Anda di halaman 1dari 11

FISIOLOGI ESOFAGUS

Nama : Baiq Meisy Arum Anjani


NIM : 019.06.0017
Kelas :B
Dosen : dr. Kadek Dwi Pramana, MBiomed SpPD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2020
FISIOLOGI ESOFAGUS
Essay ini dibuat dengan tujuan agar mahasiswa kedokteran memahami mengenai materi
mengenai dari fisiologi dari esophagus itu sendiri, yang dimana essay ini juga berfungsi sebagai
pengulangan pemahaman materi yang telah diberikan dosen agar mahasiswa kedokteran
terhindar dari kekeliruan dan dapat mengaplikasikan dengan baik terhadap kehidupan sehari –
hari.

Esophagus adalah saluran berupa tabung berotot relative lurus yang menghubungkan dan
menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Dari perjalanannya dari faring menuju
gaster, esofagus melalui tiga kompartemen dan dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu
leher (pars servikalis), sepanjang 5 cm dan berjalan di antara trakea dan kolumna vertebralis.
Dada (pars thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di mediastinum posterior mulai di
belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, lalu membelok ke kanan bawah di
samping kanan depan aorta thorakalis bawah. Abdomen (pars abdominalis), masuk ke rongga
perut melalui hiatus esofagus dari diafragma dan berakhir di kardia lambung, panjang berkisar 2-
4 cm.

Esofagus dijaga di kedua ujungnya oleh sfingter. Sfingter adalah struktur otot berbentuk
cincin yang, ketika tertutup, mencegah lewatnya sesuatu melalui saluran yang dijaganya. Sfingter
esophagus atas adalah sfingter faringoesofagus, dan sfingter esofagus bawah adalah sfingter
gastroesofirgus. Karena esofagus terpajan ke tekanan intrapleura subatmosfer akibat aktivitas
pernapasan, terbentuk gradien tekanan antara atmosfer dan esofagus. Kecuali sewaktu menelan,
sfingter faringoesofagus menjaga pintu masuk ke esofagus selalu tertutup sebagai hasil dari
kontraksi otot rangka sirkular sfingter yang dipengaruhi oleh saraf. Kontraksi tonik sfingter
esofageal atas mencegah masuknya udara dalarn jumlah besar ke dalam esophagus dan lambung
sewaktu bernapas. Udara hanya diarahkan ke dalam saluran napas. Jika tidak, saluran cerna akan
menerima banyak gas, yang dapat menimbulkan eructation (sendawa) berlebihan. Sendawa ini
timbul saat saluran pencernaan menerima banyak gas dibandingkan saluran pernafasan. Sewaktu
menelan, sfingter ini terbuka dan memungkinkan bolus masuk ke dalam esofagus. Setelah bolus
berada di dalam esofagus, sfingter faringoesofagus menutup, saluran napas terbuka, dan bernapas
kembali dilakukan. Tahap orofaring selesai, dan sekitar 1 detik telah berlalu sejak proses
menelan pertama kali dimulai.
Proses menelan merupakan aksi fisiologis kompleks ketika makanan atau cairan berjalan
dari mulut ke lambung. Terdapa tiga fase yaitu pertama fase oral yang dimana bolus (makanan
yang telah dikunyah oleh mulut) didorong ke belakang mengenai dinding posterior faring oleh
gerakan voluntar lidah. Lalu fase faringeal yang dimana ketika bolus makanan didorong ke
belakang mulut, maka merangsang daerah reseptor menelan lalu impuls berjalan ke batang
otak untuk melakukan serangkaian kontraksi otot faring. Kemudian fase eshophageal dimana
dalam keadaan normal, esophagus menunjukkan dua jenis gerakan peristaltik yaitu peristaltik
primer dan peristaltic sekunder. Peristaltik primer merupakan lanjutan gelombang peristaltic
yang dimulai pada dan menyebar ke esophagus selama fase faringeal proses menelan.
Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung kira- kira dalam waktu 5 -10 detik. Sedangkan
peristaltic sekunder adalah gelombang peristaltic yang berasal dari esofagus akibat adanya
regangan esotagus oleh makanan yang tertinggal.

Sfingter esophagus atas merupakan suatu cincin otot yang membentuk bagian atas
esofagus dan memisahkan esofagus dengan tenggorokan. Sfingter ini selalu menutup untuk
mencegah makanan dari bagian utama esofagus masuk ke dalam tenggorokan. Bagian utama dari
esofagus disebut sebagai badan dari esofagus, suatu saluran otot yang panjangnya kira-kira 20
cm. Esophagus berfungsi sebagai sfingter esofagus bawah yang lebar, atau disebut juga
sfingtergastroesofageal. Normalnya, sfingter ini tetap berkonstriksi secara tonik dengan tekanan
intraluminal pada titik ini di esofagus sekitar 30 mmHg, berbeda dengan bagian tengah esofagus
yang normalnya tetap berelaksasi. Sewaktu gelombang peristaltik penelanan melewati esofagus,
terdapat "relaksasi reseptif" dari sfingter esofagus bagian bawah yang mendahului gelombang
peristaltik, yang mempermudah pendorongan makanan yang ditelan ke dalam lambung. Kadang
sfingter tidak berelaksasi dengan baik, sehingga mengakibatkan keadaan yang disebut akalasia.

Akalasia yaitu keadaan sphincter esofagus bawah yang gagal berelaksasi selama
menelan. Dimana makanan yang ditelan ke esofagus gagal untuk melewati esofagus masuk ke
dalam lambung. Akalasia primer disebabkan oleh gagalnya neuron inhibisi esofagus distal dan
dikenal dengan definisi, idiopatik. Perubahan degeneratif persarafan, baik yang intrinsik di
esofagus, maupun dalam saraf vagus di luar esophagus ataupun nukleus motorik dorsal dari
vagus, dapat juga terjadi. Akalasia sekunder mungkin terjadi pada penyakit Chagas, di sini
terjadi infeksi Trypanosoma cruzi, yang menyebabkan destruksi pleksus mienterik, kegagalan
relaksasi LES dan dilatasi esofagus. Penyakit Chagas dapat juga memberi efek pada pleksus
mienterik duodenum kolon dan ureter. Penyakit yang menyerupai akalasia, dapat disebabkan
oleh neuropati autonom pada diabetes, kelainan infiltratif seperti keganasan, amiloidosis atau
sarkoidosis dan lesi nukleus motorik dorsal yang mungkin terjadi pada polio atau ablasi bedah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa esophagus adalah sebuah tabung berotot yang panjangnya
20-25 cm, diatas dimulai dari faring, sampai pintu masuk kardiak lambung. Terletak dibelakang
trakea dan didepan tulang punggung. Setelah melalui toraks,  menembus diafragma, masuk
kedalam abdomen, dan menyambung dengan lambung. Fungsi utama esofagus adalah
menghantarkan makanan dan faring kelambung dan pergerakannya disusun khusus untuk fungsi
ini. Lalu terdapat kelainan yang bisa dialami esofagus contohnya seperti akalasia.

Referensi :

Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 9th ed. Jakarta: EGC; 2014

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL . Buku ajar patologi. 9th ed. Jakarta: EGC; 2015.
FISIOLOGI USUS HALUS

Nama : Baiq Meisy Arum Anjani


NIM : 019.06.0017
Kelas :B
Dosen : dr. Kadek Dwi Pramana, MBiomed SpPD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2020
FISIOLOGI USUS HALUS
Essay ini dibuat dengan tujuan agar mahasiswa kedokteran memahami mengenai materi
mengenai dari fisiologi dari usus halus itu sendiri, yang dimana essay ini juga berfungsi sebagai
pengulangan pemahaman materi yang telah diberikan dosen agar mahasiswa kedokteran
terhindar dari kekeliruan dan dapat mengaplikasikan dengan baik terhadap kehidupan sehari –
hari.

Usus halus adalah tempat sebagian besar pencernaan dan penyerapan berlangsung. Tidak
terjadi pencernaan lebih lanjut setelah isi lumen mengalir melewati usus halus, dan tidak terjadi
penyerapan nutrien lebih lanjut, meskipun usus besar menyerap sejumlah kecil garam dan air.
Usus halus terletak bergelung di dalam rongga abdomen, terbentang antara lambung dan usus
besar. Usus halus dibagi menjadi tiga segmen duodenum, jejunum, dan ileum.

Mukosa yang melapisi bagian dalam usus halus dapat beradaptasi dengan baik untuk
fungsi absorptifnya karena dua alas an yaitu mukosa ini memiliki luas permukaan yang sangat
besar, dan sel-sel epitel di lapisan ini memiliki beragam mekanisme transpor khusus. Selama
proses penyerapan, bahan-bahan yang tercerna masuk ke anyaman kapiler atau lakteal sentral.
Agar dapat diserap, bahan harus menembus sel epitel, berdifusi melalui cairan interstisium di
dalam inti jaringan ikat vilus, dan kemudian menembus dinding pembuluh kapiler atau limfe.

Absorpsi Karbohidrat, Karbohidrat makanan disajikan ke usus halus untuk diserap


terutama dalam bentuk disakarida maltosa, sukrosa, dan laktosa (dan dalam jumlah yang lebih
sedikit dalam bentuk polisakarida pendek dekstrin α-limit). Disakaridase yang terletak di
membran brush border sel epitel usus meneruskan penguraian disakarida ini menjadi unit-unit
monosakarida yang dapat diserap, yaitu glukosa (sebagian besar), galaktosa, dan fruktosa.
Enterosit yang terletak pada vili usus halus mengandung empat enzim (laktase, sukrase, maltase,
dan a-dekstrinase), yang mampu memecahkan disakarida laktosa, sukrosa, dan maltosa,
ditambah polimer-polimer glukosa kecil lainnya menjadi unsur monosakarida. Enzim-enzim ini
terletak di dalam enterosit yang melapisi brush border mikrovili usus, sehingga disakarida
dicernakan saat berkontak dengan enterosit ini. Laktosa terurai menjadi satu molekul galaktosa
dan satu molekul glukosa. Sukrosa terurai menjadi satu molekul fruktosa dan satu molekul
glukosa. Maltosa dan polimer-polimer glukosa kecil lainnya semua terurai menjadi molekul-
molekul glukosa. Jadi, produk akhir dari pencernaan karbohidrat semuanya adalah
monosakarida. Seluruh monosakarida tersebut larut air dan diserap dengan segera ke dalam
darah portal.

Absorbsi pencernaan karbohidrat pada usus halus melalui mekanisme sebagai berikut
yaitu polisakarida makanan, tepung dan glikogen, diubah menjadi disakarida maltasa melalui
kerja amilase liur dan pancreas. Maltase dan disakarida makanan laktosa dan sukrosa masing-
masing diubah menjadi bentuk monosakaridanya oleh disakaridase (maltaso, laktase, dan
sukraseasomaltase) yang terletak di brush border sel epitel usus halus. Monosakarida glukosa
dan galaktosa diabsorpsi ke dalam sel epitel oleh transpor aktif dependen-energi dan Na+
(melalui simporter SGLT) yang terletak di membran luminal. Monosakarida fruktosa memasuki
sel dengan difusi pasif terfasilitasi melalui GLUT-5. Glukosa, galaktosa, dan fruktosa keluar sel
di membran basal oleh difusi pasif terfasilitasi melalui GLUT-2. Monosakarida-monosakarida ini
memasuki darah oleh difusi pasif.

Absorpsi Protein, protein dari makanan maupun protein endogen (di dalam tubuh) yang
masuk ke lumen saluran cerna, dicerna dan diserap oleh enzim pencernaan, yang semuanya
adalah protein, yang disekresikan ke dalam lumen. Protein di dalam sel yang terdorong hingga
lepas dari vilus ke dalam lumen selarna proses pergantian mukosa. Sejumlah kecil protein
plasma yang normalnya bocor dari kapiler ke dalam lumen saluran cerna.kemudian tahap
terakhir pencernaan protein di dalam lumen usus dicapai oleh enterosit yang melapisi vili usus
halus, terutama di dalam duodenum dan jejunum. Sel-sel ini memiliki suatu brush border yang
mengandung beratus-ratus mikrovili yang menonjol dari permukaan masing-masing sel. Pada
membran sel masing-masing mikrovili ini terdapat banyak peptidase yang menonjol keluar
melalui membran, tempat peptidase berkontak dengan cairan usus. Dua jenis enzim peptidase
yang sangat penting adalah, aminopolipeptidase dan beberapa dipeptidase. Enzim-enzim tersebut
bertugas mengurai sisa polipeptida-polipeptida yang besar menjadi bentuk tripeptida dan
dipeptida serta beberapa menjadi asam-asam amino. Baik asam amino ditambah dipeptida dan
tripeptida dengan mudah ditranspor melalui membran mikrovili ke bagian dalam enterosit.

