Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Lansia
a. Definisi Lansia
Lanjut usia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
(Keliat, 1999 cit Maryam, 2008). Waktu yang tepat untuk seseorang dapat dikatakan sebagai
lansia akan sulit dijawab secara memuaskan karena umur yang dijadikan sebagai patokan
lansia berbeda-beda, namun umumnya berkisar antara 60-65 tahun (Nugroho, 2008).
Menurut UU No.4 tahun 1965 pasal 1 menyatakan bahwa “orang jompo ialah setiap
orang yang berhubungan dengan lanjut usia, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari
nafkah untuk keperluan pokok bagi hidupnya sehari-hari”. Sehubungan dengan itu, keputusan
Mentri Sosoal RI Nomor: HUK 3-1/50/07 tahun 1971 menyatakan bahwa seseorang dapat
dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur
55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidup
sehari-harinya dan menerima nafkah (Suprayogi, 2007 cit Gunawan, 2011).
b. Klasifikasi Lanjut Usia
World Health Organization (WHO) mengklarifikasi lanjut usia menjadi empat tahapan yaitu:
1) Lanjut usia pertengahan (middle age) yaitu seseorang yang berumur 45-59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) yaitu seorang yang berumur 60-74 tahun.
3) Lanjut usia tua (old) yaitu seseorang yang berumur 75-90 tahun.
4) Lanjut usia sangat tua (very old) yaitu seseorang yang usianya diatas 90 tahun.
c. Proses Menua
Proses menua merupakan proses yang terus menerus atau berkelanjutan secara alamiah
dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Manusia akan mengalami kemunduran
baik struktur maupun fungsi organ dan keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan (Nugroho, 2008). menua adalah proses yang
kompleks dari Biologi, Psikososial, Budaya dan perubahan pengalaman (DeLaune & Ladner,
2011).
d. Teori Menua
1) Teori Biologis
Teori stres menyatakan bahwa terjadi perubahan secara struktural dan kimiawi yang
bersifat irrevesible pada tubuh sebagai akibat dari stres yang terjadi selama rentang
kehidupan dan individu harus dapat belajar beradaptasi terhadap perubahan tersebut
(Eliopulos, 2010). kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh terpakai (Bandiyah,
2009).
2) Teori Psikososial
a) Teori disengagement menyatakan bahwa orang yang menua cenderung menarik diri
dari peran yang biasanya, terikat pada aktivitas yang lebih introspektif dan berfokus
pada diri sendiri sebagai suatu proses pemisahan (DeLaune & Ladner, 2011).
b) Teori komunitas menyatakan bahwa nilai individu dan kepribadian berkembang selama
rentang kehidupan, tujuan serta karakteristik individdu akan tetap konstan sepanjang
hidup. Hal tersebut membuat individu belajar untuk beradaptasi dengan perubahan dan
enderung akan mengulangi reaksi dan perilaku yang menyebabkan sukses dimasa lalu
(Eliopoulus, 2010).
c) Teori aktivitas menyatakan bahwa kepuasan individu terhadap kehidupannya
tergantung pada keterlibatan dalam minat baru, hobi, peran, dan hubungan.
Kesukarelaan adalah salah satu cara yang membuat pensiunan tetap terhubung kepada
masyarakat, selain menyediakan koneksinsosial, kegiatan sukarela juga mendukung
rutinitas sehari-hari, cara untuk membuat kontribusi, dan perasaan dibutuhkan oleh
orang lain (Eliopoulos, 2010).
e. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Seiring dengan bertambahnya uisa, seseorang akan mengalami berbagai macam
perubahan pada dirinya. Perubahan-perubahan umum terjadi pada lansia yaitu:
1) Perubahan Kondisi Fisik
Dampak yang dipengaruhi oleh proses penuaan dan berkaitan dengan sistem
Neurologis adalah gangguan tidur. Gangguan tidur pada umumnya terjadi dengan insidensi
lebih dari 50%. tidur malam yang kurang dapat mn=engakibatkan tidur siang hari,
gangguan perhatian dan pengambilan keputusan, ganguan memori, jatuh dan depresi
(Crowen & Himle, 2009). terdapat banyak mekanisme komplek yang mengatur tidur,
sirkardian adalah mekanisme utama dalam pengaturan tidur. Nukleus suprachiasmatic
dalam hipotalamus mengendalikan tidur dan bangun, menyesuaikan dengan irama
lingkungan terang-gelap (Guyton & Hall, 2006). normalnya pada tidur, siklus otak melalui
setiap tahap tidur selama 60 menit sampai 90 menit sebelum mencapai tahap REM
(Taylore et al 20011 cit Matin, 2012). pada orang dengan depresi mencapai tahap REM
terlalu awal (hanay 5 sampai 30 menit), menghabiskan waktu yang lebih sedikit pada tahap
tidur dengan gelombang lambat yang lebih menyegarkan (NREM 3 dan 4).
Perubahan siklus tidur yang muncul seiring dengan penuaan meliputi: tidur lebih
mudah terganggu, peningkatan waktu tidur yang dihabiskan pada tidur Non-Raid-Eye-
Movement (NREM) tahap 1, itu adalah periode transisi antara tidur dan bangun, penurunan
waktu yang dihabiskan pada tidur tahap 3 dan 4, itu adalah fase tidur paling menyegarkan.
Tahap Rapid-Eye-Movment (REM) tetap sama, hanya saja munculnya di dalam siklus
tidur terlalu awal (Wold, 2008).
2) Perubahan Kondisi Mental
Perubahan mental pada lansia erat sekali kaitannya dengan perubahan fisik, keadan
kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan serta situasi lingkungan. Dari segi mental
emosional sering muncul perasaan peimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas,
adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akantimbulnya suatu penyakit atau takut
ditelantarkan karena tidak berguna lagi. Munculnya perasaan kurang mampu untuk
mandiri serta cenderung bersifat introvert (DeLaune & Ladner, 2011).
3) Perubahan Psikososial
Masalah terkait psikososial akan sangat beragam, tergantung pada kepribadian
individu yang bersangkutan. Perubahan psikososial yang terjadi pada lansia, misalnya
pensiun, merasakan atau sadar akan kematian, adanya perubahan cara hidup (yaitu
memasuki rumah perawatan), penghasilan menurun padahal biaya hidup meningkat dan
adanya tambahan biaya pengobatan (Schulz & Albert, 2009).
Perubahn lainnya yaitu kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial,
kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga, hilangnya kekuatan dan ketegangan
fisik atau perubahan konsep diri dan kematian pasangan hidup (DeLaune & Ladner, 2011).
faktor-faktor psikososial berkontribusi terhadap proses perilaku biologi yang berkaitan
dengan penyakit dan kualitas hidup (Halter et al, 2009).
2. Dukungan Sosial
a. Definisi
Menurur Kuntjiro (2000) sukunagnsosial merupakan bantuan atau dukungan yang
diberikan individu dari orang-orang tertentu dengan kehidupan dan berada dalam lingkungan
sosial tertentu yang membuat penerima merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai. Dukungan
sosial merupakan keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain
sehingga orang akan mengetahui bahwa ada orang lain yang memperhatiakn, menghargai dan
mencintai (cohen dan Dymne cit Friedman, 2010).
Efek dukungan sosial yang berasal dari keluarga terhadap kesehatan dan kesejahteraan
berfungsi bersama. Secara lebih spesifik, keadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti
berhubungnya dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif
fisik dan kesehatan emosi. Pengaruh positif dari dukungan sosial adalah penyesuaian pada
kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Friedman, 2010).
b. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial
Menurut Cohen cit Friedman (2010) terdapat 4 tipe dukungan sosial yaitu:
1) Dukungan Instrumental
Dukungan sosial ini menyediakan dukungan jasmani seperti pelayanan bantuan finansial
dan materi yang dapat menyelesaikan masalah. Dukungan instrumental merupakan
dukungan sosial yang paling efektif.
2) Dukungan Sosial Penilaian (appraisial)
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik untuk memecahkan masalah,
membimbing dan mencegah pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas
anggota keluarga diantaranya memberikan dukungan, penghargaan dan perhatian.
3) Dukungan Sosial Emosional
Merupakan dukungan untuk memberikan perasaan nyaman, perasaan dicintai dalam
bentuk empati dan semangat. Dukungan emosional membantu untuk penguasaan emosi
individu.
4) Dukungan Sosial Informasi
Dukungan dalam bentuk penyediaan informasi untuk memecahkan masalah. Pemberi
dukungan harus mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya.
c. Sumber-sumber Dukungan Sosial
Menurut rook dan Dooley cit Kuntjoro (2002) ada dua sumber dukungan sosial yaitu
sumber artifisial dan sumber natural. Dukungan sosial yang natural diterima seseorang
melalui interaksi sosial dalam kehidupan secara spontan dengan orang-orang yang ada
disekitarnya, misalnya anggota keluarga, teman dekat dan relasi. Dukungan sosial ini bersifat
non formal.
Menurut freidman (2010) sumeber dukungan sosial disaat dari dukungan sosial internal,
seperti dukungan suami atau istri, dukungan dari saudara kandung. Sedangklan dukungan
eksternal datang dari keluarga besar, tetangga, adan teman.

