Anda di halaman 1dari 40

BAGIAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

EFUSI PLEURA SINISTRA

DISUSUN OLEH :
1. Siti A.R. Samal 2012-83-006
2. Lydia A. Kainama 2013-83-040
3. Nerissa A. Sutantie 2013-83-043
4. Stella C. Siahaya 2011-83-001

PEMBIMBING RESIDEN :
dr. Meinevie Susanna Rondonuwu

DOSEN PEMBIMBING :
dr. Suciati Damopolii, Sp. Rad (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


1. Sitti A.R. Samal 2012-83-006
2. Lydia A. Kainama 2013-83-040
3. Nerissa A. Sutantie 2013-83-043
4. Stella C. Siahaya 2011-83-001

Judul Laporan Kasus: Efusi Pleura Sinistra


Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Desember 2019


Dosen Pembimbing Pembimbing Residen

dr. Suciati Damopolii, Sp. Rad(K) dr. Meinevie Susanna Rondonuwu


KPM Departemen Radiologi

dr. Rafikah Rauf, Sp. Rad

Mengetahui,
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. dr. Bachtiar Murtala, Sp.Rad (K)

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
laporan kasus sebagai tugas kepaniteraan klinik bagian radiologi dengan judul
“Efusi Pleura Sinistra” tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan laporan kasus ini telah
banyak pihak yang turut membantu sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
dr. Suciati Damopolii, Sp. Rad (K) dan dr. Meinevie Susanna Rondonuwu selaku
pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan bagi penulis
selama penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan


laporan ini, untuk itu kritik dan saran penulis harapkan guna kesempurnaan
laporan ini kedepannya. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak. Terima kasih.

Ambon, Desember 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman judul……………………………………………………………... i
Halaman pengesahan………………………………………………………. ii
Kata Pengantar…………………………………………………………….. iii
Daftar isi…………………………………………………………………… iv
BAB I PRESENTASI KASUS…………………………………………… 1
A. Identitas……………………………………………………….. 1
B. Anamnesis……………………………………………………... 1
C. Pemeriksaan Fisik……………………………………………... 2
D. Laboratorium…………………………………………………... 3
E. Radiologik…………………………………………………….. 3
F. Diagnosis………………………………………………………. 4
G. Terapi………………………………………………………….. 4
H. Resume Klinis…………………………………………………. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….. 5
A. Definisi………………………………………………………… 5
B. Epidemiologi.......……………………………………………… 5
C. Etiologi……….………………………………………………... 6
D. Anatomi………………………………………………………... 10
E. Patogenesis…………………………………………………….. 12
F. Manifestasi Klinis……………………………………………... 13
G. Diagnosis………………………………………………………. 13
H. Diagnosis Banding…………………………………………….. 27
I. Penatalaksanaan………………………………………………... 29
J. Komplikasi…………………………………………………….. 30
K. Prognosis………………………………………………………. 30
BAB III DISKUSI…………………………………………………………. 31
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………... 35

iv
BAB I
PRESENTASI KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Tanggal Lahir : 31-12-1941
Umur : 78 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. Rekam Medik : 799702
Ruang Perawatan : Perawatan IC Lantai 2 Kamar No.6
Tanggal MRS : 04-12-19 (Jam 19.12 WITA)

B. Anamnesis
 Keluhan utama : Sesak napas
 Riwayat Penyakit Sekarang : Sesak napas dirasakan sejak 2 minggu yang
lalu, memberat 2 hari SMRS. Keluhan dirasakan ketika pasien menarik
napas dalam, posisi duduk dan berkurang ketika pasien dalam posisi tidur.
Nyeri dada juga dirasakan pada daerah dada kiri, terasa seperti tertusuk-
tusuk, menjalar hingga ke tulang belakang ±1 minggu SMRS. Pasien juga
sering keringat malam, batuk (+) kadang disertai dahak, nafsu makan dan
berat badan pasien mengalami penurunan drastis. BAK dan BAB lancar.
 Riwayat Penyakit Dahulu : Diabetes Melitus (-), Hipertensi (-), pasien
pernah dirawat dengan keluhan yang sama tahun 2017.
 Riwayat Pengobatan : Terapi Program TB 6 bulan (2017) tidak
tuntas.
 Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada.

1
C. Pemeriksaan Fisis
 Keadaan umum : Tampak sakit berat
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 110x/ menit
Suhu : 36,70C
Pernapasan : 26x/ menit
 Status general
1. Kepala : normocephal, tidak ada anemis, tidak ada ikterik, dan tidak ada udem
palpebrae.
2. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada kaku kuduk,
tidak ada kernig sign. JVP kesan normal ± 5-2 CmH20
3. Mulut : tonsil, faring, lidah dan bibir tidak ada kelainan.
4. Toraks
Inspeksi: Pergerakan dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Nyeri tekan (+) dada kiri, fremitus taktil kesan menurun
pada hemitoraks sinistra.
Perkusi : Kesan redup pada daerah hemitoraks sinistra setinggi ICS III
basal.
Auskultasi :
Cor: S1/S2 reguler, murmur (-) Pulmo: vesikuler menurun pada
hemitoraks sinistra, rhonki dan wheezing tidak ada.
5. Abdomen
Inspeksi : tidak distended, tidak ada asites.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik kesan normal.
6. Ekstremitas : tidak ada edema.

