A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TBC (Mycobacterium Tuberkulosis) sebagian besar menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2015).
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang kronis dan harus dilaporkan yang
ditimbulkan oleh Mycobacterium Tuberculosa (Depkes, 2008).
Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit kronik yang sudah lama dikenal pada
manusia, misalnya dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah urban,
lingkungan padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra
thorax khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman
neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding
piramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM. (Chandra, 2012).
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberkulosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Arief
Mansjoer, 2008).
Jadi dapat disimpulkan tuberkulosis adalah penyakit menular secara langsung
dan kronis yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium Tuberkulosis).
B. ANATOMI FISIOLOGI
C. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
E. PATOFISIOLOGI
Tempat masuknya kuman tuberkulosis adalah saluran pernapasan,
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Namun kebanyakan infeksi terjadi
melalui udara yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel dari orang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan
alveolus biasanya berada di bagian bawah lobus atas paru-paru atau di bagian
atas lobus bawah dan membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear (PMN) memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya.
Selanjutnya leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Gejala ini dapat sembuh dengan
sendirinya.
Proses dapat terus berlanjut dan bakteri terus difagosit dan berkembangbiak
di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Lesi
berkembang dan terbentuk jaringan parut yang mengelilingi tuberkel yang
disebut fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe regional dengan
fokus ghon disebut kompleks ghon. Fokus ghon dapat menjadi nekrotik dan
membentuk masa seperti keju, dapat mengalami kalsifiksi membentuk lapisan
protektif sehingga kuman menjadi dorman.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit
aktif karena gangguan atau respons inadekuat dari sistem imun. Penyakit aktif
dapat juga terjadi akibat infeksi ulang atau aktivasi bakteri dorman. Hanya
sekitar 10% yang awalnya terinfeksi yang mengalami penyakit aktif. Basil TB
dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman. Penyakit dapat juga
menyebar melalui kelenjar limfe dan pembuluh darah yang dikenal denga
penyebaran limfohematogen ke berbagai organ lain seperti usus, ginjal, selaput
otak, kulit dan lain-lain.
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler
(Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti
tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di
masyarakat akan meningkat pula (Suzanne, 2010)
E. Pathway
BAKTERI
Mikrobakterium Tuberkulosis
Menetap di jaringan
paru
Peradangan
TBC
Meluas
Hematogen (bekterimia)
Batuk produktif
Dorplet infektion
Risiko infeksi
F. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2008), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya
jalan napas.
2) Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
3) Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan sputum (S-P-S)
Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan
tersebut akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu pemeriksaan sputum
juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan
(puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum,
terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif. Dalam hal ini
dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum
air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga
dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan
inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit,
sputum dapat diperoieh dengan cara bronkos kopi diambil dengan brushing
atau bronchial washing atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA dari sputum
bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada
anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan
diperiksa hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman
BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila
bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum
yang mengandung kuman BTA mudah ke luar.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan
3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000
kuman dalam 1 mil sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di
bawah mikroskop memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan
untuk mendapatkan kuman (+) pada biakan yang merupakan diagnosis pasti,
dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum. Hasil kultur memerlukan waktu
tidak kurang dan 6 - 8 minggu dengan angka sensitiviti 18-30%.
Rekomendasi WHO skala IUATLD :
1. Tidak ditemuukan BTA dalam 100 lapang pandangan :negative
2. Ditemukan 1-9 BTA : tulis jumlah kuman
3. Ditemukan 10-99 BTA : 1+
4. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 2+
5. Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 3+
1) Pemeriksaan tuberculin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering
digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.Penderita anak umur kurang dari 1
tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun
92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari
persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin,
namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi
penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian
depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan
48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan
(indurasi) yang terjadi.
2) Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu
lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan
fisik menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan
suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di
lobus bawah dan biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini
terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan
batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur dan gambar yang kurang jelas ini
sering diduga sebagai pneumonia atau suatu proses edukatif, yang akan tampak
lebih jelas dengan pemberian kontras. Pemeriksaan rontgen thoraks sangat
berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe
keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap obat antituberkulosis,
apakah sama baiknya dengan respons dari klien. Penyembuhan yang lengkap
serinng kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi
pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien
dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari
tingkat eksudatif yang besar.
3) Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik
ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan
kelengkungan beras bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan emifesema
perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa
kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada temuan CT scan pada
pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang
negatif dan pemeriksaan secara serial setiap saat. Pemeriksaan CT scan sangat
bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavasitas dan lebih dapat
diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.
4) Radiologis TB Paru Milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB
paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB
milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta
mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal
sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada
ukuran dan jumlah tuberkel milier. Nodul-nodul dapat terlihat pada rontgen
akibat tumpang tindih dengan lesi parenkim sehingga cukup terlihat sebagai
nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien, didapat bentuk berupa granul-granul
halus atau nodul-nodul yang sangat kecil yang menyebar secara difus di kedua
lapangan paru. Pada saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus
yang tak terhitung banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.
Gambaran radiologi pada penderita TB HIV dapat menentukan derajat
imunocompromise.Pada imunocompromise sedang, akan terlihat gambaran
radiologi TB paru pada umumnya.Sedangkan apabila imunocompromise sudah
berat maka akan terlihat gambaran yang atypical.
5) Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan
mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium
antara yang satu dengan yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu
pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap
OAT dan kemoterapeutik, perbedaan kepekaan tehadap binatang percobaan, dan
percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium.
Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru walaupun kurang
sensitif adalah pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED
biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan IgA
2) Penatalaksanaan
Kebanyakan individu dengan TB aktif yang baru didiagnosa tidak dirawat di
rumah sakit. Jika TB paru terdiagnosa pada individu yang sedang dirawat,klien
mungkin akan tetap dirawat sampai kadar obat terapeutik telah ditetapkan.
Beberapa pasien yang di rumah sakit karena alasan :
a. Mereka sakit akut
b. Situasi kehidupan mereka dianggap beresiko tinggi
c. Mereka diduga tidak patuh terhadap pengobatan
d. Terdapat riwayat TB sebelumnya
e. Terdapat penyakit lain yang bersamaan dan bersifat akut
f. Tidak terjadi perbaikan setelah terapi
g. Mereka resisten terhadap pengobatan yang biasa.
Pengobatan dan perawatan singkat di rumah sakit diperlukan untuk
memantau keefektifan terapi dan efek samping obat-obat yang diberikan.
Klien dengan diagnosa TB aktif biasanya mulai diberikan 3 jenis medikasi
untuk memastikan bahwa organisme yang resisten telah disingkirkan. Dosis
dari beberapa obat cukup besar karena basil sulit untuk dibunuh. Pengobatan
berlanjut cukup lama untuk menyingkirkan atau mengurangi secara subtansial
jumlah basil dorman atau semidorman. Medikasi yang digunakan untuk TB
dibagi menjadi preparat primer dan preparat baris kedua. Preparat primer
selalu diresepkan pertama kali sampai laporan hasil kultur dan laboratorium
memberikan data yang pasti. Klien dengan riwayat terapi TB yang tidak
selesai mungkin mempunyai organisme yang menjadi resisten dan preparat
sekunder harus digunakan. Lamanya pengobatan mempunyai pendekatan 2
fase :
a. Fase intensif yang menggunakan dua atau tiga jenis obat,ditujukan untuk
menghancurkan sejumlah besar organisme yang berkembang biak dengan
cepat
b. Fase rumatan,biasanya denagan dua obat diarahkan pada pemusnaan
sebagian besar basil yang masih tersisa.
Program pengobatan dasar yang direkomendasikan bagi klien yang
sebelumnya belum diobati adalah dosis harian isoniazid, rifampin dan
pirazinamid selama 2 bulan. Kultur sputum digunakan untuk mengevaluasi
kesakilan terapi. Jika kepatuhan terhadap pendosisan harian menjadi
masalah,maka diperlukan protokol TB yang memberikan medikasi 2 atau 3
kali seminggu. Program ini diberikan di klinik untuk memastikan klien
menerima obat yang diharuskan. Jika medikasi yang digunakan tidak
aktif,program harus dievaluasi kembali dan kepatuhan klien harus dikaji.
Medikasi yang digunakan untuk mengobati TB mempunyai efek samping
yang serius,bergantung pada obat spesifik yang diresepkan. Toleransi
obat,efek obat dan toksisitas obat bergantung pada faktor-faktor seperti
usia,dosis obat,waktu sejak obat terakhir digunakan,formula kimia dari
obat,fungsi ginjal dan usus serta kepatuhan klien. Klien penderita TB yang
tidak membaik atau yang tidak mampu menoleransi medikassi membutuhkan
pengkajian dan pengobatan pada fasilitas medis yang mengkhususkan dalam
pengobatan TB paru berkomplikasi.
A. Pengkajian
1. Identitas : Identitas Px meliputi : nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
pendidikan, status perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat, tanggal
dan jam masuk RS, No. Reg, ruangan, serta identitas yang bertanggung
jawab.
2. Keluhan Utama : Biasanya Px TB Paru ditandai dengan sesak nafas, batuk
dan berat badan menurun.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang : Pada umumnya Px TBC Sering
mengalami panas lebih dari 2 minggu sering terjadi bentuk berulang-
ulang, anorexia, lemah, berkeringat banyak pada malam hari dan
hemaptoe
b. Riwayat kesehatan lalu : Px mempunyai riwayat tertentu seperti, Diare
kronik, investasi cacing, malaria kronik, campak dan infeksi HIV
4. Riwayat kesehatan keluarga : Px keluarganya tidak mempunyai penyakit
menular atau mempunyai penyakit menular
5. Riwayat psikososial : Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam
psikologis Px dengan timbul gejala-gejala yang dialami dalam proses
penerimaan terhadap penyakitnya, meliputi : Perumahan yang
padat,Lingkungan yang kumuh dan kotor,Keluarga yang belum mengerti
tentang kesehatan, Pola Fungsi Kesehatan
6. Pola Gordon:
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Meliputi : kebiasaan merokok, banyaknya rokok yang dihabiskan,
penggunaan alkohol, tembakau dan kebiasaan olah raga.
b. Nutrisi dan metabolisme : Meliputi : nafsu makan, diit khusus /
suplemen, fluktuasi berat badan 6 bulan terakhir, kesukaran menelan.
c. Pola eliminasi : Meliputi : kebiasaan eliminasi urine / defekasi, warna,
konsistensi dan bau sebelum MRS atau MRS.
d. Pola istirahat dan tidur : Meliputi : lama tidur Px sebelum MRS dan
MRS, gangguan waktu tidur, merasa tenang setelah tidur.
e. Pola aktifitas dan latihan : Meliputi : kegiatan Px dirumah dan di RS,
serta lamanya aktivitas.
f. Pola persepsi dan konsep diri : Meliputi : body image, self sistem,
kekacauan identitas, depersonalisasi.
g. Pola sensori dan kognitif : Meliputi :daya pengelihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan dan kognitif Px baik atau tidak.
h. Pola reproduksi sexual : Meliputi : penyakit yang diderita pasien dapat
mempengaruhi pola seksual Px, pemeriksaan payudara setiap bulan
sekali / 2 bulan, masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit.
i. Pola hubungan peran : Meliputi : hubungan dengan keluarga, rekan
kerja dan teman atau masyarakat.
j. Pola penanggulangan stress : Meliputi : penyebab stres, koping
terhadap stres, adaptasi terhadap stres, pertahanan diri terhadap dan
pemecahan masalah.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan : Meliputi : agama, keyakinan dan
ritualitas.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Keadaan penyakit, kesadaran, suhu, nadi, pernafasan,
BB, TB.
b. Kepala dan leher : Bentuk, kelainan, tanda-tanda trauma, warna rambut
dan kebersihan rambut.
- Mata : Sklera, konjungtiva dan kornea.
Hidung : Bentuk, bersih atau tidak ada polip atau
tidak, daya penciuman normal atau
tidak.
- Mulut : Bentuk, kebersihan, ada perdarahan atau
tidak, mukosa bibir.
Telinga : Bentuk, kebersihan, daya pendengaran.
- Leher : Ada pembesaran kelenjar tynoid atau
tidak ada pembengkakan atau tidak.
c. Thorax : Bentuk Thorax Px TB paru biasanya tidak normal (Barrel chest)
d. Paru : Bentuk dada tidak simetris, pergerakan paru tertinggal, adanya
whezing atau ronkhi, ada suara nafas Bronchial
e. Jantung : Didapatkan suara 1 dan suara 2 tunggal
f. Abdomen : Biasanya Px TB terdapat pembesaran limpha dan hati
g. Kulit : Tidak didapatkan kelainan pada tekstur kulit, warna kulit, turgor
kulit menurun atau tidak
h. Ekstrimititas : Akral hangat dan dingin, ada edema dikaki atau tidak,
nyeri waktu berjalan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus berlebihan.
2. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru.
3. Hipertermia berhubungan dengan reaksi inflamasi.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (pleuritis).
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis (ketidakadekuatan intake nutrisi).
6. Risiko infeksi berhubungan dengan orgasme porulen.
C. Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x 24 1. Manajemen jalan nafas :
jam diharapkan jalan nafas pasien efektif. Dengan
Definisi: ketidakmampuan membersihkan sekresi a. Buka jalan nafas dengan chin lift atau
kreteria hasil:
atau obstruksi saluran nafas untuk jaw thrust
mempertahankan bersihan jalan nafas. 1. Status pernafasan : kepatenan jalan nafas:
b. Posisikan pasien untuk
Batasan karakteristik : a. Frekuensi pernafasan dengan skala 5 (tidak memaksimalkan ventilasi
ada deviasi dari kisaran normal)
1. Batuk yang tidak efektif c. Identifikasi kebutuhan aktual
b. Irama pernafasan dengan skala 5 (tidak ada
2. Dispnea d. Masukkan alat NPA
deviasi dari kisaran normal)
3. Gelisah e. Lakukan fisioterapi dada
c. Kedalaman inspirasi dengan skala 5 (tidak
4. Kesulitan verbalisasi ada deviasi dari kisaran normal) f. Auskultasi suara nafas
5. Mata terbuka lebar d. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret g. Kelola nebulizer ultrasonik
dengan skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
6. Ortopnea h. Kelola udara atau oksigen yang
normal)
dilembabkan
7. Penurunan bunyi nafas
8. Perubahan frekuensi nafas e. Ansietas dengan skala 5 (tidak ada) i. Monitor status pernafasan dan
oksigen
9. Perubahan pola nafas f. Suara nafas tambahan dengan skala 5 (tidak
ada) 2. Monitor pernafasan :
10. Sianosis
g. Pernafasan cuping hidung dengan skala 5 a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman
11. Sputum dalam jumlah yang berlebihan
(tidak ada) dan kesulitan bernafas
12. Suara nafas tambahan
h. Penggunaan otot bantu pernafasan dengan b. Catat pergerakan dada,
13. Tidak ada batuk skala 5 (tidak ada) ketidaksimetrisan, penggunaan otot
bantu nafas, dan retraksi dada.
Faktor yang berhubungan: i. Batuk dengan skala 5 (tidak ada)
c. Monitor suara nafas tambahan
1. Lingkungan: 2. Status pernafasan : pertukaran gas:
d. Monitor pola nafas
a. Perokok a. Tekanan parsial oksigen di dalam darah arteri
dengan skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran e. Monitor saturasi oksigen
b. Perokok pasif
normal)
f. Monitor kemampuan batuk efektif
c. Terpajan asap
b. Tekanan parsial karbondioksida darah arteri
g. Monitor hasil foto thorak
2. Obstruksi jalan nafas dengan skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal) h. Berikan terapi nebulizer
a. Adanya jalan nafas buatan
c. Saturasi oksigen dengan skala 5 (tidak ada
b. Benda asing dalam jalan nafas deviasi dari kisaran normal)
c. Eksudat dalam alveoli d. Hasil rotgen dada dengan skala 5 (tidak ada
deviasi dari kisaran normal)
d. Hiperplasia pada dinding bronkus
e. Mukus berlebihan
3. Fisiologi
a. Asma
b. Disfungsi neuromuskuler
c. Infeksi
2. Gangguan pertukaran gas Setelah dialkukan asuhan keperawatan selama ...x24 1. Manajemen jalan nafas :
jam diharapkan status pertukaran gas pasien efektif.
Definisi : kelebihan atau defisit oksigenasi dan Dengan kreteria hasil: a. Buka jalan nafas dengan chin lift atau
atau eleminasi karbondioksida pada membran jaw thrust
1. Status pernafasan : pertukaran gas:
alveolar-kapiler
b. Posisikan pasien untuk
a. Tekanan parsial oksigen di dalam darah
Batasan karakteristik: memaksimalkan ventilasi
arteri dengan skala 5 (tidak ada deviasi
1. Diaforesis dari kisaran normal) c. Identifikasi kebutuhan aktual
6. Hipoksemia d. Hasil rotgen dada dengan skala 5 (tidak h. Kelola udara atau oksigen yang
ada deviasi dari kisaran normal) dilembabkan
7. Hipoksia
2. Status pernafasan: i. Monitor status pernafasan dan
8. Iritabilitas
oksigen
a. Frekuensi pernafasan dengan skala 5
9. Konfusi
(tidak ada deviasi dari kisaran normal) 2. Monitor pernafasan :
10. Nafas cuping hidung
b. Irama pernafasan dengan skala 5 (tidak a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman
11. Penurunan karbondioksida ada deviasi dari kisaran normal) dan kesulitan bernafas
12. pH arteri abnormal c. Kedalaman inspirasi dengan skala 5 (tidak b. Catat pergerakan dada,
ada deviasi dari kisaran normal) ketidaksimetrisan, penggunaan otot
13. Pola pernafasan abnormal
bantu nafas, dan retraksi dada.
d. Suara auskultasi nafas dengan skala 5
14. Sakit kepala saat bangun
(tidak ada deviasi dari kisaran normal) c. Monitor suara nafas tambahan
15. Sianosis
e. Kepatenan jalan nafas dengan skala 5 d. Monitor pola nafas
16. Somnolen Takikardia (tidak ada deviasi dari kisaran normal)
e. Monitor saturasi oksigen
17. Warna kulit abnormal f. Saturasi oksigen dengan skala 5 (tidak ada
f. Monitor kemampuan batuk efektif
deviasi dari kisaran normal)
Faktor yang berhubungan
g. Monitor hasil foto thorak
g. Sianosis dengan skala 5 (tidak ada)
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
h. Berikan terapi nebulizer
h. Batuk dengan skala 5 (tidak ada)
2. Perubahan membran alveolar-kapiler
i. Suara nafas tambahan dengan skala 5
(tidak ada)
1. Ages farmaseutikal
2. Aktivitas berlebihan
3. Dehidrasi
4. Iskemia
5. Pakaian yang tidak sesuai
6. Peningkatan laju metabilisme
7. Penurunan perspirasi
8. Penyakit
9. Sepsis
10. Suhu lingkungan tinggi
11. Trauma
6. Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x 24 1. kontrol resiko:
Definisi : Rentan mengalami infasi dan multifikasi jam diharapkan pasien tidak mengalami infeksi.
a. Bersihkan lingkungan dengan baik
organism patogenik yang dapat mengganggu Dengan kreteria hasil:
setelah dipakai pasien lain
kesehatan. 1. kontrol resiko
b. Pertahankan teknik isolasi
Faktor Risiko: a. Mengidentifikasi factor resiko (5)
c. Batasi pengunjung bila perlu
1. Kurang pengetahuan untuk menghindari secara konsisten menunjukkan
d. Instruksikan pada pengunjung untuk
pemajanan patogen b. Mengenali factor resiko individu (5)
mencuci tangan saat berkunjung dan
2.Malnutrisi secara konsisten menunjukkan
setelah berkunjung meninggalkan pasien
3.Obesitas c. Memonitor factor resiko di lingkungan
e. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
4.Penyakit kronis (5) secara konsisten menunjukkan
tangan
5.Prosedur infasif d. Memonitor factor resiko individu (5)
f. Cuci tangan setiap sebelum dan setelah
secara konsisten menunjukkan
tindakan keperawatan
e. Mengembangkan strategi yang efektif g. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
dalam mengontrol resiko (5) secara pelindung
konsisten menunjukkan h. Pertahankan lingkungan aseptic selama
f. Mengenali perubahan status kesehatan pemasangan alat
(5) secara konsisten menunjukkan i. Ganti letak IV perifer dan line central
dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum
j. Pastikan teknik perawatan luka yang
tepat
k. Gunakan kateter intermitten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
l. Tingkatkan intake nutrisi
m. Berikan terapi antibiotic bila perlu
infection protection (proteksi terhadap
infeksi)
n. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan local
o. Monitor hitung granulosit, WBC
p. Monitor kerentanan terhadap infeksi
q. Batasi pengunjung
r. Pertahankan teknik asepsis pada pasien
yang beresiko
s. Pertahankan teknik isolasi
t. Berikan perawatan kulit pada area
epidema
u. Inspeksi kulit dan membrane mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
v. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
w. Dorong masukan nutrisi yang cukup
x. Dorong masukan cairan
y. Dorong istirahat
z. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotic sesuai resep
aa. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
bb. Ajarkan cara menghindari infeksi
D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam
proses penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi
pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011).
E. Evaluasi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Kreteria evaluasi :
a. Status pernafasan : kepatenan jalan nafas:
1) Frekuensi pernafasan dengan skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal)
3) Saturasi oksigen dengan skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal)
4) Hasil rotgen dada dengan skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal)
2. Gangguan pertukaran gas
Kreteria evaluasi:
3) Saturasi oksigen dengan skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal)
4) Hasil rotgen dada dengan skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal)
b. Status pernafasan:
4) Suara auskultasi nafas dengan skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal)
5) Kepatenan jalan nafas dengan skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran
normal)
6) Saturasi oksigen dengan skala 5 (tidak ada deviasi dari kisaran normal)
3. Hipertermia
Kreteria evaluasi:
a. Termoregulasi
1) Menggigil saat dingin (skala 5)
2) Tingkat pernapasan (skala 5)
3) hipertermia (skala 5)
4) perubahan warna kulit (skala 5)
5) dehidrasi (skala 5)
b. Tanda- tanda vital
1) Suhu tubuh (Skala 5)
2) Tingkat pernapasan (Skala 5)
3) Irama pernapasan (Skala 5)
4) Tekanan darah sistolik (Skala 5)
5) Tekanan darah diastolik (Skala 5)
6) Tekanan nadi (skala 5)
4. Nyeri akut
Kreteria evaluasi:
a. Pain control
Kreteria evaluasi:
a. Status nutrisi:
6. Risiko infeksi
Kreteria evaluasi:
a. kontrol resiko
1) Mengidentifikasi factor resiko (5) secara konsisten menunjukkan
2) Mengenali factor resiko individu (5) secara konsisten menunjukkan
3) Memonitor factor resiko di lingkungan (5) secara konsisten
menunjukkan
4) Memonitor factor resiko individu (5) secara konsisten menunjukkan
5) Mengembangkan strategi yang efektif dalam mengontrol resiko (5)
secara konsisten menunjukkan
6) Mengenali perubahan status kesehatan (5) secara konsisten
menunjukkan
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis,
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus.
Mediaction: Yogyakarta.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis,
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus,
Edisi 1. Mediaction: Yogyakarta.
Smelther, Suzanne C. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner &
Suddart. Alih Bahasa: Agung Waluyo, Edisi: 12. Jakarta: EGC