Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

Tinjauan Teori
A. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada bagian intra-seluler.
Tulang berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui
proses “Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel
yang disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat
penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan
dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya :
1). Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang
yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah
proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan
metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut
lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh
karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan
digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan
tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat.
Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada
akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis
berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen,
dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen,
bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis.
Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis
medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
2). Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
3). Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
4). Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang
pendek.
5). Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar
tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon
dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral.
Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas.
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan
matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar
(glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks
merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun.
Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi
tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ). Osteoklas adalah
sel multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran,
resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa.
Ditengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan
matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat
osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut
kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan
pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan
periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan
memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan
ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik.
Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang
merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga
sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus.
Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum,
terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan pada
permukaan tulang).
Gambar 1 Anatomi tulang panjang

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup)


dan 70 % endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari
lebih dari 90 % serat kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan (protein
plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat,
dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-
garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui
proteoglikan. Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki
kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan).
Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan
kompresi (kemampuan menahan tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan
dapat berupa pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan
pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulang
ditentukan oleh rangsangan hormon, faktor makanan, dan jumlah stres
yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas.
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang.
Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk
menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks
tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai
mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau
bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid,
dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya
tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang
menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu
sistem saluran mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap
tulang, sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi.
Garam nonkristal ini dianggap sebagai kalsium yang dapat
dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang,
cairan interstisium, dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara
bersamaan dengan pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena
aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik
multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat
di tulang. Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai asam dan enzim
yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya
terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit
tulang sedikit demi sedikit. Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas
menghilang dan muncul osteoblas. Osteoblas mulai mengisi daerah yang
kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua
yang telah melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas
menyebabkan tulang terus menerus diperbarui atau mengalami
remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas
osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan menebal.
Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang
pulih dari fraktur. Pada orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan
osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total massa tulang konstan.
Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas
dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga
meningkat pada tulang-tulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia
dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas osteoklas dapat
menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas
osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon.
Faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoblas dirangsang
oleh olah raga dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu
stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas
osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron,
dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas
dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa
pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen
dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti
tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung
pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa
menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon
pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang
secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung
dengan merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan
konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun,
vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum
dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D
dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam
makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas
terutama dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan
oleh kelenjar paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid.
Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai respons terhadap
penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan
aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan kalsium serum
bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran
hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek
hormon paratiroid pada osteoklas.
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium
serum dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon
paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga
menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal
bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu
hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap
peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek
menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini
meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium
serum.
b. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
1). Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2). Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan
jaringan lunak.
3). Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi
dan pergerakan).
4). Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang
(hema topoiesis).
5). Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

PROSES PENYEMBUHAN TULANG

Tahapan penyembuhan tulang terdiri dari: inflamasi, proliferasi


sel, pembentukan kalus, penulangan kalus (osifikasi), dan remodeling.

Tahap Inflamasi. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan


hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi
perdarahan dalam jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma di
tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi
karena terputusnya pasokan darah. Tempat cidera kemudian akan
diinvasi oleh magrofag (sel darah putih besar), yang akan
membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan
nyeri.

Tahap Proliferasi Sel. Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami


organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah,
membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan
osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel
endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk
jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum,
tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut
dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang.
Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak sruktur kalus. Tulang
yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.

Tahap Pembentukan Kalus. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan


lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah  sudah
terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan
fibrus, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume
dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung
berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu
waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung
dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fargmen tulang
tidak bisa lagi digerakkan.

Tahap Penulangan Kalus (Osifikasi). Pembentukan kalus mulai


mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu  patah tulang,
melalui proses penulangan endokondral. Patah tulang panjang orang
dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat
bulan. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar
telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat
elektronegatif.

Tahap Menjadi Tulang Dewasa (Remodeling).  Tahap akhir


perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya.
Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun –
tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi
tulang, dan pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus –
stres fungsional pada tulang. Tulang kanselus mengalami
penyembuhan dan remodeling lebih cepat daripada tulang kortikal
kompak, khususnya pada titik kontak langsung.

