intraperitoneal
8
atau mungkin langsung mencederai organ retroperitoneal bila trauma berasal dari
arah belakang. Sangat jarang ditemui trauma tajam yang menembus dari muka
sampai belakang dinding abdomen atau sebaliknya.
Trauma tajam dinding abdomen akan menimbulkan perdarahan in situ, bila
trauma menembus peritoneum, mungkin terdapat polas omentum.
Trauma tajam dapat dengan mudah mencederai hepar, mesenterium dan
mesokolon, gaster, pancreas atau buli-buli, namun karena sifat mobilitasnya,
jarang mencederai usus halus, kolon, limpa dan ginjal.
Akibat dari trauma tajam pada umumnya adalah perdarahan yang terpantau,
atau bila yang terkena cedera adalah gaster, akan didapati penyebaran asam
lambung dalam rongga peritoneum, yang akan memberi perangsangan yang cukup
hebat, berupa tanda-tanda peritonitis.
Luka tusuk akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi
ataupun terpotong. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%),
diafragma (20%) dan colon (15%).
Perdarahan pada
Luka tusuk / luka
rongga peritonium Ledakan, benturan,
tembak
pukulan

Trauma tembus Hipovolumia


Trauma tumpul
Luka terbuka Resiko
perdarahan Kerusakan pada
organ cidera
Kerusakan Hipermetabolik
intergritas Distensi abdomen
kulit
Penurunan masukan
seluler oleh gangguan Peningkatan
Gangguan integritas saluran
Tindakan tekanan
sistem imun gastrointestinal
laparatomi diafragmatik
Respon
metabolik Luka post Resiko
ketidakseimbangan Ketidakefektifan
terhadap trauma laparatomi
nutrisi pola nafas

Tidak Bedrest
adekuatnya total Kerusakan sel / jejas
pertahanan jaringan
primer dan
Defisit
sekunder akibat Aspirasi isi lambung
perawata Pengeluaran media
gangguan
n diri kimia oleh sel mast
gastrointestinal
Tindakan intubasi
Stimulasi serabut saraf
Resiko infeksi
Masuknya isi lambung
kedalam esofagus Merangsang hormon
BPH (Bradikinin,
Prostaglandin dan
Motalitas usus Penumpukan cairan
Histamin)
atau sekret

Disfungsi usus Ketidakefektifan Proses transduksi,


bersihan jalan nafas transmisi dan persepsi

Refluks usus
cairan berlebih Nyeri akut

Resiko kekurangan
9
volume cairan
1.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
1.1.6.1 Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) :
1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2) Respon stres simpatis
3) Perdarahan dan pembekuan darah
4) Kontaminasi bakteri
5) Kematian sel
1.1.6.2 Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
1) Kehilangan darah.
2) Memar/jejas pada dinding perut.
1.1.6.3 Kerusakan organ-organ
1) Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding
perut.
2) Iritasi cairan usus (FKUI, 2009).
1.1.7 Komplikasi
1) Segera : hemoragik, syok, dan cedera.
2) Lambat : infeksi
3) Trombosis Vena
4) Emboli Pulmonar
5) Stress Ulserasi dan perdarahan
6) Pneumonia
7) Tekanan ulserasi
8) Atelektasis
9) Sepsis
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1.1.8.1 Cedera thorax bagian bawah
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan cedera pada
diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik
maupun thorak foto berulang, thoracoskopi ataupun laparoskopi ataupun
pemeriksaan CT scan. Dengan pemeriksaan diataspun kita masih bisa
menemukan adanya hernia diafragma sebelah kiri karena luka tusuk
10

