(KONSEP KDM)
KEBUTUHAN DASAR FISIOLOGIS SIRKULASI
DI HOLISTIK CARE KALIBARU
Oleh :
Ika Nur Rahmawati
NIM.21101036
1.2 Anatomi
a. Anatomi Jantung
Jantung terdiri dari empat ruangan yaitu atrium kanan dan kiri.
Diantara atrium kanan dan atrium kiri terdapat pemisah yaitu septum
interatrial baikkan pemisah ventrikel kanan dan kiri adalah septum
intervetrikuler. Atrium kanan menerima darah dari vena cava superior dan
vena cava inferior, baikkan atrium kirimenerima darah dari vena
pulmonalis. Ventrikel, sebaliknya memompa darah yang diterima dari
atrium. Ventrikel kanan memompa darah ke paru-paru melalui arteri
pulmonalis untuk mengalami oksigenasi, ventrikel kiri memompakan
darah yang diterima dari atrium kiri menuju ke aorta (Purba, 2013).
Tabel 1. Klasifikasi LDL, Total, dan Kolesterol HDL (mg / dL) (Sari,
2014)
1.4 Etiologi
Kolesterol tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung karena
masalah kesehatan ini mengganggu kinerja pembuluh darah. Melansir
WebMD, tingginya kolesterol dalam darah dapat menyebabkan kolesterol
menumpuk di dinding pembuluh darah arteri. Kondisi ini disebut
aterosklerosis. Saat arteri menyempit, aliran darah ke otot jantung jadi
menyempit atau terhambat. Hal ini bisa berdampak fatal. Pasalnya, darah
membawa oksigen ke jantung (Dadan, 2012).
Hiperkolesterolemia biasanya tidak menunjukkan gejala khas,
seringkali seseorang baru mengetahui terkena hiperkolesterolemia ketika
mereka melakukan pemeriksaan kesehatan ke pelayanan kesehatan atau
karena keluhan lain. Hanya saja gejala yang sering ditemui yaitu sering
pusing di kepala bagian belakang, tengkuk dan pundak terasa pegal, sering
pegal, kesemutan di tangan dan kaki bahkan ada yang mengeluhkan dada
sebelah kiri terasa nyeri seperti tertusuk. Jika hiperkolesterolemia ini
dibiarkan begitu saja, akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit.
jantung koroner dan stroke (Dadan, 2012).
1.6 Patofisiologi
Arterosklerosis merupakan sekumpulan kompleks yang melibatkan
darah dan kandungan materi didalamnya, endotel vaskular dan vasa
vasorum. Daerah yang sering terjadi yaitu di daerah aorta dan arteri
koronaria.Prosesnya diawali dengan perubahan kolestrol LDL yang
mengalami oksidasi menjadi LDL yang teroksidasi (Ox LDL). Kemudian
hal tersebut akan semakin beresiko jika pada pembuluh darah terdapat
kemungkinan kerusakan dari nitrogen monoksida (NO) yang berfunsi
untuk melindungi dinding endotel pembuluh darah dari bahan-bahan yang
beresiko menempel dan membentuk trombus seperti Ox LDL, trombosit
dan monosit yang berubah menjadi makrofag. Jika terdapat kerusakan,
maka endotel dapat menjadi aktif dan mengalami gangguan fungsi
kemudian dapat terjadi deendotelisasi dengan atau tanpa disertai proses
adesi trombosit. Berdasarkan ukuran dan konsentrasinya, molekul plasma
dan molekul lain lipoprotein bisa melakukan ekstravasasi melalui endotel
yang rusak dan masuk melalui ruang sub endotelial. Ox LDL yang
tertahan akan berubah menjadi bersifat sitotoksik, proinflamasi,
khemotaktik dan proaterogenik. Karena keadaan tersebut, endotel sulit
untuk menghasilkan NO sebagai pelindung serta fungsi dilatasi pun
berkurang (Adi, 2014).
NO yang berkurang juga mengakibatkan keluarnya sel-sel adesi
(Vascular Cell Adhesion Molecule-1, Intercelular Adhesion Molecule-1, E
selectin, P selectin) dan menangkap monosit dan sel T. kemudian monosit
tersebut melewati endotel memasuki lapisan intima dinding pembuluh dan
berdiferensiasi menjadi makrofag yang selanjutnya mencerna tumpukan
Ox LDL dan berubah menjadi sel busa (foam cell). Foam cell macrophage
kemudian menjadi satu pada pembuluh darah dan membentuk fatty streak
yang nampak. Jika dibiarkan terus menerus, fatty streak akan bertambah
besar seiring berjalannya waktu bersamaan dengan berproliferasinya
jaringan ikat fibrosa dan jaringan otot polos disekitarnya sehingga
membentuk plak yang makin lama makin membesar. Plak yang membesar
menunjol kearah dalam lumen arteri sehingga mengurangi aliran darah
menyebabkan timbunan sejumlah besar jaringan ikat padat dan arteri pun
menjadi lebih kaku dan tidak lentur. Selanjutnya, garam kalsium seringkali
mengendap bersamaan dengan kolesterol dan lipid yang lain sehingga
menyebabkan arteri mengeras akibat kalsifikasi (Guyton & Hall, 2012).
Dinding plak akan mengalami degenerasi sehingga mudah sekali untuk
robek. Pada robekan tersebut memungkinkan untuk trombosit menempel
pada permukaan tersebut sehingga dapat membentuk suatu bekuan darah
dan sewaktu-waktu dapat menyumbat aliran darah sehingga aliran darah
dapat terhenti secara tiba-tiba (Guyton & Hall, 2012).
1.7 Pathway
1. Nyeri dada
Pembuluh darah arteri adalah bagian dari tubuh yang mengirimkan
darah pada jantung. Jika kerja pembuluh darah arteri terhambat maka
dapat menyebabkan terjadinya nyeri dada atau angina dan gejala lain
dari penyakit jantung.
2. Serangan jantung
Jika plak pada dinding pembuluh darah bocor atau pecah dan terjadi
pembekuan darah maka dapat menghambat peredaran darah pada
pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan pengiriman darah ke
jantung juga terhambat. Hal tersebut menyebabkan serangan jantung.
3. Stroke
Seperti pada serangan jantung, jika aliran darah ke otak terhambat
karena terjadi pembekuan darah maka dapat menyebabkan terjadinya
stroke.
1.11Konsep Keperawatan
1.11.1 Pengkajian
1. Health Promotion
Meliputi : kesadaran kesehatan dan manajemen kesehatan tentang
hiperkolesterol.
2. Nutrition
Meliputi : perbandingan antara intake sebelum dan sesudah menderita
hiperkolesterol.
3. Elimination
Meliputi : frekuensi buang air besar dan buang air kecil sebelum dan
sesudah menderita hiperkolesterol. Menjelaskan karakteristik buang air
besar dan buang air kecil tersebut.
4. Activity Rest
Meliputi : jam tidur sebelum dan sesudah menderita hiperkolesterol.
5. Perception/cognition
Meliputi : cara pandang klien tentang hiperkolesterol ,apakah klien
memiliki pemahaman khusus tenteng hiperkolesterol.
6. Self perception
Meliputi : apakah klien merasa cemas/takut tentang penyakit
hiperkolesterol
7. Role perception
Meliputi : hubungan klien dengan perawat yang membantu dalam
menurunkan hiperkolesterol.
8. Sexuality
Meliputi : gangguan atau kelainan seksualitas
9. Coping/Stress Tolerance
Meliputi : bagaimana cara klien mengatasi stressor dalam penyakit yang
dideritanya.
10. Life Principles
Meliputi : apakah klien tetap menjalankan sholat/ibadah yang lain selama
perawatan, apa prinsip hidup yang dimiliki klien.
11. Safety/ Protection
Meliputi : apakah klien merasa nyaman dengan proses perawatan,
bagaimana penampilan psikologis klien seperti tenang, bingung.
12. Growt/ Development
Meliputi : apakah ada kenaikan/penurunan berat badan sebelum dan
sesudah menderita hiperkolesterol.
Pemeriksaan fisik mulai dari pengukuran tanda vital sebagai
berikut; tanda-tanda vital terjadi peningkatan tekanan darah, suhu tubuh,
dan disertai ada atau tidak ada peningkatan nadi, pernapasan. Pada
penderita hiperkolesterol yang tidak diimbangi dengan diet dan aktivitas
fisik kemungkinan besar akan terjadi atherosklerosis yang akan
menjadikan beban berat pada kerja jantung. Jika kerja jantung meningkat
maka frekuensi/irama jantung menjadi tidak teratur dan muncul diagnosa
resiko penurunan curah jantung, jantung tidak akan bekerja dengan normal
sehingga dalam pengangkutan O2 menuju otak menjadi terganggu
sehingga muncul diagnosa nyeri akut dan pola nafas tidak efektif.
1.11.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI Edisi 1 kemungkinan diagnose yang muncul akibat
hiperkolesterolemia yaitu:
a. Risiko perfusi miokard tidak efektif
b. Risiko perfusi perifer tidak efektif
c. Risiko perfusi serebral tidak efektif
d. Defisit pengetahuan
e. Gangguan sirkulasi spontan
f. Penurunan curah jantung
g. Perfusi perifer tidak efektif
h. Risiko pendarahan
g. Risiko perfusi gastrointertinal tidak efektif
1.11.3 Perencanaan
Menurut SIKI Edisi 1 Cetakan II kemungkinan intervensi yang bisa
dilakukan oleh penderita hiperkolesterolemia yaitu:
a. Manajemen Aritmia
b. Perawatan Sirkulasi
c. Edukasi diet
d. Manajemen peningkata tekanan intrakranial
DAFTAR PUSTAKA
Adi PR. 2014. Pencegahan dan penatalaksanaan aterosklerosis. Buku Ajar Ilmu
Penyakit. Dalam. Ed I. Jakarta:InternaPublishing, pp: 1425-1434.