Absorpsi lemak merupakan penyerapan lemak berbeda dengan penyerapan karbohidrat


dan protein karena sifat tak-larut lemak dalam air. Lemak dicerna untuk membentuk
monogliserida dan asam lemak bebas, kedua produk akhir pencernaan ini pertama-tama akan
larut dalam gugus pusat lipid dari misel empedu. Oleh karena dimensi molekulernya, misel
hanya berdiameter 3 sampai 6 nanometer, dan juga karena muatan luarnya yang sangat tinggi,
zat-zat ini dapat larut dalam kimus. Dalam bentuk ini, monogliserida dan asam lemak bebas
ditranspor ke permukaan mikrovili brush border sel usus dan kemudian menembus ke dalam
ceruk di antara mikrovili yang bergerak dengan kuat. Di sini, keduanya baik monogliserida dan
asam lemak segera berdifusi keluar misel dan masuk ke bagian dalam sel epitel yang dapat
terjadi karena lipid juga larut dalam membran sel epitel. Proses ini meninggalkan misel empedu
tetap di dalam kimus, yang selanjutnya akan melakukan fungsinya berkali-kali untuk membantu
mengabsorbsi lebih banyak monogliserida dan asam lemak lagi. Misel melakukan fungsi
"pengangkutan" yang sangat penting untuk absorpsi lemak. Adanya misel empedu dalam jumlah
yang sangat banyak, menyebabkan lebih kurang 97 persen lemak diabsorbsi, bila tidak ada misel
empedu, normalnya hanya 40 sampai 50 persen lemak yang dapat diabsorbsi.

Setelah memasuki sel epitel, asam lemak dan monogliserida diambil oleh retikulum
endoplasma halus sel, di sini, asam lemak dan monogliserida tersebut terutama digunakan untuk
membentuk trigliserida baru yang selanjutnya dilepaskan dalam bentuk kilomikron melalui
bagian basal sel epitel, mengalir ke atas melalui duktus limfe torasikus dan masuk ke dalam
aliran darah. Lemak makanan dalam bentuk globulus lemak besar yang terdiri dari trigliserida
diemulsifikasi oleh kerja deterjen garam-garam empedu menjadi suspensi butiran-butiran halus
lemak. Emulsi lemak ini mencegah menggumpalnya butiran-butiran lemak sehingga
meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk lipase pancreas. Lipase menghidrolisis
trigliserida menjadi monogliserida dan asam lemak bebas. Absorbsi pencernaan lemak pada usus
halus melalui mekanisme sebagai berikut yaitu produk-produk tak-larut air ini dibawa ke
permukaan luminal sel epitel usus halus dalam misel yang larut-air, yang terbeniuk oleh garam
empedu dan konstiuen-konstituen empedu lainnya. Ketika misel mendekati permukaan epitel
absorptif, monogliserida dan asam lemak meninggalkan misel dan secara pasif berdifusi
menembus dua lapis lemak membran luminal. Monogliserida dan asam lemak bebas diresintesis
menjadi trigliserida di dalam sel epitel. Trigliserida-trigliserida ini menyatu dan dibungkus oleh
suatu lapisan lipoprotein dan retikulum endoplasma untuk membentuk kilomikron yang larut air.
Kilomikron dikeluarkan melalul membran basal sel oleh eksositosis. Kilomikron tidak dapat
menembus membran basal kapiler darah sehingga kilomikron masuk ke pembuluh limfe, yaitu
lakteal sentral.

Absorpsi besi, besi dan kalsium dalam makanan tidak diserap seluruhnya karena
penyerapan keduanya berada di bawah regulasi, bergantung pada kebutuhan tubuh terhadap
elektrolit. Dalam keadaan normal, hanya sejumlah kalsium dan besi yang diperlukan yang
diserap ke dalam darah untuk mempertahankan homeostasis elektrolit, dengan kuantitas yang
lebih banyak hilang dalam feses. Besi esensial berfungsi untuk pembentukan hemoglobin.
Asupan besi normalnya adalah 15 hingga 20 mg perhari, tetapi pria biasanya menyerap 0,5
hingga 1 mgl/hari ke dalam darah, dan wanita menyerap sedikit lebih banyak, pada 1,0 hingga
1,5 mg hari (wanita memerlukan lebih banyak besi karena mereka secara berkala kehilangan besi
melalui darah haid). Penyerapan besi ke dalam darah melibatkan dua langkah utama: (1)
penyerapan besi dari lumen ke dalam sel epitel usus halus dan (2) penyerapan besi dari sel epitel
ke dalam darah.

Besi secara aktif dipindahkan dari lurnen ke dalam sel epitel. Tingkat penyerapan besi
yang dimakan oleh sel epitel bergantung pada jenis besi yang dikonsumsi. Besi diet terdapat
dalam dua bentuk: besi heme, tempat besi terikat sebagai bagian dari kelompok heme yang
terdapat di hemoglobin, dan terdapat dalam daging, dan besi anorganik, yang ada pada tanaman.
Heme diet diserap dengan lebih efisien daripada besi anorganik. Besi anorganik diet terutama
terdapat dalam bentuk teroksidasi Fe3+ (feri), tetapi bentuk besi yang tereduksi (Fe2+) diserap
lebih mudah. Absorbsi pencernaan zat besi (Fe) pada usus halus melalui mekanisme sebagai
berikut yang pertama hanya sebagian besi yang ditelan yang berada dalam bentuk yang dapat
diserep, baik besi heme maupun besi fero (Fe2+). Besi diabsorpsi menembus mebran lummal sel
epitel usus oleh pembawa heme dan Fe2+ yang dependen energi yang berbeda. Kedua besi
dalam diet yang diserap ke dalam sel epitel usus halus dan segera dibutuhkan untuk poduksi sel
darah merah d pindahkan ke dalam darah oleh transporter besi membran, yaitu feraportin. Ketiga
di darah, besi yang diserap diangkut ke sumsum tulang dalam bentuk terikat ke transferin, yaitu
suatu pembawa protein plasma. Keempay besi dalam makanan yang diserap yang tidak segera
digunakan disimpan di sel epitel sebagai feritin, yang tidak dapat dipindahkan ke dalam darah.
Kelima besi yang tidak digunakan ni keluar di tinja sewaktu sel-sel epitel yang mengandung
feritin tersebut terlepas. Lalu terakhir besi dalam makanan yang tidak diserap juga akan keluar
melalui tinja.

Absorpsi Kalsium, ion kalsium secara aktif diabsorbsi ke dalam darah terutama dari
duodenum, dan jumlah absorpsi ion kalsium dikontrol sangat tepat untuk memenuhi kebutuhan
harian tubuh terhadap kalsium. Satu faktor penting yang mengontrol absorpsi kalsium adalah
hormon paratiroid yang disekresi oleh kelenjar paratiroid, dan yang lain adalah vitamin D.
Hormon paratiroid mengaktifkan vitamin D, dan vitamin D yang teraktivasi selanjutnya akan
sangat meningkatkan absorpsi kalsium.

Absorpsi air terjadi secara osmosis, air ditranspor melalui membran usus seluruhnya
melalui proses difusi. Selanjutnya, difusi ini mengikuti hukum osmosis yang biasa. Oleh karena
itu, bila kimus cukup encer, air diabsorbsi melalui mukosa usus ke dalam darah vili hampir
seluruhnya melalui osmosis. Sebaliknya, air juga dapat ditranspor ke arah yang berlawanan dari
plasma ke dalam kimus. Keadaan ini terutama terjadi bila larutan hiperosmotik dilepaskan dari
lambung masuk ke dalam duodenum. Dalam beberapa menit, sejumlah air akan dihantarkan
melalui osmosis untuk membuat kimus isosmotik dengan plasma.

Obstruksi duktus pancreas impaksi dari batu empedu ataupun kotoran bilier, atau
kompresi ekstrinsik pada sistem duktus oleh massa yang menyumbat aliran duktus, akan
meningkatkan tekanan intraduktus, dan menyebabkan akumulasi dari cairan interstisial yang
kaya akan enzim. Dan karena lipase disekresikan dalam bentuk aktif, maka nekrosis lemak lokal
dapat terjadi. Jaringan yang cedera, miofibroblas periasinar, dan leukosit kemudian melepaskan
sitokin proinflamasi yang menyebabkan inflamasi lokal dan edema interstisial lewat kebocoran
mikrovaskular. Edema kemudian menyebabkan gangguan pada aliran darah lokal, menyebabkan
insufisiensi vaskular dan jejas iskemik pada sel asinus.
Referensi :

Guyton and Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penerbit : Kedokteran EGC

Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL . Buku ajar patologi. 9th ed. Jakarta: EGC; 2015.

Anda mungkin juga menyukai