Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)


Disusun untuk memenuhi tugas laporan individu praktek profesi ners
departemen keperawatan gawat darurat dan kritis
di Ruang IGD RSUD Sidoarjo

Disusun Oleh :
Nama : Shella Ayu Wandira
NIM : 2108.14901.341

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi DHF
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
dirongga tubuh. Sindrome renjatan dengue (dengue shock syndrome) adal
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Nurindra, 2015).
Dengue Hemmorhagic Fever adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue melalui gigitan nyamuk, penyakit ini telah dengan cepat
menyebar di seluruh wilayah WHO dalam beberapa tahun terakhir. Virus
dengue ditularkan oleh nyamuk betina terutama dari spesies Aedes aegypti
dan, pada tingkat lebih rendah, A. albopictus. Penyakit ini tersebar luas di
seluruh daerah tropis, dengan variasi lokal dalam risiko dipengaruhi oleh
curah hujan, suhu dan urbanisasi yang cepat tidak direncanakan (WHO,
2015).
Dengue adalah penyakit nyamuk yang disebabkan oleh salah satu
dari empat virus dengue yang terkait erat dengan (DENV-1, -2, -3, dan -4).
Infeksi dengan salah satu serotipe dari DENV memberikan kekebalan
terhadap serotipe tersebut untuk hidup, tapi tidak memberikan kekebalan
jangka panjang untuk serotipe lainnya. Dengan demikian, seseorang bisa
terinfeksi sebanyak empat kali, sekali dengan masing-masing serotipe. Virus
dengue ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk Aedes (paling sering
Aedes aegypti) (Arifin et al., 2019).
B. Anatomi Fisiologi DHF
Berikut adalah anatomi fisiologi yang berhubungan degan penyakit
DHF yang petama adalah sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi adalah sarana
untuk menyalurkan makanan dan oksigen dari traktus distivus dan dari paru-
paru ke sela-sela tubuh. Selain itu, sistem sirkulasi merupakan sarana untuk
membuang sisa-sisa metabolisme dari selsel ke ginjal, paru-paru dan kulit
yang merupakan tempat ekskresi sisa-sisa metabolisme. Organ-organ
sistem sirkulasi mencakup jantung, pembuluh darah, dan darah.
1. Jantung
Merupakan organ yang berbentuk kerucut, terletak didalam thorax,
diantara paru-paru, agak lebih kearah kiri