3. Depresi
a. Definisi
Depresi adalah gangguan mental dengan penampilan mood yang terdepresi, kehilangan
minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur
atau nafsu makan, dan kurang konsentrasi. Pada lansia, depresi merupakan salah satu
penyakit mental yang sering terjadi. Kaplan dan Sadock (1997) mengungkapkan bahwa
gejala depresi ditemukan pada 25% dari semua penduduk komunitas lanjut usia dan pasien
rumah perawatan (home nursing care). Kerentanan seorang lansia terhadap kejadian depresi
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor tunggal, namun multifaktorial, yaitu faktor biologis,
fisis, psikologis, dan sosial.
Depresi pada lansia dapat muncul dalam bentuk keluhan fisis seperti insomnia,
kelemahan umum, kehilangan nafsu makan, masalah pencernaan, dan sakit kepala.Gejala-
gejala tersebut sering mengacaukan diagnosis depresi pada lansia dikarenakan dokter
menganggap gejala tersebut normal unttuk lansia. Hal ini mengakibatkan depresi pada lansia
lebih sulit dideteksi. Namun diagnosis awal dan terapi segera terhadap depresi pada pasien
geriatri dapat meningkatkan kualitas hidup, status fungsional dan mecegah kematian dini.
Terdapat beberapa cara untuk menegakkan diagnosis depresi, menurut DSM-IV atau menurut
ICD-10. Penggunaaan DSM IV tidak spesifik dan dianjurkan dengan skala Depresi Khusus
Usia Lanjut (Geriatric Depression Scale) atau skala penilaian depresi Hamilton (Hamilton
Rating Scale).
b. Pengaruh jenis tempat tinggal terhadap depresi pada lanjut usia
Dalam buku Ilmu Penyakit Dalam, Hadi Martono dan I Dewa Putu menyebutkan
terdapat beberapa hunian khusus lansia. Adapun beberapa macam hunian khusus usia lanjut
tersebut adalah: a.) Perumahan khusus usia lanjut, b.) Perumahan usia lanjut yang terlindungi
(sheltered housing), c.) Panti wredha d.) Panti-rawat wredha e.) Respite-care.
Di Indonesia, seperti umumnya negara Asia, sebagian besar lansia bertempat tinggal
dengan keluarga. Budaya ini dikenal dengan istilah extended family system, dimana para
lansia dilayani sebagai anggota keluarga. Berdasarkan hasil survey WHO-5-country-Study on
Health of The Elderly (SEARO) alasan masyarakat Indonesia dalam mempertahankan
budaya ini adalah tanggung jawab keluarga (80%). Selain itu, masyarakat Indonesia masih
berpendapat bahwa sebaiknya lansia bertempat tinggal di rumahnya sendiri.
Di sisi lain, ada lansia Indonesia yang bertempat tinggal di panti wreda. Panti wreda
adalah suatu institusi hunian bersama dari para lansia yang secara fisik/kesehatan masih
mandiri, akan tetapi memiliki keterbatasan di bidang sosial ekonomi. Namun seiring dengan
meningkatnya proses industrialisasi dan perkembangan jaman, pengertian tersebut menjadi
tidak relevan. Pada saat ini telah banyak panti wreda yang dikelola oleh badan swasta untuk
para lansia yang tidak memiliki keterbatasan dalam bidang sosial-ekonomi. Jadi di Indonesia
terdapat dua jenis panti wreda, yaitu panti wreda yang dikelola oleh Departemen Sosial
(pemerintah) dan panti wreda swasta yang dikelola oleh badan-badan swasta.
Panti wreda pemerintah terutama diperuntukan bagi para lansia dengan keterbatasan
ekonomi. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi penghuni panti wreda
antara lain berusia minimal 60 tahun, memiliki surat keterangan tidak mampu, serta
mendapat pengantar dari lurah setempat untuk dapat tinggal di panti wreda yang
bersangkutan.35 Untuk lansia yanng dititipkan oleh keluarga harus disertakan surat
keterangan penitipan dari pihak keluarga. Biaya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari para lansia, biaya kesehatan, serta biaya perawatan dan pemeliharaan panti wreda
berasal dari pemerintah.36 Berbeda untuk panti wreda swasta, penguninya memiliki
kewajiban untuk membayar sejumlah dana setiap bulannya.
c. Pengaruh faktor genetik terhadap depresi pada lanjut usia
Salah satu teori tentang etiologi depresi adalah teori neurobiologi yanng menyebutkan
bahwa ada peranan faktor genetik dalam hal ini. Beberapa penelitian genetika menunjukkan
bahwa risiko depresi merupakan hasil dari pengaruh beberapa gen bersama faktor
lingkungan. Kemungkinan terjadinya depresi pada saudara kembar monozigot adaah 60-80%
sedangkan pada saudara kembar heterozigot adalah 225-35%.12 Penelitian keluarga
menemukan bahwa sanak saudara sederajat pertama dari penderita gangguan depresif berat
memiliki kemungkinan 2-3 kali lebih besar untuk menderita gangguan depresif.
berat.31
d. Pengaruh faktor medis terhadap depresi pada lanjut usia
Adanya berbagai penyakit kronik atau suatu keadaan multipatologi dan polifarmasi
semakin meningkatkan kejadian depresi pad lansia. Pasien geriatri yang menderita depresi
sering memiliki komorbid dengan penyakit vaskular. Istilah komorbiditas menyatakan adanya
dua atau lebih penyakit pada seorang pasien pada waktu yang sama. Pada pasien lansia sering
ditemukan keadaan multipatologi (menderita dua atau lebih penyakit fisis) dan tidak jarang
ditemui bersamaan (komorbiditas) dengan gangguan psikis seperti depresi.
Penyakit yang seirng terjadi bersamaan dengan depresi antara lain diabetes melitus,
hipertensi, gagal jantung, penurunan fungsi hepar dan ginjal, penyakit Parkinson, penyakit
Alzheimer, stroke, dan arthritis. Penyakit serebrovaskular merupakan faktor predisposisi dan
presipitasi sindrom depresi. Infeksi virus, endokrinopati seperti kelainan tiroid dan paratiroid,
serta keganasan seperti limfoma dan karsinoma pankreas kerap menimbulkan komplikasi
depresi. Penderita hepatitis C lebih dari 5 tahun akan mengalami depresi sebanyak 22,4% dan
psaien-pasien yang berusia lebih dari 50 tahun secara klinis lebbih mengalami depresi
daripada mereka yang berusia leih muda. Pasien dengan penyakit ginjal stadiu akhir yang
menjalani dialisis, prevalensi untuk terjadi depresi dapat mencapai 25,4%.
e. Pengaruh faktor demografi terhadap depresi pada lanjut usia
1. Usia
Gangguan depresif berat memiliki onset salah satunya pada usia lanjut. Rata-rata usia
onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40 tahun; dan 50% dari pasien