2
D. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,6 11,5-16,0 g/dl
Hematokrit 39,7% 37-47% %
MCV 81 80-100 Pg
MCH 25,7 27,0-32,0 Fl
MCHC 31,6 32,0-36,0 %
WBC 12,3 4,0-10,0 10^3/mm^3
PT 12.7 10-14 Detik
INR 1.25 -
APTT 25.9 22.0-30.0 Detik
KIMIA DARAH
Gula Darah Sewaktu 82 140 mg/dl
Ureum 33 10-50 mg/dl
Kreatinin 0.66 L<1.3; P<1.1 mg/dl
SGOT 59 <38 U/L
SGPT 44 <41 U/L
Natrium 137 136-145 mmol/l
Kalium 3.8 3.5-6.1 mmol/l
Klorida 102 97-111 mmol/l

E. Pemeriksaan Radiologi
Foto Toraks PA

- Tampak perselubungan homogen pada hemitoraks sinistra yang menutupi


sinus, diafragma dan batas kiri jantung
- Cor sulit dievaluasi, aorta dilatasi
- Sinus dan diafragma kanan kesan baik
- Jaringan lunak sekitar kesan baik
Kesan : Efusi pleura sinistra DD/ Massa pulmo sinistra

3
F. Diagnosis
- Efusi pleura sinistra et causai nfeksi dd/ malignancy
- Tuberculosis paru klinis kasus putus obat

G. Terapi
- Oksigen 2 liter per menit
- Natriumklorida 0,5% 18 tetes per menit
- Ceftriaxone 2 gram/24 jam/intravena
- N-acetylcysten 2mg/8jam/oral
- Paracetamol 500mg/8jam/oral
- Pro Aspirasi Cairan Pleura
- Pro Bronkoskopi
- Pro Mikrobiologi sputum

H. Resume Klinis
Pasien MRS dengan keluhan sesak napas, dirasakan sejak 2 minggu yll
dan memberat 2 hari SMRS. Keluhan dirasakan memberat ketika pasien
mencoba menarik napas dalam, posisi duduk dan berkurang ketika pasien
dalam posisi tidur. Pasien juga merasa nyeri dada sebelah kiri seperti tertusuk-
tusuk serta batuk, keringat malam hingga penurunan berat badan drastis.
Pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas normal, hasil spesifik didapatkan di
region toraks antara lain adanya nyeri tekan region hemitoraks kiri, fremitus
taktil kesan menurun pada hemitoraks sinistra. Perkusi kesan redup pada
daerah hemitoraks sinistra setinggi ICS III basal. Auskultasi pada pulmo
didapati suara vesikuler menurun pada hemitoraks sinistra, rhonki dan
wheezing tidak ada. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin
dan hematorkit, dan pemeriksaan kimia darah dalam batas normal.Hasil
spesifik didapati adanya peningkatan leukosit.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang tidak normal di rongga pleura
yang diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan
pleura. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cc cairan.1,2,3
Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah
darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi.
Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit namun merupakan tanda suatu
penyakit.1,2

B. Epidemiologi
Efusi pleura merupakan gejala dari penyakit yang mendasarinya, oleh
karena itu sulit untuk menentukan angka kejadiannya. Namun, insiden efusi
pleura di Amerika diperkirakan sekitar 1,5 juta kasus per tahunnya. Diperkirakan
prevalensi efusi pleura adalah didapatkan 320 kasus dari 100.000 penduduk di
negara industri.1
Penelitian oleh Khairani dkk di RS Persahabatan tahun 2010-2011, dari
119 pasien dengan efusi pleura didapatkan 66 pasien laki-laki dan 53 sisanya
adalah wanita. Kelompok umur terbanyak adalah antara 40-59 tahun dengan sisi
hemitoraks lebih dominan sebelah kanan (68,9%). Efusi pleura pada sebagian
besar bersifat eksudat (87%) dengan penyebab terbesar adalah infeksi dan
malignansi, sisanya sebanyak 13% pasien bersifat transudat.3
Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth di RSUP H
Adam Malik tahun 2011, dari 136 kasus, proporsi jenis kelamin pasien tertinggi
adalah pada laki-laki (89 orang) dan perempuan (47 orang), dimana kelompok
umur terbanyak adalah 45-59 tahun. Menurut lokasi cairan terbanyak di sebelah

5
kanan (68 orang), proporsi etiologi efusi pleura tertinggi adalah TB paru
(60 orang).4
C. Etiologi
Macam-macam penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura
antara lain 1,2 :
1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma
Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi
jumlahnya pun tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis-
jenis virusnya adalah Echo virus, Coxsackie virus, Chlamidia, Rickettsia,
dan Mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara
100-6000 per cc.
2. Pleuritis karena bakteri Piogenik
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari
jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang
melalui penetrasi diafragma, dinding dada atau esophagus.
Bakteri aerob penyebab antara lain Streptococcus pneumonia,
Streptococcus mileri, Saphylococcus aureus, Hemofilus spp, E. coli,
Klebsiella, Pseudomonas spp. Sedangkan yang anaerob terdiri atas
Bacteroides spp, Peptostreptococcus, Fusobacterium.
3. Pleuritis Tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat eksudat.
Efusi kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui
fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Cairan efusi yang biasanya serous, kadang-kadang bisa juga
hemoragis. Jumlah leukosit antara 500-2000 per cc. Awalnya yang
dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit. Cairan
efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberculosis.
4. Pleuritis karena Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang ditemukan. Biasanya terjadi karena
penjalaran infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis
seperti aktinomikosis, koksidioidomikosis, aspergillus, kriptokokus,

6
histoplasmosis, blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya efusi pleura
adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.
5. Pleuritis karena parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah
amoeba.Bentuk tropozoit datang dari parenkim hati menembus diafragma
terus ke parenkim paru dan rongga pleura.Efusi pleura karena parasit ini
terjadi karena peradangan yang ditimbulkannya.Di samping ini dapat
terjadi empiema karena karena ameba yang cairannya berwarna khas
merah coklat.di sini parasit masuk ke rongga pleura secara migrasi dari
perenkim hati.Dapat juga karena adanya robekan dinding abses amuba
pada hati ke arah rongga pleura.

Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara
lain1,2:
1. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
a. Gangguan Kardiovaskuler
Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab terbanyak
timbulnya efusi pleura. Penyebab lainnya dalah perikarditis konstriktiva
dan sindrom vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya
peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran
getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke
rongga pleura dan paru-paru meningkat.
b. Emboli Pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli
pulmonal. Keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa infark.
Emboli menyebabkan turunnya aliran darah arteri pulmonalis, sehingga
terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim paru dan memberikan
peradangan dengan efusi yang berdarah (warna merah). Di samping itu
permeabilitas antara satu atau kedua bagian pleura akan meningkat,
sehingga cairan efusi mudah terbentuk.

7
Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak,
dan biasanya sembuh secara spontan, asal tidak terjadi emboli pulmonal
lainnya. Pada efusi pleura denga infark paru jumlah cairan efusinya lebih
banyak dan waktu penyembuhan juga lebih lama.
c. Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti
sindrom nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta
anasarka. Efusi terjadi karena rendahnya tekana osmotic protein cairan
pleura dibandingkan dengan tekana osmotic darah.Efusi yang terjadi
kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.
d. Efusi pleura karena neoplasma
Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang
pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling
banyak ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah
adanya cairan yang selalu berakumulasi kembali dengan cepat walaupun
dilakukan torakosentesis berkali-kali. Terdapat beberapa teori tentang
timbulnya efusi pleura pada neoplasma, yakni :
 Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya permeabilitas pleura
terhadap air dan protein
 Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh
darah vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal
memindahkan cairan dan protein
 Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya
timbul hipoproteinemia.
e. Efusi pleura karena sebab lain
 Efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu trauma tumpul, laserasi,
luka tusuk pada dada, rupture esophagus karena muntah hebat atau
karena pemakaian alat waktu tindakan esofagoskopi.
 Uremia, salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis
yang terdiri dari efusi pleura, efusi perikard dan efusi peritoneal (asites).
Mekanisme penumpukan cairan ini belum diketahui betul, tetapi

8
diketahui dengan timbulnya eksudat terdapat peningkatan permeabilitas
jaringan pleura, perikard atau peritoneum. Sebagian besar efusi pleura
karena uremia tidak memberikan gejala yang jelas seperti sesak nafas,
sakit dada, atau batuk.
 Miksedema, pada kondisi ini efusi dapat terjadi tersendiri maupun secara
bersama-sama. Cairan bersifat eksudat dan mengandung protein dengan
konsentrasi tinggi.
 Limfedema, secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka, tangan dan
efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paru. Pada beberapa
pasien terdapat juga kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan.
 Reaksi hipersensitif terhadap obat, berkorelasi dengan pengobatan
nitrofurantoin, metisergid, praktolol kadang-kadang memberikan
reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura berupa radang dan dan
kemudian juga akan menimbulkan efusi pleura.
 Efusi pleura idiopatik, pada beberapa efusi pleura, walaupun telah
dilakukan prosedur diagnostic secara berulang-ulang (pemeriksaan
radiologis, analisis cairan, biopsy pleura), kadang-kadang masih belum
bisa didapatkan diagnostic yang pasti.Keadaan ini dapat digolongkan
daloam efusi pleura idiopatik.
 Efusi pleura karena kelainan Intra-abdominal
Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan
peradangan yang terdapat di bawah diafragma, seperti pankreatitis,
pseudokista pancreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses
ginjal, abses hati, abses limpa, dll. Biasanya efusi terjadi pada pleura
kiri tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya adalah karena
berpindahnya cairan yang kaya dengan enzim pancreas ke rongga
pleura melalui saluran getah bening. Efusi disini bersifat eksudat
serosa, tetapi kadang-kadang juga dapat hemoragik. Efusi pleura juga
sering terjadi setelah 48-72 jam pasca operasi abdomen seperti
splenektomi, operasi terhadap obstruksi intestinal atau pascaoperasi
atelektasis.

9
 Sirosis Hati, pada kasus ini secara khas terdapat kesamaan antara
cairan asites dengan cairan pleura karena terdapat hubungnan
fungsional antara rongga pleura dan rongga abdomen melalui saluran
getah bening atau celah jaringan otot diafragma.
 Sindrom Meig, tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor
pada ovarium (jinak atau ganas) disertai asites dan efusi
pleura.Patogenesis terjadinya efusi pleura masih belum diketahui
betul.Bila tumor ovarium tersebut dioperasi, efusi pleura dan asitesnya
pun segera hilang. Adanya massa di rongga pelvis disertai asites dan
eksudat cairan pleura sering dikira sebagai neoplasma dan
metastasisnya.
 Dialisis Peritoneal, efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah
dilakukannya dialysis peritoneal. Efusi terjadi pada salah satu paru
maupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke
rongga pleura terjadi melalui celah diafragma.Hal ini terbukti dengan
samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.

D. Anatomi
Pleura terdiri atas pleura viseral dan pleura parietal dengan rongga yang
berisi sedikit cairan sebagai fungsi pelumas dalam pergerakan pernapasan. Dalam
keadaan normal, pada foto thoraks tidak dapat diperlihatkan lapisan pleura.5

Gambar 1. Anatomi Pleura6

10
Pleura visceral melapisi paru sedangkan pleura parietal yang melapisi
dinding toraks bagian dalam.Pada hakikatnya kedua lapis membran ini saling
bersambungan di dekat hilus, yang secara anatomis disebut sebagai refleksi
pleura.Pleura visceral dan parietal saling bersinggungan setiap kali manuver
pernapasan dilakukan, sehingga dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis dari
rongga pleura untuk saling bergeser secara halus dan lancar.Ditinjau dari
permukaan yang bersinggungan dengannya, pleura visceral terbagi menjadi empat
bagian, yakni bagian kostal, diafragama, mediastinal, dan servikal.7
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kontak
antarmembran maupun yang mendukung pemisahan antarmembran. Faktor yang
mendukung kontak antarmembran adalah: (1) tekanan atmosfer di luar dinding
dada dan (2) tekanan atmosfer di dalam alveolus (yang terhubung dengan dunia
luar melalui saluran napas). Sementara itu faktor yang mendukung terjadi
pemisahan antar membran adalah: (1) elastisitas dinding toraks serta (2) elastisitas
paru. Pleura parietal memiliki persarafan, sehingga iritasi terhadap membran ini
dapat mengakibatkan rasa nyeri alih yang timbul di regio dinding torako-
abdominal (melalui n. interkostalis) serta nyeri alih daerah bahu (melalui n.
frenikus).7
Cairan pleura diproduksi di pleura parietal dari pembuluh kapiler paru dan
diabsorbsi oleh pleura visceralis serta oleh pembuluh limfatik di pleura parietal.8
Dalam rongga pleura normal, cairan masuk dan keluar secara konstan, pada
tingkat yang sama karena filtrasi berkelanjutan dari sejumlah kecil cairan rendah
protein dalam pembuluh darah normal. Pada akhir abad ke-19, Starling dan Tubby
berhipotesis bahwa pertukaran cairan mikrovaskuler dan zat terlarut diatur oleh
keseimbangan antara tekanan hidrostatik, tekanan osmotik, dan permeabilitas
membran, dan mereka membuat persamaan Starling: QF = LP × A [(P CAP -
PPL) - ζ D (piCAP - pi PL)] di mana QF adalah pergerakan cairan, LP adalah
koefisien filtrasi, A adalah luas permukaan pleura,ζ D adalah koefisien refleksi
untuk gerakan protein di pleura (PL), P adalah tekanan hidrostatikkapiler paru
(CAP), dan pi adalah tekanan onkotik ruang pleura.9

11
Persamaan ini membentuk dasar untuk memahami akumulasi cairan dalam
rongga pleura, di mana kekuatan hidrostatik yang menyaring air keluar dari
pembuluh darah diimbangi dengan kekuatan osmotik yang menyerap air kembali
ke pembuluh darah. Dalam pleura, reabsorpsi difasilitasi oleh sistem limfatik yang
luas pada diafragma dan permukaan mediastinal pleura parietal.9

E. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini
terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.6
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/ nanah,
sehingga terjadi empiema/ piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah
sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks. Proses terjadinya pneumotoraks
karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis sehingga udara akan masuk ke
dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli
pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.10
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain
bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik,
dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks.1,10
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam
rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit, jamur, pneumonia atipik, keganasan

12
paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis,
radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat
radiasi.1,10

F. Manifestasi Klinis
Efusi pleura sering ditemukan dari pemeriksaan fisik, biasanya manifestasi
klinisnya adalah penyakit yang mendasari. Pneumonia akan menyebabkan
demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat
mengakibatkan dispnea dan batuk. Jumlah cairan efusi akan menentukan derajat
beratnya gejala. Efusi yang luas akan menyebabkan sesak napas. Area yang
mengandung cairan akan menunjukkan bunyi napas minimal atau tidak sama
sekali, pada perkusi didapatkan suara yang berbeda. Deviasi trakea menjauhi
tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang signifikan.
Bila terdapat efusi pleura sedikit sampai sedang, dispnea mungkin saja tidak
ditemukan.1,2

G. Diagnosis
Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan berdasarkan1,2,3:
1. Anamnesis
Keluhan utama penderita adalah nyeri dada sehingga penderita membatasi
pergerakan rongga dada dengan bernapas pendek atau tidur miring ke sisi
yang sakit. Selain itu sesak napas terutama bila berbaring ke sisi yang
sehat disertai batuk dengan atau tanpa dahak. Berat ringannya sesak napas
ini ditentukan oleh jumlah cairan efusi. Keluhan yang lain adalah sesuai
dengan penyakit yang mendasarinya.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan dada yang terkena cembung
selain melebar dan kurang bergerak pada pernapasan. Fremitus vokal
melemah, redup sampai pekak pada perkusi, dan suara napas lemah atau
menghilang. Jantung dan mediastinum terdorong ke sisi yang sehat.
3. Pemeriksaan radiogik

13
Pada pemeriksaan radiologik, foto toraks biasanya merupakan langkah
pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya
menunjukkan adanya cairan. Foto toraks juga dapat mendeteksi awal
terjadinya efusi pleura yakni didapatkan pembesaran jantung, adanya masa
tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan, dan adanya
densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.

Gambaran Radiologik
1. Foto polos Toraks
Foto toraks masih merupakan modalitas yang paling penting dan
bermakna yang banyak digunakan untuk menunjukkan dan mengikuti
perkembangan dari penyakit pleura, meskipun USG, CT, dan MRI memainkan
peranan yang penting dalam beberapa situasi tertentu.12
A. Posisi tegak, cairan pleura tampak berupa perselubungan homogen
menutupi struktur paru bawah yang biasanya relatif radiopak dengan
permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas ke daerah medial bawah.
Karena cairan mengisi ruang hemitoraks sehingga jaringan paru akan
terdorong ke arah sentral/ hilus, dan kadang-kadang mendorong
mediastinum ke arah kontralateral. 13
B. Posisi lateral, memperlihatkan perselubungan homogen pada sudut
kostofrenikus posterior dengan meniskus konkaf superior. Sedikitnya 100
mL cairan telah dihasilkan sebelum sebuah efusi menjadi terlihat.14
C. Posisi Posteroanterior (PA), menunjukkan obliterasi dari sudut
kostofrenikus dan kardiofrenikus jika efusi melebihi 175 mL. Meniskus
cekung ke arah paru-paru dan menjadi lebih tipis di bagian superior.14

14
Gambar 2. Foto toraks tegak menunjukkan efusi pleura bilateral.12
D. Posisi Supine
Efusi hanya dapat terlihat pada radiografi supine ketika cairannya telah
melebihi 500 mL. Manifestasinya meliputi kontur diafragma dikaburkan,
perselubungan pada sudut costofrenikus lateral, gambaran ground glass
pada hemitoraks, serta pre apical capping menunjukkan penyatuan cairan
di zona atas.14

Gambar 3. Foto toraks supine menunjukkan efusi pleura bilateral. 12

E. Posisi lateral dekubitus


Foto lateral dekubitus selain untuk mendeteksi efusi yang minimal juga
berguna untuk penentuan apakah efusi pleura dapat mengalir secara bebas
atau tidak. Hal ini penting diketahui sebelum dilakukan aspirasi cairan
pleura. Selain itu, berguna untuk melihat bagian paru yang sebelumnya
tertutup cairan sehingga kelainan yang sebelumnya terselubung dapat
terlihat.8 Cairan terkumpul di antara dinding toraks lateral dan paru-paru,
menghasilkan kekeruhan seperti bentuk pita yang dapat masuk ke fisura
minor.14