2. Pembuluh Darah
Pembuluh darah ada 3 yaitu :
a. Arteri (Pembuluh Nadi)
Arteri meninggalkan jantung pada ventikel kiri dan kanan.
Beberapa pembuluh darah arteri yang penting :
1) Arteri koronaria
Arteri koronaria adalah arteri yang mendarahi dinding jantung
2) Arteri subklavikula
Arteri subklafikula adalah bawah selangka yang bercabang
kanan kiri leher dan melewati aksila
3) Arteri Brachialis
Arteri brachialis adalah arteri yang terdapat pada lengan atas
4) Arteri radialis
Arteri radialis adalah arteri yang teraba pada pangkal ibu jari
5) Arteri karotis
Arteri karotis adalah arteri yang mendarahi kepala dan otak
6) Arteri temporalis
Arteri temporalis adalah arteri yang teraba denyutnya di depan
telinga
7) Arteri facialis
Teraba facialis adalah arteri yang denyutan disudut kanan
bawah
8) Arteri femoralis
Arteri femorais adalah arteri yang berjalan kebawah menyusuri
paha menuju ke belakang lutut
9) Arteri Tibia
Arteri tibia adalah arteri yang terdapat pada kaki
10) Arteri Pulmonalis
Arteri pulmonalis adalah arteri yang menuju ke paru-paru
b. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang teraba dari
cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali dari
bawah mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di seluruh jaringan
tubuh, kapiler selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi
darah yang lebih besar yang disebut vena
c. Vena (pembuluh darah balik)
Vena membawa darah kotor kembali ke jantung. Beberapa
vena yang penting :
1) Vena Cava Superior
Vena balik yang memasuki atrium kanan, membawa darah
kotor dari daerah kepala, thorax, dan ekstremitas atas
2) Vena Cava Inferior
Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung dari semua
organ tubuh bagian bawah
3) Vena jugularis
Vena yang mengembalikan darah kotor dari otak ke jantung
4) Vena pulmonalis
Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung dari paru-
paru.
3. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian: bagian
cair yang disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel darah.
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat didalam pembuluh
darah yang berwarna merah. Darah adalah suatu cairan kental yang
terdiri dari sel-sel dan plasma.
Jadi darah adalah jaringan cair yang terdapat dalam pembuluh
darah yang berwarna merah yang cair disebut plasma dan yang padat
di sebut sel darah yang befungsi sabagai transfer makanan bagi sel.
Volume darah pada tubuh yang sehat / organ dewasa terdapat darah
kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah
tersebut pada tiap orang tidak sama tergantung pada umur, pekerjaan,
keadaan jantung atau pembuluh darah.
Tekanan viskositas atau kekentalan dari pada darah lebih
kental dari pada air yaitu mempunyai berat jenis 1.041 – 1.067 dengan
temperatur 380C dan PH 7.37 – 1.45.
Fungsi darah secara umum terdiri dari :
a. Sebagai Alat Pengangkut
1) Mengambil O2 atau zat pembakaran dari paru-paru untuk
diedarkan keseluruh jaringan tubuh
2) Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-
paru
3) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan
dan dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh
4) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna
bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan
racun yang akan membinasakan tubuh dengan perantara leukosit,
antibody atau zat-zat anti racun
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
Adapun proses pembentukan sel darah (hemopoesis) terdapat
tiga tempat, yaitu : sumsum tulang, hepar dan limpa.
a. Sumsum Tulang
Susunan tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah :
1) Tulang Vertebrae
Vertebrae merupakan serangkaian tulang kecil yang tidak
teratur bentuknya dan saling berhubungan, sehingga tulang
belakang mampu melaksanakan fungsinya sebagai pendukung
dan penopang tubuh. Tubuh manusia mempunyai 33 vertebrae,
tiap vertebrae mempunyai korpus (badan ruas tulang belakang)
terbentuk kotak dan terletak di depan dan menyangga. Bagian
yang menjorok dari korpus di belakang disebut arkus neoralis
(Lengkung Neoral) yang dilewati medulla spinalis, yang
membawa serabut dari otak ke semua bagian tubuh. Pada
arkus terdapat bagian yang menonjol pada vertebrae dan
dilekati oleh otot-otot yang menggerakkan tulang belakang
yang dinamakan prosesus spinosus
2) Sternum (tulang dada)
Sternum adalah tulang dada. Tulang dada sebagai pelekat
tulang kosta dan klavikula. Sternum terdiri dari manubrium
sterni, corpus sterni, dan processus xipoideus
3) Costa (Tulang Iga)
Costa terdapat 12 pasang, 7 pasang Costa vertebio sterno, 3
pasang costa vertebio condralis dan 2 pasang costa
fluktuantes. Costa dibagian posterior tubuh melekat pada
tulang vertebrae dan di bagian anterior melekat pada tulang
sternum, baik secara langsung maupun tidak langsung, bahkan
ada yang sama sekali tidak melekat.
b. Hepar
Hepar merupakan kelenjar terbesar dari beberapa kelenjar pada
tubuh manusia. Organ ini terletak di bagian kanan atas abdomen di
bawah diafragma, kelenjar ini terdiri dari 2 lobus yaitu lobus dextra
dan ductus hepatikus sinestra, keduanya bertemu membentuk
ductus hepatikus comunis. Ductus hepaticus comunis menyatu