Selama pertumbuhan memanjang tulang, maka daerah metafisis


mengalami remodeling (pembentukan) dan pada saat yang bersamaan
epifisis menjauhi batang tulang secara progresif. Remodeling tulang
terjadi sebagai hasil proses antara deposisi dan resorpsi osteoblastik
tulang secara bersamaan. Proses remodeling tulang berlangsung
sepanjang hidup, dimana pada anak-anak dalam masa pertumbuhan
terjadi keseimbangan (balance) yang positif, sedangkan pada orang
dewasa terjadi keseimbangan yang negative. Remodeling juga terjadi
setelah penyembuhan suatu fraktur. (Rasjad. C, 1998).
B. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan
menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Documentation
menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang
disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap oleh tulang.

Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat


hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman, 2000).
Pendapat lain menyatakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur
yang bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi
(Handerson, M. A, 1992).

Jadi fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau


patahnya tulang yang utuh , yang biasanya disebabkan oleh
trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya
trauma.

C. Etiologi
Etiologi dari fraktur :
1. Menurut Smeltzer, 2002 : fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem.
2. Menurut Reeves, 2001 : fraktur sering terjadi berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor.
Fraktur juga dapat terjadi sehubungan dengan osteoporosis yang terkait
dengan perubahan hormon pada menopause.
Selain itu, ada juga yang berpendapat etiologi fraktur sebagai berikut:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
D. Klasifikasi
a. Fraktur berdasarkan tipe luasnya jaringan yang retak serta lokasi
1. Fraktur komplit adalah patah tulang atau diskontinuitas jaringan tulang
yang luas dengan tulang terbagi dua bagian dan garis patahnya
menyeberang dari satu sisi lain sehingga seluruh korteks.
2. Fraktur inkomplit adalah patah tulang atau disinkontinuitas jaringan
tulang dan garis patahnya tidak menyeberang sehingga tidak mengenai
korteks.
b. Fraktur menurut hubungan dengan lingkungan
1. Fraktur terbuka (open/compound) adalah patah tulang yang fragmen-
fragmennya berhubungan dengan dunia luar.
2. Fraktur tertutup (closed) adalah patah tulang yangfragmen-fragmennya
tidak berhubungan dengan dunia luar.
c. Fraktur menurut pola/sudut patah
1. Fraktur transversal adalah fraktur yang jenis patahnya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang.
2. Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut
terhadap tulang
3. Fraktur spiral adalah fraktur yang timbul akibat torsi pada ekstremitas.
d. Fraktur menurut jumlah garis patah
1. Fraktur segmental adalah garis patah lebih dari satu tetapi tidak
berhubungan
2. Fraktur kominutif adalah garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
3. Fraktur multiple adalah garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang
yang berlainan tempatnya.
e. Fraktur menurut tipe
1. Fraktur avulasi adalah tertariknya fragmen tulang oleh ligamen/tendon
2. Fraktur kompresi adalah fraktur yang tidak sempurna dan sering
terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada
diantaranya.
3. Fraktur greenstick adalah fraktur fraktur yang tidak sempurna dan
sering terjadi pada anak-anak dan konteks tulangnya diperiosteum
sebagian masih utuh.
4. Fraktur patologik adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang
berpenyakit.
E. Patofisiologi
Fraktur atau patah tulang sering terjadi karena berbagai penyebab
langsung, tidak langsung, akibat tarikan otot yaitu karena trauma tenaga fisik
seperti kecelakaan kendaraan motor, jatuh, olah raga, exercise yang kuat,
maupun karena penyakit pada tulang seperti osteoporosis, tumor tulang,
infeksi juga dapat menyebabkan rusaknya kontinuitas tulang sehingga
terjadilah fraktur tertutup ataupun terbuka.Akibat fraktur tertutup atau terbuka
terdapat gejala yang dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri, deformitas,
krepitasi, bengkak, peningkatan temperatur local, pergerakan abnormal,
kehilangan fungsi, perdarahan sianosis, adanya spasme otot. Setelah
terjadinya fraktur akan terjadi proses penyembuhan yang merupakan proses
biologis alami yang akan terjadi setiap patah tulang. Pada permulaan akan
terjadi pendarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan
hematoma pada tempat patah tulang. Hematoma dibungkus dengan jaringan
lunak disekitar yaitu periosteum dan otot. Pada tahap ini terjadi inflamasi
pembengkakan dan nyeri. Dalam sekitar 5 hari akan terjadi tahap yang kedua
yaitu proliferasi sel dimana hematoma akan menjadi medium pertumbuhan sel
jaringan fibrosis dan vaskuler sehingga hematoma akan berubah menjadi
jaringan fibrosis dengan kapiler di dalamnya. Sel-sel akan aktif tumbuh ke
arah fragmen tulang, sehingga fragmen tulang semakin menempel. Kemudian
akan tumbuh sel jaringan mesenkim yang bersifat osteogenik. Sel ini akan
berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk koroid yang merupakan
bahan dasar tulang rawan sedangkan tempat yang jauh dari patahan tulang
yang vaskularisasinya relatif banyak, sel ini berubah menjadi osteoblast dan
membentuk osteoid yang merupakan bahan dasar tulang. Tahap yang ketiga
adalah pembentukan kalus dimana osteoblast membentuk tulang lunak
(kalus), lapisan terus meluas dan menebal, bertemu dengan lapisan kalus dari
fragmen lainnya dan akan menyatu. Tahap yang keempat adalah konsolidasi
dimana kalus mengeras dan terjadi proses konsolidasi fraktur terasa menyatu,
secara bertahap akan terjadi tulang matur. Tahap yang kelima adalah
remodeling yang merupakan tahap akhir meliputi pengambilan jaringan mati
dan reorganisasi tulang baru kesusunan structural sebelumnya. Ada beberapa
penatalaksanaanyang dapat dilakukan pada pasien fraktur yaitu reposisi,
imobilisasi yang meliputi pemasangan gips, bidai, traksi. Tindakan lain
berupa pembedahan yaitu ORIF dan OREF. Akibat dari penatalaksanaan ini
yaitu nyeri, perdarahan, adanya luka post operasi, peningkatan suhu tubuh,
pasien bertanya-tanya tentang pengobatan dan perawatan yang akan
dilakukan, kelemahan dan kehilangan fungsi.