thoracoabdominal, sehingga untuk luka seperti ini opsi lain diperlukan


yaitu eksplorasi bedah.
1.1.8.2 Eksplorasi lokal luka
55-65% pasien luka tusuk tembus abdomen depan akan mengalami
hipotensi, peritonitis ataupun eviscerasi omentum maupun usus halus.
Untuk pasien seperti ini harus segera dilakukan laparotomi. Untuk pasien
selebihnya, sesudah konfirmasi adanya luka tusuk tembus peritoneum
sesudah melakukan eksplorasi lokal luka, setengahnya juga akan
mengalami laparotomi. Laparotomi ini merupakan salah satu opsi yang
relevan untuk semua pasien ini. Untuk pasien yang relatif asimptomatik
(kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi diagnostik yang tidak invasive
adalah pemeriksaan fisik diagnostik serial dalam 24 jam, DPL maupun
laparoskopi diagnostik. Pemeriksaan fisik diagnostik serial membutuhkan
sumber daya manusia yang besar, tetapi dengan ketajaman sebesar 94%.
Dengan DPL bisa diperoleh diagnosa lebih dini pada pasien yang
asimptomatik dan ketajaman mencapai 90% bila menggunakan hitung
jenis sel seperti pada trauma tumpul. Laparoskopi diagnostik bisa
mengkonfirmasi ataupun menyingkirkan tembusnya peritoneum, tetapi
kurang bermakna untuk mengenali cedera tertentu. (Musliha ,2011)
1.1.9 Penatalaksaan Medis
Sesuai Advanced Trauma Life Support, penanganan yang penting untuk
trauma tajam pada abdomen, yaitu :
1) Mengembalikan fungsi vital dan optimalisasi oksigenasi dan perfusi
jaringan.
2) Menentukan mekanisme trauma.
3) Pemeriksaan fisik yang hati-hati dan diulang berkala.
4) Menentukan cara diagnostik yang khusus bila diperlukan dan dilakukan
dengan cepat.
5) Tetap waspada akan kemungkinan adanya cedera vaskuler maupun
retroperitoneal yang tersembunyi.
6) Segera menentukan bila diperlukan operasi.
11

1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian Keperawatan
1.2.1.1 Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil.
1.2.1.2 Keluhan Utama
Biasanya mengeluh nyeri hebat.
1.2.1.3 Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
1) Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
2) Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana
posisinya saat jatuh.
3) Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
4) Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya
pada Kuadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
1.2.1.4 Riwayat Penyakit yang lalu
1) Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.
2) Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan
gangguan faal hemostasis.
1.2.1.5 Riwayat psikososial spiritual
1) Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
2) Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.
3) Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).
1.2.1.6 Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pernapasan (B1 = Breathing)
(1) Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas
pada dada serta jalan napasnya.
(2) Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan
pernapasan tertinggal.
(3) Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
(4) Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
2) Sistem Kardiovaskuler (B2 = blood)
(1) Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari
daerah abdominal dan adakah anemis.
(2) Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan
bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah
denyut jantung paradoks.
3) Sistem Neurologis (B3 = Brain)
(1) Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di
kepala.
(2) Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota
gerak
(3) Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS)
4) Sistem Gatrointestinal (B4 = bowel)
Pada inspeksi :
(1) Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
(2) Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam
cavum abdomen.
(3) Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
(4) Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa,
kemungkinan adanya abdomen iritasi.
Pada palpasi :
(1) Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
(2) Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
(3) Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
Pada perkusi :
(1) Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
(2) Kemungkinan–kemungkinan adanya cairan/udara bebas dalam
cavum abdomen.
Pada Auskultasi :
(1) Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus
atau menghilang. Pada rectal toucher :
13

(2) Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.


(3) Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.
5) Sistem Urologi (B5 = bladder)
(1) Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah
distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine
dan warnanya.
(2) Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya
distensi.
(3) Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
6) Sistem Tulang dan Otot (B6 = Bone)
(1) Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama
daerah pelvis.
(2) Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau
pelvis.
Aktifitas/istirahat
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson,
2006) adalah :
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas
kulit.
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan,
terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan
1.2.3 Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
1.2.3.1 Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami
perubahan secara tidak diinginkan.
1) Tujuan :
Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2) Kriteria hasil :
14

(1) tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.


(2) luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
(3) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
3) Rencana tindakan
(1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
(2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
(3) Pantau peningkatan suhu tubuh.
(4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan
kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
(5) jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement.
(6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
(7) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
4) Rasional
(1) mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam
melakukan tindakan yang tepat.
(2) mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
intervensi.
(3) suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya
proses peradangan.
(4) tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan
mencegah terjadinya infeksi.
(5) balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi
parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
(6) antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada
daerah yang berisiko terjadi infeksi.
1.2.3.2 Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan
kerusakan kulit.
1) Tujuan :
infeksi tidak terjadi / terkontrol.
2) Kriteria hasil
15

(1) tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.


(2) luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
(3) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
3) Rencana tindakan
(1) Pantau tanda-tanda vital
(2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
(3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter,
drainase luka
(4) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit
(5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik
4) Rasional
(1) mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh
meningkat.
(2) mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
(3) untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
(4) penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa
terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
(5) antibiotik mencegah perkembangan
1.2.3.3 Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan
dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial,
digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau
perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di
antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
1) Tujuan :
Nyeri dapat berkurang atau hilang.
2) Kriteria hasil :
(1) Nyeri berkurang atau hilang
(2) Klien tampak tenang.
3) Rencana tindakan
(1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
(2) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
16

(3) Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri


(4) Observasi tanda-tanda vital.
(5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
4) Rasional
(1) hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
(2) tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
(3) memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang
nyeri
(4) untuk mengetahui perkembangan klien
(5) merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik
berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
1.2.3.4 Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak
cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau
memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
1) Tujuan
pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
2) Kriteria hasil
(1) perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan
diri.
(2) pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa
aktivitas tanpa dibantu.
(3) Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
3) Rencana tindakan
(1) Rencanakan periode istirahat yang cukup.
(2) Berikan latihan aktivitas secara bertahap
(3) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
(4) Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
4) Rasional
(1) mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul
dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
17

(2) tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara


perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat,
mobilisasi dini.
(3) mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih
kembali.
(4) menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh
sebagai akibat dari latihan.
1.2.3.5 Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,
pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau
lebih.
1) Tujuan :
pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
2) Kriteria hasil
(1) penampilan yang seimbang..
(2) melakukan pergerakkan dan perpindahan.
(3) mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan
karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan,
pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
3) Rencana tindakan
(1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan
(2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
(3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu
(4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif
(5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
4) Rasional
(1) mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
18

(2) mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah


karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
(3) menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
(4) mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
(5) sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
1.2.4 Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervesi dan aktivitas yang
telahdicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan
perencanaan ini tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas
perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi
yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.
1.2.5 Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan (Tarwoto&Wartonah, 2011).
Cara untuk menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi
atau muncul masalah baru adalah membandingkan antara SOAP dengan tujuan,
kriteria hasil yang telah ditetapkan. Format evaluasi menggunakan:
S: subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari pasien
setelah tindakan diperbaiki.
O: onjektive adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan tindakan.
A: analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan objektif dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi,
masalah belum teratasi, masalah teratasi sebagian, atau muncul masalah baru.
P: planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi, dibatalkan
ada masalah baru, selesai (tujuan tercapai).
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk
masuk ke dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil
pada kulit, misalnya luka tusuk pisau.
Tanda dan gejala luka tusuk abdomen terdiri dari dua yaitu adanya Trauma
tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :Hilangnya
seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, Perdarahan dan
pembekuan darah,Kontaminasi bakteri danKematian sel. Kemudian adanya
Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium) berupa
Kehilangan darah, memar/jejas pada dinding perut, Kerusakan organ-organ, nyeri
tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut dan Iritasi
cairan usus
.Adapun pengkajian yang terpenting untuk asuhan kegawat daruratan adalah
Airway : Muntah darah; Breathing: Nafas tersengal-sengal dan Circulation
:Pendarahan,syok.
1.2 Saran
Untuk memudahkan pemberian tindakan keperawatan dalam keadaan darurat
secara cepat dan tepat, mungkin perlu dilakukan prosedur tetap/protokol
yang dapat digunakan setiap hari. Bila memungkinkan , sangat tepat apabila
pada setiap unit keperawatan di lengkapi dengan buku-buku yang di
perlukan baik untuk perawat maupun untuk klien.
.

38
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons. 2010. Advanced Trauma Life Support For


Doctors. 7th ed. IKABI.
Mansjoer, Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius,
Jakarta : FKUI.
Sjamsuhidayat. 2006. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
Snell, R S. 2006 Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC.
Dudley, H. A. F. 2008. Hamilton Bailey's Emergency Surgery. Yogyakarta :
UGM Press.
King M., Bewes P. 2008. Bedah Primer Trauma. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidayat. 2010, Buku Ajar Bedah, EC, Jakarta.
Doenges. 2009, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Carpenito, 2009 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek
Klinis, Edisi 6, EGC ; Jakarta.
Mansjoer,Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.UI : Media

Anda mungkin juga menyukai