dengan ductus sistikus membentuk ductus coledakus.
c. Limpa
Limpa terletak dibagian kiri atas abdomen, limpa terbentuk
setengah bulan berwarna kemerahan, limpa adalah organ
berkapsula dengan berat normal 100 – 150 gram. Limpa
mempunyai 2 fungsi sebagai organ limfaed dan memfagosit
material tertentu dalam sirkulasi darah. Limpa juga berfungsi
menghancurkan sel darah merah yang rusak.
C. Etiologi DHF
Penyakit DHF merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan disebarkan oleh nyamuk terutama spesies nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk penular dengue tersebut hampir ditemukan di seluruh
pelosok Indonesia, kecuali di tempat yang ketinggiannya lebih dari 1000
meter di atas permukaan laut (Maulana, 2020).
Penyebab penyakit adalah virus dengue kelompok Arbovirus B, yaitu
arthropod-bornevirus atau virus yang disebabkan oleh artropoda. Virus ini
termasuk genus Flavivirus dan family Flaviviridae. Sampai saat ini dikenal
ada 4 serotipe virus yaitu :
a. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
b. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
c. Dengue 3 diisolasi oleh Sather.
d. Dengue 4 diisolasi oleh Sather
Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia dan yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di
Indoneisa menunjukkan Dengue tipe 3 merupakan serotipe virus yang
dominan menyebabkan kasus DHF yang berat. Infeksi salah satu serotipe
akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan,
sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain.
D. Manifestasi Klinis DHF
Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Ichsan et al.,
2020) :
a. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
1. Nyeri kepala
2. Nyeri retro-orbital
3. Myalgia atau arthralgia
4. Ruam kulit
5. Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
6. Leukopenia
7. Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang
sudah di konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
b. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila
semua hal dibawah ini dipenuhi :
1. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya
bersifat bifastik
2. Manifestasi perdarahan yang berupa :
a) Uji tourniquet positif
b) Petekie, ekimosis, atau purpura
c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran
cerna, tempat bekas suntikan
d) Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia <100.000/ul
4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
a) Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur
dan jenis kelamin
b) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan
yang adekuat
5. Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi
pleura
c. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi
yaitu :
1. Penurunan kesadaran, gelisah
2. Nadi cepat, lemah
3. Hipotensi
4. Tekanan darah turun < 20 mmHg
5. Perfusi perifer menurun
6. Kulit dingin lembab
E. Klasifikasi DHF
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Bayes & Neighbor, 2021) :
a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia,
himokonsentrasi.
b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan
pada kulit atau perdarahan di tempat lain.
c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi
cepat dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang)
atau hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan
lembab dan anak tampak gelisah.
d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
teratur
F. Patofisiologi DHF
Fenomena patologis menurut (Santosa, 2020), yang utama pada
penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang
mengakibatkan terjadinya perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan
permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma
yang secara otomatis jumlah trombosit berkurang, terjadinya hipotensi
(tekanan darah rendah) yang dikarenakan kekurangan haemoglobin,
terjadinya hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit > 20%) dan renjatan
(syok). Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh
penderita adalah penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bitnik-bintik merah pada kulit
(petekie), sakit tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran limpa (splenomegali).
Hemokonsentrasi menunjukkan atau menggambarkan adanya
kebocoran atau perembesan plasma ke ruang ekstra seluler sehingga nilai
hematocrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh
karena itu, pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau
hematocrit darah berkala untuk mengetahuinya. Setelah pemberian cairan
intravena peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma
telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal
jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita
akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang
buruk bahkan bisa mengalami renjatan dan apabila tidak segera ditangani
dengan baik maka akan mengakibatkan kematian. Sebelumnya terjadinya
kematian biasanya dilakukan pemberian transfusi guna menambah semua
komponenkomponen di dalam darah yang telah hilang.
G. Web of Caution DHF
Nyamuk mengandung
virus Dengue