Dadan, n. 2012. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Lemak Jenuh dan Obesitas
Sentral dengan Kolesterol Total pada Dosen dan Karyawan Universitas
Siliwangi.
dengan Kadar Kolesterol Pasien Hiperkolesterolemia di Wilayah Kerja Puskesmas
Andalas Padang Tahun 2013. NERS Jurnal Keperawatan, 9(1),30.
https://doi.org/10.25077/njk.9.1.30-38.2013
Erwina, I., & Yeni, F. (2018). Hubungan Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga
Erwinanto, Santoso, A., Putranto, J. N. eko, Pradana, T., Sukmawan, R.,
Evania, A. (2018). Pengaruh Terapi Bekam terhadap Kadar Kolesterol Total pada
Pasien Hiperkolesterolemia di Klinik Pengobatan Islami Refleksi dan
Bekam Samarinda.
Guyton AC, Hall JE, editors. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC; 2008. p. 82-93.
Krisnawati, Ega. 2021. Rangkuman Sistem Sirkulasi pada Manusia, Organ, dan
Mekanismenya. https://amp-tirto-
id.cdn.ampproject.org/v/s/amp.tirto.id/rangkuman-sistem-sirkulasi-pada-
manusia-organ-dan-mekanismenya-
gig8amp_js_v=a6&_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%
3D%3D#aoh=16412987623066&referrer=https%3A%2F2Fwww.google.co
m&_tf=Dari%20%251%24s&share=https%3A%2F%2Ftirto.id%2F
rangkuman-sistem-sirkulasi-pada-manusia-organ-dan-mekanismenya-gig8 .
Diakses pada Januari 2022.
Purba, B. A. (2013). Fisiologi Kardiovaskuler.
Ramli, D., & Karani, Y. (2018). Anatomi dan Fisiologi Kompleks Mitral, Jurnal
Kesehatan Andalas. Anatomi Dan Fisiologi Kompleks Mitral, 103–112.
Sari, D. K. (2014). Tanda gejala dan bahaya hiperkolesterolemia. Tanda Gejala
Dan Bahaya Hiperkolesterolemia, (1988), 1–8.
Suryawan, R., … Kasiman, S. (2017). Panduan Tata Laksana Dislipidemia 2017.
Widada, S. T., Martiningsik, M. A., & Carolina, S. C. (2016). Gambaran
Perbedaan Kadar Kolesterol Total Metode CHOD-PAP ( Cholesterol
Oxidase – Peroxsidase Aminoantypirin ) Sampel Serum dan Sampel
Plasma. Teknologi Laboratorium, 5(1), 1–4.
https://doi.org/10.1243/09544070260340871
Willy, Tjin. 2019. Aterosklerosis. https://www.alodokter.com/aterosklerosis.
Diakses pada Januari 2022-01-05
LAPORAN PENDAHULUAN (KONSEP KDM)
KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN
DI HOLISTIC CARE KALIBARU, BANYUWANGI
Secara garis besar, terdapat tiga bagian pada sistem saraf pusat manusia. Ketiga
bagian tersebut adalah:
1. Otak
Otak adalah mesin pengendali utama dari segala fungsi tubuh. Seperti yang
disebutkan di atas, organ ini merupakan bagian dalam sistem saraf pusat manusia.
Jika saraf pusat merupakan pusat kontrol tubuh, maka otak adalah markas
besarnya. Otak terbagi ke dalam beberapa bagian dengan fungsinya masing-
masing. Secara umum, bagian otak terdiri dari otak besar, otak kecil, batang otak,
serta bagian-bagian otak lainnya. Bagian-bagian ini dilindungi oleh tengkorak dan
selaput otak (meninges) dan dikelilingi oleh cairan serebrospinal untuk
menghindari terjadinya cedera otak
2. Sumsum tulang belakang
Sama dengan otak, sumsum tulang belakang juga merupakan bagian dari susunan
saraf pusat. Sumsum tulang belakang langsung terhubung ke otak melalui batang
otak dan kemudian mengalir sepanjang ruas tulang belakang. Saraf tulang
belakang berperan dalam aktivitas sehari-hari dengan mengirimkan sinyal dari
otak ke bagian lain dari tubuh dan memerintahkan otot untuk bergerak. Selain itu,
sumsum tulang belakang juga menerima masukan sensorik dari tubuh,
memprosesnya, dan mengirimkan informasi tersebut ke otak.
3. Sel saraf atau neuron
bagian tang tak kalah penting dari anatomi sistem saraf adalah sel saraf itu sendiri
atau disebut neuron. Fungsi sel saraf atau neuron adalah menghantarkan implus
saraf.
Berdasarkan fungsinya, neuron terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu neuron sensorik
yang membawa pesan ke saraf pusat, neuron motorik yang membawa pesan dari
saraf pusat, serta interneuron yang menghantarkan pesan di antara neuron sensorik
dan motorik di saraf pusat.
Setiap neuron atau sel saraf tersebut terdiri dari tiga bagian atau struktur dasar.
Anatomi neuron tersebut, yaitu:
1) Badan Sel
Badan sel, yang memiliki inti.
2) Dendrit,
Dendrit yang berbentuk seperti cabang dan berfungsi menerima situmulus dan
membawa impuls ke badan sel.
3) Akson
Akson, yaitu bagian dari sel saraf yang membawa impuls keluar dari badan sel.
Akson umumnya dikelilingi oleh mielin, yaitu lapisan padat berlemak yang
melindungi saraf dan membantu pesan untuk keluar. Pada saraf tepi, mielin ini
diproduksi oleh sel Schwann.
Sel-sel saraf ini dapat ditemukan di seluruh tubuh dan berkomunikasi satu sama
lain untuk menghasilkan respons dan tindakan fisik. Dilansir dari National
Institues of Health, diperkirakan terdapat sekitar 100 miliar neuron di otak. Sel
saraf ini termasuk dengan 12 pasang saraf kranial, 31 pasang saraf tulang
belakang, dan di bagian lainnya.
Fungsi sistem saraf
Secara umum, sistem saraf pada manusia memiliki beberapa fungsi. Fungsi
tersebut adalah:
- Mengumpulkan informasi dari dalam dan luar tubuh (fungsi sensorik).
- Mengirimkan informasi ke otak dan sumsum tulang belakang.
- Memproses informasi di otak dan sumsum tulang belakang (fungsi
integrasi).
- Mengirimkan informasi ke otot, kelenjar, dan organ sehingga dapat
merespon dengan tepat (fungsi motorik).
Masing-masing struktur sistem saraf, yaitu saraf pusat dan tepi, menjalankan
fungsi yang berbeda. Berikut adalah penjelasannya.
1. Sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat, yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, memiliki
fungsi untuk menerima informasi atau rangsangan dari semua bagian tubuh,
kemudian mengontrol dan mengendalikan informasi atau rangsangan ini termasuk
yang berkaitan dengan gerakan, seperti bicara atau berjalan, atau gerakan tak
sadar, seperti berkedip dan bernapas. Ini juga termasuk bentuk informasi lainnya,
seperti pikiran, persepsi, dan emosi manusia.
2. Sistem saraf tepi
Secara garis besar, fungsi saraf tepi adalah menghubungkan respon sistem saraf
pusat ke organ tubuh dan bagian lainnya di tubuh Anda. Saraf ini meluas dari
saraf pusat ke area terluar tubuh sebagai jalur penerimaan dan pengiriman
rangsangan dari dan ke otak. Masing-masing susunan saraf tepi, yaitu somatik dan
otonom, memiliki fungsi yang berbeda. Berikut adalah penjelasan mengenai
fungsi dari bagian-bagian sistem saraf tepi:
a. Sistem saraf somatik
Sistem saraf somatik bekerja dengan mengontrol semua hal yang Anda sadari dan
secara sadar memengaruhi respon tubuh, seperti menggerakkan lengan, kaki, dan
bagian tubuh lainnya. Fungsi saraf ini menyampaikan informasi sensorik dari
kulit, organ indera, atau otot ke sistem saraf pusat. Selain itu, saraf somatik juga
membawa respons keluar dari otak untuk menghasilkan respon berupa gerakan.
Sebagai contoh, saat menyentuh termos panas, saraf sensorik membawa informasi
ke otak bahwa ini adalah sensasi panas. Setelah itu, saraf motorik membawa
informasi dari otak ke tangan untuk segera menghindar dengan menggerakkan,
melepas, atau menarik tangan dari termos panas tersebut. Keseluruhan proses ini
terjadi kurang lebih dalam waktu satu detik.
b. Sistem saraf otonom
Sebaliknya, sistem saraf otonom mengontrol aktivitas yang Anda lakukan secara
tak sadar atau tanpa perlu memikirkannya. Sistem ini terus menerus aktif untuk
mengatur berbagai aktivitas, seperti bernapas, detak jantung, dan proses
metabolisme tubuh. Ada dua bagian dari saraf ini:
a. Sistem simpatik
Sistem ini mengatur respons perlawanan dari dalam tubuh ketika ada ancaman
pada diri Anda. Sistem ini juga mempersiapkan tubuh untuk mengeluarkan energi
dan menghadapi potensi ancaman di lingkungan. Misalnya, ketika Anda sedang
cemas atau takut, saraf simpatik akan memicu respons dengan mempercepat detak
jantung, meningkatkan laju pernapasan, meningkatkan aliran darah ke otot,
mengaktifkan kelenjar produksi keringat, dan melebarkan pupil mata. Ini dapat
membuat tubuh merespons dengan cepat dalam situasi gawat darurat.
b. Sistem parasimpatik
Sistem ini gunanya menjaga fungsi tubuh normal setelah ada sesuatu yang
mengancam diri Anda. Setelah ancaman berlalu, sistem ini akan memperlambat
detak jantung, memperlambat pernapasan, mengurangi aliran darah ke otot, dan
menyempitkan pupil mata. Ini memungkinkan kita untuk mengembalikan tubuh
ke kondisi normal.
2. Sistem Integumen
Sistem integumen adalah organ tubuh terbesar yang membentuk penghalang fisik
antara lingkungan eksternal dan lingkungan internal tubuh yang berfungsi untuk
melindungi dan memelihara. Sistem integumen meliputi epidermis, dermis,
hipodermis, kelenjar, rambut, dan kuku. Selain fungsi penghalangnya, sistem ini
melakukan banyak fungsi rumit seperti pengaturan suhu tubuh, pemeliharaan
cairan sel, sintesis Vitamin D, dan deteksi rangsangan. Berbagai komponen sistem
ini bekerja bersama untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut—sebagai contoh
misalnya, pengaturan suhu tubuh terjadi melalui termoreseptor yang mengarah
pada penyesuaian aliran darah perifer, tingkat pengeluaran keringat, dan kondisi
rambut tubuh. Sistem integumen bukan hanya tentang wajah yang menawan saja.