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan apabila fraktur tidak
mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat yaitu :
1. Dini
a. Compartment syndrome
Adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang berlebihan di
dalam satu ruangan yang disebabkan pendarahan masif pada suatu
tempat, biasanya ditandai dengan AVN (Arteri, Vena,Nervus).
Dimana akibat adanya penekanan pada arteri akan menyebabkan
terjadinya sianosis, terbendungnya aliran balik pada vena
menyebabkan terjadinya odema dan akibat penekanan pada saraf
perifer menyebabkan pasien mengalami nyeri.
b. Syok
Syok yang terjadi adalah syok hipovolemik yang sering ditandai
karena pendarahan hebat dan dapat berkembang cepat.
c. Fat embolism syndrome
Adalah tetesan lemak yang masuk ke dalam pembuluh darah
d. Infeksi
Infeksi dapat disebabkan melalui perantara peniti, logam, bidai yang
digunakan untuk reposisi fraktur saat operasi.
2. Lama
a. Infeksi yang menahun
b. Delayed yang menahun
Adalah fraktur yang tidak mengalami penyembuhan secara utuh.
c. Non union
Adalah tulang yang tidak menyatu
d. Mal union
Adalah penyatuan tulang yang tidak bagus.
e. Kontraktur
Adalah kekakuan sendi dan otot
f. Osteoporosis
Adalah gangguan metabolisme tulang sehingga masa tulang menurun.
F. Manifestasi Klinik
a. Deformitas
b. Bengkak/edema
c. Echimosis (Memar)
d. Spasme otot
e. Nyeri
f. Kurang/hilang sensasi
g. Krepitasi
h. Pergerakan abnormal
i. Rontgen abnormal
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada penderita fraktur diantaranya :
a. Foto rotgen
Untuk mengetahui lokasi dan luasnya ftraktur atau trauma yang terjadi
pada tulang. Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan tampak gambar
patahan tulang.
b. CT-Scan
Untuk melihat rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan tulang atau cidera ligamen atau tendon.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging)
Untuk melihat abnormalitas (misalkan : Tumor atau penyempitan jalur
jaringan lunak melalui tulang) jaringan lunak seperti tendon, otot, tulang
rawan.
d. Angiografi
Untuk melihat struktur vascular dimana sangat bermanfaat untuk mengkaji
perfusi arteri.
e. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk melihat kadar hemoglobin. Hasil yang ditemukan biasanya lebih
rendah bila terjadi pendarahan karena trauma.
f. Pemeriksaan sel darah putih
Untuk melihat kehilangan sel padasisi luka dan respon inflamasi terhadsp
cedera. Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan yaitu leukositosis.
H. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan pada pasien dengan
fraktur yaitu :
a. Tindakan konservatif
1. Imobilisasi
Adalah mempertahankan reposisi selama masa penyembuhan patah
tulang misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit
dan fraktur dengan kedudukan yang baik.
2. Rehabilitasi
Adalah proses pemulihan kembali fungsi tulang yang dapat dilakukan
dengan fisio therapy aktif dan pasif.
3. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Gips merupakan alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak
sesuai kontur tubuh dimana gips ini dipasang. Tujuan pemakaian gips
adalah untuk mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan
memberikan tekanan yang merata pada jaringan lunak yang terdapat
didalamnya.
Jenis-jenis gips :
1) Gips lengan pendek, memanjang dari bawah siku sampai lipatan
telapak tangan, melingkar erat didasar ibu jari.
2) Gips lengan panjang, memanjang setinggi lipat ketiak sampai
disebelah proksimal lipatan telapak tangan.
3) Gips tungkai pendek, memanjang dari bawah lutut sampai dasar
jari kaki.
4) Gips tungkai pendek, memanjang dari perbatasan sepertitiga atas
dan tengah paha sampai dasar jari kaki.
5) Gips berjalan, gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat
lebih kuat.
6) Gips tubuh, melingkar di batang tubuh.
7) Gips spika,melibatkan sebagian tubuh dan satu atau dua
ekstremitas
8) Gips spika bahu, jaket tubuh yang melingkari batang tubuh bahu
dan siku
9) Gips spika pinggul, melingkari batang tubuh dan satu ektremitas
bawah.
4. Traksi
Adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan
untuk meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan
dan mengimobilisasi fraktur, traksi harus diberikan dengan arah dan
besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Secara
umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ektremitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa
sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang
patah.
Jenis-jenis traksi :
1) Traksi kulit buck
Traksi yang paling sederhana ini paling tepat bila dipasang pada
anak muda untuk jangka waktu yang pendek. Indikasi yang
paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan
sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan
diperbaiki lebih lanjut.
2) Traksi kulit Bryant
Sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami
patah tulang paha.
3) Traksi rangka seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat
patah tulangpada korpus femoralis orang dewasa,
mempergunakan traksi skeletal dengan beberapa katrol dan
bantalan khusus.
4) Traksi Russell
Traksi Russell ini biasanya digunakan untuk fraktur panggul
dimana paha akan disokong oleh bebat.
Secara umum traksi ada dua macam yaitu :
1. Skin traction yaitu tarikan pada kulit
2. Skeletal traction yaitu tarikan pada tulang
Pada skin traction menggunakan pita[jarang digunakan
karena dapat merusak kulit] tujuannya untuk menurunkan nyeri
akibat spasme otot, pemberat digunakan untuk mencegah
kerusakan kulit.Beban pada skin traction maksimal 5 kilogram.
b. Tindakan Operatif
a. ORIF (Open Reduction with Internal fixation)
Merupakan tindakan insisi pada tempat yang mengalami cedera dan
ditentukan sepanjang bidang anatomic menuju tempat yang
mengalami fraktur. Keuntungannya yaitu reposisi anatomis dan
mobilisasi dini tanpa fiksasi luar. Indikasi dari ORIF :
(1) Fraktur yanmg tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis
tinggi. Misalnya : Fraktur talus, fraktur collom femur.
(2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
Misalnya : fraktur avulasi, fraktur dislokasi
(3) Fraktur yang dapat direposisi sulit dipertahankan
Misalkan : fraktur pergelangan kaki
(4) Fraktur intra-articuler
Misalnya : fraktur patela