15
Gambar 4. Foto lateral dekubitus memperlihatkan adanya penumpukan cairan di sisi
lateral hemitoraks (panah biru).15

Bentuk dari efusi adalah hasil dari gaya adhesi dan kohesif antara pleura
dan cairan, elastisitas yang mengurangi volume paru sambil menjaga
bentuk dan proporsi, serta gravity (gaya berat) yang menjelaskan distribusi
14
dari efusi. Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada foto toraks
tegak adalah 250-500 ml. Bila cairan kurang dari 250 ml (100-200 ml),
dapat ditemukan pengisian cairan di sinus kostofrenikus posterior pada
foto toraks lateral tegak. Cairan yang kurang dari 100 ml (50-100 ml),
dapat diperlihatkan dengan posisi dekubitus dan arah sinar horisontal di
1
mana cairan akan berkumpul di sisi samping bawah. Kadang-kadang
sejumlah cairan terkumpul setempat di daerah pleura atau fisura interlobar
(loculated/encapsuled) yang sering disebabkan oleh empiema dengan
perlekatan pleura.5

Efusi pleura memiliki gambaran yang bervariasi antara lain8 :


a. Efusi subpulmonum
-
Hampir semua efusi awalnya terkumpul di bawah paru antara pleura
parietal yang melapisis diafragma dengan pleura viseralis lobus inferior.
-
Gambaran diafragma bukan merupakan difragma yang sebenarnya,
melainkan cairan pleura yang terkumpul di atas diafragma.
-
Menggeser titik teringgi difragma (bukan diafragma yang sebenarnya) ke
arah lateral.
-
Pada efusi pleura subpulmonal kiri terdapat peningkatan jarak antara udara
lambung dengan udara di paru

16
-
Pada foto lateral biasanya terdapat penumpulan sinus kostofrenikus
posterior.8

Gambar 5. Efusi Subpulmonal kanan8


Foto sebelah kiri tampak tertinggi diafragma tergeser ke lateral (panah kosong hitam). Diafragma
di sini bukan merupakan diafragma yang sebenarnya, melainkan akumulasi cairan yang berada di
atas diafragma. Terdapat penumpulan sinus kostofrenikus (panah putih). Pada foto sebelah kanan,
terdapat penupulan sinus kostofrenikus posterior (panah hitam). Bayangan yang tampak seperti
diafragma berubah konturnya (panah kosong hitam) ketika berbataan dengan fisura mayor.8

b. Penumpulan sinus kostofrenikus


-
Sinus kostofrenikus posterior (foto lateral) menjadi terlebih dahulu,
kemudian diikuti sinus kostofrenikus lateral (foto toraks tegak)
-
Penebalan pleura juga dapat menyebabkan penumpulan sinus
kostofrenikus, namun penebalan pleura biasanya berbentuk ski-lope
(lereng untuk ski) dan tidak akan berubah jika terdapat perubahan posisi
pada pasien.8

17
Gambar 6. Gambar kiri memperlihatkan sinus kostofrenikus normal yang tajam (panah kosong
hitam) dan jaringan paru normal yang meluas sampai ke iga (panah hitam). Gambar kanan
memperlihatkan sinus kostofrenikus yang tumpul (panah kosong putih).8

c. Tanda meniskus
Tanda ini sangat sugestif akan adanya efusi pleura, terbentuk akibat sifat
paru yang elastis, maka cairan pleura akan lebih tinggi di bagian tepi.8

Gambar 7. Foto Toraks memperlihatkan tanda meniskus (meniscus sign) pada efusi pleura.8

Gambar 8. Foto Toraks memperlihatkan meniscus sign pada efusi pleura dextra.9

Gambar 9. Foto toraks memperlihatkantanda meniskus pada bagian basal paru.15

18
d. Perselubungan pada hemitoraks
Terjadi ketika rongga pleura mengandung 2 liter cairan pada orang dewasa
menyebabkan paru akan kolaps secara pasif. Efusi pleura yang besar ini akan
mendorong jantung dan trakea menjauhi sisi yang terkena efusi.8

Gambar 10. Foto Toraks memperlihatkan adanya perselubungan homogen pada hemitoraks
sinistra.15

Gambar 11. Perselubungan hemotoraks akibat efusi pleura yang mendorong jantung dan
trakea ke kiri. 8
e. Efusi yang terlokalisir
Terjadi akibat adhesi antara pleura visceral dengan pleura parietal yang lebih
umum terjadi pada hemotoraks dan empiema. Efusi ini memiliki bentuk dan
posisi yang tidak lazim (tetap di bagian apeks paru pada foto tegak).8

19
Gambar 12. Foto Toraks yang menunjukkan efusi pleura yang terlokalisir. 8

Gambar 13. Foto Torak menunujukkan efusi pleura encapsulated pada foto (A) PA dan (B)
lateral. efusi pleura encapsulated di fisura mayor dan terhadap bagian anterior dinding
dada.14

f. Pseudotumor fisura (vanishing tumor)


-
Merupakan koleksi cairan pleura yang berbatas tegas dan terletak di fisura
atau subpleura di bawah fisura, biasanya pada fisura minor (75%).
-
Bersifat transudat dan hampir selalu terjadi pada pasien dengan gagal
jantung.

20
-
Gambarannya khas dan tidak boleh dianggap sebagai tumor.
-
Berbentuk lentikular dan memiliki ujung yang runcing pada kedua sisinya
(seperti buah lemon).
-
Tidak berubah dengan perubahan posisi pasien.
-
Menghilang ketika gagal jantung diterapi dan cenderung muncul di
tempat yang sama ketika terjadi gagal jantung kembali.8

Gambar 14. Foto Toraks menunjukan Vanishing Tumor dengan bentuk seperti buah lemon
(panah putih).15

g. Efusi laminar
Bentuk efusi pleura yang menyerupai pita tipis di sepanjang dinding lateral
toraks, terutama di dekat sinus kostofrenikus yang cenderung tetap tajam.
Penyebabnya ialah gagal jantung atau penyebaran limfatik dari suatu
keganasan. Tidak bergerak bebas sesuai posisi pasien.8

h. Hidropneumotoraks
Terjadi jika terdapat pneumotoraks dan efusi pleura secara bersamaan.
Biasanya akibat trauma, pembedahan atau fistula bronkopleura. Ditandai
oleh air-fluid level di hemotoraks. Batasnya tidak berbentuk meniskus,
melaikan berupa garis lurus.8

21
Gambar 15. Foto Toraks PA menunjukkan Hidropneumotoraks dextra dengan air-fluid
level.15

2. USG Toraks
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.
Jumlahnya sedikit dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu
sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan dalam rongga pleura.
Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan toraks.
Tampilan khas dari efusi pleura merupakan lapisan anechoic antara pleura
visceral dan pleura parietal.Bentuk efusi dapat bervariasi dengan respirasi dan
posisi. Kriteria USG untuk menentukan efusi pleura adalah setidaknya zona
anechogenic memiliki ketebalan 3 mm diantara pleura parietal dan visceral dan
ate perubahan ketebalan lapisan cairan pleura antara ekspirasi dan inspirasi.16
Gambaran anechogenic terutama diamati pada transudate. Dalam sebuah
penelitian terhadap 320 pasien dengan efusi, transudat memberikan gambaran
anechoic. Adanya penebalan pleura dan lesi parenkim di paru-paru menunjukkan
adanya eksudat. Cairan pleura yang memberikan gambaran echoic dapat dilihat
pada efusi hemoragik atau empiema.16

22
Gambar 16 . A) Cairan anechoic padaparu yang atelectasis; B)Cairan echogenic16,17

3. CT Scan Toraks
CT scan toraks dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan
dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam menentukan
adanya efusi pleura apakah eksudat atau transudat dengan menilai densitas yang
diukur dengan satuan HU (Household Unit). Efusi pleura eksudat diperkirakan
mempunyai HU <18±2 dan efusi pleura transudate >18±2.18,19. Selain itu juga bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya saja pemeriksaan
ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.

Gambar 17. Tumor paru sinistra.Tampak massa tumor pada paru kiri atas18

4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis. Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah
jarum yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah
pengaruh pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk
diuagnostik maupun terapeutik.1,2,10
Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan
posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada toraks, di bagian bawah paru di sela

23
iga v garis aksilaris media dengan memakai jarum Abbocath nomor 14 atau
16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 – 1500 cc pada
setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada
satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi)
atau edema paru. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang
terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan
karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan
peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal. 1,2,10
5. Biopsi Pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya maka
dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk dianalisa.
Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukkan 50 -75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor
pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan
beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah
dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak
dapat ditentukan. Komplikasi biopsi antara lain pneumotoraks, hemotoraks,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding toraks. 1,2,10
6. Analisa cairan pleura
Untuk diagnostik cairan pleura, dilakukan pemeriksaan :
a. Warna Cairan
Biasanya cairan pleura berwama agak kekuning-kuningan (serous-
xantho-ctrorne.Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma,
infark paru, keganasan.adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning
kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila
merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena ameba. 1,2,10
b. Biokimia

24
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Perbedaan Transudat Eksudat

- Kadar protein dalam efusi (g/dl) < 3. > 3.

- Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5

Kadar protein dalam serum

- Kadar LDH dalam efusi (I.U) < 200 > 200

- Kadar LDH dalam efusi < 0,6 > 0,6

Kadar LDH dalam Serum

- Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016

- Rivalta negatif Positif

Di samping pemeriksaan tersebut di atas. secara biokimia diperiksakan


juga pada cairan pleura :
 kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit
infeksi, artitis reumatoid dan neoplasma
 kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis
adenokarsinoma.

25
7. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik
penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-
sel tertentu. 1,2,10
 Sel neutrofil, menunjukkan adanya infeksi akut.
 Sel limfosit, menunjukkan adanya infeksi kronik sepertipleuritis
tuberkulosa atau limfomamalignum
 Sel mesotel, bila jumlahnya meningkat menunjukkan adanya infark paru.
Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
 Sel mesotel maligna, biasanya pada mesotelioma
 Sel-sel besar dengan banyak inti, biasanya pada arthritis rheumatoid
 Sel L.E , biasanya pada lupus eritematosus sistemik

8. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema).
Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun
anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura yaitu
Pneumokokus , E. coli, Kleibsiella, Pseudomonas, Enterobacter. Pada pleuritis
tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat
1,2,10
menunjukkan yang positif sampai 20%.
9. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasus-kasus
neoplasma, korpus alineum dalam paru, abses paru dan lain-lain. 1,2,10
10. Scanning Isotop
Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan emboli
paru. 1,2,10
11. Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)
Torakoskopi biasnya digunakan pada kasus dengan neoplasma atau
tuberculosis pleura. Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding dada

26
(dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks). Cairan dikeluarkan dengan
memakai penghisap dan udara dimasukkan supaya bias melihat kedua pleura.
Dengan memakai bronkoskop yang lentur dilakukan beberapa biopsi. 1,2,10

H. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding radiologi untuk efusi pleura antara lain:
1. Atelektasis
Suatu keadaan pulmo atau sebagian pulmo yang mengalami
hambatan perkembangan sempurna sehingga dapat sama sekali tidak terisi
udara. Gambaran radiologi atelectasis terbagi atas gambaran langsung dan
tidaklangsung. Tanda langsung meliputi pergereseran fisura mayor ate
fisura minor kearah atelectasis dan peningkatan densitas pulmo yang
mengalami atelectasis. Tanda tidak langsung atelectasis meliputi
pergeseran struktur yang bergerak di dalam mediastinum kearah
atelectasis, elevasi hemidiafragma kearah atelectasis, penyempitan ruang
sela iga (ICS).20

Gambar 18. Atelectasis pada paru dextra16

2. Pneumonia
Penyakit peradangan akut pulmo yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh non infeksi yang

27
menimbulkan konsolidasi jaringan pulmo dan gangguan pertukaran gas
setempat. Gambaran radiologi pada foto toraks yaitu tampak
perselubungan homogen ate inhomogen sesuai lobus ate segmen pulmo,
berbatas tegas disertai dengan gambaran air-bronchogram sign.21

Gambar 19. Pneumonia pada anak.Tampak konsolidasi pada lobus kanan atas
disertai air-bronchogram sign21

3. Tumor paru
Gambaran radiologi tumor paru yaitu tampak bayangan massa
densitas tinggi dan biasanya terdapat bintik-bintik kalsifikasi di dalamnya.
Pada tumor pulmo juga dapat disertai pendorongan organ di sekitarnya
oleh massa tumor.21

Gambar 20.Tumor paru sinistra.Tampak massa tumor pada paru kiri atas16

28
I. Penatalaksanaan
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan
pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga toraks. Beberapa macam
pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah
sebagai berikut1,2,3:

 Obati penyakit yang mendasarinya


 Torakosentesis, Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai
sarana untuk diagnostic maupun terapeutik.
 Chest tube
Tabe1. Indikasi untuk drainase chest tube pada efusi parapneumonik

Pleurodesis, dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga akan


mencegah penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini dipertimbangkan untuk
efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi karena keganasan.Sebelum dilakukan
pleurodesis cairan dikeluarkan terlebih dahulu melalui selang dada dan paru
dalam keadaan mengembang.Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan
pleura parietalis dengan menggunakan zat kimia (tetrasiklin, bleomisin, thiotepa,
corynebacterium, parfum, talk) atau tindakan pembedahan.Tindakan dilakukan
bila cairan sangat banyak dan selalu terakumulasi kembali.Pleurodesis dilakukan
dengan memakai bahan sklerosis yang dimasukkan ke dalam rongga pleura.
Efektifitas dari bahan ini tergantung pada kemampuan untuk menimbulkan
fibrosis dan obliterasi kapiler pleura. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar
masukkanlah tetrasiklin sebanyak 500 mg yang sudah dilarutkan dalam 20-30 ml
larutan garam fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti segera dengan

29
20 ml larutan garam fisiologis. Kemudian kateter diklem selama 6 jam, ada juga
yang melakukan selama 30 menit dan selama itu posisi penderita diubah-ubah
agar tetrasiklin terdistribusi di seluruh rongga pleura. Bila dalam 24-48 jam cairan
tidak keluar lagi selang dada dicabut.

J. Komplikasi
Atrium kanan dan ventrikel kanan yang kolaps sering dikaitkan dengan
hemodinamik efusi perikardial yang signifikan. Sangat sedikit studi kasus pada
manusia dan model hewan yang menjelaskan kolapsnya ruang jantung yang
disebabkan oleh efusi pleura. Mekanisme kolaps ruang jantung yang berhubungan
dengan efusi pleura, menghasilkan tekanan intratoraks positif yang pada
gilirannya menyebabkan kolapsnya ruang jantung. Penelitian pada hewan oleh
Vaska dan rekan menunjukkan bahwa intrapleural dan tekanan intrapericardial
naik bersamaan selama infus cairan intrapleural. Hal ini menunjukkan bahwa efusi
pleura berkontribusi dalam keseluruhan tekanan extracardiac. Atrium kanan
adalah ruang bertekanan rendah dengan dinding yang tipis, yang menjelaskan
kerentanan untuk colaps di bawah tekanan eksternal.22

K. Prognosis
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang
mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobatan
lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak
memedapatkan pengobatan dini. 1,2

BAB III

30
DISKUSI

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan


melebihi normal dalam cavum pleura (diantara pleura parietalis dan viseralis)
dapat berupa transudate atau cairan eksudat. Efusi pleura merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain, jarang merupakan penyakit primer, secara
normal ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5-15 ml) berfungsi
sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya
friksi.3
Efusi pleura banyak terjadi didalam dunia medis.Lebih dari 3000 orang
per 1 juta populasi per tahun mengalami efusi pleura. Efusi pleura bergantung
pada wilayah geografis dan prevalensi penyakit yang dapat menyebabkan efusi
pleura.. Di Amerika Serikat 1,5 juta kasus efusi pleura terjadi tiap tahunnya. Di
negara – negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, keganasan dan pneumonia bakteri, sementara dinegara –
negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi
tuberkulosis.10
Penyebab efusi, penyakit ganas menyumbang 41% dan untuk tuberkulosis
33% dari 100 kasus efusi pleura eksudatif, 2 pasien (2%) memiliki koeksistensi
tuberkulosis dan keganasan yang dianalisis dengan kelompok ganas.
Parapneumoni efusi ditemukan hanya 6% kasus, penyebab lain gagal jantung
kongestif 3%, komplikasi dari operasi by pass koroner 2%, rheumatoid artritis
2%, erythematous lupus sistemik 1%, gagal ginjal kronis 1%, kolesistitis akut 1%,
etiologi tidak diketahui 8%. Kasus efusi pleura mencapai 2,7% dari penyakit
infeksi saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan
keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini. Faktor resiko
terjadinya efusi pleura diakibatkan karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi
yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang
menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya
masyarakat tentang pengetahuan kesehatan.23

31
Pada kasus, pasien MRS dengan keluhan sesak napas, dirasakan sejak 2
minggu yll dan memberat 2 hari SMRS.Keluhan dirasakan memberat ketika
pasien mencoba menarik napas dalam, dalam posisi duduk dan berkurang ketika
pasien dalam posisi tidur.Pasien juga merasa nyeri dada sebelah kiri seperti
tertusuk-tusuk serta batuk, keringat malam hingga penurunan berat badan
drastis.Sesuai teori, pasien dengan efusi pleura biasanya memiliki gejala sesak,
batuk, nyeri dada yang bersifat tajam. Riwayat gagal jantung, gagal ginjal dan
penyakit hati dapat mengarahkan kepada efusi pleura yang bersifat transudat.
Sedangkan riwayat kanker dapat mengarah pada efusi akibat keganasan.24
Sesuai hasil anamnesis pasien sebelumnya pernah mengkonsumsi obat
program 6 bulan, namun tidak sampai selesai pengobatan dihentikan karena
kondisi pasien drop. Bila dikaitkan dengan teori faktor penyebab efusi pleura pada
kasus mungkin dikaitkan dengan infeksi TB pasien.
Untuk pemeriksaan fisik pasien, tanda-tanda vital dalam batas normal.
Hasil spesifik didapatkan di region toraks antara lain adanya nyeri tekan region
hemitoraks kiri, fremitus taktil kesan menurun pada hemitoraks sinistra. Perkusi
kesan redup pada daerah hemitoraks sinistra setinggi ICS III basal. Auskultasi
pada pulmo didapati vesikuler menurun pada hemitoraks sinistra, rhonki dan
wheezing tidak ada. Hal ini sesuai dengan teori yaitu pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan fremitus taktil yang menurun terutama pada daerah basal, perkusi
tumpul, kemudian suara nafas vesicular yang menurun atau tidak ada sama sekali
pada paru yang terdapat efusi. Suara pleural friction rubmungkin juga terdengar
selama akhir inspirasi.25
Sesuai dengan teori, pemeriksaan radiogafi posteroanterior dan lateral
menjadi standar pada diagnosis radiologi paru. Pada kasus telah dilakukan
pemeriksaan foto toraks PA dan didapati tampak perselubungan homogen pada
hemithoraks sinistra yang menutupi sinus, diafragma dan batas kiri jantung.
Dengan demikian memberikan kesan efusi pleura sinistra.Torakosintesis dengan
analisis cairan dapat mempersempit diagnosis differensial dari efusi.26
Pada kasus gambaran radiologic efusi pleura sinistra tersebut diagnosis
banding dengan tumor/ massa pulmo sinistra. Hal ini sesuai dengan teori bahwa

32
gambaran radiologic suatu efusi sering didiagnosis banding dengan atelektasis,
pneumonia dan tumor paru.
Efusi pleura harus segera mendapatkan tindakan pengobatan karena cairan
pleura akan menekan organ-organ vital dalam rongga toraks. Beberapa macam
pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif antara lain
obati penyakit yang mendasarinya, torakosentesis, aspirasi cairan pleura
(torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostic maupun terapeutik serta
dilakukan chest tube. Sesuai dengan teori, pada kasus ini telah dilakukan
tatalaksana farmako untuk keluhan dan penyakit dasar, serta dilakukan aspirasi
cairan pleura setelah pasien dipindahkan ke ruang perawatan.1,2,3
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang
mendasari kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis dan pengobatan
lebih dini akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasien yang tidak
1,2
memedapatkan pengobatan dini. Pada kasus ini prognosis pasien adalah dubia
ad malam dikarenakan faktor penyulit seperti usia yang sudah tua, adanya riwayat
penyakit TB yang mendasari dan keluhan yang telah berulang.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Rubins J. Pleural Effusion. Updated 5 September 2014 [cited on 2019


December]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/299959-overview#showall
2. Light RW. Disorders of the Pleura and Mediastinum. Available in : Longo,
et al. 2012. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th Ed.United
States : Mc Graw Hill Companies
3. Alberg AJ, Samet JM. Epidemiology of lung cancer. J Semin interv radiol.
2013;30(1):173-7
4. Tobing E, Widirahardjo. Karakteristik Penderita Efusi Pleura di RSUP H
Adam Malik Medan Tahun 2011. E-Jurnal FK USU Volume 1 No 2
Tahun 2013.
5. Kusumawidjaja K. Pleura dan Mediatinum. In: Ekayuda I, editor.
Radiologi Diagnostik. 2 ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. p. 117-
119.
6. Williams M. Adult Chest Surgery. In: Sugarbaker D, et all. The McGraw-
Hill Companies; 2009.
7. R O’Rahilly FM, S Carpenter, R Swenson. Basic human anatomy: A
regional study of human strucutre [online]. [cited 2019 December].
Available http://www.dartmouth.edu/~humananatomy/index.html.
8. Soetikno RD. Efusi Pleura. In: Mashuri, Hermawan R, Nilasari V, editors.
Radiologi Emergensi. Bandung: PT. Rafika Aditama; 2013. p. 62 - 72.
9. McGrath EE, Anderson PB. Diagnosis of pleural effusion: a systematic
approach. Am J Crit Care. 2011;20(2):119-27; quiz 128.
10. Halim H. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam : Setiati, et al. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta : Interna Publishing; 2014.
11. Pratomo IP, Yunus F. Anatomi dan Fisiologi Pleura. CDK-205. Vol 40 No
6, 2013.

34
12. The Chest Wall, Pleura, Diaphragm And Intervention In: Adam A, Dixon
AK, Grainger RG, Allison DJ, editors. Grainger & Allison’s Diagnostic
Radiology A Textbook of Medical Imaging. 5th ed. UK: Elsevier; 2011 p.
224-227.
13. Chapman S, Robinson G, Stradling J, West S. Pleural Effusion. In: Oxford
Handbook of Respiratory Medicine. 2nd Edition. New York: Oxford
University Express 2011. p. 347-361.Rad 4
14. Lange S, Walsh G. Diseases of the Pleura, Diapragm, and Chest Wall. In:
Radiology of Chest Diseases. 3rd ed. New York: Thieme; 2007.
15. Natsir FM. Efusi Pleura. [cited on 2019 December]. Available at: URL:
https://fathirphoto.wordpress.com/2012/05/.
16. Lababebeb O. Pleural Effusion Imaging [online]. Published on 2017 May
13th [cited on Dec 07th 2019]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/355524-overview
17. Muniz SH. Arregui PO. Imaging review of pleural effusion: diagnosis and
Intervention; 2014
18. Sutton D. Textbook of radiology and imaging. 7th ed. London:
Churchillivingstone. 2003.
19. Soetikno RD. Radiologiemergensi. Bandung: Refikaaditama. 2011. Hal.
62-72
20. Price SA. Wilson LM. Patofisiologi: Konsepklinis proses-proses penyakit.
Edisi 6. Jakarta: EGC. 2006. hal. 799-800
21. Davey P. Pleural effusion. In: Medicine at a glance. 4th ed. USA:
Blackwell Publishing. 2014. Hal. 45
22. Khouzam RN, Yusuf J. Pleural effusion leading to right atrial collapse. J
Clin Ultrasound 2014;42(3):189-91.
23. Mattison L, Coppage L, Alderman D. Pleural effusion: prevalence, causes,
and clinical implications. Br. J Cancer. 2010;111(04):810-14
24. Hour CE. Diagnosis of pleural effusion; a systematic approach. J Am Crit
care. 2011;20(3):199-218

35
25. Hooper C, Lee G, Maskell N. Investigation of a unilateral pleural effusion
in adults. J International of respiration medicine. 2013;65(2): 145-54
26. Rasad S. Radiologi diagnostic. Jakarta: Balai penerbit FK Universitas
Indonesia;2015.

36

Anda mungkin juga menyukai