memiliki onset anatara usia 20-50 tahun. Usia yang lebih lanjut (≥75 tahun) dilaporkan
berhubungan bermakna dengan prevalensi gejala depresi (p=0,006).
2. Jenis kelamin
Pada pengamatan yang hampir uiversal, terlepas dari kultur atau negara,terdapat
prevalensi gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan
laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya kesehatan Maternal.
3. Status pernikahan
Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang yang tidak
memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang tercerai atau berpisah. Penelitian
pada pasien greiatri yang dirawat di RS. Dr. Ciptomangunkusomo menyebutkan bahwa
statu perkawinan janda berhubungan dengan skor Hamilton Rating Scale for Depression
(p=0,005). penelitian lain juga menyebutkan bahwa status pernikahan janda atau duda
dapat meningkatkan risiko depresi pada lansia.
4. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seorang lansia berhubungan dengan terjadinya depresi. Penelitian di
Inggris menyebutkan bahwa lansia yang hanya menamatkan pendidikan dasar
mempunyai risiko terhadap depresi 2,2 kali lebih besar. Penelitian lain menyebutkan
bahwa prevalensi gejala depresi meningkta pada kelompok lansia dengan pendidikan
rendah.
f. Pengaruh faktor psikososial terhadap depresi pada lanjut usia
1. Kesepian
Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seorang lansia pada saat
meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya saat itu juga
mengalami penurunan status kesehatan, misalnya menderita gangguan sensorik,
terutama gangguan pendengaran.
Harus dibedakan anatara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak di antara lansia
yang hidup sendiri tidak mengalami kesepian, karena aktivitas sosial yang msih tinggi,
tetapi di lain pihak terdapat lansia yang walaupun hidup di lingkungan yang
beranggotakan cukup banyak tetap mengalami kesepian.
2. Stresor psikososial
Stresor psikososial juga berperan sebagai faktor terjadinya depresi. Orang tua sering
kali mengalami periode kehilangan orang-orang yang dikasihinya, misalnya pasangan
hidup, teman dekat, atau anggota keluarga. Faktor risiko depresi lainnya yang termsuk
dalam stressor psikososial adalah riwayat depresi sebelumnya, kematian pasangan
hidup, perceraian, peristiwa merugikan dan tidak diharapkan yang baru saja diterima.
Selain itu, kehilangan pekerjaan, penghasilan, dan kekuasaan/jabatan juga dapat menjadi
stresor psikososial yang meningkatkan risiko depresi pada lanjut usia. Kehilangan rasa
aman, kehilangan kebebasan, serta pemiskinan sosial dan lingkungan juga dapat menjadi
stresor psikososial yg memicu depresi.
B. Kerangka Teori

Dukungan Sosial

Terjadi gangguan depresi Dukungan Keluarga


Usia pada Lansia
Pekerjaan

C. Kerangka Konsep

Variabel Independen: Variabel Dependen:


Dukungan Sosial Kejadian Depresi pada Lansia

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Ada Hubungan Dukungan Sosial dengan Kejadian Depresi pada Lansia
2. Tidak ada Hubungan Dukungan Sosial dengan Kejadian Depresi pada Lansia

Anda mungkin juga menyukai