b. OREF (Open Reduction with eksternal Fixation)


Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksternal dengan
mempergunakan kanselosa screw dengan metil metaklirat (akrilik
gigi) atau fiksasi eksternal dengan jenis-jenis lain misalnya dengan
mempergunakan screw schanz.
Keuntungannya yaitu darah sedikit yang hilang, mudah membersihkan
luka, sesegera mungkin ambulasi dan latihan tubuh yang nyeri.
Indikasi dari OREF : fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau
tulang yang hebat, fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosisi,
fraktur yang miskin jaringan ikat.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a.Aktivitas/istirahat
a) kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
b) Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
a) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas)
b) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
c) Tachikardi
d) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
e) Capilary refil melambat > 2 detik
f) Pucat pada bagian yang terkena
g) Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
a) Kesemutan
b) Deformitas, krepitasi, pemendekan
c) Kelemahan

d. Kenyamanan
a) nyeri tiba-tiba saat cidera
b) spasme/ kram otot
e. Keamanan
a) laserasi kulit
b) perdarahan
c) perubahan warna
d) pembengkakan local
3. Analisa data
Data subyektif :
- Pasien mengeluh rasa nyeri pada daerah fraktur
- Pasien mengeluh mengalami keterbatasan gerak
- Pasien mengeluh lemak
- Pasien mengatakan tidak mampu melakukan aktifitas
- pasien mengeluh pusing
- Pasien mengatakan cemas dengan keadaannya