Sistem integumen melakukan banyak fungsi vital, diantaranya perlindungan
struktur tubuh bagian dalam, persepsi sensorik, pengaturan suhu tubuh, ekskresi
beberapa cairan tubuh.
1. Perlindungan struktur tubuh bagian dalam
Kulit mempertahankan integritas permukaan tubuh dengan migrasi dan shedding.
Dapat memperbaiki luka permukaan dengan mengintensifkan mekanisme
penggantian sel normal. Lapisan atas kulit, yang dikenal sebagai epidermis,
melindungi tubuh dari bahan kimia berbahaya dan invasi patogen.
Sel Langerhans
Sel Langerhans adalah sel khusus di dalam epidermis. Mereka meningkatkan
respon imun tubuh dengan membantu limfosit memproses antigen yang masuk ke
dalam kulit.
2. Sun block dari kulit itu sendiri
Melanosit, jenis sel kulit lainnya, melindungi kulit dengan memproduksi pigmen
coklat melanin, yang membantu menyaring sinar ultraviolet (UV) (iradiasi).
Paparan pada Sinar UV dapat merangsang produksi melanin.
3. Persepsi Sensorik
Serabut saraf sensorik berasal dari akar saraf di sepanjang tulang belakang dan
memberikan sensasi ke area tertentu dari kulit yang disebut dermatom. Serabut
saraf ini mengirimkan berbagai sensasi, seperti suhu, sentuhan, tekanan, nyeri, dan
gatal, dari kulit ke sistem saraf pusat. Serabut saraf otonom membawa impuls ke
otot polos di dinding pembuluh darah kulit, ke otot di sekitar akar rambut, dan ke
kelenjar keringat.
4. Pengaturan Suhu Tubuh
Saraf, pembuluh darah, dan kelenjar ekrin yang melimpah di dalam lapisan kulit
yang lebih dalam, dermis, membantu mengontrol suhu tubuh (termoregulasi).
Ketika tubuh kedinginan : Ketika kulit terkena dingin atau suhu tubuh internal
jatuh, pembuluh darah menyempit, menurunkan aliran darah dan melestarikan
panas tubuh.
5 Ekskresi Beberapa Cairan Tubuh
Kulit juga merupakan organ ekskresi. Kelenjar keringat mengeluarkan keringat,
yang mengandung air, elektrolit, urea, dan asam laktat. Disaat kulit
menghilangkan limbah tubuh melalui lebih dari dua juta pori-pori, kulit juga
mencegah cairan tubuh keluar.Di sini, kulit kembali melindungi tubuh dengan
mencegah dehidrasi disebabkan oleh hilangnya cairan tubuh internal — serta
mempertahankan kadar ini dengan mengatur kandungan dan volume keringat.
Juga menjaga cairan yang tidak diinginkan di lingkungan memasuki tubuh.
a. Lapisan-Lapisan Kulit
Dua lapisan kulit yang berbeda, epidermis dan dermis, terletak di atas lapisan
ketiga jaringan subkutan—kadang disebut hipodermis.
1. Lapisan Epidermis
Epidermis adalah lapisan terluar dan ketebalannya bervariasi dari kurang dari 0,1
mm pada kelopak mata hingga lebih dari 1 mm pada telapak tangan dan sol.
Epidermis ini tembus pandang, sehingga memungkinkan cahaya untuk melewati
lapisan epidermis.Epidermis terdiri dari avaskular, berlapis, skuamosa (bersisik
atau seperti piring) jaringan epitel dan dibagi menjadi lima lapisan berbeda. Setiap
lapisan diberi nama berdasarkan struktur atau fungsinya:
Stratum korneum, atau lapisan tanduk, adalah lapisan terluar dan terdiri dari
lapisan membran sel yang tersusun rapat dan keratin.
Stratum lucidum, atau lapisan bening, menghalangi keluar masuknya air. Pada
beberapa kulit tipis lapisan ini mungkin tidak ditemukan.
Stratum granulosum, atau lapisan granular, bertanggung jawab untuk
pembentukan keratin dan, seperti stratum lucidum, pada beberapa kulit tipis
lapisan ini mungkin tidak ditemukan.
Stratum spinosum, atau lapisan berduri, juga membantu pembentukan keratin dan
kaya akan asam ribonukleat.
Stratum basale, atau lapisan basal, adalah lapisan terdalam dan menghasilkan sel-
sel baru untuk menggantikan sel-sel keratin superfisial. Pada lapisan ini juga
terdapat melanosit, yaitu sel pembentuk warna kulit (pigmen) yang berfungsi
untuk melindungi kulit dari radiasi.
Epidermis tidak mengandung pembuluh darah. Makanan, vitamin, dan oksigen
diangkut ke lapisan ini melalui struktur seperti jari disebut rete pegs, yang berisi
jaringan pembuluh darah kecil. Rete pegs menonjol ke bawah dari epidermis dan
naik melalui dermis, meningkatkan kontak antar lapisan.
2. Lapisan Dermis
Dermis, juga disebut corium, adalah lapisan kulit kedua yang elastis, mengandung
dan mendukung pembuluh darah, pembuluh limfatik, saraf, dan pelengkap
epidermis. Sebagian besar dermis terdiri dari bahan ekstraseluler yang disebut
matriks. Matriks berisi:kolagen, protein yang dibuat oleh fibroblas yang memberi
kekuatan dan ketahanan pada dermis serat elastis, yang mengikat kolagen dan
membuat kulit fleksibel. Dermis itu sendiri memiliki dua lapisan: Dermis papiler
memiliki tonjolan seperti jari, papila, yang menghubungkan dermis dengan
epidermis. Lapisan ini mengandung karakteristik tonjolan-tonjolan yang terdapat
pada jari-jari tersebut dikenal sebagai sidik jari. Lapisan ini juga membantu jari
tangan dan kaki dalam mencengkeram permukaan. Dermis retikuler menutupi
lapisan jaringan subkutan, terbuat dari serat kolagen dan memberikan kekuatan,
struktur, dan elastisitas pada kulit.
3. Penunjang Epidermal
Banyak penunjang atau aksesoris epidermal yang ada di seluruh kulit. Termasuk
didalamnya adalah rambut, kuku, kelenjar sebaceous, dan kelenjar keringat.
a. Rambut
Rambut panjang dan ramping terdiri dari keratin. Di ujung bawah yang diperluas
dari setiap rambut adalah umbi atau akar. Pada permukaan bawahnya, akarnya
diindentasi oleh papila rambut, sekelompok jaringan ikat jaringan dan pembuluh
darah. Setiap rambut terletak di dalam selubung berlapis epitel yang disebut
folikel rambut. Seikat serat otot polos, arrector pili, memanjang melalui dermis
untuk menempel pada dasar folikel. Ketika otot-otot ini berkontraksi, maka
rambut akan berdiri. Folikel rambut juga kaya akan darah dan saraf pemasok.
2 Kuku
Kuku terletak di atas permukaan distal dari ujung masing-masing jari tangan dan
kaki. Kuku terdiri dari jenis keratin khusus. Lempeng kuku, dikelilingi di tiga sisi
oleh lipatan kuku, atau kutikula, terletak di dasar kuku. Lempeng kuku dibentuk
oleh kuku matriks, yang memanjang secara proksimal sekitar 0,5 cm di bawah
lipatan kuku. Bagian distal dari matriks yang pucat berbentuk bulan sabit disebut
lunula.
3. Kelenjar Sebaceous
Kelenjar sebaceous adalah bagian dari folikel rambut dan terdapat pada semua
bagian kulit kecuali telapak tangan dan telapak kaki. Biasanya paling sering
ditemukan di kulit kepala, wajah, tubuh bagian atas, dan alat kelamin. Kelenjar
sebasea menghasilkan sebum, campuran keratin, lemak, dan sisa-sisa selulosa.
Dikombinasikan dengan keringat, sebum membentuk kelembapan, berminyak,
film asam yang sedikit antibakteri dan antijamur dan itu melindungi permukaan
kulit. Sebum keluar melalui folikel rambut yang terbuka untuk mencapai
permukaan kulit.
1.1.4 Kebutuhan Fisiologis Rasa Aman
Yakni terpenuhinya dengan baik :
1. Oksigen : Kondisi rumah dengan sedikit ventilasi dan sistem pembuangan gas sisa
pembakaran (memasak) yang tidak baik memberikan resiko bahaya yang lebih
besar pada setiap penghuninya.
2. Kelembaban : Kondisi lingkungan yang lembab misalnya keadaan lantai yang
lembab meningkatkan resiko untuk terjatuh dan terpeleset. Selain itu udara dengan
kelembaban yang berlebihan menjadi media yang baik bagi perkembangbiakan
bakteri atau patogen.
3. Nutrisi : Makanan dan persediaan air menjadi suatu hal yang wajib dikontrol hal
initerkait dengan penularan suatu penyakit melalui makanan.
4. Suhu : Pemaparan terhadap suhu haruslah stabil.
a. Suhu rendah sangat berisiko menyebabkan mengalami hipotermi. Hipotermi
terjadi pada saat suhu tubuh inti kurang dari 35ºC dan dapat menyebabkan denyut
jantung lemah dan tidak teratur, pernapasan dangkal dan lambat, muka pucat, dan
menggigil.
b. Suhu panas yang ekstrem dapat menyebabkan diaforesis yang berlebihan,
hipotensi, perubahanstatus mental, kejang otot, dan mual.
5. Cahaya : Pencahayaan yang adekuat dapat meningkatkan keamanandalam
melakukan aktivitas. (Iskak, 2016)
1.1.5 Kebutuhan Fisiologis Rasa Nyaman
Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu :
a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
b. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang
meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia
seperti bahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan
kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam
aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas
dari rasa nyeri, dan hipo & hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan
hipo & hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman
pasien yang ditunjukan dengan adanya tanda dan gejala pada pasien. Nyeri
merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat
subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya pada orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
1.1.6 Jenis Gangguan Pada Rasa Aman Dan Nyaman
1. Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat. 2012:214). Secara umum,
nyeri dibagi menjadi dua, yaitu nyeri akut dan kronis. Nyeri akut adalah keadaan
ketika individu mengalami dan mengeluhkan ketidaknyamanan yang hebat atau
sensasi yang tidak menyenangkan selama satu detik hingga kurang dari enam
bulan (Lynda. 2012:85). Sedangkan, nyeri kronis adalah keadaan ketika individu
mengalami nyeri yang menetap atau intermiten dan berlangsung lebih dari enam
bulan. (Lynda. 2012:93).
Berdasarkan durasi terjadinya, nyeri dibagi menjadi:
a. Nyeri akut
b. Nyeri kronik
c. Referred pain
Berdasarkan sifatnya, nyeri dibagi menjadi:
a. nyeri fisiologis adalah sensor normal yang berfungsi sebagai alat proteksi tubuh
b. nyeri patologis adalah sensor abnormal yang menderitakan seseorang.
Berdasarkan sumbernya, nyeri dibagi menjadi:
a. Nyeri Kutan (Cutaneus Pain). Nyeri berasal dari kulit dan jaringan subkutan.
Lokasi
sumber nyeri biasanya diketahui dengan pasti dan nyeri biasanya tajam serta rasa
terbakar.
b. Nyeri Somatis Dalam (Deep Somatic Pain). Nyeri berasal dari otot, tendon,
sendi,
pembuluh darah atau tulang. Sifat nyeri biasanya menyebar.
c. Nyeri Visera (Visceral Pain). Nyeri berasal dari organ internal, misalnya: Ulser
pada
lambung, appendicitis atau batu ginjal. Sensasi nyeri disalurkan dari organ
melalui saraf
simpatis atau parasimpatis ke susunan saraf pusat.
d. Psychogenic Pain; dipengaruhi oleh pengalaman fisik dan mental seseorang.
Berdasarkan penyebabnya, nyeri dibagi menjadi:
a. Neuropatik, berkaitan dengan adanya gangguan/masalah pada sistem saraf baik
pusat maupun perifer, contohnya post-stroke pain
b. Nosciceptive, berkaitan dengan adanya gangguan/masalah pada jaringan tubuh
(musculoskeletal, kutaneus, atau visceral), contohnya nyeri inflamasi
c. Campuran, berkaitan dengan komponen neuropati dan nosciceptive, contohnya
LBP disertai radiculopathy.
Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis menurut Barbara C. Long (Dalam Hidayat,
A. Aziz Alimul.2012) :
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Pengalaman Satu kejadian Satu situasi, status
eksistensi
Sumber Sebab eksternal atau penyakit dari Tidak diketahui atau
dalam pengobatan yang terlalu
lama
Serangan Mendadak Bisa mendadak,
berkembang, dan
terselubung
Waktu Sampai enam bulan Lebih dari enam bulan
sampai bertahun-tahun
Pernyataan nyeri Daerah nyeri tidak diketahui dengan Daerah nyeri sulit
pasti dibedakan intensitasnya,
sehingga sulit dievaluasi
(perubahan perasaan)
Gejala-gejala Pola respon yang khas dengan gejala Pola respon yang
klinis yang lebih jelas bervariasi dengan sedikit
gejala (adaptasi)
Pola Terbatas Berlangsung terus, dapat
bervariasi
Perjalanan Biasanya berkurang setelah beberapa Penderitaan meningkat
saat setelah beberapa saat
Tahapan Nyeri
Karakteristik Nyeri Bisa diukur dengan PQRST:
P (pamacu) : Faktor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
Q (quality) : seperti apa nyerinya
R (region) : daerah atau tempat nyeri atau lokasi
S (severity/ skala nyeri) : keparahan atau intensitas nyeri
T (time) : lama atau waktu serangan atau frekuensi nyeri
Skala Nyeri menurut Mc Gill
0 : tidak nyeri
1 : nyeri ringan
2 : tidak menyenangkan
3 : nyeri menekan
a. : sangat nyeri
5 : nyeri menyiksa
Persyarafan Nyeri
1) Asenden : persyarafan yang membawa nyeri akut tajam dan kronik lambat
2) Desendens
Macam Skala Nyeri
1) Skala Numeric : secara garis besar di gambarkan dalam bentuk nilai angka.
2) Skala analog fisual : berupa rentang garis sepanjang kurang lebih 10 cm, di
mana pada ujung garis kiri tidak mengindikasikan nyeri, sementara ujung
satunya lagi mengindikasikan rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi.
3) Skala wajah : melihat ekspresi wajah
4) Skala oucher :
Nyeri Berdasarkan Berat Ringannya
5) Nyeri rendah : nyeri dengan intensitas rendah
6) Nyeri sedang : nyeri yang menimbulkan reaksi
7) Nyeri berat : nyeri yang dengan intensitas tinggi
Cara mengukur intensitas nyeri :
Intensitas nyeri dapat diukur dengan menggunakan numerical rating scale (NRS),
verbal rating scale (VRS), visual analog scale (VAS) dan faces rating scale. VAS
(Visual Analogue Scale) telah digunakan sangat luas dalam beberapa dasawarsa
belakangan ini dalam penelitian terkait dengan nyeri dengan hasil yang handal, valid
dan konsisten.VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk menilai intensitas
nyeri dengan menggunakan sebuah tabel garis 10 cm dengan pembacaan skala 0–100
mm dengan rentangan makna:
Skala nyeri menurut hayword, biasanya untuk dewasa
Keterangan :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri tapi masih terkontrol
10 : sangat nyeri tidak terkontrol
2. Resiko Jatuh
Factor resiko jatuh meliputi factor intrinsik dan ekstrinsik. Factor intrinsik adalah
system saraf pusat, dimensia, gangguan system sensorik, gangguan system
kardiofaskuler, gangguan metabolisme dan gangguan gaya berjalan. Factor intrinsik
meliputi lingkungan, aktivitas, dan obat-obatan selama proses penuaan lansia
mempunyai konsekuensi untuk jatuh.
Skala MFS
NO RESIKO SKALA NILAI
SKOR
1 Riwayat jatuh yang baru atau dalam 3 bulan Tidak : 0
terahir Ya : 25
2 Diagnose medis skunder > 1 Tidak : 0
Ya : 0
3 Alat bantu : 0
Badrash dibantu perawat 15
Penopang, tongkat 30
Farnitur
4 Memakai heparion lock/IV Tidak : 0
Ya : 25
5 Cara berjalan / berpindah 0
1) Normal 15
2) Lemah 30
3) Terganggu
6 Status mental :
4) Orientasi sesuuai kemampuan diri
5) Orientasi sesuai kemampuan diri 0
6) Lupa keterbatasan diri 15
Keterangan :
Tingkat resiko ditentukan dengan cara:
Skala :
0-24 : tidak beresiko
25-50 : resiko rendah
> : resiko tinggi
3. Resiko Cidera
Beresiko cidera sebagai akibaat kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan
sumber adaptif dan sumber nevensif individu.
Faktor resiko:
- Eksternal : biologis, misalkan tingkat imunisasi komunitas, zat kimia manusia.
- Internal : profil darah abnormal, disfungsi biokimia, disfungsi imun auto imun,
usia perkembangan.
1.2. Etiologi
1.2.1 faktor yang mempengaruhi rasa aman dan nyaman:
1. Emosi
Kecemasan, depresi, dan marah akan mudah terjadi dan mempengaruhi keamanan dan
kenyamanan
2. Status Mobilisasi
Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran menurun memudahkan
terjadinya resiko injury.
3. Gangguan Persepsi Sensory
Mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yang berbahaya seperti gangguan
penciuman dan penglihatan.
4. Keadaan Imunitas
Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga mudah terserang
penyakit.
5. Tingkat Kesadaran
Pada pasien koma, respon akan menurun terhadap rangsangan, paralisis, disorientasi, dan
kurang tidur.
6. Informasi atau Komunikasi
Gangguan komunikasi seperti aphasia atau tidak dapat membaca dapat menimbulkan
kecelakaan.
7. Gangguan Tingkat Pengetahuan
Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat diprediksi
sebelumnya.
8. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional
Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan anafilaktik syok
9. Status nutrisi
Keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan mudah menimbulkan
penyakit, dan demikian sebaliknya dapat beresiko terhadap penyakit tertentu.
10. Usia
Pembedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia anak-anak dan lansia
mempengaruhi reaksi terhadap nyeri
11. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespon nyeri dan
tingkat kenyamanannya.
12. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri dan
tingkat kenyaman yang mereka punyai
b) Non Farmakologi
a. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya ketidak percayaan,
kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan, dan kebosanan.
b. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik seperti :
1. Bekam
Bekam atau hijjamah juga berperan mengeluarkan zat penyebab nyeri, yaitu zat
yang terbentuk karena kematian atau peradangan jaringan, seperti bradikinin dan
histamin, pengeluaran zat ini bukan saja berperan mengurangi rasa nyeri tetapi juga
mengurangi peradangan yang timbul dibagian tubuh yang sakit. Berbekam atau
hijjamah menurut bahasa adalah ungkapan tentang menghisap darah dan
mengeluarkannya dari permukaan kulit (Yasin, 2012). Dari hasil penelitian
menunujukkan adanya perbedaan antara nyeri sebelum dengan setelah bekam berarti
terdapat pengaruh signifikan terapi bekam basah terhadap perubahan nyeri pada
penderita Rheumatoid Artritis. Dalam teori disebutkan bekam dapat meringankan
rasa sakit dan mengurangi penumpukan darah (Yasin, 2005). Pada penelitian yang
dilakukan, pengukuran nyeri dilaksanakan 15 menit setelah bekam, sehingga tubuh
sudah mengalami perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah akibatnya timbul efek
relaksasi (pelemasan) otot-otot yang kaku oleh isapan alat bekam (Yasin, 2005).
Teori ini bisa menjelaskan mengapa proses bekam bisa mengurangi rasa nyeri
disebabkan oleh kuatnya isapan alat bekam yang berperan menyibukkan jalur saraf
yang mentransmisikan sinyal rasa nyeri ke otak (fitra , idayati dan purwati, 2020)
1.4. Konsep Keperawatan
1.4.1 Pengkajian
1. Pengkajian Umum
Mengkaji identitas pasien dan identitas penanggung jawab pasien dengan format
nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pekerjaan, suku bangsa, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, sumber biaya, hubungan antara pasien dengan
penanggung jawab.
2. Pengkajian Kasus
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah riwayat nyeri;
keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas nyeri, dan waktu
serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST:
P (pemicu), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri,
Q (quality) dari nyeri, apakah terasa tumpul, tajam, tersayat,
R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri,
S (severty) adalah keparahan atau intensitas nyeri,
T (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
3. Riwayat Kesehatan Klien
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan dahulu
c. Riwayat kesehatan keluarga
4. Kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual
4.1 Bernapas
4.2 Nutrisi
4.3 Eliminasi
4.4 Aktivitas
4.5 Istirahat tidur
4.6 Berpakaian
4.7 Pengaturan suhu tubuh
4.8 Personal Hygiene
4.9 Rasa Aman Nyaman
4.10 Komunikasi
4.11 Spiritual
4.12 Rekreasi
4.13 Bekerja
4.14 Pengetahuan atau belajar
5. Data pengkajian fisik
5.1 Keadaan umum pasien
Meliputi kesadaran, postur tubuh, kebersihan diri, turgor kulit, warna kulit
5.2 Gejala Kardial
Meliputi suhu, tensi, nadi, dan napas.
5.3 Keadaan fisik
Meliputi pengkajian dari head to toe meliputi kepala, mata, hidung, mulut,
telinga, leher, thoraks, abdomen, dan ekstermitas.
1.4.3 Perencanaan
Menurut SIKI Edisi 1 cetakan II kemungkinan intervensi yang bisa dilakukan oleh
penderita myalgia yaitu:
1. Manajemen Nyeri
2. Pengaturan Posisi
3. Terapi Relaksasi
4. Kompres Dingin
5. Kompres Panas
6. Adekasi Aktivitas Atau Istirahat
7. Edukasi Penyakit
8. Terapi Bekam
9. Pemberian Obat
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 13.
Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E., dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Keperawatan Pasien. Jakarta:EGC.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC.
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, Patricia A., & Perry, Anne Griffin. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4, Volume 2. Jakarta: EGC.
Taylor, Cynthia M., & Ralph, Sheila Sparks. 2010. Diagnosis Keperawatan: Dengan
Rencana Asuhan, Edisi 10. Jakarta: EGC.
S, D. T. (2015, Januari 12). Slide Share. Retrieved Juli 16, 2019, from Slide Share:
https://www.slideshare.net
Yuni, S. (2016, 11 10). Retrieved Juli 16, 2019, from https://www.scribd.com
Wong-Baker Pain Rating Scale. http://wongbakerfaces.org/wp-
content/uploads/2016/05/FACES_English_Blue_w-instructions.pdf (diakses pada 1
Maret 2019)
H.Alimul, A. Aziz. 2011. Pengantar Konsep Dasar Manusia 1.
LAPORAN PENDAHULUAN (KONSEP KDM)
KEBUTUHAN NUTRISI
Di Holistic Care Kalibaru, Banyuwangi
4. Mineral
Mineral adalah elemen anorganik esensial untuk tubuh karena perannya
sebagai katalis dalam reaksi biokimia. Mineral dapat diklasifikasikan menjadi
makromineral yaitu jika kebutuhan tubuh 100mg atau lebih; dan mikromineral
jika kebutuhan tubuh kurang dari 100mg. Termasuk dalam makromineral adalah
kalsium, magnesium fosfat sedangkan yang termasuk dalam mikromineral
adalah klorida, yodium, iron, zinc.
Secara umum fungsi dari mineral adalah:
1) Membangun jaringan tulang.
2) Mengatur tekanan osmotik dalam tubuh.
3) Memberikan elektrolit untuk keperluan otot-otot dan saraf.
4) Membuat berbagai enzim.
5. Vitamin
Vitamin adalah sustansi organik, keberadaannya sangat sedikit pada makanan
dan tidak dapat dibuat dalam tubuh. Vitamin sangat berperan dalam proses
metabolisme karena fungsinya sebagai katalisator. Vitamin dapat dikasifikasikan
menjadi:
1) Vitamin yang larut dalam air: Vitamin B kompleks, B1, B2, B3, B12, folic
acid, serta vitamin C.
2) Vitamin yang larut dalam lemak: Vitamin A, D, E, K.
Fungsi utama vitamin adalah untuk pertumbuhan, perkembangan, dan
pemeliharaan kesehatan.
6. Air
Air adalah komponen tubuh yang sangat penting karena fungsi sel
bergantung pada lingkungan air.Air membentuk 60-70% berat tubuh total.
Persentase air dalam seluruh tubuh lebih besar untuk orang kurus daripada orang
yang obesitas karena otot terdiri atas lebih banyak air daripada jaringan yang lain,
kecuali darah. Bayi memiliki persentase total air yang paling besar dalam tubuh,
dan lansia memiliki persentase total air yang paling sedikit. Saat kehilangan air,
seseorang tidak akan mampu bertahan hidup lebih dari beberapa hari. Individu
memenuhi cairan yang dibutuhkan dengan minum air dan makan makanan yang
tinggi air, seperti buah-buahan, dan sayur-sayuran segar. Air juga di produksi
selama proses pencernaan saat makanan dioksidasi. Pada individu yang sehat,
asupan cairan dari berbagai sumber sama dengan keluaran cairan melalui
eleminasi, respirasi dan keringat. Seseorang yang sakit memiliki kebutuhan cairan
yang meningkat.Sebaliknya, seseorang yang sakit juga mengalami penurunan
kemampuan untuk mengekskresikan cairan yang menyebabkan dibutuhkannya
restriksi cairan.
Jika nilai pemasukan energi lebih kecil dari pengeluaran energi maka akan
terjadi keseimbangan negatif sehingga cadangan makanan dikeluarkan, hal ini
akan berakibat pada penurunan berat badan. Sebaiknya, jika pemasukan energi
lebih banyak dari pengeluaran energi maka terjadi keseimbangan positif,
kelebihan energi akan disimpan dalam tubuh sehingga terjadi peningkatan berat
badan.
c. Basal Metabolism Rate (BMR)
Basal Metabolism Rate adalah energi yang digunakan tubuh pada saat istirahat
yaitu untuk kegiatan fungsi tubuh sepergi pergerakan jantung, pernapasan,
peristaltik usus, kegiatan kelenjar-kelenjar tubuh.
Kebutuhan kalori basal dipengaruhi oleh:
1.Usia
Pada usia 0-10 tahun kebutuhan metabolisme basal bertambah dengan cepat, hal
ini berhubungan dengan faktor pertumbuhan. Setelah usia 20 tahun lebih konstan.
2.Jenis kelamin
Kebutuhan metabolisme basal laki-laki lebih besar disbanding wanita. Pada
laki-laki kebutuhan BMR 1,0 kkal/Kg BB/jam sedangkan pada wanita 0,9
kkal/Kg BB/jam.
3.Tinggi dan berat badan
Tinggi dan berat badan berpengaruh terhadap luas permukaan tubuh. Makin luas
pengeluaran panas akan lebih banyak sehingga kebutuhan basal metabolisme
lebih besar.
4.Kelainan endokrin
Hormon tiroksin berpengaruh terhadap metabolisme, peningkatan tiroksin
mislanya pada hipertiroid akan meningkatkan basal metabolisme sedangkan
penurunan kadar tiroksin akan menurunkan metabolisme.
5.Suhu lingkungan
Suhu lingkungan yang lebih dingin akan menigkatkan metabolisme untuk
menyesuaikan diri, tubuh harus lebih banyak memproduksi panas.
6.Keadaaan sakit
Pada orang sakit suhu tubuh meningkat. Peningkatan suhu tersebut akan
mempercepat reaksi kimia, di mana peningkatan 1derajat celcius akan
meningkatkan Bmr sebanyak 14%.
7.Keadaan hamil
Konsumsi oksigen pada orang hamil meningkat untuk memenuhi kebutuhan dan
pertumbuhan janin, sehingga metabolisme juga akan meningkat.
8.Keadaan stres dan ketegangan
Keadaan stres dan keterangan akan merangsang produksi katekolamin yang
mempunyai efek peningkatan metabolisme.
Karakteristik status nutrisi ditentukan dengan adanya Body Mass Index (BMI)
dan Ideal Body Weight (IBW).
1. Body Mass Index (BMI)
Merupakan ukuran dari gambaran berat badan seseorang dengan tinggi
badan. BMI dihubungkan dengan total lemak dalam tubuh dan sebagai
panduan untuk mengkaji kelebihan berat badan (over weight) dan obesitas.
Rumus BMI diperhitungkan:
( ) ( ) ,
atau
( ) ( )
2. Ideal Body Weight (IBW)
Merupakan perhitungan berat badan optimal dalam fungsi tubuh yang
sehat. Berat badan ideal adalah jumlah tinggi dalam sentimeter dikurangi
dengan 100 dan dikurangi 10% dari jumlah itu.
Kegiatan yang membutuhkan energi, antara lain:
1) Vital kehidupan, pernapasan sirkulasi darah, suhu tubuh, dan lain-lain.
2) Kegiatan mekanik otot.
3) Aktivitas otot dan saraf.
4) Energi kimia untuk membangun jaringa, enzim, dan hormon.
5) Sekresi cairan pencernaan.
6) Absorpsi zat-zat gizi di saluran pencernaan.
7) Pengeluaran hasil metabolisme
1.2. Etiologi
1.2.1 faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi:
Faktor-faktor yang memengaruhui kebutuhan energi:
1. Peningkatan basal metabolism rate.
2. Aktivitas tubuh.
3. Faktor usia.
4. Suhu lingkungan.
5. Penyakit atau status kesehatan.
Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi
Menurut Alimul (2015) faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi adalah sebagai
berikut:
1) Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi dapat memengaruhi
pola konsumsi makan.Hal tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya informasi
sehingga dapat terjadi kesalahan dalam memahami kebutuhan gizi.
2) Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan bergizi tinggi dapat
memengaruhi status gizi seseorang. Misalnya, di beberapa daerah, tempe
merupakan sumber protein yang paling murah, tidak dijadikan bahan makanan
yang layak untuk dimakan karena masyarakat menganggap bahwa mengonsumsi
makanan tersebut dapat merendahkan derajat mereka.
3) Kebiasaan
Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap makanan tertentu
juga dapat memengaruhi status gizi.Misalnya di beberapa daerah, terdapat
larangan makan pisang dan papaya bagi para gadis remaja.Padahal, makanan
tersebut merupakan sumber vitamin yang sangat baik.Ada pula larangan makan
ikan bagi anak-anak karena ikan dianggap dapat mengakibatkan cacingan, padahal
ikan merupakan sumber protein yang sangat baik bagi anak-anak.
4) Kesukaan
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat mengakibatkan
kekurangan variasi makanan, sehingga tubuh tidak memperoleh zat-zat yang
dibutuhkan secara cukup.Kesukaan dapat mengakibatkan merosotnya gizi pada
remaja bila nilai gizinya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
5) Ekonomi
Status ekonomi dapat memengaruhi perubahan status gizi karena penyediaan
makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit.Oleh karena itu,
masyarakat dengan kondisi perekonomian yang tinggi biasanya mampu
mencukupi kebutuhan gizi keluargannya dibandingkan masyarakat dengan kondisi
perekonomian rendah.
1.2.2 Faktor-faktor yang memengaruhui kebutuhan energi:
1. Peningkatan basal metabolism rate.
2. Aktivitas tubuh.
3. Faktor usia.
4. Suhu lingkungan.
5. Penyakit atau status kesehatan.
1.3 Manifestasi Klinis
1. Defisit nutrisi
a. Data mayor
- Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
b. Data minor
- Cepat kenyang setelah makan
- Kram/nyeri abdomen
- Nafsu makan menurun
- Bising usus hiperaktif
- Otot pengunyah lemah
- Otot menelan lemah
- Membran mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebihan
- Diare
2. Berat badan lebih
a. Data mayor
- IMT > 25 kg/m2 (pada dewasa) atau berat dan panjang badan lebih dari presentil 95
(pada anak 2-18 tahun)
b. Data minor
- Tebal lipatan kulit trisep >25 mm
3. ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
a. Data mayor
- Mengantuk
- Pusing
- Gagguan koordinasi
- Kadar glukosa dalam darah/urin rendah atau tinggi
1.4 Patofisiologi
Patofisiologi malnutrisi berkaitan dengan seluruh organ dalam tubuh. Protein sebagai
sumber asam amino diperlukan untuk berbagai proses sintesis di dalam tubuh. Untuk
menjalankan fungsi tubuh, energi diperlukan dalam seluruh proses biokimia. Selain
makronutrien, berbagai komponen mikronutrien juga diperlukan sebagai kofaktor dalam proses
enzimatik di dalam tubuh. ecara umum, malnutrisi sering kali disebabkan oleh kurangnya asupan
nutrisi. Jika asupan energi yang masuk tidak mencukupi kebutuhan tubuh, hal ini akan
menyebabkan terjadinya pengambilan nutrisi dari tubuh sehingga menjadi sangat kurus dan
lemah. Defisiensi protein akan menyebabkan terjadinya penurunan sintesis protein visceral,
termasuk penurunan sintesis albumin. Hipoalbuminemia ini akan menyebabkan terjadinya edema
akibat penumpukan cairan ekstravaskular. Defisiensi protein juga akan menyebabkan
terjadinya fatty liver (Shasidar HR et al, 2017).
1.5 Pathway
1.9.1 Pengkajian
1.9.3 Perencanaan
1. Intervensi Diagnosa : Defisit Nutrisi
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan … x 24 jam diharapkan
masalah keperawatan defisit nutrisi dapat teratasi dengan kriteria
hasil:
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Mandiri
a. Intervensi :Buat tujuan berat badan minimum dan kebutuhan nutrisi harian.
Rasional :Malnutrisi adalah kondisi gangguan minat yang menyebabkan
depresi, agitasi, dan mempengaruhi kondisi kognitif atau
pengambilan keputusan. Perbaikan status nutrisi meningkatkan
kemampuan berpikir dan kerja psikologis
b. Intervensi :Gunakan pendekatan konsisten. Duduk dengan pasien saat
makan, sediakan dan buang makanan tanpa persuasi dan/atau
komentar.tingkatkan lingkungan yang nyaman dan catat masukan.
Rasional :Pasien mendeteksi pentingnya dan dapat bereaksi terhadap
tekanan. Komentar apapun yang dapat terlihat sebagai paksaan
memberikan focus pada makanan. Bila staf berespons secara
konsisten, pasien dapat mulai memepercayai respons staf.
c. Intervensi :Buat pilihan menu yang ada dan diizinkan pasien untuk
mengontrol pilihan sebanyak mungkin.
Rasional :Pasien yang meningkat kepercayaan dirinya dan merasa
mengontrol lingkungan lebih suka menyediakan makanan untuk
makan.
d. Intervensi :Sadari pilihan – pilihan makanan rendah kalori/minuman,
menimbun makanan, membuang makanan dalam berbagai tempat
seperti saku atau kantung pembuangan.
Rasional :Pasien akan mencoba menghindari mengambil makanan bila
tampak mengandung banyak kalori dan mau makan lama untuk
menghindari makan.
e. Intervensi :Pertahankan jadwal penimbangan berat badan teratur , seperti
Minggu, Rabu, Jumat sebelum makan pagi pada pakaian yang
sama, dan gamnbaran hasilnya.
Rasional :Memberikan catatan lanjut penuruanan dan/atau peningkatan berat
badan yang akurat. Juga menurunkan obsesi tentang peningkatan
dan/atau penurunan.
Kolaborasi
f. Intervensi :Berikan terapi nutrisi dalam program pengobatan rumah sakit
sesuai indikasi.
Rasional : Pengobatan masalah dasar tidak terjadi tanpa perbaikan status
nutrisi. Perawatan di rumah sakit memberikan control lingkungan
dimana masukan makanan, muntah/eliminasi ,obat , dan aktivitas
dapat dipantau.
g. Intervensi :Libatkan pasien dalam penyusunan /melakukan program
perubahan prilaku. Berikan penguatan untuk peningkatan berat
badan seperti dinyatakan oleh penentuan individu ; abaikan
penurunan
Rasional :Memberikan situasi terstuktur untuk makan sementara
memungkinkan pasien mengontrol beberapa pilihan. Perubahan
perilaku dapat efektif pada kasus ringan atau untuk peningkatan
berat badan jangka pendek.
DAFTAR PUSTAKA
Oleh :
Ika Nur Rahmawati
NIM.21101036
I. KONSEP OKSIGENASI
A. PENDAHULUAN
Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia dan digunakan untuk
mendukung kehidupan. Ada dua organ yang penting dalam pemenuhan
kebutuhan oksigen ke dalam tubuh dan sel, organ tersebut adalah paru dan
jantung, paru sebagai organ tempat pertukaran gas (O2 dan CO2) dari dan ke
dalam darah jantung berperan dalam menghantar atau lebih tepat sebagai
pemompa darah.
B. DEFINISI
Ketidakefektifan jalan nafas merupakan suatu keadaan dimana seorang
individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada status
pernafasan yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara
efektif. Respirasi atau pernafasan adalah suatu proses pertukaran gas antara
individu dengan lingkungan disekitarnya (Kozier,2003).
1. Respirasi eksternal /pernafasan luar
Yaitu bentuk pertukaran gas dimana oksigen dan pau-paru berpindah ke
dalam darah, karbondioksida dan air berpindah dari dalam ke paru- paru.
2. Respirasi internal/pernafasan dalam
Yaitu proses dimana sel tubuh menukar karbondioksida dengan oksigen di
dalam tubuh.
C. KONSEP DASAR
1. Anatomi dan fisiologi saluran pernafasan
a. Saluran pernafasan atas
Terdiri atas :- Hidung
- Pharing
- Laring
- Epiglottis
Fungsi: menyaring, menghangatkan dan melembabkan yang dihirup.
b. Saluran pernafasan bawah
Terdiri dari: Trachea, bronchus, segmen bronci dan bronchioles
Fungsi: mengalirkan udara, membersihkan dengan mucouliary dan
memproduksi subcutan
2. Fisiologi pernafasan
a. Ventilasi
Adalah proses masuknya oksigen ke dalam paru (inspirasi) dan
pengeluaran karbondioksida ke udara (ekspirasi)
Faktor yang mempengaruhi ventilasi adalah
1. Keadekuatan atsmosfer
2. Kebersihan jalan nafas
3. Kompliente paru
4. Regulasi pernafasan
Jumlah udara pernafasan :
1. Volume respirasi
2. Kapasitas respirasi
b. Difusi
Adalah proses perpindahan gas dari alveoli ke kapiler paru, difusi
berlangsung di alveoli.
Faktor yang mempengaruhi difusi yaitu
1) Ketbalan membran
(semakin tebal membran semakin sulit udara masuk)
2) Luas permukaan membrane
(semakin luas luas permukaannya semakin banyak udara)
3) Koefisiensi difusi
(harganya konstan)
4) Takanan parsial
(sangat tergantung pada perfusi jaringan vaskuler paru jika terjadi
gangguan pada proses difusi)
Peningkatan ketebalan membaran dalam proses difusi terjadi pada
klien dengan :
a) Edema pulmonary (penimbunan cairan)
b) Pulmonary infiltrate (penyusupan atau terkumpulnya zat
yang tidak normal)
c) Efusi pulmonary (proses masuknya cairan)
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Spyromtry : mengetahui fungsi paru.
2. Hematologi : mengetahui
Infeksi :LED (laju endap darah), leukosit
Alergi :eosinofil
Pertukaran gas :ABG (analisa blood gas)
3. Radiologi
Foto rontegen atau X-ray
Broncoscopy : pada hidung dimasukkan selang sampai bronkus yang
dihubungkan dengan computer
Scaning paru :untuk mengetahui keadaan otak dan paru
Tromogafi :CT-scen menggunakan computer
Anglografi :untuk mengetahui emboli
4. Biopsi :mengetahui histologi sel
5. Thoracocentesis :mengetahui cairan
6. Ultrasonograph /USG :melihat bagian tubuh dengan computer.(pada
wanita hamil).
G. PENANGANAN
Teknik pernafasan
1) Latihan nafas dalam, batuk efektif.
a) Indikasi :48 jam post operasi
b) Cara kerja :
1) Posisikan semi fowler
2) Anjurkan klien menekan aera insisi dengan bantal /tangan
3) Anjurkan klien tarik nafas lewat hidung dan dikeluarkan secara
perlahan-lahan lewat mulut
4) Anjurkan klien tarik nafas lagi, tahan sebentar kemudian di
batukkan
5) Bersihkan atau tamping sputum yang keluar
2) Pursed lip breating
Indiksi :pasien yang biasa mengontrol pernafasan
Cara kerja :
a) Posisikan baring /duduk yang nyaman
b) Anjurkan klien inspirasi dalam lewat hidung dan tahan sebentar
c) Ekspirasikan lewat mulut secara perlahan-lahan seperti bersin
3) Abdominal breating
Indikasi :disfungsi pernafasan kronik
Cara kerja :
a) Bersihkan jalan nafas, kalau perlu saction
b) Pasisi klien duduk atau baring semi fowler
c) Anjurkan klien tarik nafas dalam dengan menggunakan otot
abdomen
d) Tahan sebentar kemudian akhalasi seperti bersin ddengan perlahan-
lahan kurang lebih 2-3 kali lebih lama dari inspirasi
e) Bila berhasil lanjutkan dengan latihan bebas di atas abdomen kurang
lebih 5 pound (2,5 kg)
f) Lakukan kurang lebih 10-20 menit
4) Insentive spirometer
Indikasi :post operasi bersamaan deep breathing
Cara kerja :
a) Posisi klien duduk atau berbaring semi fowler
b) Anjurkan klien memegang pipa spyrometer dekatkan ke mulut
c) Klien nafas dalam kemudian keluarkkan secara cepat dan maksimal
lewat mulut ke selang spirometer
d) Ulangi 4-5 kali, kemudian batuk efektif
e) Bersihkan selang spyrometer, kemudian klien diistirahatkan
FISIOTERAPI DADA
1. Perkusi dada dan vibrasi
Alat :bantal, handuk kecil, tissue, sputum pot.
Cara kerja :
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
b. Atur posisi (postural drainage)
c. Letakkan handuk di atas klien
d. Anjurjan klien nafas dalam perlahan-lahan
e. Lengkungkan telapak tangan, jari rapat
f. Tepuk-tepuk punggung dan dada klien di punggung ke bahu
g. Lakukan selama 3-5 menit
h. Anjurkan pursed lip breating
i. Letakkan tangan anda bersilang pada lokasi paru, lalu getarkan
secara pelan-pelan saat klien ekshalasi
j. Ulangi kurang lebih 5 kali
k. Tampung dan bersihkan dengan tissue (sputum pot)
2. Postural drainage
Alat :bantal, tissue, obat kumur
Cara kerja :
a. Jelaskan prosedur
b. Atur posisi sesusai letak secret
c. Kombinasikan dengan perkusi dan vibrasi
Indikasi :
a. Klien tak mampu batuk
b. Secret terkumpul di lobus paru
Kontraindikasi
a. Dypsnoe meningkatkan cyanosis saat prosedur
b. Nyeri
c. Perdarahan lama
d. Kelumpuhan
e. Resiko tinggi fraktur patofisiologi
f. Mastectomy :pembedahan mamae
g. Osteoporosis :keroposnya tulang
OKSIGENASI
Tujuan :
1. Menyediakan sejumlah O2 yang cukup untuk makhluk hidup atau
suffilien
2. Mengurangi hypoximea
3. Menurunkan akibat kompensasi hypoxia
Kontraindikas :
1. Hipoventilasi
2. Oxygen toxicity
Metode pemberian oksigen
1. Low flow system
a. Nasal kanul
a) 1 X/menit 22%-24%
b) 2 X/menit 26%-28%
c) 3 X/menit 28%-30%
d) 4 X /menit 32%-36%
e) 5 X /menit 36%-40%
f) 6 X /menit 40%-44%
b. Masker
1. Simple face
5-6 X/menit 40%
6-7 X/menit 50%
7-8 X/menit 60%
2. Partial rebreathing
8 X/menit 40-50%
10-12 X/menit 60%
3. Non rebreathing
6 X/menit 55-60%
8 X/menit 60-80%
10 X/menit 80-90%
12-15 X/menit 90-100%
2. High flow system
a) Venture mask
1) 3 X/menit 24-28%
2) 4 X/menit 30-40%
3) 8 X/menit 50%
b) Oksigen hood (nasal kateter)
10-12 X/menit
d. Inshalasi uap (saluran pernafasan)
Tujuan :
a) Mengencerkan dahak
b) Melembabkan mukosa saluran pernafasan
c) Selaput lendir dalam keadaan tetep lembab
d) Pernafasan menjadi lega
e) Pembengkakan selaput lendir menjadi kusam
e. Suction yaitu mengeluarkan secret atau lendir saluran pernafasan
Macam-macam otot:
1. Orotracheal/nasotracheal suction
Indikasi :
a) Distress permafasan
b) Suara nafas abnormal (wheezing)
Kontraindikasi :broncospasme
Prosedur :
1) Pasien semi fowler
2) Gunakan alat dan prosedur steril (kateter tidak lentur)
3) Beri hyperoksigen dengan ventilator
4) Anjurkan klien nafas dalam
5) Masukkan kateter dengan tekanan (keluarkan dengan tekanan
secara sirkumsisi dengan pelan-pelan 5-10 menit)
6) Ulangi 3 X atau sekret bersih
7) Bila secret sangat pekat tetesi dengan NaCl
8) Catata hasil dan respon pasien
Komplikasi :
1) Bronco or laringospasme
2) Pendarahan
3) Batuk-batuk panjang
4) Infection
5) Gangguan irama jantung
2. Hidung
3. Oropharing atau nosopharing
Komplikasi :
1. Depresi pernafasan, toksisitas (keracunan), nyeri subsentral
(saluran nafas)
2. Fibroplasma retro lental :mata (pembuluh arteri retina mata)
3. Gangguan sirkulasi sementara hidung (penyumbatan ekspresinya)
4. Parestesi, nyeri sendi (syarat)
II.ASUHAN KEPERAWATAN OKSIGENASI
A. PENGKAJIAN
1. RIWAYAT KEPERAWATAN
Meliputi :
a) Fungsi kardiopulmoner saat normal
b) Fungsi respirasi dan sirkulasi saat mengalami perubahan atau
gangguan
c) Pengukuran penggunaan O2 secara optimal
Kaji :
a) Masalah-masalah respirasi
b) Rasionalisasi penyakit/masalah respirasi
c) Adanya batuk dan penanganan
d) Kebiasaan merokok
e) Nyeri
f) Masalah kardiovaskuler
g) Faktor resiko yang memperlambat
h) Rasionalisasi penggunaan medikasi
i) Stressor yang dialami
j) Status/kondisi kesehatan
Faktor resiko yang memperberat masalah oksigenasi
a) Rasionalisasi hipertensi :sakit jantung atau cerebro vaskuler asadent
b) Merokok
c) Obesitas
d) Diet tinggi lemak
e) Meningkatnya kolesterol
Anamnese riwayat kesehatan
Masalah bernafas:
4) Nyeri dada
5) Dypsnoe
6) Hipoventilasi
7) Batuk
8) Hiperventilasi
9) Cyanosis
Riwayat psikososial
1) Kebiasaan merokok
2) Riwayat tumbuh kembang
3) Tanggapan terhadap penyakit
4) Alkohol
Faktor resiko
1) Obesitas
2) Gangguan syaraf (CVA)
2. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara :
1. Inspeksi
Menggunakan indra penglihatan, Observasi dari head to toe (kepala
sampai kaki) meliputi :
a. Kulit
b. Warna membrane mukosa
c. Keadaan umum
d. Tingkat kesadaran
e. Keadekuatan sistem sirkulasi
f. Pola nafas
g. Gerakan dinding dada
h. Bentuk thorax
i. Tipe pernafasan (brot, kussmaul)
j. Gerakan otai pernafasan
2. Palpasi
Menggunakan indra peraba, meletakkan tangan pada bagian tubuh
yang dapat di jangkau tangan.
Missal :suhu, kelembapan, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau
massa edema, krepitasi dan sensasi.
a. Palpasi ringan
Dengan menggunakan telapak tangan dan tangan sejajar dengan
kulit tekan hati-hati dengan kedalaman 1-2 cm gerakan bantalan
jari dengan gerakan memutar.
b. Palpasi dalam
Palpasi tangan tunggal dengan sisi telapak tangan pada kulit
dengan tangan menekan ke bawah, bantalan jari di tekan 4 - 5 cm.
3. Perkusi
Meliputi pengetukan permukaan tubuh untuk menghasilkan bunyi yang
akan membantu dalam penentuan densitas, lokasi, ukuran dan posisi
struktur di bawahnya.
a. Perkusi langsung (segera)
Permukaan tubuh ditekuk dengan satu jari atau lebih pada satu
lengan.
b. Perkusi tidak langsung (perantara)
Jari tengah pada satu tangan (fleksimer) hipertensi dalam tulang
distal jari ditempelkan berlawanan dengan permukaan tubuh.
c. Hasil perkusi
1) Timpani
Intensitas keras, bunyi nada tinggi, lamanya sedang, setara
dengan bunyi dram.
2) Hiperresonansi
Intensitas sangat keras, bunyi dengan nada sangat rendah,
lamanya sangat singkat setara dengan bunyi dentuman.
3) Resonansi
Intensitas sedang, bunyi nada rendah, lamanya panjang setara
dengan gaung.
4) Pekak
Intensitas lembut, bunyi nada tinggi, lamanya sedang.
5) Bunyi datar
Intensitas halus, bunyi nada tinggi, lamanya singkat.
4. Auskultasi
Tindakan mendengarkan bunyi yang di timbulkan oleh bermacam-
macam organ dan jaringan dalam tubuh, instrument yang digunakan
untuk auskultasi adalah stetoskop.
a. Bunyi nafas normal
1) Bronchial
Bunyi keras, nada tinggi dengan gaung atau kualitas
2) Bronkovasikuler
Bunyi sedang dengan nada sedang, mempunyai kualitas redam
3) Vasikuler
Bunyi yang dihasilkan nada rendah, halus, respirasi lebih keras
dan lebih tinggi dari ekspirasi
b. Bunyi nafas menyimpang
1) Fine crackles
Bunyi tidak terus menerus terdegar bunyi ledakan mirip dengan
gesekan rambut dekat telinga
2) Coarse crackles
Bunyi tidak terus merus, bunyi ledakan keras dengan kualitas
gelembung, mirip gelembung soda karbonat
3) Ronchi
Bunyi keras, tinggi, kualitas mendengkur terus menerus mirip
gesekan 2 balon
4) Mingi
Bunyi berkualitas musik, nada tinggi terus menerus.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan penyapihan ventilator
3. Gangguan pertukaran gas
4. Gangguan ventilasi spontan
5. Pola nafas tidak efektif
6. Risiko aspirasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Dukungan ventilasi
2. Latihan batuk efektif
3. Manajemen asma
4. Manajemen jalan napas
5. Pemantauan respirasi
6. Pemberian obat inhalasi
7. Pengaturan posisi
DAFTAR PUSTAKA
Perry & Potter, 2003, Fundamental Of Nursing. USA:C.V Moasby Company St.
Louis
LAPORAN PENDAHULUAN (KONSEP KDM)
KEBUTUHAN MOBILISASI
Di Holistic Care Kalibaru, Banyuwangi
1.2 Etiologi
Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu:
1. Penurunan kekuatan otot
Kekuatan otot melemah dapat disebabkan oleh hal-hal di luar penyakit
yang mendasari. Contohnya meliputi kondisi fisik yang buruk, olahraga
yang intens, pemulihan seusai latihan otot, atau malnutrisi.
2. Kekakuan sendi
Radang sendi atau artritis adalah peradangan yang terjadi pada satu atau
beberapa sendi, sehingga menyebabkan sendi menjadi kaku dan sulit untuk
digerakkan.
3. Kontraktur
Jaringan ikat kolagen pada otot dan persendian akan digantikan oleh
jaringan fibrosa yang tidak elastis sehingga akan menyebabkan kekakuan
pada pergerakan persendian. Hal ini karena untuk sintesis kolagen
diperlukan rangsangan pergerakan.
4. Fraktur
Fraktur/Patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan/tulang
rawan yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya yang bisa terjadi akibat
trauma langsung dan trauma tidak langsung.
5. Gangguan muskuloskletal
Gangguan muskuloskeletal adalah kondisi terjadinya gangguan fungsi
pada ligamen, otot, saraf, sendi dan tendon, serta tulang belakang. Sistem
muskuloskeletal tubuh sendiri adalah struktur yang mendukung anggota
badan, leher, dan punggung.
6. Gangguan neuromuskular
Kelainan neuromuskular adalah kondisi medis yang ditandai dengan
ketidakmampuan sistem saraf dan otot untuk bekerja sebagaimana
mestinya.
7. Keengganan melakukan pergerakan
Keengganan pasien dalam pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh
atau satu ekstremitas atau lebih tersebut akan menimbulkan masalah
keperawatan hambatan mobilitas fisik.
1.3 Klasifikasi
1. Jenis Mobilitas:
a. Mobilitas penuh
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran seharihari. Mobilitas penuh ini merupakan saraf motorik
volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh
seseorang.
b. Mobilitas sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan saraf sensorik pada area tubuhnya. Hal ini
dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas
sebagian padaekstremitas bawah karena kehilngan kontrol mekanik
dan sensorik. Mobilitas sebagian di bagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabakan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal
tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang refersibel.
Contohnya terjadinya hemiplegi karena stroke, paraplegi karena
cedera tulang belakang, poliomelitis karena terganggunya sistem
saraf motorik dan sensoris.
2. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu:
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot
dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif
misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan
cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan
3. Jenis Immobilitas:
a. Imobilitas fisik: kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan
fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang
tersebut.
b. Imobilitas intelektual: kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya
pada kasus kerusakan otak.
c. Imobilitas emosional: kondisi ini bisa terjadi akibat proses
pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai.
d. Imobilitas sosial: kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi
sosial yang sering terjadi akibat penyakit.
4) Katz index
AKTIVITAS KEMANDIRIAN KETERGANTUNGAN
(1 poin) (0 poin)
TIDAK ADA Dengan pemantauan,
pemantauan, perintah perintah pendampingan
ataupun didampingi personal atau perawatan
total
MANDI (1 poin) (0 poin)
Sanggup mandi Mandi dengan bantuan
sendiri tanpa bantuan, lebih dari satu bagian
atau hanya tubuh, masuk dan keluar
memerlukan bantuan kamar mandi. Dimandikan
pada bagian tubuh dengan bantuan total.
tertentu (punggung,
genital, atau
ekstremitas lumpuh).
BERPAKAIAN (1 poin) (0 poin)
Berpakaian lengkap Membutuhkn bantuan
mandiri. Bisa jadi dalam berpakaian, atau
membutuhkan dipakaikan secara
bantuan untuk keseluruhan.
memakai sepatu.
TOLETING (1 poin) (0 poin)
Mampu ke kamar Butuh bantuan menuju dan
kecil (toilet), keluar toilet,
mengganti pakaian, membersihkan sendiri atau
membersihkan genital menggunakan telepon.
tanpa bantuan.
PINDAH POSISI (1 poin) (0 poin)
Masuk dan bangun Butuh bantuan dalam
dari tempat tidur/kursi berpindah dari tempat tidur
tanpa bantuan. Alat ke kursi, atau dibantu total.
bantu berpindah posisi
bisa diterima
KONTINENSIA (1 poin) (0 poin)
Mampu mengontrol Sebagian atau total
secara baik inkontinensia bowel dan
perkemihan dan buang bladder.
air besar
MAKAN (1 poin) (0 poin)
Mampu memasukkan Membutuhkan bantuan
makanan ke mulut sebagian atau total dalam
tanpa bantuan. makan, atau memerlukan
Persiapan makan bisa makanan parenteral.
jadi dilakukan oleh
orang lain.
Skor :
A = Mandiri dalam semua fungsi
B = Mandiri untuk 5 fungsi
C = Mandiri, kecuali mandi dan 1 fungsi lain
D = Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, dan 1 fungsi lain
E = Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan 1 fungsi lain
F = Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan 1 fungsi
lain
G = Ketergantungan untuk semua fungsi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
Tanda mayor (subjektif)
a. Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Tanda mayor (objektif)
a. Kekuatan otot menurun
b. Rentang gerak (ROM) menurun
2. Intoleransi Aktivitas (D.0056)
Tanda Mayor (Subjektif)
a. Mengeluh lelah
Tanda Mayor (Objektif)
a. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
3. Keletihan (D.0067)
Tanda mayor (subjektif)
a. Merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur
b. Merasa kurang tenaga
c. Mengeluh lelah
Tanda mayor (subjektif)
a. Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin
b. Tampak lesu
4. Risiko Intoleransi Aktivitas
Faktor Risiko
1. Gangguan sirkulasi
2. Ketidakbugaran status fisik
3. Riwayat intoleransi aktivitas sebelumnya
4. Tidak berpengalaman dengan suatu aktivitas
5. Gangguan pernapasan
C. Intervensi Keperawatan
STANDAR DIAGNOSIS STANDAR LUARAN KEPERAWATAN STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN INDONESIA (SLKI) INDONESIA (SIKI)
INDONESIA (SDKI)
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Teknik latihan penguatan sendi (1.05185)
berhubungan dengan ketidak 3x24 jam gangguan mobilitas fisik dapat teratasi. Tindakan:
bugaran fisik yang di tandai Kriteria hasil : O:
dengan fisik lemah, rentang Mobilitas fisik (L.05042) Identifikasi keterbatasan fungsi dan gerak sendi
gerak (ROM) menurun (D.0054) Indikator S.A S.T Monitor lokasi dan sifat ketidaknyamanan atau
Pergerakan ekstremitas 2 4 rasa sakit selama gerakan/aktivitas
Kekuatan otot 2 4 N:
Berikan posisi tubuh optimal untuk gerakan
Rentang gerak (ROM) 2 4 sendi pasif atau aktif
Fasilitasi menyusun jadwal latihan rentang
Keterangan :
gerak aktif atau pasif
1 = menurun
Fasilitasi gerak sendi teratur dalam batas-batas
2 = cukup menurun
rasa sakit, ketahanan, dan mobilitas sendi
3 = sedang
4 = cukup meningkat
5 = meningkat E:
Jelaskan kepada pasien/keluarga tujuan dan
rencanakan latihan bersama
Ajarkan mobilisasi dini pada pasien post op
Anjurkan melakukan latihan rentang gerak aktif
dan pasif secara sistematis
C:
Kolaborasi dengan fisioterapi dalam
mengembangkan dan melaksanakan program
latihan
Konstipasi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen konstipasi (1.04155)
penurunan motilitas 3x24 jam konstipasi dapat teratasi. Tindakan:
gastrointestinal yang ditandai Kriteria hasil : O:
dengan pengeluaran feses lama Eliminasi fekal (L.04033) Periksa pergerakan usus, karakteristik feses
dan sulit, kelemahan umum Indikator S.A S.T (konsistensi, bentuk, volume dan warna)
(D.0049) Keluhan defekasi lama dan 2 4 Identifikasi faktor resiko konstipasi (mis. Obat-
sulit obatan, tirah baring, dan diet rendah serat)
Frekuensi defekasi 2 4
N:
Peristaltik usus 2 4
1 = menurun Lakukan masase abdomen, jika perlu
2 = cukup menurun Anjurkan diet tinggi serat
3 = sedang E:
4 = cukup meningkat Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak
5 = meningkat ada kontraindikasi
Ajarkan cara mengatasi konstipasi
C:
Kolaborasi penggunaan obat pencahar, jika
perlu
Konsultasi dengan tim medis tentang
penurunan/peningkatan frekuensi suara usus
Resiko infeksi ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pencegahan infeksi (1.04539)
efek prosedur invasif (D.0142) 2x24 jam resiko infeksi dapat teratasi. Tindakan:
Kriteria hasil : O:
Integritas kulit dan jaringan (L.14125) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
Indikator S.A S.T sistemik
Nyeri 2 4 N:
Kemerahan 2 4 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
Kerusakan jaringan 2 4
Keterangan : dengan pasien dan lingkungan pasien
1 = menurun
2 = cukup menurun E:
3 = sedang Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
4 = cukup meningkat Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
5 = meningkat operasi
C:
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.