Menggigit manusia

Virus masuk aliran darah

Masuk ke pembuluh darah


Mekanisme tubuh untuk Viremia otak melalui aliran darah
melawan virus
sehingga mempengaruhi
hipotalamus
Peningkatan asam lambung

Suhu tubuh meningkat


Mual muntah Komplemen antigen
antibodi meningkat

Hipertemi
Defisit nutrisi
Pelepasan peptida

Pembebasan histamin

Peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah
Plasma banyak
Kebocoran plasma mengumpul pada
jaringan interstitial tubuh

Hemoglobin menurun Perdarahan ekstraseluler


Oedema

Nutrisi dan O2 ke
Hipovolemi Menekan syaraf C
jaringan menurun

Tubuh lemas Intoleransi aktivitas Nyeri akut


H. Komplikasi DHF
Adapun komplikasi dari DHF (Setyadevi & Rokhaidah, 2020) adalah:
1. Perdarahan Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah
trombosit dan koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan
meningkatnya megakoriosit muda dalam sel-sel tulang dan pendeknya
masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan dapat dilihat pada uji
torniquet positif, ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna,
hematemesis, dan melena
2. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke
2-7 yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler
sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke ronnga
pleura dan peritoneum, hiponatremia, hemokonsentrasi, dan
hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya alran balik vena,
penurunan volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi 13
disfungsi atau penurunan perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan
hemeostasis yang mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem
kardiovaskular, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi
darah terganggu dan terjadi iskemi jaringan dan kerusakan fungsi sel
secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ
sehingga pasien akan meninggal dalam wakti 12-24 jam.
3. Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang
dihubungkan dengan nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada
lobulus hati dan sel-sel kapiler. Terkadang tampak sel metrofil dan
limphosit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya
reaksi atau komplek virus antibody.
4. Efusi Pleura Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan
ekstrasi cairan intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura dan adanya dipsnea.
I. Pemeriksaan Penunjang DHF
Pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Pada
penderita yang disangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan
hemoglobin, hematocrit, dan trombosit setiap 2-4 jam pada hari pertama
perawatan. Selanjutnya setiap 6-12 jam sesuai dengan pengawasan selama
perjalanan penyakit. Misalnya dengan dilakukan uji tourniquet
1. Uji tourniquet
Perocbaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah
dengan cara mengenakan pembendungan kepada vena sehingga
darah menekan kepada dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh
suatu penyebab kurang kuat akan rusak oleh pembendungan itu,
darah dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan merembes ke dalam
jaringan sekitarnya sehingga Nampak sebagai bercak kecil pada
permukaan kulit.
Pandangan mengenai apa yang boleh dianggap normal sering
berbeda-beda. Jika ada lebih dari 10 petechia dalam lingkungan itu
maka test biasanya baru dianggap abnormal, dikatakan juga tes itu
positif. Seandainya dalam lingkungan itu tidak ada petechial, tetapi
lebih jauh distal ada, percobaan ini (yang sering dinamakan Rumpel-
Leede) positif juga
2. Hemoglobin
Kadar hemoglobin darah dapat ditentukan dengan
bermacammacam cara yaitu dengan cara sahli dan
sianmethemoglobin. Dalam laboratorium cara sianmethemoglobin (foto
elektrik) banyak dipakai karena dilihat dari hasilnya lebih akurat
disbanding sahli, dan lebih cepat. Nilai normal untuk pria 13-15 gr/dl
dan wanita 12-14 gr.dl.
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal
atau sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti
peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi
paling awal yang dapat ditemukan pada penderita demam berdarah
atau yang biasa disebut dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) atau
DHF.
3. Hematokrit
Nilai hematokrit ialah volume semua eritrosit dalam 100 ml
darah dan disebut dengan persen dan dari volume darah itu. Biasanya
nilai itu ditentukan dengan darah vena atau darah kapiler. Nilai normal
untuk pria 40-48 vol% dan wanita 37-43 vol%. penetapan hematocrit
dapat dilakukan sangat teliti, kesalahan metodik rata-rata kurang lebih
2%. Hasil itu kadang-kadang sangat penting untuk menentukan
keadaan klinis yang menjurus kepada tindakan darurat.
Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga dari
perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses
perjalanan penyakit demam berdarah. Seperti telah disebutkan bahwa
peningkatan nilai hematocrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi
yang terjadi akibat kebocoran plasma. Akibat kebocoran ini volume
plasma menjadi berkurang yang dapat mengakibatkan terjadinya syok
hipovolemik dan kegagalan sirkulasi. Pada kasus-kasus berat yang
telah disertai perdarahan, umumnya nilai hematocrit tidak meningkat
bahkan menurun.
Telah ditentukan bahwa pemeriksaan Ht secara berkala pada
penderita DHF mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
a. Pada saat pertama kali seorang anak dicurigai menderita DHF,
pemeriksaan ini turut menentukan perlu atau tidaknya anak itu
dirawat.
b. Pada penderita DHF tanpa rejatan pemeriksaan hematocrit
berkala ikut menentukan perlu atau tidaknya anak itu diberikan
cairan intravena.
c. Pada penderita DHF pemeriksaan Ht berkala menentukan perlu
atau tidaknya kecepatan tetesan dikurangi, menentukan saat yang
tepat untuk menghentikan cairan intravena dan menentukan saat
yang tepat untuk memberikan darah.
4. Trombosit
Trombosir sukar dihitung karena mudah sekali pecah dan sukar
dibedakan deari kotoran kecil. Lagi pula sel-sel itu cenderung melekat
pada permukaan asing (bukan endotel utuh) dan menggumpal-gumpal.
Jumlah trombosit dalam keadaan normal sangat dipengaruhi oleh cara
menghitungnya, sering dipastikan nilai normal itu antara 150.000 –
400.000/µl darah. Karena sukarnya dihitung, penelitian semukuantitatif
tentang jumlah trombosit dalam sediaan apus darah sangat besar
artinya sebagai pemeriksaan penyaring. Cara langsung menghitung
trombosit dengan menggunakan electronic particle counter mempunyai
keuntungan tidak melelahkan petugas laboratorium (Sofiyatun, 2008).
Diagnosis tegas dari infeksi dengue membutuhkan konfirmasi
laboratorium, baik dengan mengisolasi virus atau mendeteksi
antibodidengue spesifik. untuk virus isolasi atau deteksi DENV RNA dalam
serum spesimen oleh serotipe tertentu, real-time terbalik transcriptase
polymerase chain reaction (RT-PCR), an-fase akut spesimen serum harus
dikumpulkan dalam waktu 5 hari dari onset gejala. Jika virus tidak dapat
diisolasi atau dideteksi dari sampel ini, spesimen serum fase sembuh
diperlukan setidaknya 6 hari setelah timbulnya gejala untuk membuat
diagnosis serologi dengan tes antibodi IgM untuk dengue dengan IgM
antibodi-capture enzyme-linked immunosorbent assay (MAC-ELISA)
(Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Pemeriksaan diagnosis dari infeksi dengue dapat dibuat hanya
dengan pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada isolasi virus,
terdeteksinya antigen virus atau RNA di dalam serum atau jaringan, atau
terdeteksinya antibody yang spesifik pada serum pasien. Pada fase akut
sample darah diambil sesegera mungkin setelah serangan atau dugaan
penyakit demam berdarah dan pada fase sembuh idealnya sample diambil
2-3 minggu kemudian. Karena terkadang sulit untuk mendapatkan sampel
pada fase sembuh, bagaimanapun, sampel darah kedua harus selalu diambil
dari pasien yang dirawat pada saat akan keluar dari rumah sakit.
a. Diagnosis serologis
Lima tes serologi dasar telah secara rutin digunakan untuk
diagnosis infeksi dengue; hemaglutinasi-inhibisi (HI), complement
fixation (CF), uji netralisasi (NT), imunoglobulin M (IgM) enzyme-linked
immunosorbent assay capture (MAC-ELISA), dan imunoglobulin G
langsung ELISA. Terlepas dari uji yang digunakan, diagnosis serologi
tegas tergantung signifikan (empat kali lipat atau lebih) kenaikan titer
antibodi spesifik antara sampel serum fase akut dan fase sembuh.
Antigen baterai untuk sebagian besar tes serologi harus mencakup
semua serotipe dengue empat virus, flavivirus lain (seperti virus
demam kuning, virus ensefalitis Jepang, atau St Louis ensefalitis
virus), nonflavivirus (seperti virus Chikungunya atau timur kuda virus
ensefalitis ), dan idealnya, kontrol jaringan antigen yang tidak
terinfeksi.
Dari tes di atas, HI paling sering digunakan; karena sensitif,
mudah untuk dilakukan, hanya membutuhkan peralatan minim, dan
sangat tepat jika dilakukan dengan benar. Karena antibodi HI bertahan
untuk waktu yang lama (hingga 48 tahun dan mungkin lebih lama), tes
ini ideal untuk studi seroepidemiologic. Tes CF tidak sering digunakan
untuk pemeriksaan diagnostic serologis secara rutin. Karena lebih sulit
untuk dilakukan, dibutuhkan tenaga yang sangat terlatih, dan karena
itu tidak digunakan di sebagian besar laboratorium dengue.
NT adalah tes serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk
virus dengue. Protokol yang paling umum digunakan di laboratorium
dengue adalah serum pengenceran pengurangan plak NT. Secara
umum, titer antibodi penetral-naik pada waktu yang sama atau sedikit
lebih lambat dari titer antibodi HI dan ELISA tetapi lebih cepat daripada
titer antibodi CF dan bertahan selama setidaknya 48 tahun.
MAC ELISA adalah tes serologis yang sangat sering digunakan
untuk mendiagnosis dengue yang terjadi pada beberapa tahun yang
lalu. Karena mudah dan cepat. Anti dengue IgM berkembang menjadi
sedikit lebih cepat daripada antibody IgG. Kespesifikan dari MAC-
ELISA sama dengan HI.
b. PCR
Reverse transcriptase PCR (RT-PCR) telah dikembangkan
untuk sejumlah virus RNA dalam beberapa tahun terakhir dan memiliki
potensi untuk merevolusi diagnosis laboratorium; untuk demam
berdarah, RTPCR menyediakan diagnosis-serotipe spesifik yang
cepat. Metode ini cepat, sensitif, sederhana, dan direproduksi jika
dikontrol dengan baik dan dapat digunakan untuk mendeteksi RNA
virus dalam sampel manusia klinis, jaringan otopsi, atau nyamuk.
Meskipun RT-PCR memiliki sensitivitas yang mirip dengan sistem
isolasi virus yang menggunakan C6 / 36 kultur sel, penanganan yang
buruk, penyimpanan yang buruk, dan adanya antibodi biasanya tidak
mempengaruhi hasil PCR seperti yang mereka lakukan isolasi virus.
Sejumlah metode yang melibatkan primer dari lokasi yang berbeda
dalam genom dan pendekatan yang berbeda untuk mendeteksi produk
RT-PCR telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir.
Harus ditekankan, bagaimanapun RT-PCR tidak boleh
digunakan sebagai pengganti isolasi virus. Ketersediaan virus isolat
penting untuk karakteristik perbedaan strain virus, karena informasi ini
sangat penting untuk pengawasan dan patogenesis studi virus.
Sayangnya, banyak laboratorium sekarang melakukan tes RT-PCR
tanpa kontrol yang tepat kualitas, yaitu, isolasi virus atau pengujian
serologis. Sejak RT-PCR sangat sensitif terhadap kontaminasi
amplikon, tanpa kontrol yang tepat hasil positif palsu dapat terjadi.
Perbaikan dalam teknologi ini, bagaimanapun, harus membuatnya
lebih berguna di masa depan.
J. Penatalaksanaan DHF
Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang
hilang sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan
peninggian permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma.
Selain itu, perlu juga diberikan obat penurun panas. Penatalaksanaan DHF
yaitu :
a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun
fase, dan untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan
bahwa anak mengalami DHF tanpa syok sedangkan pada derajat III
dan derajat IV maka anak mengalami DHF disertai dengan syok.
Tatalaksana untuk anak yang dirawat di rumah sakit meliputi:
1. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup,
susu untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma,
demam, muntah, dan diare.
2. Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang :
a. Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.
b. Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin)
tiap 6 jam.
c. Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.
Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam
sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian
cairan.
4. Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai
dengan tatalaksana syok terkompensasi.
b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016), meliputi:
1. Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit
secara nasal.
2. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan
secepatnya.
3. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian
kristaloid 20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau
pertimbangkan pemberian koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30
ml/kgBB/24 jam.
4. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi:
berikan transfusi darah atau komponen.
5. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer
mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi
hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan
tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis laboratorium.
6. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-
48 jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian
cairan yang terlalu banyak dari pada pemberian yang terlalu
sedikit.
K. Asuhan Keperawatan DHF
1. Pengkajian Keperawatan
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan
dasar utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama
kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak
dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat,
pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan
orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk
datang kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam kesadaran composmetis. Turunnya
panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah.
Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual,
muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot,
dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade
III. IV), melena atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
e. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan
akan timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.
f. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status
gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor
predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami
keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan. Apabila kondisi
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan
sehingga status gizinya berkurang.
g. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan
yang kurang bersih (seperti air yang menggenang atau gantungan
baju dikamar)
h. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, nafsu makan
berkurang dan menurun.
2) Eliminasi (buang air besar): kadang-kadang anak yang
mengalami diare atau konstipasi. Sementara DHF pada grade
IV sering terjadi hematuria.
3) Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena
mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga
kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang.
4) Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan
tempat sarang nyamuk Aedes aegypty.
5) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta
upaya untuk menjaga kesehatan.
i. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF,
keadaan anak adalah sebagai berikut :
1) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah,
tanda-tanda vital dan nadi lemah.
2) Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah,
ada perdarahan spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga,
serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum
lemah, nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah
menurun.
4) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak
teraba, tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur,
ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.
j. Sistem Integumen
1) Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul
keringat dingin, dan lembab
2) Kuku sianosis atau tidak
3) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak
kemerahan karena demam, mata anemis, hidung kadang
mengalami perdarahan atau epitaksis pada grade II,III,IV. Pada
mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering , terjadi
perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan
mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan ditelinga
(pada grade II,III,IV).
4) Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada
poto thorak terdapat cairan yang tertimbun pada paru sebelah
kanan (efusi pleura), rales +, ronchi +, yang biasanya terdapat
pada grade III dan IV.
5) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau
hepatomegaly dan asites
6) Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
k. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
1) HB dan PVC meningkat (≥20%)
2) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
3) Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)
4) Ig. D dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hyponatremia
6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7) Asidosis metabolic : pCO2 < 35-40mmHg dan HCO3 rendah
8) SGOT/SGPT mungkin meningkat
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial.
Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien
individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada
kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017) :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
suhu tubuh diatas nilai normal
b. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler ditandai dengan kebocoran plasma darah
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan
untuk makan)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Hipertermia Setelah dilakukan MANAJEMEN HIPERTERMIA (I.15506)
berhubungan Tindakan keperawatan Observasi
dengan proses selama 1×24 jam 1) Identifkasi penyebab hipertermi
penyakit (infeksi diharapkan termoegulasi (mis. dehidrasi terpapar lingkungan
virus membaik dengan kriteria panas penggunaan incubator)
dengue/viremia) hasil : 2) Monitor suhu tubuh
1. Kulit kemerahan 3) Monitor kadar elektrolit
menurun 4) Monitor haluaran urine
2. Pucat menurun Terapeutik
3. Takikardi menurun 1. Sediakan lingkungan yang
4. Takipnea menurun dingin
5. Suhu tubuh 2. Longgarkan atau lepaskan
membaik pakaian
6. Suhu kulit membaik 3. Basahi dan kipasi permukaan
7. Tekanan darah tubuh
membaik 4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal
(mis. selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi,
leher, dada, abdomen,aksila)
7. Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
8. Batasi oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Hipovolemia Setelah dilakukan MANAJEMEN HIPOVOLEMIA (I.03116)
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan selama 1×24 jam 1. Periksa tanda dan gejala
peningkatan diharapkan hypovolemia hipovolemia (mis. frekuensi nadi
permeabilitas membaik dengan kriteria meningkat, nadi teraba lemah,
kapiler ditandai hasil : tekanan darah menurun, tekanan
dengan kebocoran Status cairan : nadi menyempit,turgor kulit
plasma darah 1. Kekuatan nadi (5) menurun, membrane mukosa
2. Turgor kulit (5) kering, volume urine menurun,
3. Output urine (5) hematokrit meningkat, haus dan
4. Pengisian vena (5) lemah)
5. Frekensi nadi (5) 2. Monitor intake dan output cairan
6. Tekanan darah (5) Terapeutik
7. Tekanan nadi (5) 1. Hitung kebutuhan cairan
8. Membran mukosa 2. Berikan posisi modified
(5) Trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk
darah
Nyeri akut Setelah dilakukan MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
berhubungan Tindakan keperawatan Observasi
dengan agen selama 1×24 jam 1. lokasi, karakteristik, durasi,
pencedera diharapkan nyeri frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
fisiologis ditandai berkurang dengan kriteria 2. Identifikasi skala nyeri
dengan pasien hasil : 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
mengeluh nyeri Tingkat nyeri menurun 4. Identifikasi faktor yang
(l.08066) memperberat dan memperingan
nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyerI
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Defisit nutrisi Setelah dilakukan MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)
berhubungan Tindakan keperawatan Observasi
dengan faktor selama 1×24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
psikologis diharapkan nutrisi 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
(keengganan untuk membaik dengan kriteria makanan
makan) hasil : 3. Identifikasi makanan yang
Status nutrisi membaik (L. disukai
03030) 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastric
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
7. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang di
rencanakan dalam rencana keperawatan (Tarwoto Wartonah, 2015).
Perawat melakukan pengawasan terhadap efektifitas intervensi yang
dilakukan, bersamaan pula menilai perkembangan pasien terhadap
pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan. Pelaksanaan atau
implementasi keperawatan adalah suatu komponen dari proses
keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan di
mana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan
diselesaikan
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dalam proses
keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak. Evaluasi yang dilakukan pada pasien
dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh pasien pada anak DHF.
Dalam perumusan evaluasi keperawatan menggunakan SOAP, yaitu:
1) S (Subjektif) merupakan data berupa keluhan pasien
2) O (Objektif) merupakan hasil dari pemeriksaan
3) A (Analisa Data) merupakan pembanding data dengan teori
4) P (Perencanaan) merupakan tindakan selanjutnya yang akan
dilakukan oleh perawat
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z., Milanda, T., & Suwantika, A. A. (2019). Cost-effectivity of standardized-
herbal medicine for DHF inpatients in a primary health center. Journal of
Advanced Pharmacy Education and Research, 9(4), 19–23.
Bayes, N., & Neighbor, K. (2021). Classification of Dengue Hemorrhagic Fever (
DHF ) Spread in Bandung using Hybrid. 7(1), 10–20.
https://doi.org/10.34818/ijoict.v7i1.562
Ichsan, A. A., Berawi, K. N., Prameswari, N. P., & Wahyunindita, R. N. (2020).
Prediktor Komplikasi Dengue Shock Syndrome (DSS) pada Pasien Pediatri
dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Predictors For Dengue Shock
Syndrome ( DSS ) Complications In Pediatric Dengue Hemorrhagic Fever (
DHF ) Patients. Medula, 10(1), 134–141.
Maulana, S. (2020). PENGARUH BIOLARVASIDA DAUN TANAMAN SEBAGAI
KONTROL VEKTOR NYAMUK AEDES AEGYPTI PENYEBAB DEMAM
BERDARAH: LITERATURE REVIEW. Jurnal Bagus, 02(01), 402–406.
Nurindra, R. W. (2015). GAMBARAN UPAYA PENCARIAN PENGOBATAN
PENDERITA DBD DI KOTA SUKABUMI TAHUN 2012. 11(01), 15–22.
Santosa, B. J. (2020). Challenges inAgainst DHF intheTropical Area. 4(6), 187–
191.
Setyadevi, S. N., & Rokhaidah, R. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Dengue Hemmorhagic Fever (Dhf) : Sebuah Study Kasus. Jurnal
Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 4(2), 67.
https://doi.org/10.52020/jkwgi.v4i2.1825

Anda mungkin juga menyukai