Data obyektif
1. Pasien tampak meringis
2. Ada perdarahan
3. Tampak bengkak pada luka atau area fraktur
4. Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
5. Hipertensi (respon terhadap nyeri/cemas)
6. Hipotensi (kehilangan darah)
7. Lemah
8. Pemendekan tulang
9. Perubahan warna pada daerah fraktur (memar)

4. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut carpenito, L.J (2000) pada
pasien preoperasi fraktur adalah :
(1) Nyeri akut berhuibungan dengan trauma jaringan trauma jaringan
sekunder terhadap fraktur
(2) Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot
sekunder terhadap fraktur
(3) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
tulang
(4) Ansietas berhubungan dengan kurang informasinya tentang tindakan
pembedahan
(5) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
(6) Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
immobilisasi dan luka fraktur
(7) Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan luka fraktur

5. Perencanaan
Pada perencanaan diawali dengan prioritas diagnosa. Adapun prioritas
masalah berdasarkan atas berat ringannya masalah yaitu :
1) Kekurangan volume cairan
2) Nyeri akut
3) Kerusakan mobilitas fisik
4) Resiko terhadap infeksi
5) Resiko terhadap kerusakan integritas kulit
6) Sindrom kurang perawatan diri
7) Ansietas

Tahap selanjutnya yaitu menyusun rencana keperawatan sesuai dengan


diagnosa keperawatan yang muncul. Rencana keperawatan berdasarkan
prioritas diagnosa keperawatan yaitu :
1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Volume cairan adekuat
Kriteria hasil : Perdarahan dapat dihentikan, tidak terdapat tanda-
tanda syok hipovolemik
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital.
R/ : untuk menetahui perkembangan pasien
2. catat intake dan output
R/ : mengetahui cairan masuk dan keluar
3. observasi tehadap tanda-tanda syok hipovolemik
R/ : mengetahui apakah ada tanda-tanda syok hipovolemik

4.kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai indikasi.


R/ : untuk mengatasi kehilangan volume cairan

2) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap


fraktur
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil : pasien mengatakan nyeri berkurang, menunjukan
ekspresi wajah rileks
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital
R/ : untuk mengetahui perkembangan pasien
2. Observasi ( keluhan nyeri, kualitas wilayah serta skala nyeri)
R/ : Dengan mengobservasi skala nyeri dapat diketahui tingkat nyeri
yang dirasakan pasien
3. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
R/ : Ajarkan teknik distraksi pasien tidak akan terfokus pada
nyerinya,dengan teknik relaksasi dapat merilekskan otot-otot
sehingga rasa nyeri pasien berkurang
Dengan pemberian analgetik dapat mengurangi nyeri.
4. Selidiki adanya keluhan nyeri yang tiba-tiba
5. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
R/ : dengan lingkungan yang aman dan nyaman akan membuat
pasien lebih rileks
6. Delegatif dalam pemberian analgetik.
R/ : dengan pemberian analgetik dapat mengurangi nyeri
3) Kerusakan mobilitas fisik berhungan dengan diskontinuitas jaringan
tulang
Tujuan : Pasien dapat melakukan mobilitas fisik sesuai
dengan kemampuannya
Kriteri hasil : pasien menunjukkan keinginan berpartisipasi dalam
aktifitas

