Anda di halaman 1dari 23

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/272505006

Wayang Kulit Terancam Punah

Article · January 2014

CITATIONS READS
0 2,521

1 author:

Hendro Trieddiantoro Putro


Universitas Teknologi Yogyakarta
13 PUBLICATIONS   1 CITATION   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Virtual Reality As An Approach For Digital Heritage, Case Study: Pathok Negoro Mosques In Yogyakarta View project

All content following this page was uploaded by Hendro Trieddiantoro Putro on 20 February 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Makalah Permasalahan Arsitektur

Wayang Kulit Terancam Punah

Oleh :

Hendro Trieddiantoro Putro

13/356033/PTK/09150

PROGRAM STUDI PASCASARJANA ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

2013
Daftar Isi
I. Latar Belakang .................................................................................................................... 3

Wayang Kulit Terancam Punah, Banyak Dalang Sepi Penonton ............................................. 3

75 Jenis Wayang Punah ......................................................................................................... 3

II. Perumusan Masalah ........................................................................................................... 5

Jenjang Karir Dalang .............................................................................................................. 6

Wayang bukan Acara Komersial ............................................................................................. 6

Sepi Pengunjung Museum...................................................................................................... 6

Kendala Biaya, Durasi dan Bahasa ........................................................................................ 6

Pemaknaan Hiburan yang Berbeda ........................................................................................ 7

III. Kajian Pustaka ................................................................................................................ 8

III.I. Teori Komunikasi ......................................................................................................... 8

III.I.I. Proses Komunikasi ............................................................................................... 9

III.I.II. Jenis-Jenis Komunikasi ....................................................................................... 11

III.I.III. Fungsi Komunikasi...............................................................................................12

III.II. Wayang.......................................................................................................................14

III.II.I. Sejarah Perkembangan Bentuk dan Fungsi Wayang ...........................................15

III.II.II. Jenis - Jenis Wayang ...........................................................................................16

III.II.III. Museum Wayang .............................................................................................18

IV. Kesimpulan ....................................................................................................................19

Indonesia Selenggarakan Wayang World Puppet Carnival 2013 ...........................................19

Lucunya Wayang Unyu untuk Facebook Messenger .............................................................20

Wayang Kulit Membuat Kuliah Tambah Menarik ....................................................................21

Daftar Pustaka ..........................................................................................................................22


I. Latar Belakang

Permasalahan wayang kulit terancam punah akhir-akhir ini muncul melalui media
massa, Berikut beberapa berita mengenai permasalahan wayang punah.

Wayang Kulit Terancam Punah, Banyak Dalang Sepi Penonton

Dunia seni wayang kulit Indonesia kini menghadapi problem yang serius. Bukan terkait
jumlah dalang, tapi jumlah penonton kian lama kian menyusut. "Kalau dari segi jumlah dalang,
kita mencukupi. Kita mempunyai perguruan tinggi yang mempunyai jurusan pedalangan,
sanggar wayang di seluruh Indonesia. Saat ini jumlah dalang hampir 2000-an, tapi penonton
makin sedikit, " tutur Suparmin Sunjoyo, Ketua Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia
(Sena Wangi) di selasela konferensi pers Wayang Summit di Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan di Jakarta, Kamis (22/11/2012). Dikatakan, saat ini 80 persen penonton wayang
berusia di atas 50 tahun. Untuk itu, pihaknya telah mengusulkan untuk memasukan wayang
menjadi bagian kurikulum di pelajaran sekolah. "Sayangnya sampai sekarang belum direspon.
Kenapa perlu masuk kurikulum karena akan menjadi kewajiban," katanya. (Laporan Wartawan
Tribunnews, Eko Sutriyanto)

Lantas bagaimana mendorongnya supaya wayang tetap eksis? Disamping


mengenalkan sejak dini di sekolah, kita mengikuti selera yg diinginkan, misalnya menggunakan
bahasa Indonesia. "Durasi diganti dari semalam suntuk jadi 2-3 jam dan cerita menyangkut
situasi sekarang. Juga gending, instrumen yang akan jadi daya tarik," kata mantan Duta Besar
Indonesia untuk Suriname ini. (Laporan Wartawan Tribunnews, Eko Sutriyanto)

75 Jenis Wayang Punah

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekitar 75 jenis wayang yang menjadi kekayaan budaya


Indonesia kini telah punah. Hanya sekitar 25 jenis wayang yang saat ini masih bertahan dengan
jumlah komunitas dan penonton cukup banyak. Semestinya, dengan diakuinya wayang oleh
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebagai
mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible
Heritage of Humanity) pada 2003, wayang bisa lebih berkembang di Tanah Air. Kenyataannya,
pemerintah belum memiliki arah dan strategi yang jelas dalam pengembangan wayang. ”Pada
masa Orde Baru, institusi pemerintah, mulai dari Istana hingga pemerintahan desa, sering
mementaskan wayang. Kini, kami seperti dibiarkan sendiri,” kata Ketua Umum Persatuan
Pedalangan Indonesia (Pepadi) Ekotjipto saat berkunjung ke Redaksi Kompas di Jakarta,
Selasa (20/8/2013). Selain kurangnya perhatian pemerintah, perkembangan zaman telah
membawa perubahan kebudayaan dan peradaban sehingga wayang yang merupakan kesenian
tradisional semakin ditinggalkan. Tak heran beberapa jenis wayang punah dan tak bisa lagi
ditonton masyarakat, seperti wayang suket, wayang klitik, wayang krucil, wayang gedog, dan
wayang beber. Adapun wayang yang masih digemari masyarakat sehingga masih cukup eksis
antara lain wayang kulit purwa Jawa dengan berbagai gaya, baik Surakarta, Yogyakarta, Jawa
Timuran, Banyumasan, Cirebonan, maupun Betawi. Begitu pula wayang golek Sunda, wayang
Bali, dan wayang sasak Lombok masih banyak penggemarnya. Meski penggemar wayang
menurun, kata Ekotjipto, animo masyarakat untuk terjun ke dunia pedalangan cukup tinggi. Ini
ditunjukkan dengan banyaknya peserta pada setiap lomba pencarian bibit dalang yang digelar
Pepadi. ”Peminat paling banyak justru untuk dalang anak-anak dan remaja,” kata Ekotjipto.
Upaya yang dapat dilakukan agar wayang terhindar dari kepunahan antara lain dengan
memasukkan wayang dalam pendidikan formal. Selain itu, juga memasukkan wayang dalam
perangkat komunikasi modern sehingga mudah dijangkau anak-anak atau generasi muda. Saat
ini terdapat 15.000 seniman pedalangan yang masih eksis. Sementara jumlah dalang di seluruh
Indonesia tercatat 6.000 orang.
II. Perumusan Masalah

Berikut diagram pencarian dalam upaya pencarian rumusan masalah :


Jenjang Karir Dalang

"Kalau dari segi jumlah dalang, kita mencukupi. Kita mempunyai perguruan tinggi yang
mempunyai jurusan pedalangan, sanggar wayang di seluruh Indonesia. Saat ini jumlah dalang
hampir 2000-an, tapi penonton makin sedikit, " tutur Suparmin Sunjoyo, Ketua Sekretariat
Nasional Pewayangan Indonesia (Sena Wangi) di selasela konferensi pers Wayang Summit di
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, Kamis (22/11/2012).

Melihat fenomena tersebut disebutkan bahwa tersedianya sekolah dalang dan jumlah
dalang hampir 2000-an, namun tetap saja sepi pengunjung. Penulis menilai jenjang karir dalang
memang bukan masalah yang paling utama dalam terancamnya wayang kulit untuk punah,
namun harus menjadi perhatian agar kedepan profesi dalang merupakan profesi yang mampu
mengangkat citra bahwa dalang juga sebagai profesi yang menjanjikan.

Wayang bukan Acara Komersial

Melihat dari keberadaan wayang sebagai aset kebudayaan menjadikan wayang bukan
menjadi pilihan para penyelenggara kegiatan untuk mencari pemasukan dana. Hal ini terlihat
dari beberapa kegiatan acara wayang dilaksanakan untuk memperingati sebuah acara
keagamaan dan pemerintahan tanpa dipungut biaya.

Sepi Pengunjung Museum

Penulis melihat bahwa sepinya pengunjung museum wayang kulit bisa menjadi faktor
pemicu terancamnya wayang kulit untuk “punah”. Punah bukan berarti hilang, namun posisinya
menjadi tergantikan oleh tempat tujuan lain, seperti tempat perbelanjaan yang lokasinya dekat
dengan perkotaan.

Kendala Biaya, Durasi dan Bahasa

Penulis menilai faktor penyebab terancamnya wayang kulit untuk punah. Faktor biaya,
durasi, dan bahasa menjadi faktor penentu dalam terancamnya wayang kulit untuk punah.
Disebutkan bahwa untuk setiap pertunjukan wayang membutuhkan biaya minimal 10 juta
rupiah, hal ini dikarenakan biaya sewa tempat, dan alat. Belum ada lokasi publik permanen
yang dapat digunakan untuk pertunjukan wayang. Selain itu durasi pertunjukan wayang yang
memakan waktu hingga semalam suntuk membuat pertunjukan ini kurang diminati, khususnya
oleh anak-anak. Faktor lainnya adalah penggunaan bahasa Jawa dalam setiap penyampaian
ceritanya. Tentu saja hal ini menjadi persoalan bagi para penonton yang tidak memahami
bahasa Jawa. Hal ini bias saja disebabkan oleh kurikulum bahasa Jawa yang tidak masuk
menjadi pelajaran wajib di sekolah, sehingga penggunaannya maupun pengertiannya akan
susah dipahami. Duta besar Suriname memberikan saran untuk mengenalkan bahasa daerah
sejak dini di sekolah serta mengikuti selera yg diinginkan, misalnya menggunakan bahasa
Indonesia, kemudian durasi diganti dari semalam suntuk jadi 2-3 jam dan cerita menyangkut
situasi sekarang. Juga gending, instrument musikal diolah untuk lebih memiliki daya tarik.

Pemaknaan Hiburan yang Berbeda

Berada di era teknologi dan informasi yang pesat, menimbulkan pergeseran pemaknaan
akan hiburan. Sebelum munculnya era teknologi, salah satu kegiatan masyarakat untuk
mencari hiburan adalah dengan menonton wayang, kegiatan ini diikuti oleh orang dewasa
maupun anak-anak, bahkan durasinya pun semalam suntuk, namun di era modern ini,
masyarakat tidak perlu keluar rumah karena bisa mendapatkan hiburan yang sangat beragam
melalui televisi maupun internet.
III. Kajian Pustaka

III.I. Teori Komunikasi

Secara kodrati manusia merupakan mahluk monodualistis, artinya selain sebagai


mahluk individu manusia juga berperan sebagai mahluk sosial. Menurut Aristoteles, mahluk
sosial merupakan zoon politicon yang berarti manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat
dan berinteraksi satu sama lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan manusia lain
untuk bertahan hidup dan dituntut untuk saling bekerjasama. Dalam proses interaksi antar
manusia tersebut terciptalah komunikasi.

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari
satu pihak kepada pihak yang lain. Pada umumnya komunikasi dilakukan secara lisan atau
verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang
dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan
gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu misalnya tersenyum, menggelengkan kepala
atau mengangkat bahu. Cara ini disebut komunikasi nonverbal.

Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat
fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Profesor Wilbur Schramm
menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya.

"Tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia
tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi."-Schramm (1982).

Kemudian apa yang mendorong manusia sehingga ingin berkomunikasi dengan manusia
lainnya. Dalam teori dasar Biologi menyebut adanya dua kebutuhan, yakni kebutuhan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu


pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam
komunikasi adalah manusia.
"Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations
and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another."-Ruben
dan Steward(1998:16) - Komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam
suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk
beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.
"Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan, siapa?, mengatakan apa?,
dengan saluran apa?, kepada siapa?, dengan akibat atau hasil apa? (who? says what? in which
channel? to whom? with what effect?)."- Lasswell (1960).
Menurut Forsdale (1981) seorang ahli pendidikan terutama ilmu komunikasi : Dia menerangkan dalam
sebuah kalimat bahwa “communication is the process by which a system is established, maintained and
altered by means of shared signals that operate according to rules”. Komunikasi adalah suatu proses
dimana suatu sistem dibentuk, dipelihara, dan diubah dengan tujuan bahwa sinyal-sinyal yang
dikirimkan dan diterima dilakukan sesuai dengan aturan.

III.I.I. Proses Komunikasi


Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia
karena merupakan cara bagi manusia untuk saling berhubungan. Kata komunikasi atau
communication dalam bahasa inggris berasal dari kata latin communis yang berarti sama,
communico, communicatio, atau communicare yang berarti membuat sama (to make
common)1.

Menurut Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, komunikasi adalah proses memahami
dan berbagi makna2. Oleh karena itu, tujuan utama dari komunikasi adalah terjadinya
kesamaan dalam memahami makna antara manusia yang berkomunikasi.

Claude Shannon dan Warren Weaver pada tahun 1949 memperkenalkan diagram
komunikasi sebagai berikut:

Diagram III.1. Model Komunikasi Shannon-Weaver


(Sumber : http://www.cscd.osaka-u.ac.jp/user/rosalde/080616miomio.html)

1
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Rosdakarya, halaman 46.
2
Ibid., 76
Diagram tersebut menjelaskan bahwa di dalam sebuah komunikasi harus terdapat
unsur-unsur, seperti sumber pesan, pesan, penyampai pesan, saluran, penerima pesan, dan
tujuan yang ingin dicapai. Adapun unsur lain yang juga harus diperhatikan adalah gangguan /
kendala komunikasi (noise/barriers) yang harus direkduksi.

Sementara Harold lasswell kemudian menambahkan bahwa di dalam komunikasi, selain


harus terdapat unsur-unsur Siapa, Berkata Apa, dengan Saluran Apa, dan Kepala Siapa, juga
harus ada unsur dengan Efek Bagaimana3. Suatu komunikasi tidak hanya berhenti hanya
sampai pada tahap pesan berhasil sampai kepada penerimanya, tetapi setelah itu harus ada
efek yang timbul dari hasil penyampaian pesan tersebut, baik efek pada penerima maupun
penyampai pesan.

Di dalam komunikasi manusia, saluran untuk menyampaikan pesan menjadi sangat


penting karena tanpa saluran tersebut pesan dari penyampai tidak akan pernah bisa sampai
kepada penerima. Saluran di dalam komunikasi lebih lanjut terbagi menjadi tiga jenis, yaitu
saluran (channel), medium,dan kode.

Menurut John Fiske, saluran (channel) adalah wujud fisik dari segala hal yang bisa
meneruskan sinyal-sinyal informasi4. Salah satu contohnya adalah gelombang cahaya.
Sementara medium merupakan wujud fisik dari hal-hal yang dapat mengkonversikan pesan
menjadi sinyal-sinyal yang dapat diteruskan melalui saluran5. Contoh medium adalah tulisan,
radio, televisi, foto, dan juga bangunan. Kode merupakan sistem pemaknaan yang dipahami
bersama oleh suatu kelompok budaya atau sub-budaya6, salah satu contoh kode adalah lampu
lalu lintas.

Keberadaan tiga jenis saluran tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Medium
dapat diindera karena adanya saluran perantara (chanel) yang menghubungkan indera manusia
dengan wujud fisik medium, kemudian pesan yang terkandung di dalam medium dapat
dimaknai karena mengandung kode-kode tertentu yang diorganisasikan sesuai dengan sistem
yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat.

3
Fiske, John. 1990. Introduction To Communication Studies. London dan New York: Routledge, halaman 30.
4
Fiske, John. 1990. Introduction To Communication Studies. London dan New York: Routledge, halaman 18.
5
Ibid.
6
Fiske, John. 1990. Introduction To Communication Studies. London dan New York: Routledge, halaman 19.
Berangkat dari paradigma Lasswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi
menjadi dua tahap, yaitu:

a) Proses Komunikasi Secara Primer


Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media.
Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan
pesan nonverbal (kial/gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya) yang secara
langsung dapat/mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada
komunikan.
b) Proses Komunikasi Sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh


komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua
setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Seorang komunikator menggunakan media ke dua dalam menyampaikan komunikasi ke


komunikan sebagai sasaran yang berada di tempat relatif jauh atau jumlahnya banyak.
Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, adalah media kedua yang
sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan
media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (surat kabar, televisi, radio, dsb.)
dan media nirmassa (telepon, surat, megapon).

III.I.II. Jenis-Jenis Komunikasi


Jenis-jenis komunikasi dalam organisasi antara lain:

a) Komunikasi formal dan informal

Komunikasi formal adalah komunikasi yang mengikuti rantai komando yang dicapai oleh
hirarki wewenang. Komunikasi informal adalah komunikasi yang terjadi diluar dan tidak
tergantung pada herarki wewenang. Komunikasi informal ini timbul karena adanya berbagai
maksud, yaitu

- Pemuasan kebutuhan manusiawi,


- Perlawanan terhadap pengaruh yang monoton dan membosankan,
- Keinginan untuk mempengaruhi perilaku orang lain,
- Sumber informasi hubungan pekerjaan.

b) Komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, dan komunikasi lateral


Komunikasi kebawah mengalir dari peringkat atas ke bawah dalam herarki. Komunikasi
ke atas adalah berita yang mengalir darin peringkat bawah ke atas atas suatu organisasi.
Komunikasi lateral adalah sejajar antara mereka yang berada tingkat satu wewenang.

c) Komunikasi satu arah dan dua arah

Komunikasi satu arah, pengirim berita berkomunikasi tanpa meminta umpan balik,
sedangkan komunikasi dua arah adalah penerima dapat dan memberi umpan balik.

Komunikasi efektif yaitu komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude
change) pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses komunikasi. Tujuan dari Komunikasi
Efektif sebenarnya adalah memberi kan kemudahan dalam memahami pesan yang
disampaikan antara pemberi informasi dan penerima informasi sehingga bahasa yang
digunakan oleh pemberi informsi lebih jelas dan lengkap, serta dapat dimengerti dan dipahami
dengan baik oleh penerima informasi, atau komunikan. tujuan lain dari Komunikasi Efektif
adalah agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feed back dapat seinbang sehingga
tidak terjadi monoton. Selain itu komunikasi efektif dapat melatih penggunaan bahasa nonverbal
secara baik.

Menurut Mc. Crosky Larson dan Knapp mengatakan bahwa komunikasi yang efektif
dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara
komunikator dan komunikan dalam setiap komunikasi. Komunikasi yang lebih efektif terjadi
apabila komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap dan bahasa.
Komunikasi dapat dikatakan efektif apa bila komunikasi yang dilakukan dimana:

a) Pesan dapat diterima dan dimengerti serta dipahami sebagaimana yang dimaksud oleh
pengirimnya.
b) Pesan yang disampaikan oleh pengirim dapat disetujui oleh penerima dan ditindaklanjuti
dengan perbuatan yang diminati oleh pengirim.
c) Tidak ada hambatan yang berarti untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan
untuk menindaklanjuti pesan yang dikirim.

III.I.III. Fungsi Komunikasi


William I. Gorden (dalam Deddy Mulyana, 2005:5-30) mengkategorikan fungsi
komunikasi menjadi empat, yaitu:

a) Sebagai komunikasi sosial


Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa
komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk
kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan
ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan
hubungan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat
(keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, desa, ..., negara secara keseluruhan)
untuk mencapai tujuan bersama.

b) Sebagai komunikasi ekspresif

Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-


perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan
sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat
disampaikan lewat kata- kata, namun bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku
nonverbal. Seorang ibu menunjukkan kasih sayangnya dengan membelai kepala
anaknya. Orang dapat menyalurkan kemarahannya dengan mengumpat, mengepalkan tangan
seraya melototkan matanya, mahasiswa memprotes kebijakan penguasa negara atau
penguasa kampus dengan melakukan demontrasi.

c) Sebagai komunikasi ritual

Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan


sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara
kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam
acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau perilaku-perilaku tertentu yang
bersifat simbolik. Ritual- ritual lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca
kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara
wisuda, perayaan lebaran (Idul Fitri) atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka
yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen
mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa. Negara, ideologi, atau agama mereka.

d) Sebagai komunikasi instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu: menginformasikan,


mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan juga menghibur. Sebagai
instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan,
namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunikasi membuat kita peka
terhadap berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih
baik dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagi instrumen
untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun
tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian,
menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan material,
ekonomi, dan politik, yang antara lain dapat diraih dengan pengelolaan kesan (impression
management), yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal, seperti berbicara sopan, mengobral
janji, mengenakankan pakaian necis, dan sebagainya yang pada dasarnya untuk
menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang kita inginkan.

Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian komunikasi, misalnya
keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing ataupun keahlian menulis. Kedua tujuan itu
(jangka pendek dan panjang) tentu saja saling berkaitan dalam arti bahwa pengelolaan kesan
itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa
keberhasilan dalam karier, misalnya untuk memperoleh jabatan, kekuasaan, penghormatan
sosial, dan kekayaan.

III.II. Wayang

Wayang adalah seni pertunjukkan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa
dan Bali. Selain itu beberapa daerah seperti Sumatera dan Semenanjung Malaya juga memiliki
beberapa budaya wayang yang terpengaruh oleh kebudayaan Jawa dan Hindu.

UNESCO, lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 November 2003
menetapkan wayang sebagai pertunjukkan bayangan boneka tersohor dari Indonesia, sebuah
warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and
Intangible Heritage of Humanity).

Sebenarnya, pertunjukan boneka tak hanya ada di Indonesia karena banyak pula
negara lain yang memiliki pertunjukan boneka. Namun pertunjukan bayangan boneka (Wayang)
di Indonesia memiliki gaya tutur dan keunikan tersendiri, yang merupakan mahakarya asli dari
Indonesia. Untuk itulah UNESCO memasukannya ke dalam Daftar Representatif Budaya
Takbenda Warisan Manusia pada tahun 2003.

Wayang, yang diartikan sebagai bayang, mengandung 2 makna yang tersirat yaitu :
(1) Bayangan yang ditonton (dari belakang layar), menggambarkan bahwa setiap perilaku
manusia, baik atau buruk, dapat dilihat dan dinilai oleh orang lain tanpa memandang
fisik, jabatan atau kekayaannya.
(2) Bentuk fisik wayang, yang menggambarkan sifat dan perilaku setiap tokoh wayang
tersebut. Filsafat dunia wayang dijabarkan dalam 3 macam cara yaitu : sosok (bentuk),
karakter/sifat, dan ucapan/pandangan/ajarannya.

Setiap cerita dan percakapan dalam pertunjukan wayang mengandung pelajaran hidup
dan wejangan (nasehat) yang bagus. Demikian pula karakter masing-masing wayang juga
menunjukkan bahwa sifat manusia bermacam-macam, sebab akibat dari perilaku tokoh wayang
dalam setiap cerita dapat menjadi inspirasi dan pelajaran hidup bagi para penontonnya.

Muka wayang ada yang berwarna merah, hitam, dan putih. Warna merah
menunjukkan seorang yang memiliki sifat tegas dan keras serta menjadi panutan bagi
bawahannya. Warna hitam menggambarkan seorang satria yang memiliki kemantapan diri
sebagai panutan, sedangkan warna putih menggambarkan sifat kedewataan (bersih, bijaksana)
atau sebaliknya perangai yang tak konsisten. Selain muka wayang, ciri fisik lain seperti lengan
wayang juga mengandung makna. Ada wayang yang lengan atau tangannya dua, ada yang
tangannya dua, tapi yang satu dimasukkan ke saku (raksasa), dan lain-lain.

Pertunjukan wayang selalu dilengkapi dengan layar yang disorot lampu


(menggambarkan matahari), dan tokoh wayangnya berdiri menancap di gedebok pisang
(sebagai bumi). Tokoh wayang digerakkan oleh dalang, yang juga menyampaikan cerita dan
percakapan antar tokoh wayang tersebut.

III.II.I. Sejarah Perkembangan Bentuk dan Fungsi Wayang


Wayang yang kita saksikan dalam pagelaran-pagelaran pada umumnya dapat
dibedakan dalam wujud dua dimensional dan tiga dimensional. Contoh wayang tiga dimensional
adalah wayang golek, wayang klitik, wayang tengul, sedangkan contoh wayang dua
dimensional adalah wayang beber, wayang kulit (purwa), dan wayang wahyu.

Wayang diciptakan bukan sekedar untuk dinikmati bentuknya, tetapi dimaksudkan


sebagai suatu wahana komunikasi antara dalang dengan penontonnya. Sehingga selain
mempunyai wujud yang dapat dinikmati secara visual, wayang juga mempunyai “arti” yang
diperlambangkan, yaitu :

a) Wayang dimaksudkan dengan bayangan


Semua wayang dipentaskan pada waktu malam hari dengan menggunakan penerangan yang
disebut “blencong”. Cahaya blencong itu menimpa gambar yang ada di depan kelir (layar)
sehingga menghasilkan bayangan diatas layar. Bayangan itulah yang disebut dengan wayang
atau pertunjukan. (Pradnya paramita. 1981:71)
b) Wayang sebagai lambing perikehidupan manusia
Dewasa ini melihat wayang dapat dilakukan dari dua arah pandang yaitu depan kelir dan
belakang kelir. Menurut Seno Sastroamijoyo (1964) bagian yang di depan kelir yaitu bagian
yang terang melambangkan suatu kehidupan di alam fana, sedang di belakang kelir atau
bagian gelap, melambangkan kehidupan di alam baka. (Seno Sastroamijoyo, 1964:71)
c) Wayang sebagai lambang perwatakan manusia
Pada waktu kita melihat pementasan wayang, kita dapat melihat bermacam-macam bentuk
figur wayang. Perbedaan tersebut bukanlah hanya segi visualnya saja melainkan pesan yang
terdapat pada bentuk figur tersebut juga akan berlainan. Misalnya tokoh Janoko yang
mempunyai bentuk figur demikian luruh sebagai lambing dari watak kesatria yang rendah hati
itu akan berlainan dengan bentuk Drona yang licik. (Edy Sedyawati, 1981:15)

III.II.II. Jenis - Jenis Wayang


Jenis-jenis wayang menurut bahan pembuatan terbagi menjadi:

I. Wayang Kulit

 Wayang Purwa
o Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta
o Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
 Wayang Madya
 Wayang Gedog
 Wayang Dupara
 Wayang Wahyu
 Wayang Suluh
 Wayang Kancil
 Wayang Calonarang
 Wayang Krucil
 Wayang Ajen
 Wayang Sasak
 Wayang Sadat
 Wayang Parwa
 Wayang Arja
 Wayang Gambuh
 Wayang Cupak
 Wayang Beber
2. Wayang Kayu

 Wayang Golek/Wayang Thengul


 Wayang Menak
 Wayang Papak/Wayang Cepak
 Wayang Klithik
 Wayang Timplong
 Wayang Potehi

3. Wayang Orang

 Wayang Gung
 Wayang Topeng

4. Wayang Rumput

 Wayang Suket
Wayang suket merupakan bentuk tiruan dari berbagai figur wayang kulit yang terbuat dari
rumput (bahasa Jawa: suket). Wayang suket biasanya dibuat sebagai alat permainan atau
penyampaian cerita perwayangan pada anak-anak di desa-desa Jawa.

Untuk membuatnya, beberapa helai daun rerumputan dijalin lalu dirangkai (dengan
melipat) membentuk figur serupa wayang kulit. Karena bahannya, wayang suket biasanya tidak
bertahan lama. Seniman asal Tegal, Slamet Gundono, dikenal sebagai tokoh yang berusaha
mengangkat wayang suket pada tingkat pertunjukan panggung.Bahkan jika menyebut wayang
suket, sekarang sudah lekat dengan pertunjukan wayangnya Slamet Gundono lulusan STSI
Pedalangan yang kini menetap di Solo. Wayang Suket slamet Gundono, awalnya bermediakan
wayang yang terbuat dari suket, namun Slamet Gundono lebih mengandalkan unsur teatrikal
dan kekuatan berceritera. Dalam pementasan wayang suketnya, Slamet Gundono
menggunakan beberapa alat musik yang teridiri dari gamelan, alat petik, tiup dan beberapa alat
musik tradisi lainnya.

Slamet juga dibantu beberapa pengrawit, penari yang merangkap jadi pemain, untuk
melengkapi pertunjukannya. Seting panggungnya berubah-ubah sesuai tema yang ditentukan.
Media bertutur Slamet Gundono tidak hanya wayang suket tetapi juga wayang kulit dan kadang
memakai dedaunan untuk dijadikan tokoh wayang. Kehebatan bertutur (pendongeng) dalang
satu ini sudah tidak diragukan lagi. Banyak kalangan Dalang muda yang memuji kemampuan
bertutur Slamet Gundono. Misalnya Ki Sigit Ariyanto; " Jangkan dengan wayang, dengan
pecahan genteng atau serpihan plastik Gundono dapat mendalang dengan baik". Bahkan
menurut Ki Bambang Asmoro, dengan media yang ada, Slamet Gundono bisa menuntun
penonton ke dalam emajinasi yang lebih dalam, sehingga roh atau esensi wayang sebagai
pertunjukan bayangan "wewayanganing aurip" menjadi lebih bermakna dan multi tafsir.

Jenis-jenis wayang menurut asal daerah, beberapa seni budaya wayang selain
menggunakan bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Bali juga ada yang menggunakan
bahasa Melayu lokal seperti bahasa Betawi, bahasa Palembang, dan bahasa Banjar. Beberapa
diantaranya antara lain:

1. Wayang Surakarta
2. Wayang Jawa Timur
3. Wayang Bali
4. Wayang Sasak (NTB)
5. Wayang Kulit Banjar (Kalimantan Selatan)
6. Wayang Palembang (Sumatera Selatan)
7. Wayang Betawi (Jakarta)
8. Wayang Cirebon (Jawa Barat)
9. Wayang Madura (sudah punah)
10. Wayang Siam (Kelantan, Malaysia)

III.II.III. Museum Wayang


Museum Wayang Kekayon adalah museum mengenai wayang yang ada di kota
Yogyakarta, tepatnya di Jl. Raya Yogya-Wonosari Km. 7, kurang lebih 1 km dari Ring Road
Timur. Museum yang didirikan pada tahun 1990 ini memiliki koleksi berbagai wayang dan
topeng serta menampilkan sejarah wayang yang diperkenalkan mulai dari abad ke-6 sampai
abad ke-20. Wayang-wayang di dalam museum ini terbuat baik dari kulit, kayu, kain, maupun
kertas.

Sama halnya dengan museum Wayang di Jakarta, museum ini mempunyai beberapa
jenis wayang, seperti: wayang Purwa, wayang Madya (menceritakan era pasca perang
Baratayuda), wayang Thengul, wayang Klithik (mengisahkan Damarwulan dan Minakjinggo),
wayang beber, wayang Gedhog (cerita Dewi Candrakirana), wayang Suluh (mengenai sejarah
perjuangan kemerdekaan Indonesia), dan lain lain. Berkaitan dengan wayang Purwa, museum
ini memiliki beberapa poster yang menggambarkan strategi perang yang dipakai dalam perang
Baratayuda antara keluarga Pandawa dan Kurawa, yaitu: strategi Sapit Urang dan strategi
Gajah.
IV. Kesimpulan

Dari hasil analisis diatas penulis menyimpulkan bahwa poin penting yang menjadi
masalah dalam terancamnya wayang kulit untuk punah adalah kendala biaya, durasi dan
bahasa, selain itu yang perlu diperhatikan adalah pergeseran makna hiburan yang terjadi pada
saat ini. Berikut merupakan contoh kasus yang bisa menjadi rekomendasi sebagai upaya dalam
mencegah terancamnya wayang kulit untuk punah :

Indonesia Selenggarakan Wayang World Puppet Carnival 2013

Seorang dalang cilik, Jose Amadeus Krisna (14) mainkan wayang kulit dengan lakon Dewaruci
pada Road Show World of Wayang di Aula SMA Karangturi, Jalan Raden Patah, Kota
Semarang, Rabu (05/06/2013). Pementasan yang berdurasi 30 menit ini untuk mengenalkan
kembali kesenian Jawa dikalangan pelajar. (Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan).
Lucunya Wayang Unyu untuk Facebook Messenger

Facebook memperkenalkan koleksi album stiker baru yang dinamakan "Wayang Unyu" khusus
untuk pengguna aplikasi Facebook maupun Facebook Messenger asal Indonesia. Koleksi stiker
ini terdiri dari 40 ilustrasi tokoh pewayangan Punakawan, yakni Petruk, Gareng, Bagong,
Semar, dan Srikandi.
Wayang Kulit Membuat Kuliah Tambah Menarik

Pada kesempatan itu, Ki Poerwahadiningrat atau Prof Dr Andrik Purwasito DEA menampilkan
pertunjukan Petruk Mabar Piwulang sebagai sarana menyampaikan materi kuliah Geografi
Politik. Pementasan wayang kulit tersebut bakal dipamerkan pada acara Expo UNS tahun 2013
dalam rangka Dies Natalis ke-37 UNS, di Student Center Kampus Universitas Sebelas Maret
(UNS).

“Sifat wayang kulit itu fleksibel. Wayang hidup sepanjang masa. Tidak hanya di bangku kuliah.
Wayang kulit bisa dipakai untuk sistem pembelajaran di sekolah. Dengan memakai wayang
kulit, bagi yang belum tahu menjadi tahu dan cara ini lebih menarik karena ada unsur
tontonannya,” terang Ki Purba Asmoro.
Daftar Pustaka

Cangara, Hafidz. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Effendy, Onong Uchjana. Komunikasi Teori dan Praktek: Remaja Pengantar Ilmu
Komunikasi. Jakarta: Grasindo.

Fiske, John. 1990. Introduction to Communication Studies. London dan New York:
Routledge.

Littlejohn, Stephen W. 2001. Theories of Human Communication. USA: Wadsworth


Publishing.

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Rosdakarya.

Paramita, Pradnya. 1981. Ringkasan Sejarah Wayang. Jakarta: Pradnya Paramita.

Ruben, Brent D., Stewart Lea, P. 2005. Communication and Human Behaviour. USA:
Alyn and Bacon.

Sastroamijoyo, Seno. 1964. Renungan tentang Pertunjukan Wayang Kulit. Jakarta:


Kinta.

Sedyawati, Edy. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.

http://aardiansyah.blogspot.com/2012/11/pengertian-komunikasi-defenisi.html

http://irhamnurhalim.wordpress.com/2012/11/01/arti-penting-komunikasi/

http://pelatihanguru.net/apa-itu-jenis-jenis-tahap-komunikasi-dan-pengertian-proses-
komunikasi

http://id.shvoong.com/social-sciences/communication-media-studies/2166075-
pengertian komunikasi-efektif/

http://www.solopos.com/2013/03/07/wayang-kulit-membuat-kuliah-tambah-menarik-
386028

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai