Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi
Berikut adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan penyakit DHF
adalah sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan
dan oksigen dari traktus distivus dan dari paru-paru ke sela-sela tubuh. Selain itu,
sistem sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa metabolisme dari sel-
sel ke ginjal, paru-paru dan kulit yang merupakan tempat ekskresi sisa-sisa
metabolisme. Organ-organ sistem sirkulasi mencakup jantung, pembuluh darah,
dan darah.
1. Jantung.
Merupakan organ yang berbentuk kerucut, terletak didalam thorax, diantara
paru-paru, agak lebih kearah kiri.

Gambar Anatomi sistem sirkulasi


(Sumber: Guyton, 2002)

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 5


2. Pembuluh Darah
Pembuluh darah ada 3 yaitu:
a. Arteri (Pembuluh Nadi)
Arteri meninggalkan jantung pada ventikel kiri dan kanan. Beberapa
pembuluh darah arteri yang penting:
1) Arteri koronaria
Arteri koronaria adalah arteri yang mendarahi dinding jantung
2) Arteri subklavikula
Arteri subklavikula adalah bawah selangka yang bercabang kanan kiri
leher dan melewati aksila.
3) Arteri Brachialis
Arteri brachialis adalah arteri yang terdapat pada lengan atas
4) Arteri radialis
Arteri radialis adalah arteri yang teraba pada pangkal ibu jari
5) Arteri karotis
Arteri karotis adalah arteri yang mendarahi kepala dan otak
6) Arteri temporalis
Arteri temporalis adalah arteri yang teraba denyutnya di depan telinga
7) Arteri facialis
Teraba facialis adalah arteri yang denyutan di sudut kanan bawah
8) Arteri femoralis
Arteri femorais adalah arteri yang berjalan ke bawah menyusuri paha
menuju ke belakang lutut
9) Arteri Tibia
Arteri tibia adalah arteri yang terdapat pada kaki
10) Arteri Pulmonalis
Arteri pulmonalis adalah arteri yang menuju ke paru-paru.
b. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang teraba dari cabang
terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali dari bawah mikroskop.
Kapiler membentuk anyaman di seluruh jaringan tubuh, kapiler

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 6


selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi darah yang lebih besar
yang disebut vena.
c. Vena (pembuluh darah balik)
Vena membawa darah kotor kembali ke jantung. Beberapa vena yang
penting:
1) Vena Cava Superior.
Vena balik yang memasuki atrium kanan, membawa darah kotor dari
daerah kepala, thorax, dan ekstremitas atas.
2) Vena Cava Inferior
Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung dari semua organ
tubuh bagian bawah.
3) Vena jugularis
Vena yang mengembalikan darah kotor dari otak ke jantung
4) Vena pulmonalis
Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung dari paru-paru.
3. Darah
Beberapa pengertian darah menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian: bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel darah (Evelyn.P, 2009).
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat didalam pembuluh darah yang
berwarna merah (Syaifudin, 2007). Darah adalah suatu cairan kental yang
terdiri dari sel-sel dan plasma (Guyton, 2002).
Jadi darah adalah jaringan cair yang terdapat dalam pembuluh darah
yang berwarna merah yang cair disebut plasma dan yang padat di sebut sel
darah yang befungsi sabagai transfer makanan bagi sel.
Volume darah pada tubuh yang sehat / organ dewasa terdapat darah kira-
kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut
pada tiap orang tidak sama tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung
atau pembuluh darah.

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 7


Tekanan viskositas atau kekentalan dari pada darah lebih kental dari pada
air yaitu mempunyai berat jenis 1.041 – 1.067 dengan temperatur 38 0C dan pH
7.37 – 1.45. Fungsi darah secara umum terdiri dari:
a. Sebagai Alat Pengangkut
1) Mengambil O2 atau zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan
keseluruh jaringan tubuh.
2) Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
3) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh.
4) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh
untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang
akan membinasakan tubuh dengan perantara leukosit, antibody atau zat-zat
anti racun.
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
Fungsi khususnya lebih lanjut diterangkan lebih banyak di struktur atau
bagian dari masing-masing sel darah dan plasma darah.
Adapun proses pembentukan sel darah (hemopoesis) terdapat tiga tempat,
yaitu: sumsum tulang, hepar dan limpa.
a. Sumsum Tulang
Susunan tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah:
1) Tulang Vertebrae
Vertebrae merupakan serangkaian tulang kecil yang tidak teratur
bentuknya dan saling berhubungan, sehingga tulang belakang mampu
melaksanakan fungsinya sebagai pendukung dan penopang tubuh.
Tubuh manusia mempunyai 33 vertebrae, tiap vertebrae mempunyai
korpus (badan ruas tulang belakang) terbentuk kotak dan terletak di
depan dan menyangga. Bagian yang menjorok dari korpus di belakang
disebut arkus neoralis (Lengkung Neoral) yang dilewati medulla
spinalis, yang membawa serabut dari otak ke semua bagian tubuh. Pada
arkus terdapat bagian yang menonjol pada vertebrae dan dilekati oleh

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 8


otot-otot yang menggerakkan tulang belakang yang dinamakan prosesus
spinosus.
2) Sternum (tulang dada)
Sternum adalah tulang dada. Tulang dada sebagai pelekat tulang kosta
dan klavikula. Sternum terdiri dari manubrium sterni, corpus sterni, dan
processus xipoideus.
3) Costa (Tulang Iga)
Costa terdapat 12 pasang, 7 pasang Costa vertebio sterno, 3 pasang
costa vertebio condralis dan 2 pasang costa fluktuantes. Costa dibagian
posterior tubuh melekat pada tulang vertebrae dan di bagian anterior
melekat pada tulang sternum, baik secara langsung maupun tidak
langsung, bahkan ada yang sama sekali tidak melekat.
b. Hepar
Hepar merupakan kelenjar terbesar dari beberapa kelenjar pada tubuh
manusia. Organ ini terletak di bagian kanan atas abdomen di bawah
diafragma, kelenjar ini terdiri dari 2 lobus yaitu lobus dextra dan ductus
hepatikus sinestra, keduanya bertemu membentuk ductus hepatikus
comunis. Ductus hepaticus comunis menyatu dengan ductus sistikus
membentuk ductus coledakus.
c. Limpa
Limpa terletak di bagian kiri atas abdomen, limpa berbentuk setengah bulan
berwarna kemerahan, limpa adalah organ berkapsula dengan berat normal
100 – 150 gram. Limpa mempunyai 2 fungsi sebagai organ limfaed dan
memfagosit material tertentu dalam sirkulasi darah. Limpa juga berfungsi
menghancurkan sel darah merah yang rusak.

B. Definisi Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh Virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Sp., yang
ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas,
lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hali, disertai tanda-tanda perdarahan pada kulit

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 9


berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam (ecchymosis) atau ruam (purpura),
kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau
rejatan/shock (Depkes.RI, 2007).
Definisi kasus DHF menurut WHO (2006) harus memenuhi kriteria-kriteria
dibawah ini : (Hadinegoro SRH, dkk, 2006)
a. Panas atau riwayat panas akut selama 2- 7 hari, atau kadang- kadang
bersifat bifasik.

Gambar 1.1 Ciri demam DHF atau demam pelana kuda


b. Manifestasi pendarahan, sekurang- kurangnya salah satu dari :
1) Uji tourniquet positif
2) Petekie, ekimosis atau purpura
3) Pendarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan atau tempat lain
4) Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia (< 100.000 /µL)
d. Bukti adanya kebocoran plasma karena meningkatnya permeabilitas
vaskular, sekurang-kurangnya salah satu dari :
1) Kenaikan hematokrit > 20 % diatas nilai rata- rata hematokrit untuk
populasi sesuai dengan umur dan jenis kelamin
2) Tanda- tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites dan
hipoproteinemia.
Menurut WHO tahuun 2000 gejala klinis DBD dibagi menjadi 4 derajat
(Vasanwala dkk, 2011). Derajat I dimana manisfestasi klinis yang timbul adalah
demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala klinis

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 10


(nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan spontan,
trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif. Derajat II
manisfestasi klinis yang timbul adalah sama seperti derajat I dan disertai
perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti mimisan, muntah darah
dan berak darah. Derajat III manisfestasi klinis yang timbul adalah derajat II dan
ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar mulut, hidung
dan jari (tanda-tanda dini renjatan). Dimana pasien yang mengalami DHF
dengan derajat III harus di rawat lebih intensif. Begitu juga pada derajat IV
harus dirawat intensif, dimana manisfestasi klinis yang timbul adalah derajat III
ditambah syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak terukur,
penurunan kesadaran, asidosis dan sianosis. Terjadinya renjatan/shock stlh
demam turun yaitu hari ke 3 sampai ke 7 bahkan ada yg sampai hari ke 10.
Maka dari itu dapat di simpulkan dari paparan derajat DHF diatas bahwa
komplikasi dari penyakit demam berdarah yang dapat mengancam nyawa
diantaranya perdarahan luas penurunan kesadaran dan shock atau DSS atau
renjatan.

C. Definisi Syok
Syok adalah hambatan di dalam peredaran darah perifer yang meyebabkan
perfusi jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan
membuang sisa metabolism tau suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna.
Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok harus bisa mengenal gejala
syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera.
Diagnose dibuat berdasarkan pemahaman klinis tidak adekuatnya perfusi organ
dan oksigenasi jaringan. Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah
berusaha mengetahui kemungkinan penyebab syok.

D. Definisi Dengue Shock Syndrom(DSS)


Penyakit dengue adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(arthropod-borne virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 11


Albopictus dan Aedes Aegypti) (Ngastiyah dan Ilmu Kesehatan Anak, 2009).
Penyakit dengue haemoragic fever adalah penyakit demam dengue dengan
manifestasi perdarahan karena rendahnya kadar trombosit (Sumarmo dkk,
2008).
Penyakit Dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthro
podborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictuse
dan Aedes aegypti). Sampai sekarang dikenal ada 4 jenis virus dengue yang
dapat menimbulkan penyakit, baik demam dengue maupun demam berdarah.
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue I,
II, II, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus
(Soegijanto, 2004).
Penyakit dengue shock syndrom (DSS) adalah penyakit DHF yang
mengalami renjatan atau shock (Mansjoer, Arief dkk, 2010).

E. Etiologi
Virus dengue termasuk group B arthro podborn virus (arbovirus) dan
sekarang dikenal sebagai genus flavivirus/family flaviviridae yang mempunyai 4
jenis serotype yang diberi nama Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. (Sumarmo,S
dkk, 2008). Virus dengue dengan serotype Den-1 sampai dengan Den-4 yang
ditularkan melalui vector nyamuk Aedes Aegypti, Aedes albopictus dan Aedes
Polynesiensis dan beberapa spesies lain yang merupakan vector yang kurang
berperan. Virus DEN virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh
nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung 2 protein
yaitu selubung protein E dan protein membrane M. Infeksi dengan salah satu
serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype yang
bersangkutan akan tetapi tidak ada perlindungan antibody terhadap serotype
yang lain (Mansjoer, Arief dkk, 2010).

F. Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue hampir sama dengan infeksi virus yang lain yang
merupakan self limiting infections desease yang akan berakhir antara hari 2 – 7,

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 12


infeksi virus dengue mengakibatkan suatu spectrum manifestasi klinik yang
bervariasi antara penyakit ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam
dengue, demam berdarah dengue sampai dengue syndrome syok dimana kriteria
klinik yaitu :
a. Lemah, lesu
b. Nafsu makan berkurang
c. Nyeri pada anggota badan, punggung, kepala, sendi
d. Demam
Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang
mendadak tanpa sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung
2-7 hari (Bagian Patologi Klinik, 2009). Naik turun dan tidak berhasil
dengan pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3
dan ke-7 dengan tanda-tanda anak menjadi lemah, ujung jari, telinga dan
hidung teraba dingin dan lembab. Masa kritis pda hari ke 3-5. Demam akut
(38°-40° C) dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta
seperti, anoreksi, lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala.

Gambar: Kurva suhu pada DHF


e. Perdarahan
Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam.
Bentuk perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang menandakan

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 13


fraglita kapiler meingkat (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kondisi seperti
ini juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll.
Perdarahan tanda lainnya ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan
perdarahan gusi, hematemesis melena. Uji tourniquet positif jika terdapat
lebih dari 20 ptekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian volar
termasuk fossa cubiti.
f. Hepatomegali
Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai
ikterus. Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga
2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan (Bagian Patologi Klinik, 2009).
Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun
nyeri tekan pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.
g. Renjatan (Syok)
Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan
ke-7 sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya
mempunyai prognosa buruk (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kegagalan
sirkulasi ini ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah disertai
penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan
tekanan darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan
pasien terlihat gelisah.

G. Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes
aegypty atau Aedes albopictus dengan organ sasaran adalah organ hepar, nodus
limfaticus, sumsum tulang belakang dan paru. Dalam peredaran darah, virus
tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer. Virus DEN mampu bertahan
hidup dan mengadakan multifikasi dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan
bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponenya.
Setelah terbentuk, virus dilepaskan dari sel. Proses perkembangbiakan sel virus
DEN terjadi di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 14


imunitas protektif terhadap serotype tersebut tetapi tidak ada cross protectif
terhadap serotip virus yang lain (Kurane & Francis, 2004).
Beberapa teori mengenai terjadinya DBD dan DSS antara lain adalah:
1. Teori Antigen Antibodi
Virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan
antibody, membentuk virus antibody kompleks (komplek imun) yang akan
mengaktifasi komplemen. Aktifasi ini akan menghasilkan anafilaktosin C3A
dan C5A yang akan merupakan mediator yang mempunyai efek
farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini bersifat vasoaktif dan
prokoagulant sehingga menimbulkan kebococran plasma (hipovolemik syok
dan perdarahan. (Soewandoyo, 2008).
2. Teori Infection Enhancing Antibody
Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuclear merangsang
terbentuknya antibody nonnetralisasi. Antigen dengue lebih banyak didapat
pada sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada kejadian ini
antibody non netralisasi berupaya melekat pada sekeliling permukaan sel
makrofag yang beredar dan tidak melekat pada sel makrofag yang menetap
di jaringan. Makrofag yang dilekati antibody non netralisasi akan memiliki
sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi.
Makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan akan melepaskan
sitokin yang memiliki sifat vasoaktif atau prokoagulasi. Bahan-bahan
mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh
darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma
dan perdarahan. (Wang, 2005).
3. Teori mediator
Teori mediator didasarkan pada beberapa hal:
a. Kelanjutan dari teori antibody enhancing, bahwa makrofag yang
terinfeksi virus mengeluarkan mediator atau sitokin. Fungsi dan
mekanismme sitokin kerja adalah sebagai mediator pada imunitas alami
yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator
yang mengatur aktivasi, proliferasi dan diferensiasi limfosit, sebagai

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 15


activator sel inflamasi nonspesifik, dan sebagai stimulator pertumbuhan
dan deferensiasi lekosit matur (Khana, 2003).
b. Kejadian masa krisis pada DBD selama 48-72 jam, berlangsung sangat
pendek. Kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat, dan praktis
tidak ada gejala sisa.
c. Dari kalangan ahli syok bacterial, mengambil perbandingan bahwa pada
syok septic banyak berhubungan dengan mediator.
Menurut Suvatte (2004) patogenesis DBD dan DSS adalah masih
merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada
DBD dan DSS adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous
infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara
tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya
dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih
besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian
membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan
reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi
heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas
melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi
dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi
dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap
infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok (Suvatte, 2004).
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu
beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi
virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan
terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody compleks) yang

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 16


selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan
C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang
ekstravaskular (Suvatte, 2004).
Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini
terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar
natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites).
Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan
anoksia, yang dapat berakhir fatal. Oleh karena itu, pengobatan syok sangat
penting guna mencegah kematian (Suvatte, 2004).
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus
binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu.
Virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh
nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat
menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi
dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain
virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar (Suvatte,
2004).
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi
selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit
dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh
darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD.
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-
antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin
di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)
sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif
(KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan factor pembekuan.

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 17


Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi
lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi factor Hageman sehingga
terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler
yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD
diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID),
kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya
perdarahan akan mempercepat syok yang terjadi (Suvatte, 2004).
Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh:
1. Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa
demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan.
2. Gangguan fungsi trombosit
3. Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial, masa protrombin
memanjang sedangkan sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin
normal, beberapa factor pembekuan menurun termasuk factor, V, VII, IX, X
dan fibrinogen.
4. DIC/Desiminata Intravakuler Coagulasi
Pada masa dini DBD peranan DIC tidak terlalu menonjol dibandingkan
dengan perembesan plasma, namun apabila penyakit memburuk sehingga
terjadi renjatan dan asidosis metabolic maka renjatan akan mempercepat
kejadian DIC sehingga peranannya akan menonjol. Renjatan dan DIC saling
mempengaruhi sehingga kejadian renjatan yang irreversible yang disertai
perdarahan hebat disemua organ vital dan berakhir dengan kematian.

H. Klasifikasi
Menurut WHO tahun 2000 gejala klinis DBD dibagi menjadi 4 derajat
(Vasanwala dkk, 2011):
1. Derajat I
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala
klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan
spontan, trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 18


2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti
mimisan, muntah darah dan berak darah.
3. Derajat III
Derajat II dan ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan darah rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis
di sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
4. Derajat IV
Derajat III ditambah syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah
tak terukur, penurunan kesadaran, asidosis dan sianosis. Terjadinya
renjatan/shock setelah demam turun yaitu hari ke 3 sampai ke 7 bahkan ada
yg sampai hari ke 10.

I. Diagnosa Medis
Diagnosa medis DHF/DSS masih berdasarkan patokan WHO 2000 yang
terdiri dari 4 kriteria dan 2 kriteria laboratorium dengan syarat bila criteria
laboratorik terpenuhi minimal 2 kriteria klinik satu diantaranya adalah demam,
derajat I dan II disebut DHF/DBD sedangkan derajat III dan IV DHF/DBD
dengan renjatan atau DSS.

J. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
a. Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) (≤ 100000/µI)
b. Hematokrit meningkat ≥ 20%, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis
pasti pada DBD dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya
trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji
serologi hemaglutnasi (Brasier, Ju, Garcia, Spratt, Forshey, Helsey,
2012).

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 19


Gambar: Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan DHF
c. Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.
d. Leukosit menurun (leukopenia) pada hari kedua atau ketiga
e. Masa perdarahan memanjang
f. Protein rendah (hipoproteinemia)
g. Natrium rendah (hiponatremia)
h. SGOT/SGPT beisa meningkat
i. Asidosis metabolic
j. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
k. Protein plasma menurun
l. Serum transaminase sedikit meninggi.
2. Urine
Kadar albumine urine positif (albuminuria) (Vasanwala dkk, 2011).
3. Foto thorax
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya
posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam
mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
4. USG
Pemeriksaan USG biasanya pada anak dan dijadikan sebagai pertimbangan
karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan dapat diperiksa
sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura
pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 20


diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih berat misalnya dengan
melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan pancreas.
5. Diagnosis Serologis
a. Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standar pada pemeriksaan serologis, sifatnya
sensitive namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe
virus yang menginfeksi. Antibody HI bertahan dalam tubuh lama
sekali (>48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi-
epidemioligi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x
lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum
akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtif (+) atau di dugan
keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (Vasanwala dkk, 2011).
b. Uji komplemen fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit
dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi
bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
c. Uji neutralisasi
Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya
memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu
berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Anti body
neutralisasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dengan antibody
HI tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi dan bertahan
lama (>4-8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama
sehingga tidak rutin digunakan (Vasanwala dkk, 2011).
d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus
dengue karena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila
IgM negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih
negative maka dilaporkan sebagai negative. IgM dapat bertahan dalam
darah samapi 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac
Elisa sedikit di bawah uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 21


memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan
uji HI (Vasanwala dkk, 2011).
e. Identifikasi Virus
Cara diagnostic baru dengan reverse transcriptase polymerase chain
reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap
serotype tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan
mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang
berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk. Sensitifitas
PCR sama dengan isolasi virus namun PCR tidak begitu dipengaruhi
oleh penanganan specimen yang kurang baik bahkan adanya antibody
dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR (Vasanwala
dkk, 2011).

K. Penatalaksanaan
1. Pre Hospital
Penatalaksanaan prehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu
pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah. Dinas
Kesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan meliputi
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan memberantas
jentik ditempat perkembangbiakan dengan cara 3M Plus:
a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandi / WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain (M2).
c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan (M3).
Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan
nyamuk dengan cara: 
a. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit
dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau
Altosid. Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan sekali dengan

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 22


takaran 10 gram Abate ( ± 1 sendok makan peres)  untuk 100 liter air
atau dengan takaran 2,5 gram Altosid ( ± 1/4 sendok makan peres) untuk
100 liter air. Abate dan Altosid dapat diperoleh di puskesmas atau di
apotik.
b. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
c. Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk 
d. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok
e. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi 
f. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar
g. Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3 kasus
positif DBD dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di daerah tersebut
ditemukan banyak jentik nyamuk.
Pada orang yang menderita demam berdarah pada awalnya mengalami
demam tinggi. Kondisi demam dapat mengakibatkan tubuh kekurangan
cairan karena penguapan, apalagi bila gejala yang menyertai adalah muntah
atau intake tidak adekuat (tidak mau minum), akhirnya jatuh dalam kondisi
dehidrasi. Pertolongan pertama yang dapat diberikan adalah mengembalikan
cairan tubuh yaitu memberikan minum 2 liter/hari (kira – kira 8 gelas) atau 3
sendok makan tiap 15 menit. Minuman yang diberikan sesuai selera
misalnya air putih, air teh manis, sirup, sari buah, susu, oralit, soft drink,
dapat juga diberikan nutricious diet yang banyak beredar saat ini. Untuk
mengetahui pemberian cairan cukup atau masih kurang, perhatikan jumlah
atau frekuensi kencing. Frekuensi buang air kecil minimal 6 kali sehari
menunjukkan pemberian cairan mencukupi (IDAI, 2009).
Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit, tapi
butuh kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah sebagai
berikut (WHO, 2006):
a. Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari (lebih
banyak lebih baik)
b. Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas.
Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak lebih dari

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 23


4 kali sehari. Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen, sebab
dapat menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.
c. Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion tambahan
d. Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk meningkatkan
trombosit
e. Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas
yang banyak
f. Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus berikut ini :
1) Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
2) Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
a) Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
b) Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Jenis minuman yang di rekomendasikan bagi penderita DBD
merupakan sebagian dari obat demam berdarah yang dimaksudkan untuk
menghindari pasien dari kekurangan cairan, antara lain :
a) Jus Buah
Untuk mengatasi kekurangan cairan karena demam berdarah
dapat memberikan banyak cairan berupa air jus. Tidak selalu harus
jus jambu biji, bisa memberikan jus buah lain seperti jus pepaya,
jeruk, atau jus mangga. Dengan kadar air dalam buah berhitung
tinggi antara 65 sampai 92 persen, sehingga bisa mensuplai atau
menutupi kekurangan cairan akibat merembesnya plasma darah
keluar dari pembuluh.
b) Air Kelapa Muda
Air kelapa muda banyak megandung mineral kalium, sodium,
klorida, dan magnesium. Zat-zat ini adalah elektrolit yang
dibutuhkan tubuh untuk membantu mengatasi ancaman syok pada
kondisi kekurangan cairan. Selain kalium, juga mengandung gula,
vitamin B dan C dan protein. Komposisi gula dan mineral yang
terdapat dalam air ini begitu sempurna, sehingga memiliki
keseimbangan yang mirip dengan cairan tubuh manusia.

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 24


c) Air Heksagonal
Air heksagonal merupakan air yang banyak mengandung
oksigen, air telah banyak dikembangkan untuk membantu
metabolisme tubuh sehingga bisa menjaga stamina dan vitalitas,
termasuk bagi yang menderita demam berdarah.
d) Alang-Alang
Dalam kandungan Alang-alang terdapat manitol, glukosa, sakharosa,
malic acid, citric acid, coixol, arundoin, cylindrin, fernenol,
simiarenol, anemonin, asam kersik, damar, dan logam alkali. Dilihat
dari kandungan-kandungan tersebut, alang-alang bersifat antipiretik
(menurunkan panas), diuretik (meluruhkan kemih), hemostatik
(menghentikan perdarahan) dan menghilangkan haus.
Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam maka
perlu diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan cairan
akibat demam tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat mencetuskan kejang
pada anak sehingga harus diberikan obat penurun panas. Untuk menurunkan
demam, berilah obat penurun panas. Untuk jenis obat penurun panas ini
harus dipilih obat yang berasal dari golongan parasetamol atau
asetaminophen, jangan diberikan jenis asetosal atau aspirin oleh karena dapat
merangsang lambung sehingga akan memperberat bila terdapat perdarahan
lambung. Kompres dapat membantu bila anak menderita demam terlalu
tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan bukan kompres dingin, oleh
karena kompres dingin dapat menyebabkan anak menggigil. Sebagai
tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam disamping
obat penurun panas dapat diberikan obat anti kejang (IDAI, 2009).
IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik
karena sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan baik maka
akan menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat terjadi
perdarahan hebat penderita akan tampak sangat kesakitan, tapi bila syok
terjadi dalam waktu yang lama, penderita sudah tidak sadar lagi. Dampak
syok dapat menyebabkan semua organ tubuh akan kekurangan oksigen dan

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 25


akhirnya menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena itu
penderita harus segera dibawa kerumah sakit bila terdapat tanda gejala
dibawah ini:
a. Demam tinggi (lebih 39oC atau lebih)
b. Muntah terus menerus
c. Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran
d. Kejang
e. Perdarahan hebat, muntah atau berak darah
f. Nyeri perut hebat
g. Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat, seluruh
badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus, kencing
berkurang atau tidak ada sama sekali
h. Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah atau
penurunan jumlah trombosit
Peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting untuk membantu
dalam menangani penyakit demam berdarah. Dinas Kesehatan Kota
Denpasar mengarahkan apabila ada penderita yang terkena demam berdarah
maka harus segera melaporkan Kadus/Kaling/Kades/Lurah atau sarana
pelayanan kesehatan terdekat bila ada anggota masyarakat yang terkena
DBD.
Penelitian oleh Grace (2006) pelatihan uji tourniquet bagi kader
kesehatan sebagai salah satu cara deteksi dini demam berdarah dengue
memberikan gambaran bahwa setelah diberikan penyuluhan dan simulasi
pemeriksaan uji tourniquet terjadi perubahan yang bermakna dimana para
kader menjadi tahu dan paham tentang penyakit demam berdarah Dengue
serta cara deteksi dini sederhana yang dapat dilakukan sebelum merujuk
penderita ketempat pelayanan kesehatan.
2. Intra Hospital di Unit Gawat Darurat
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 26


pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD
dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/DSS dan penyakit lain
adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan
perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD
sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik,
hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD
terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun
(the time of defervescence) yang merupakan ease awal terjadinya kegagalan
sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan
perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada
pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari
peningkatan kadar hematokrit (DepKes RI, 2007).
Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.
Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2
trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan
hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20%
atau lebih mencermikan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk
pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan
awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan
penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang
terus menerus dan penurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum
pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas
D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A (DepKes RI,
2007).
a. Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,
bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk
mencegahdehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh
karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka
cairan intravenarumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 27


diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat
mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan
untuk pemberian atau dapat disederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.
rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam
tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus
buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu
diberikan minum 50ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan
dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB
dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum ASI, tetap harus
diberikan disamping larutan oraliy. Bila terjadi kejang demam,
disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam (DepKes
RI, 2007).
Tabel 1
Dosisi Parasetamol Menurut umur
Umur Parasetamol (tiap kali pemberian)
Dosis (mg) Tablet (1 tab = 500 mg)
(Tahun)
<1 60 1/8
1-3 60-125 1/8-1/4
4-6 125-250 1/4-1/2
7-12 250-500 1/2-1

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin


terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada
umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit
berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk
pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat
kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena.
Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu
kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana
pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat
dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 28


Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan
dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb
(DepKes RI, 2007).
1) Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi
pada fase penurunan suhu (fase febris, fase krisis, fase syok) maka
dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang.
Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan
bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3
jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering
(setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus
selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah
volume urin (DepKes RI, 2007).
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin
mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang
dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan
intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak
mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum
per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat
terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada
pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari
derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa
5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan
natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-
lahan (DepKes RI, 2007).
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma.
Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk
dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan +
defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini
(DepKes RI, 2007).

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 29


Tabel 2
Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang
(defisit cairan 5 – 8 %)
Berat Badan waktu Jumlah cairan Ml/kg
masuk RS ( kg ) berat badan per hari
<7 220
7-11 165
12-18 132
>18 88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung


dari umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma,
yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk,
kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak
umur yang sama (DepKes RI, 2007).
b. Sindrom Syok Dengue
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah
pengobatan yang utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan
volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami syok dan sembuh
kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan
tensi tak terukur dan tekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan
kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok teratasi
turunkan menjadi 10 ml/kg BB (DepKes RI, 2007).
1) Penggantian Volume Plasma Segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg
BB. Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada
anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal
dan umur 10 mm/kg BB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian
cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat
teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan
10ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid
dan beri cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam.

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 30


Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB.
Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan
pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid
dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun,
diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian
transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka
berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat
diulangsampai 30 ml/kgBB/ 24 jam. Setelah keadaan klinis
membaik, tetesan infuse dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan
kadar hematokrit (DepKes RI, 2007).
2) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah
membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera
diturunkan menjadi 10ml/kg BB/jam dan kemudian disesuaikan
tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.
Pemasangan CVP yang ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat
ini tidak dianjurkan lagi. Cairan intravena dapat dihentikan apabila
hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah
urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan
sirkulasi membaik (DepKes RI, 2007).
Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam
syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang
berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular
(ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah pemberian
cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan
akibat edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada
saat reabsorbsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan,
tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah
normal, dieresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya
fase reabsorbsi (DepKes RI, 2007).

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 31


3) Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien
DBD/SSD, maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu
diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan
memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih
kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma
diberikan secepatnya dandilakukan koreksi asidosis dengan natrium
bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi
sehingga heparin tidak diperlukan (DepKes RI, 2007).
4) Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua
pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan
masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin
gelisah apabila dipasang masker oksigen (DepKes RI, 2005).
5) Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan
pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan
(prolonged shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada
keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk
mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila
disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari 50%
menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan
yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian
darah segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup
mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembesar trombosit
(DepKes RI, 2007).
Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien
dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok
berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat
menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu
tromboplastin parsial, waktu protombin, dan fibrinogen degradation

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 32


products harus diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi
terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan hematologis
tersebut juga menentukan prognosis (DepKes RI, 2007).
6) Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi
secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada monitoring adalah:
a) Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap
15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
b) Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai
Gejala Klinis
keadaan klinis pasien stabil. Demam 2-7 hari
c) Setiap pasien Uji formulir
harus mempunyai Tourniquetpemantauan,
(+) atau perdarahan spontan
mengenai
Laboratorium: Ht tidak meningkat,
jenis cairan, Trombositopenia
jumlah, dan tetesan, ringan
untuk menentukan apakah
cairan yang diberikan sudah mencukupi.
d) Jumlah dan frekuensi dieresis

Pasien masih dapat minum


Pada pengobatan syok, kita harus yakin Pasien
benar tidak
bahwa dapat minum
penggantian
Beri Minum banyak 1-2 liter/ intravaskuler
volume hari telah benar-benar terpenuhi dengan baik.
atau 1 swndok makan tiap 5 menit
Apabila
Jenis minum: air putih, diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan
teh manis,
jus buah, susu, oralit Pasang Infus NaCl 0,9%: dektrose
sudah
Bila suhu > 380 C beri melebihi kebutuhan diperkuat dengan
Paracetamol 5%(1:3) tanda overload antara
Jika kejang beri anti convulsi Tetesan rumatan sesuai Berat badan
lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya
Periksa Ht, Hb, tiap furosemid
6 jam, 1
trombosit tiap 6-12 jam
mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum
dan kreatinin
Monitor gejala klinis dan tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap
laboratorium
Perhatikan tandabelum
syok mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksi
Palpasi nadi perifer
Ujur diuresis
dengan baik, maka pemberian dopamia perlu
HT naik dan /dipertimbangkan
atau trombosit turun
Awasi perdarahan (DepKes RI, 2007).
Periksa Hb,Ht dan trombosit tiap 6-
12 jam
Infus ganti RL (tetesan disesuaikan)

Alur Terjadinnya DBD


Perbaikan klinis dan laboratorium:

Pulang (Kriteria memulangkan pasien) Terjadinya DBD


Tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik
Nafsu makan membaik, secara klinis
tampak perbaikan
Praktek Keperawatan
Hematokrit Gawat>Darurat
stabil, jumlah Kelompok XVI A
50.000/uL 33
3 hari setelah syock teratasi, tidak
dijumpai distress nafas
Cairan Awal

RL/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl +


D5 6-7 ml/kgBB/jam

Monitor Tanda Vital / nilai Ht dan


Trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikan


Tidak gelisah Gelisah
Nadi kuat Distress pernapasan
Tekadan Darah stabil Frekuensi nadi meningkat
Diuresis Cukup HT tetap tinggi / naik
HT turun (2x pemeriksaan) Tekanan nadi < 20 mmHg
Diuresis kurang/tidak ada

Tetesan dikurangi 5 Tanda vital memburuk


ml/kgBB/jam Ht meningkat
Tetesan dinaikkan
10-15 ml/kg BB/jam
Perbaikan

Evaluasi 12-24 jam


Perbaikan
Sesuaikan tetesan
3 ml/kg BB/jam
Tanda vital tidak stabil

Distress nafas
IVFD stop setelah 24-48 jam HtDepKes
naik HT turun
Gambar: Alur
Apabila tanda vital dan Hb
Terjadinya DBD (Sumber: RI, 2007)
Tekanan nadi < 20 mmHg
stabil, diuresis cukup
Penatalaksanaan DBD Derajat I dan II

Koloid 20-30 ml/kgBB/


Tranfusi darah segar 10
ml/kgBB
Indikasi tranfusi:
Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A Syok belum34 teratasi
Perdarahan masif

Perbaikan
Gambar: Penatalaksanaan DBD derajat I dan II (Sumber: DepKes RI, 2007)
Penatalaksanaan DBD Derajat III dan IV

DBD Derajat III dan IV

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 35


Oksigenasi (O2 2-4 lt/mnt)
Penggantian volume plasma segera (cairan
kristaloid isotonis): RL/NaCl 0,9% 20 ml/kgBB
secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit apakah syock teratasi?


Syock teratasi:
Syock teratasi: Kesaaran menurun
Kesadaran membaik Tekanan nadi < 20 mmHg
Tekanan nadi > 20 mmHg Distress nafas/sianosis
Tidak sesak nafas/tidak Dingin
sianosis Periksa kadar gula
Ekstremitas hangat
Diuresis cukup 1
ml/kgBB/jam
Lanjutkan cairan 15-20
ml/kgBB/jam
Tambahkan
koloid/plasma
Cairan & tetesan disesuaikan dekstran /FFP 10-20
10 ml/kgBB/jam (max 30 ml/kgBB)
Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam

Evaluasi ketat
Tanda vital
Tanda Perdarahan
Diuresis Syock belum teratasi
Syok teratasi
Pantau Hb, Ht, trombosit

Stabil dalam 24 jam


Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Hb stabil alam 2 x periksa Ht tetap tinggi/ meningkat
Ht menurun
Koloid 20 ml/kgBB

Tetesan 3 ml/kgBB/jam

Infus stop tidak lebih 48 jam


Setelah syok teratasi

Prinsip utama penanganan DSS :


a. Atasi segera hipovolemia

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 36


b. Lanjutkan penggantian cairan yang masih tersu keluar dari pembuluh darah
selama 12 -24 jam atau paling lama 48 jam
c. Koreksi keseimbangan asam-basa
d. Beri transfuse darah bila ada perdarahan hebat.
Pada dasarnya pengobatan DHF hanya bersifat simptomatis dan suportif,
karena obat yang spesifik untuk mengobati virus belum ada.sedangkan untuk
menjaga kestabilan sirkulasi perlu pemantauan intensif mengenai TTV, hasil
laboratorium (Ht, Tromb, Hb) setiap 4 jam kalau perlu.
Untuk mengatasi renjatan diperlukan terapi cairan/volume replacement
karena biasanya shock/renjatan pada kasus DBD karena terjadi deficit volume
cairan hingga kejadian shock hipovolemia.
a. Mengatasi renjatan
Sebaiknya diberikan cairan kristaloid yang isotonis atau sedikit hipertonis.
Jenis cairan tersebut:
1) RL
2) Glucose 5% dalam setengah NaCl.0,9%
3) RL-D5 dpt dibuat dengan jalan mengeluarkan 62,5 cc cairan RL
kemudian ditambahkan D40 sebanyak 62,5cc
4) NaCl 0,9%; ditambahkan Natrium Bicarbonat 7,5% sebanyak 2 cc/kgBB.
Dosis atau kecepatan cairan yang biasa diberikan ialah 20-40
ml/kg bb dalam waktu 1-2 jam, untuk renjatan berat kecepatan tetesan 20
ml/kg bb/jam yang dapat diulangi hingga 2 kali kalau dengan kecepatan
tetesan tersebut tidak dapat dicapai maka bisa diberikan melalui spuit
sebanyak 100-200 ml karena kemungkinan vena telah mengalami kolaps,
sedangkan untuk menentukan tetesan cairan dilakukan guyur atau tidak
maka dilakukan pengukuran CVP kalau hasil CVP < 5cm maka cairan
dilakukan dengan cara guyur sampai CVP dapat dipertahankan antara 5-
8 cm H2O.

b. Cairan maintenance/rumatan, jenisnya yaitu:


1) D5/10;NaCl 0,9% = 3:1 untuk anak besar sedangkan untuk bayi 4:1

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 37


2) D5 dlm NaCl 0,225 kedalam cairan ini ditambahkan KCL 10 mEq,vit B
complex,Vit.C.
3) D5/D10 + KCL 10 mEq/botol bila kadar natrium dan klorida dalam
serum tinggi.
4) NaCl 0,9%
5) 2/3 cairan kristaloid + 1/3 cairan plasma expander.
6) Pemberiannya adalah 100-150 ml/kg.bb/hari
c. Plasma/plasma expander.jenisnya antara lain:
1) Plasbumin ( human albumin 255)
2) Plasmanate (plasma protein fraction 5%)
3) Plasmafuchin
4) Dextran L40
Hal ini diperlukan pada penderita dengan renjatan berat atau pada
penderita yang tidak segera mengalami perbaikan dengan cairan kristaloid.
Bila dapat cepat disiapkan, diberikan sebagai pengganti cairan setelah hasil
lab.Hct,trombosit mengalami perbaikan dapat dilanjutkan cairan yang
pertama diberikan/RL akan tetapi apabila bila Hasil laboratorium belum
mengalami perbaikan maka dosis dapat diberikan 10-20ml/kg bb dalam
waktu 1-2 jam. Dan apabila nadi, TD dan hasil laboratorium belum membaik
dapat ditambah plasma 10 ml/kg bb setiap jam sampai total 40 ml/kg bb.
d. Tranfusi darah.
1) Sebaiknya darah segar
2) Diberikan pada perdarahan hebat baik dengan hematemesis/melena yang
memerlukan tamponade.
3) Diberikan pada 24-48 jam setelah pengobatan syok anak jatuh dalam
keadaan syok lagi
4) Ht rendah ( < 35% - 40% ) tetapi anak masih syok
5) Dosis 10-20 ml/kg.bb dapat ditambah apabila perdarahan masing
berlangsung.

e. Obat-obat yg diberikan

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 38


1) Antibiotik diberikan sebagai proloned shock, infeksi sekunder,
profilaksis. Obatnya adalah Ampisilin 400-800 mg/kg.bb/hari iv,
gentamisin 2x5mg/kg.bb/hr.iv
2) Antivirus, isoprinosin 4x50 mg/kg.bb/hari selama 8 hari, obat ini
bermanfaat pada stadium dini.
3) Heparin, diberikan sebagai prolonged shock dimana diduga DIC sebagai
penyebab perdarahan (trombosit < 75.000/mm3 & fibrinogen <100 mg
%) dgn dosis 0,5 mg/kg.bb iv setiap 4-6 jam
4) Kortikosteroid, dipyridamol & asetosal untuk mencegah adhesi dan
agregasi trombosit kapiler, mencegah permulaan DIC akan tetapi jarang
dianjurkan karena ada kecenderungan perdarahan.
5) Carbazochrom Sodium Sulfonat, diberikan pada penderita DSS yg
disertai perdarahan GI yang hebat. Untuk mencegah peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, memiliki aktifitas plasma expander, dan
mempersingkat waktu perdarahan
6) Dopamin, diberikan sebagai pertimbangan pada kasus renjatan yang
belum teratasi
7) Sedative-antikonvulsan, diberikan pada kasus DSS dengan gelisah dan
kejang
8) Antasida, dipertimbangkan pada kasus DSS dengan muntah hebat, nyeri
epigastrium yang tidak jelas
9) Diuretika, diberikan pada kasus overhidrasi
10) Digitalis, diberikan kepada penderita dengan gejala gagal jantung

L. Komplikasi
1. Perdarahan massif
2. Kegagalan pernafasan karena edema paru dan kolaps paru
3. Ensefalopati dengue
4. Kegagalan jantung

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 39


Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 40
N. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan pasien lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan
saat demam kesadaran kompos mentis. Panas turun terjadi antara hari ke-3 dan
ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek,
nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri
otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta
adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau
hematemasis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya mengalami
serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.
e. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
f. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan
status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor
predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual,
muntah,dan nafsu akan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak
disertai pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami
penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 42


g. Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang
kurang bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di kamar).
h. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan
berkurang, dan nafsu makan menurun.
2) Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi.
Sementara DHF grade III-IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau banyak,
sakit atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan
kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang.
5) Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat
sarang nyamuk aedes aegypti. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga
yang sakit serta upa untuk menjaga kesehatan.
i. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai ujung
kaki. Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak adalah :
1) Kesadaran : Apatis
2) Vital sign : TD : 110/70 mmHg
3) Kepala : Bentuk mesochepal
4) Mata : simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, mata anemis
5) Telinga : simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan
pendengaran
6) Hidung : ada perdarahan hidung / epsitaksis
7) Mulut : mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada perdarahan pada
rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.
8) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher tidak ada,
nyeri telan

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 43


9) Dada
Inspeksi : simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan
Auskultasi : tidak ada bunyi tambahan
Perkusi : Sonor
Palpasi : taktil fremitus normal
10) Abdomen :
Inspeksi : bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali)
Auskultasi : bising usus 8x/menit
Perkusi : tympani
Palpasi : turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
11) Ekstremitas : sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi
tulang
12) Genetalia : bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter
j. Sistem integumen
Adanya peteki pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin
dan lembab. Kuku sianosis atau tidak.
1) Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata
anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II,III,
IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing
dan terjadi perdarahan telingga (grade II, III, IV).
2) Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto thorax terdapat
adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan, (efusi pleura), rales,
ronchi, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
3) Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites.
Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.
k. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan adanya infeksi dengue
adalah :

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 44


1) Uji rumple leed / tourniquet positif
2) Darah, akan ditemukan adanya trombositopenia, hemokonsentrasi, masa
perdarahan memanjang, hiponatremia, hipoproteinemia.
3) Air seni, mungkin ditemukan albuminuria ringan
4) Serologi
Dikenal beberapa jenis serologi yang biasa dipakai untuk menentukan
adanya infeksi virus dengue antara lain : uji IgG Elisa dan uji IgM Elisa
5) Isolasi virus
Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body technique test
secara langsung / tidak langsung menggunakan conjugate (pengaturan atau
penggabungan)
6) Identifikasi virus
Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body tehnique test
secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan conjugate
7) Radiology
Pada fhoto thorax selalu didapatkan efusi pleura terutama disebelah hemi
thorax kanan
(Departemen Kesehatan RI, 2007)
l. Pemeriksaan Fisik Kegawat daruratan
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital : adanya penurunan kesadaran,
kejang, kelemahan, suhu tinggi, nadi cepat lemah kecil sampai tidak
teraba, tekanan darah menurun(sistole menurun sampai 80mmHg atau
kurang.Setelah melakukan anmnesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data
dari pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
persistem (B1-B6).
2) Body Sistem
a) Pernapasan (B1 : Breathing)
Anamnesa : pada derajat 1 dan 2 awal jarang terdapat gangguan pada
system pernapasan kecuali bila pada derajat 3 dan 4 sering disertai
keluhan sesak napas sehingga memerlukan pemasangan O2.

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 45


Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 kadang terdapat batuk dan
pharyngitis karena demam yang tinggi, suara napas tambahan (ronchi,
wheezing), pada derajat 3 dan 4 napas dangkal dan cepat disertai
penurunan kesadaran.
b) Cardiovaskuler (B2 Bleeding)
Anamnesa : pada derajat 1 dan 2 keluhan mendadak deman tinggi 2-7
hari badan lemah, pusing, mual-muntah, derajat 3 dan 4 orang
tua/keluarga melaporkan pasien mengalami penurunan kesadaran
gelisah dan kejang.
Pemeriksaan fisik :
 Derajat 1 uji tourniquet positif, merupakan satu-satunya manifestasi
perdarahan.
 Derajat 2 ptekie, purpura, ecchymosis dan perdarahan konjungtiva.
 Derajat 3 kulit dingin pada daerah akral, nadi cepat, hipotensi, sakit
kepala, menurunnya volume plasma, meningginya permabilitas
dinding pembuluh darah.
 Derajat 4 nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
c) Persarafan (B3 : Brain)
Anamnesa pasien gelisah, cengeng dan rewel karena demam tinggi
derajat 1 dan 2 serta penurunan tingkat kesadaran pada derajat 3 dan 4.
Pemeriksaan fisik :
Pada derajat 2 konjutiva mengalami perdarahan sedang penurunan
tingkat kesadaran (compos mentis, ke-apatis, ke-somnolent, kesopor
kekoma) atau gelisah, GCS menurun, pupilmiosis atau midriasis, reflek
fisiologis atau patologis sering terjadi pada derajat 3 dan 4.
d) Perkemihan – eliminasi uri (B4 : Bladder)
Anamnesa : Derajat 3 dan 4 kencing sedikit bahkan tidak ada kencing.
Pemeriksaan fisik :
Produksi urin menurun (oliguria sampai anuria), warna berubah pakat
dan berwana coklat tua pada derajat 3 dan 4.

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 46


e) Pencernaan – eliminasi alvi (B5 : Bowel)
Anamnesa : pada derajat 1 dan 2 mual dan muntah/tidak ada nafsu
makan, haus, sakit menelan, derajat 3 terdapat nyeri tekan pada ulu
hati.
Pemeriksaan fisik :
Derajat 1 dan 2 mukosa mulut kering, hyperemia tenggorokan, derajat
3 dan 4 terdapat pembesaran hati dan nyeri tekan, sakit menelan,
pembesaran limfe, nyeri tekan epigastric, hematemesis dan melena.
f) Tulang – otot – integument (B6 – Bone)
Anamnesa : pasien mengeluh otot, persendian dan punggung ,
kepanasan, wajah tampak merah pada derajat 1 dan 2, derajat 3 dan 4
terdapat kekakuan otot/kelemahan otot dan tulang akibat kejang atau
tirah baring lama.
Pemeriksaan fisik :
Nyeri pada sendi, otot, punggung dan kepala kulit terasa panas, wajah
tampak merah dapat disertai tanda kesakitan, pegal seluruh tubuh
derajat 1 dan 2 sedangkan derajat 3 dan 4 pasien mengalami parese atau
kekakuan bahkan kelimppuhan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan
intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma dari endotel)
Ditandai dengan:
1) Hipotensi
2) Takikardi
3) Pengisian kapiler lambat
4) Berkeringat
5) Urin pekat atau menurun
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan di rongga
paru (effusi pleura)
Ditandai dengan:
1) Perubahan kedalaman dan kecepatan pernafasan

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 47


2) Takipnea
3) Sianosis
4) Peningkatan kegelisahan, ketakutan dan laju metabolik
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen dalam jaringan
menurun
Ditandai dengan :
1) Penurunan nadi perifer, pengisian kapiler lambat atau menurun
2) Perubahan warna kulit
3) Edema jaringan ekstremitas dingin
d. Hipertermi berhubungan viremia
Ditandai dengan:
1) Peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan normal
2) Kulit kemerahan, hangat waktu disentuh
3) Peningkatan tingkat pernafasan
4) Takikardi
e. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubunggan dengan proses patologis (viremia)
Ditandai dengan:
1) Keluhan nyeri
2) Perilaku yang bersifat hati-hati atau melindungi
3) Wajah menunjukkan nyeri
4) Gelisah
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia
Ditandai dengan:
1) Konjungtiva dan membran mukosa pucat
2) Menolak untuk makan
3) Penurunan berat badan
4) Turgor kulit buruk
g. Perdarahan berhubungan dengan penurunan kadar trombosit dalam darah
Di tandai dengan:
1) Akral dingin
2) Tekanan darah menurun

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 48


3) Nadi lemah
4) Kesadaran menurun
h. Syok hipovolemik berhubungan dengan peningkatan permeabilitas.
Di tandai dengan:
1) Perubahan status mental
2) Penurunan tekanan darah
3) Peningkatan frekuensi nadi
4) Kulit/membran mukosa kering
5) hematokrit meningkat
6) Suhu tubuh meningkat
7) Konsentrasi urin meningkat
8) Kelemahan
(Nasrudin, 2007)

Praktek Keperawatan Gawat Darurat Kelompok XVI A 49

Anda mungkin juga menyukai