Intervensi :
1. Bantu pasien dalam mobilisasi secara bertahap
R/ : menurunkan komplikasi tirah baring
2. Bantu pasien dalam ROM aktif dan pasif
R/ : meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
meningkatkan tonus otot
3. Masukkan aktifitas sehari-hari dalam therapy fisik
R/ : persepsi dini terhadap keterbatasan fisik aktual
4. Pertahankan tirah baring, jelaskan pantangan dan keterbatasan dalam
aktifitas.
4) Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan luka fraktur
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : mencapai penyembuhan yang tepat waktu
Intervensi :
1. observasi tanda-tanda vital
R/ : Mengetahui perkembangan pasien
2. observasi keadaan umum pasien
R/ mengetahui perkembangan pasien
3. observasi tanda-tabda infeksi (rubor, kalor,dolor, tumor, fungsio
laesa)
R/ : Menentukan tingkat keparahan penyakit dan bakteri
4. Rawat luka dengan teknik steril, inspeksi luka atau robekan
kontinuitas dan kolaborasi dalam pemeriksaan lab (WBC) dan
pemberian antibiotik.
R/ : mencegah masuknya mikroorganisme penyebab infeksi
5) Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilisasi dan luka fraktur
Tujuan : kerusakan integritas kulit tidak terjadi
Kriteri hasil : penyembuhan tepat waktu pada area luka
Intervensi :
1. observasi kulit pada daerah luka apakah ada kemerahan atau
perubahan warna
R/ : Memberi informasi tentang sirkulasi kulit
2. pertahankan tempat tidur kering
R/ : meminimalkan kerusakan kulit
3. ubah posisi dengan sesering mungkin
R/ : menurunkan tekanan pada area yang tertekan
4. lakukan massage dengan lotion
R/ : menurunkan tekanan pada areayang tertekan
6) Sindrom kurang perawatan diri behubungan dengan kelemahan otot
sekunder terhadap fraktur
Tujuan : perawatan dii pasien terpenuhi
Kriteria hasil : pasien tampak bersih, dan pasien dapat melakukan
perawatan diri secara mandiri
Intervensi :
1. bantu pasien dalam pemenuhan kebersihan diri ( seperti makan,
minum, BAB, BAK, ganti pakaian)
R/ : dapat mengetahui ketergantungan pasien agar dapat memberikan
perawatan yang sesuai
2. libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien dan perawatan
diri pasien.
R/ : diharapakan dengan membantu dengan pasien diharapkan dapat
memenuhi kebutuhannya

7) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang tindakan


pembedahan
Tujuan : ansietas pasien berkurang
Kriteria hasil : pasien mengatakan ketakutan atau ansietas menurun
sampai pada tingkat ditangani
Intevensi :
1. berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur
tindakan pembedahan
R/ : menurunkan kecemasan pasien

2. libatkan pasien atau orang terdekat dalam proses pengambilan


keputusan
R/ : akan membantu memfokuskan perhatian pasien
3. dorong pasien untuk mengungkapkan apa yang ingin diketahui
R/ : memberikan kesempatan untuk mengungkapakan perasaannya
sehingga dapat menurunkan rasa cemasnya
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir darimproses keperawatan yang bertujuan untuk
menilai keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Setelah
dilaksanakan tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan adalah sesuai
dengan rencana tujuan yaitu volume cairan adekuat, nyeri berkurang atau hilang,
pasien dapat melakukan mobilitas fisik sesuai dengan kemampuannya, infeksi
tidak terjadi, kerusakan integritas kulit tidak terjadi, pasien tampak serta ansietas
pasien berkurangbatau teratasi.
Woc fraktur

Etiologi / Kekerasan
(langsung, tidak langsung, akibat tarikan otot)

Ansietas
Rusaknya kontinuitas
tulang
Kekurangan Perdarahan, Krepitasi
volume cairan sianosis
Kehilangan fungsi
Kerusakan
FRAKTUR mobilitas fisik
Adanya sposme
Risiko syok otot
hipovolemik

Sindrom kurang
perawatan diri
Kerusakan mobilitas fisik

Reposisi Operasi (ORIF,


Proses OREF)
Penyembuhan Pendarahan Kekurangan
volume cairan Risiko syok
hipovelemik

Nyeri Nyeri akut - Nyeri


Hematoma
- Adanya luka
Pembengkakan Resiko terhadap post oprasi
infeksi
Peningkatan Risiko syok
Profilerasi sel temperatur hipovelemik - Pendarahan
(pertumbuhan jaringan Peningkatan
sel fibrosis dan vaskuler suhu tubuh
- Peningkatan
suhu tubuh
Imobilisasi
Pembentukan kalus - Pasien tampak
Imobilisasi (Gips,bidai,traksi)
(osteoblast membentuk bertanya-tanya tentang
tulang lunak atau kalus) keadaannya
- Kelemahan
Resiko kerusakan - Kehilangan
integritas kulit
Konsolidasi (terjadi fungsi Kurang
penyatuan pada tulang Pengetahuan
fraktur Kerusakan
Segala kebutuhan mobilitas fisik
ADL pasien dibantu,
Remodeling pasien tampak kotor
(reorganisasi tulang)
Sindrom kurang Risiko kerusakan
perawatan diri integritas kulit
DAFTAR PUSTAKA
Tucker,Susan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta.
EGC
Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC
Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8.
Vol 3. Jakarta. EGC
Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 .
Edisi 4. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai