Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Makanan yang kita konsumsi setiap hari akan dicerna oleh sistem di dalam
tubuh. Sistem ini terdiri dari beberapa organ yang saling berhubungan
membentuk sistem yang dinamakan sistem pencernaan. Sistem pencernaan
atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem
organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan
sisa proses tersebut dari tubuh menjadi vese yang keluar melalui anus.
Contohnya saja ileum. Ileum adalah ti-tik akhir dari usus halus dan meluas ke
usus besar. ileum memiliki kehadiran villi pada dinding otot mereka yang
memberi mereka luas permukaan ekstra karena akan meningkatkan lingkup
penyerapan nutrisi. Setelah diserap, sisa dari misel itu kemudian akan dibawa
ke usus besar dengan bantuan serat. Serat makanan merupakan komponen
penting untuk fungsi salurnacerna. Beragam efek yang ditimbulkannya ini
berhubungan dengan fakta bahwa serat terdiri dari beragam komponen yang
masing-masing memiliki karakteristik berbeda.
Contoh gejala terganggunya sistem pencernaan akibat kurangnya serat
adalah konstipasi. Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi
(buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang
jarang, jumlah feses (kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan kering. Semua
orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat
gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat
dan kemungkinan sebab lain. Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat,
kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah
lebih dari tiga hari berturut-turut.

1 |BAB MENGERAS
1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui struktur anatomi dari usus besar

2. Untuk menegathui perkembangan embriologi dari usus besar

3. Untuk mngetahui struktur histologi dari usus besar

4. Untuk mengetahui mekanisme fisiologis dari usus besar

5. Untuk mengetahui proses defekasi dan konstipasi

1.3 Manfaat

1. Agar mahasiswa mengetahui struktur anatomi dari usus besar

2. Agar mahasiswa menegathui perkembangan embriologi dari usus besar

3. Agar mahasiswa mngetahui struktur histologi dari usus besar

4. Agar mahasiswa mengetahui mekanisme fisiologis dari usus besar

5. Agar mahasiswa mengetahui proses defekasi dan konstipasi

2 |BAB MENGERAS
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Hari / Tanggal Sesi 1 : Senin, 9 Juli 2018

Hari / Tanggal Sesi 2 : Rabu, 11 Juli 2018

Tutor : Dr. H. Achmad Aminuddin

Moderator : Winda Dwi Astuti

Sekretaris : Nadhe Melliana Putri

2.2 Skenario

BAB MENGERAS

Seorang mahasiswa kedokteran usia 25 tahun datang ke klinik swasta


dengan keluhan buang air besar terasa sulit dan keras sejak 2 hari yang lalu.
Mahasiswa tersebut juga mengeluh mulas sebelum buang air besar dan harus
mengedan saat BAB. Riwayat di keluarganya sering terjadi keluhan serupa.
Kebiasaan makanan di rumahnya yaitu nasi dan lauk pauk serta jarang
mengkonsumsi sayur dan buah.

2.3 Pembahasan LBM

I. Klarifikasi Istilah

Mulas : bisa disebut nyeri istilah umum yang menggambarkan


ketidaknyamanan di perut bagian atas sperti diremas-remas.

3 |BAB MENGERAS
Mengedan : mengadakan tekanan di dl tubuh bagian bawah (perut) spt ketika
hendak buang air besar, akan melahirkan anak ( KBBI)

BAB : defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk
membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari
sistem pencernaan mahkluk hidup (koes iriantp. 2007)

II. Identifikasi Masalah

1. Apa saja faktor yang mempengaruhi defekasi?


2. Apa yang menyebabkan rasa mulas sebelum BAB?
3. Apa saja kandungan dalam feses?

III. Brainstorming

1. Apa saja faktor yang mempengaruhi defekasi?


 Usia. Setiap usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi
yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol
secara penuh dalam buang air besar, sedangkan orang dewasa
sudah memiliki kemampuan mengontrol secara penuh, kemudian
pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami
penurunan.
 Diet. Jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses
defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat
membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsi
pun dapat memengaruhi.
 Asupan Cairan. Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh
membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena, proses absorpsi air
yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.
 Aktivitas. Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena
melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat
membantu kelancaran proses defekasi. Hal ini kemudian membuat
proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik.

4 |BAB MENGERAS
 Pengobatan. Pengobatan juga dapat mempengaruhinya proses
defekasi, seperti penggunaaan laksantif atau antasida yang terlalu
sering. Kedua jenis tersebut dapat melunakkan feses dan
meningkatkan peristaltik usus. Penggunaan lama menyebabkan
usus besar kehilangan tonus otonya dan menjadi kurang responsif
terhadap stimulus yang diberikan oleh laksantif.
 Gaya hidup. Kebiasaan atau gya hidup dapat mempengaruhi
defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya
hidup sehat atau kebiasaan melakukan buang air besar di tempat
yang bersih atau toilet, ketika seseorang tersebut buang air besar di
tempat yang terbuka atau tempat yang kotor, maka ia akan
mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
 Penyakit. Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi,
biasanya penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsug dengan
sistem pencernaan, seperti gastroenteritis atau penyakit infeksi
lainya.
 Nyeri. Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau
keinginan untuk defekasi, seperti nyeri pada kasus hemorroid dan
episiotomi.
 Kerusakan sensoris dan motoris. Kerusakan pada sistem sensoris
dan motoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena dapat
menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam
melakukan defekasi. Hal tersebut dapat diakibatkan karena
kerusakan pada tulang belakang atau kerusakan sarf lainnya.

2. Apa yang menyebabkan rasa mulas sebelum BAB?


Setelah makanan melalui proses yang cukup panjang dari
Mulut,kemudian melewati esophagus, lalu masuk ke Lambung sampai
akhirnya dilakukan penyerapan zat-zat di Usus besar, makanan yang
merupkan sisa dari pencernaan tersebut kemudian masuk ke Usus
Besar. Pada Usus Besar ada bagian yang membesar (ampulla) yang
5 |BAB MENGERAS
menjadi tempat penampungan tinja sementara. Saat Ampulla telah
penuh Otot-otot pada dinding Usus Besar akan memberikan
rangsangan untuk mengeluarkan tinja keluar tubuh yang dipengaruhi
oleh saraf yang ada pada dinding Usus Besar. Pada saat itulah tubuh
akan memperoleh sinyal berupa perut kita yang terasa mulas yang itu
tandanya berarti sisa makanan hasil pencernaan dalam tubuh kita harus
segera dibuang. Selama Buang air besar, otot dada, diafragma, otot
dinding abdomen, dan diafragma pelvis menekan saluran cerna.
Pernapasan juga terhenti sejenak ketika paru-paru menekan diafragma
dada ke bawah untuk memberi terkanan pada tinja.
Selain itu penyebab terjadinya mulas adalah karena gerakan peristaltic
pada usus besar yang mengakibatkan rasa nyeri pada bagian perut.
Karena tekanan yang lebih besar pada kolon diakibatkan oleh tinja
yang sudah menumpuk. Maka dari itu sangat penting mengkonsumsi
sayur dan buah-buahan yang mengandung banyak serat karena serat
dapat membantu system pencernaan. Begitu enzim memecah makanan,
serat mengikat makanan dan toksin di usus dan membuat sampah pada
tubuh terus mengalir.

3. Apa saja kandungan dalam feses?


Normalnya feses terdiri atas tiga perempat air dan seperempat bahan-
bahan padat yang tersusun atas 30 persen bakteri mati, 10 sampai 20
persen lemak, 10 sampai 20 persen bahan anorganik, 2 sampai 3
persen protein, dan 30 persen serat-serat makanan yang tidak dicerna
dan unsur-unsur kering dari getah pencernaan, seperti pigmen empedu
dan sel-sel epitel yang terlepas. Warna cokelat feses disebabkan oleh
sterkobilin dan urobilin, yang berasal dari bilirubin. Bau feses terutama
disebabkan oleh produk kerja bakteri; produk ini bervariasi dari satu
orang ke orang lainnya, bergantung pada flora bakteri kolon masing-
masing orang dan pada jenis makanan yang dimakan. Produk yang

6 |BAB MENGERAS
benar-benar mengeluarkan bau meliputi indol, skatol, merkaptan, dan
hidrogen sulfide (Guyton dan Hall: 2016).

IV. Rangkuman Permasalahan

 Bagan

V. Learning Issues

1. Bagaimana anatomi usus besar?

2. Bagaimana embriologi usus besar?

3. Bagaimana histologi usus besar?

4. Bagaimana absorbsi dan sekresi di dalam usus besar?

5. Bagaimana mekanisme refleks defekasi?


6. Apa yang menyebabkan feses menjadi keras dan mekanisme konstipasi?

VI. Referensi
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Sekum
membentuk kantung buntu di bawah pertemuan antara usus halus dan usus
7 |BAB MENGERAS
besar di katup ileosekum. Tonjolan kecil seperti jari di dasar sekum adalah
apendiks, suatu jaringan limfoid yang mengandung limfosit. Kolon, yang
membentuk sebagian besar usus besar, tidak bergelung seperti usus halus
tetapi terdiri dari tiga bagian yang relatif lurus - kolon asendens, kolon
transversum, dan kolon desendens. Bagian terakhir kolon desendens
membentuk huruf S, membentuk kolon sigmoid (sigmoid artinya
"berbentuk S"), kemudian lurus untuk membentuk rektum (rektum artinya
"lurus").
Penyerapan telah diselesaikan di usus halus maka isi yang
disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tak tercerna
(misalnya selulosa), komponen empedu yang tidak diserap, dan cairan.
Kolon mengekstraksi HrO dan garam dari isi lumennya. Apa yang
terringgal dan akan dikeluarkan disebut feses (tinja). Fungsi utama usus
besar adalah untuk menyimpan tinja sebelum defekasi. Selulosa dan bahan
lain yang tak tercerna di dalam diet membentuk sebagian besar massa dan
karenanya membantu mempertahankan keteraturan buang air (Sherwood,
L: 2014).
Dalam keadaan normal katup ileosekum dalam keadaan yang
menutup sebagiann sehingga lewatnya kimus ke sekum biasanya
berlangsung lambat. Segera setelah makan refleks gastroileum
menguatkan peristaltic di ileum memaksa kimus masuk ke sekum.
Hormone gastrin juga melemaskan sfingter. Jika sekum teregang, derajat
kontraksi sifingter ileosekum meningkat. Gerakan pada kolon dimulai
ketika kimus melewati sfingter tersebut. Waktu makanan untuk masuk ke
kolon ditentukan oleh waktu pengosongan lambung.
Suatu gerakan khas usus besar adalah gerakan mengaduk haustra
(haustra churning). Dalam proses ini haustra tetap melemas dan menjadi
teregang karena disi, ketika peregangan mencapai ambang, dinding akan
berkontraksi dan memeras isi ke haustra berikutnya. Peristaltis juga terjadi
meski rendah. Jeis terakhir gerakan adalah peristaltis massal, gelombang

8 |BAB MENGERAS
peristaltic kuat yang dimulai disekitar pertengahan kolon transversum dan
mendorong isi kolon ke rectum (Tortora: 2016).

VII. Pembahasan Learning Issues

1. Bagaimana anatomi usus besar?


Secara garis besar, struktus anatomis usus besar dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu caecum, kolon, rektum, dan kanalis analis
(Seeley, 2004):

(Tortora, 2012)
 Caecum, pertemuan antara usus halus dan usus besar yaitu di ileocecal
junction. Terdapat sebuah tabung buntu kecil yang melekat pada
caecum dengan panjang sekitar 9 cm, yaitu appendiks vermiformis. Di
dinding appendiks vermiformis, terdapat banyak pembuluh limfe.
 Kolon, memiliki panjang sekitar 1,5-1,8 m. Terdiri atas empat bagian,
yaitu:

9 |BAB MENGERAS
 Kolon ascenden. Terbentang secara superior dari caecum dan
berakhir pada flexura coli dextra dekat dengan margin inferior
kanan hepar.
 Kolon transversum. Terbentang dari flexura coli dextra sampai
dengan flexura coli sinistra.
 Kolon descenden. Terbentang dari flexura coli sinistra sampai
dengan pembukaan superior pelvis major, yang kemudian
menjadi kolon sigmoid.
 Kolon sigmoid. Membentuk tabung huruf S yang terbentang
menuju ke pelvis dan berakhir di rektum.
 Rektum. Tabung muskular yang lurus yang dimulai dari batas akhir
kolon sigmoid dan berakhir di kanalis analis.
 Kanalis analis, dengan panjang sekitar 2-3 cm. Berawal dari bagian
akhir inferior rektum dan berakhir di anus.

2. Bagaimana embriologi usus besar?

Pada mudigah berusia 5 minggu, usus tengah digantung dari


dinding abdomen dorsal oleh mesenterium pendek dan berhubungan
dengan yolk sac melalui duktus vitelinus atau yolk stalk.
Perkembangan usus tengah ditandai oleh pemanjangan cepat usus dan

10 |BAB MENGERAS
mesenteriumnya, yang menghasilkan pembentukan lengkung usus
primer. Di puncaknya, lengkung usus tetap berhubungan langsung
dengan yolk sac melalui duktus vitelinus yang sempit. Bagian sefalik
dari lengkung berkembang menjadi bagian distal duo-denum, jejunum
dan sebagian ileum. Bagian kaudal menjadi bagian bawah ileum,
saekum, apendiks, kolon asendens, dan dua pertiga proksimal kolon
transversum (Sadler, 2011).

Selama minggu ke-10, lengkung usus yang mengalami herniasi


mulai kembali ke dalam rongga abdomen. Bagian proksimal jejunum,
bagian pertama yang masuk kembali ke rongga abdomen, menjadi
berada di sisi kiri. Lengkung usus yang masuk selanjutnya secara
bertahap terletak semakin ke kanan. Tunas saekum, yang muncul di
minggu keenam sebagai suatu pelebaran kecil berbentuk kerucut di
bagian kaudal lengkung usus primer, adalah bagian usus terakhir yang
masuk kembali ke rongga abdomen. Untuk sementara, bagian ini
terletak di kuadran kanan atas tepat di bawah lobus kanan hati. Dari
sini, bagian ini turun ke dalam fossa iliaka kanan, yang menempatkan
kolon asendens dan fleksura hepatika di sisi kanan rongga abdomen .
Selama proses ini, ujung distal tunas saekum membentuk divertikulum
yang sempit, apendiks . Karena apendiks berkembang selama turunnya
kolon, posisi akhirnya sering berada di posterior saekum atau kolon.
Posisi-posisi apendiks ini masing-masing disebut retrosaekum atau
retrokolon . Mesenterium lengkung usus primer, mesenterium propria,
mengalami perubahan mencolok seiring dengan perputaran dan
pembentukan kumparan usus. Sewaktu bagian kaudal lengkung
bergerak ke sisi kanan rongga abdomen, mesenterium dorsal terpuntir
mengelilingi pangkal arteri mesenterika superior . Selanjutnya,
sewaktu kolon bagian asenden dan desendens menempati posisi
definitifnya, mesenterium kedua kolon ini mene-kan peritoneum
dinding abdomen posterior . Sesudah menyatunya kedua lapisan ini,

11 |BAB MENGERAS
kolon asendens dan desendens secara permanen terletak di posisi
retroperitoneum. Namun, apendiks, ujung bawah saekum, dan kolon
sigmoideum, tetap mempertahankan mesenterium bebasnya .
Mesokolon transversum memiliki nasib yang berbeda. Mesokolon ini
menyatu dengan dinding posterior omentum mayus tetapi tetap
mempertahankan mobilitasnya. Garis perlekatannya pada akhirnya
membentang dari fleksura hepatika kolon asendens hingga fleksura
splenika kolon desendens . Mesenterium lengkung jejunoileum mula-
mula bersambungan dengan mesenterium kolon asendens. Sewaktu
mesenterium mesokolon asendens menyatu dengan dinding abdomen
posterior, mesenterium lengkung jejunoileum memperoleh garis
perlekatan baru yang membentang dari area tempat duodenum menjadi
intraperitoneum hingga tautan ileosaekum (Sadler, 2011).
Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon transversum,
kolon desendens, kolon sigmoideum, rektum dan bagian atas kanalis
analis. Endoderm usus belakang juga membentuk lapisan dalam pada
kandung kemih dan uretra. Pada akhir minggu ketujuh, membrana
kloakalis ruptur, sehingga terbentuk lubang anus untuk usus belakang
dan lubang ventral untuk sinus urogenitalis. Di antara keduanya, ujung
septum urorektale membentuk korpus perineale (badan perineum.
Bagian atas (dua pertiga) kanalis analis berasal dari endoderm usus
belakang; bagian bawah(sepertiga) berasal dari ektoderm di sekitar
proktodeum . Ektoderm di regio proktodeum di permukaan bagian
kloaka berproliferasi dan melakukan invaginasi untuk membuat celah
anus ). Selanjutnya, degenerasi membrana kloakalis (kini disebut
membran anus) membentuk kontinuitas di antara bagian atas dan
bawah kanalis analis. Karena bagian kaudal kanalis analis berasal dari
ektoderm, maka bagian ini disuplai oleh arteri rektalis inferior, cabang
dari arteri pudenda interna. Namun, bagian kranial kanalis analis
berasal dari endoderm sehingga disuplai oleh arteri rektalis superior
yang merupakan kelanjutan dari arteri mesenterika inferior, yaitu arteri
12 |BAB MENGERAS
usus belakang. Taut antara regio endoderm dan ektoderm di kanalis
analis ditandai oleh linea pektinata, tepat di bawah kolumna analis. Di
garis ini, epitel berubah dari epitel silindris menjadi epitel gepeng
berlapis (Sadler, 2011).

3. Bagaimana histologi usus besar?

Usus besar merupakan bagian terakhir saluran pencernaan. Saluran


ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu sekum, kolon dan rektum.
Gambar di atas merupakan usus besar bagian sekum. Usus besar dibagi
menjadi empat lapisan utama yaitu mukosa, submukosa, muskularis
dan adventisia.
Mukosa usus besar tidak memiliki vili, sehingga epitel
permukaannya tampak lebih rata dibanding yang ada pada usus kecil.
Kelenjar intestinal usus besar lebih panjang dan lebih rapat dibanding
pada usus halus. Epitel usus besar sama dengan usus halus, yaitu epitel
selapis silindris, tetapi memiliki sel goblet yang lebih banyak
dibanding pada usus halus. Lamina propria usus besar terdiri atas
jaringan ikat retikulum. Lapisan muskularis mukosa tersusun atas
13 |BAB MENGERAS
serat-serat otot polos. Submukosa usus besar tersusun atas jaringan ikat
longgar yang mengandung sejumlah lemak. Muskularis usus besar
memiliki struktur yang berbeda dari mukularis usus halus. Lapisan
sirkular sebelah dalam sempurna, tetapi lapisan longitudinal sebelah
luar membentuk tiga pita longitudinal gepeng yang disebut taenia koli
(tidak terihat pada gambar). Lapisan paling luar usus besar adalah
adventisia atau serosa. Serosa terdiri atas mesotelium dan jaringan ikat
subserosa.

4. Bagaimana absorbsi dan sekresi di dalam usus besar?

Kira-kira 1.500 ml kimus secara normal melewati katup ileosekal


ke dalam usus besar setiap harinya. Sebagian besar air dan elektrolit di
dalam kimus ini diabsorbsi di dalam kolon, biasanya meninggalkan
kurang dari 100 ml cairan untuk diekskresikan dalam feses. Juga, pada
dasarnya semua ion diabsorbsi, hanya meninggalkan 1 sampai 5 mEq
masing-masing ion natrium dan klorida untuk hilang dalam feses.
Sebagian besar absorpsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan
proksimal kolon, sehingga bagian ini dinamakan kolon pengabsorbsi,
sedangkan kolon bagian distal pada prinsipnya berfungsi sebagai
tempat penyimpanan feses sampai waktu yang tepat untuk ekskresi
feses dan oleh karena itu disebut kolon penyimpan.

Absorpsi dan Sekresi Elektrolit dan Air. Mukosa usus besar seperti
juga mukosa usus halus, mempunyai kemampuan absorpsi aktif
natrium yang tinggi, dan gradien potensial listrik yang diciptakan oleh
absorpsi natrium juga menyebabkan absorpsi klorida. Taut erat di
antara sel-sel epitel dan epitel usus besar jauh lebih erat daripada taut
erat di usus halus. Keadaan tersebut mencegah difusi kembali ion
dalam jumlah bermakna melalui taut ini, sehingga memungkinkan
mukosa usus besar untuk mengabsorbsi ion natrium jauh lebih
sempurna yaitu, melawan gradien konsentrasi yang jauh lebih tinggi

14 |BAB MENGERAS
dari pada yang terjadi di usus halus. Hal ini terutama terjadi saat
terdapat sejumlah besar aldosteron karena aldosterone sangat
meningkatkan kemampuan transpor natrium. Selain itu, seperti yang
berlangsung di bagian distal usus halus, mukosa usus besar menyekresi
ion bikarbonat sementara secara bersamaan mengabsorbsi ion klorida
dalam jumlah yang sama dalam proses transpor pertukaran yang telah
dijelaskan sebelumnya. Bikarbonat membantu menetralisasi produk
akhir asam dan kerja bakteri di dalam usus besar. Absorpsi ion natrium
dan klorida menciptakan gradient osmotik di sepanjang mukosa usus
besar, yang kemudian menyebabkan absorpsi air. Kemampuan
Absorpsi Maksimal Usus Besar. Usus besar dapat mengabsorbsi
maksimal 5 sampai 8 L cairan dan elektrolit setiap hari. Bila jumlah
total cairan yang masuk usus besar melalui katup ileosekal atau
melalui sekresi usus besar melebihi jumlah ini, kelebihan cairan akan
muncul dalam feses sebagai diare. Seperti yang sudah ditulis lebih
awal pada bab ini, toksin kolera atau infeksi bakteri tertentu lainnya
sering menyebabkan kripta pada ileum terminalis dan usus besar
menyekresikan 10 L atau lebih cairan setiap harinya, menimbulkan
diare berat dan sering mematikan. Kerja Bakteri dalam Kolon. Banyak
bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada
kolon pengabsorpsi. Bakteri-bakteri ini mampu mencerna sejumlah
kecil selulosa, dengan cara ini menyediakan beberapa kalori nutrisi
tambahan untuk tubuh. Pada hewan-hewan herbivora, sumber energi
ini sangat berarti, walaupun hal ini tidak penting pada manusia.

Kerja Bakteri dalam Kolon. Banyak bakteri, khususnya basil


kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon pengabsorpsi.
Bakteri-bakteri ini mampu mencerna sejumlah kecil selulosa, dengan
cara ini menyediakan beberapa kalori nutrisi tambahan untuk tubuh.
Pada hewan-hewan herbivora, sumber energi ini sangat berarti,
walaupun hal ini tidak penting pada manusia. Zat-zat lain yang

15 |BAB MENGERAS
terbentuk sebagai akibat aktivitas bakteri adalah vitamin K, vitamin
B12, tiamin, riboflavin, dan bermacam-macam gas yang menyebabkan
flatus di dalam kolon, khususnya karbon dioksida, gas hidrogen, dan
metan. Vitamin K yang dibentuk oleh bakteri sangat penting karena
jumlah vitamin ini dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari
normalnya kurang untuk mempertahankan koagulasi darah yang
adekuat (Guyton dan Hall: 2016).

5. Bagaimana mekanisme refleks defekasi?

Reflex defekasi diawali ketika reflex gastrokoion mendorong isi


kolon sampai ke dalam rectum. Di mulai ketika adanya feces di coclon
sigmoideum, saat jumlah feces sudah melebihi batas kapasitas
penyimpanan di kolon sigmoideum maka feces akan terdorong ke
rectum sehingga rectum yang terisi oleh feces akan menimbulkan rasa
ingin buang air besar, dimana dinding rectum mempunyai reseptor
regang yang di sarafi oleh serabut visceral sensorik parasimpatis
segmen sacral 2-4. Kemudian rangsangan yang diterima dari reseptor
regang menjalar melalui saraf-saraf kemudian masuk ke cornu
posterior medulla spinalis dan naik menuju otak untuk di proses
apakah defekasi akan di tahan atau di teruskan. Ketika otak
memutuskan untuk melaksanakan proses defekasi, maka impuls akan
turun ke cornu anterior medulla spinalis menuju :
 N.phrenikus, untuk menstimulasi fiksasi diafragma
 Nn.thoracales , yang berhubungan untuk mengkontraksikan
otot-otot abdomen
 N.facialis (VII), untuk merangsang pengkontraksian otot-otot
wajah pada saan mengedan
 N.vagus (X) , untuk merangsang penutupan epiglottis
 N.splanchnicus pelvicus, yang membawa impuls pesan untuk
mengurangi kontraksi M.sphincter ani internus dan membuat

16 |BAB MENGERAS
gerakan peristaltic yang lebih kuat di rectum agar feces dapat
lebih cepat keluar
 N.pudendus, yang mengirim impuls untuk mengurangi
kontraksi M.sphincter ani eksternum dan M.levator ani agar
otot tersebut berelaksasi sehingga feces di keluarkan melalui
canalis analis.
Penutupan epiglotis dan kontraksi otot-otot dinding abdomen berfungsi
untuk meningkatkan tekanan intra abdominal sehingga mendukung
pengeluaran feces. Selanjutnay feces di keluarkan melalui canalis
analis menonjol melalui anus mendahului massa feces. Pada akhir
proses defekasi, tunika mukosa kembali ke canalis analis serta
penarikan ke atas oleh M.puborectalis (bagian dari M.levator ani).
Kemudian lumen canalis analis yang kosong di tutup oleh kontraksi
tonik M.sphingcter ani. (Lauralee Sherwood. 2014)

6. Apa yang menyebabkan feses menjadi keras dan mekanisme


konstipasi?

 Penyebab Feses Mengeras


Ada beberapa alasan kenapa BAB keras dan sembelit bisa terjadi. Saat
makanan ditelan dan masuk ke dalam perut, makanan akan mengalami
beberapa tahap proses pencernaan makanan. Salah satunya saat berada
di dalam kolon (usus besar), cairan yang terkandung dalam makanan
yang telah dicerna akan diserap dan berubah bentuk menjadi ampas
yang akan dibuang (feses normal). Sehingga makin lama berada di
dalam kolon, maka tinja akan menjadi semakin keras dan kering.

Ada beberapa keadaan yang menjadi faktor resiko kenapa BAB keras
dan sembelit atau konstipasi bisa terjadi antara lain karena Pemasukan
cairan yang kurang dalam tubuh yang membuat defekaksi menjadi
keras. Oleh karena proses absorbsi air yang kurang menyebabkan
kesulitan proses defekasi. Diet, pola, atau jenis makanan yang

17 |BAB MENGERAS
dikomsumsi juga dapat mempengaruhi dari proses defekasi. Makanan
yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses
percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsi pun
mempengaruhinya ( Uliyah, dkk, 2008 ).

 Mekanisme Konstipasi

Konstipasi adalah suatu gejala bukan penyakit. Konstipasi biasa


disebut sembelit atau susah buang air besar yaitu suatu keadaan yang
ditandai oleh perubahan konsistensi feses menjadi keras, ukuran besar,
penurunan frekuensi atau kesulitan defekasi (Eva, 2015). Konstipasi
banyak terjadi di masyarakat umum pada kelompok remaja dan dewasa
awal.

Untuk mengetahui bagaimana terjadinya konstipasi, perlu diingat


kembali bagaimana mekanisme kerja kolon. Saat makanan masuk ke
dalam kolon, kolon akan menyerap air dan membentuk bahan buangan
sisa makanan, atau tinja. Kontraksi otot kolon akan mendorong tinja
ini ke arah rektum. ketika mencapai rektum, tinja akan berbentuk padat
karena sebagian besar airnya telah diserap. Tinja yang keras dan kering
pada konstipasi terjadi akibat kolon menyerap terlalu anyak air. Hal ini
terjadi karena kontraksi otot kolon terlalu perlahan-lahan dan malas,
menyebabkan tinja bergerak ke arah kolon terlalu lama.

Konstipasi umumnya terjadi karena kelainan pada transit dalam kolon


atau pada fungsi anorektal sebagai akibat dari gangguan motilitas
primer, penggunaan obat obat tertentu atau berkaitan dengan sejumlah
besar penyakit sistemik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal.
Konstipasi dapat timbul dari adanya defek pengisian maupun
pengosongan rektum. Pengisian rektum yang tidak sempurna terjadi
bila peristaltik kolon tidak efektif (misalnya, pada kasus hipotiroidisme
atau pemakaian opium, dan bila ada obstruksi usus besar yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau karena penyakit hirschprung).
18 |BAB MENGERAS
Statis tinja di kolon menyebabkan proses pengeringan tinja yang
berlebihan dan kegagalan untuk memulai reflek dari rektum yang
normalnya akan memicu evakuasi. Pengosongan rektum melalui
evakuasi spontan tergantung pada reflek defekasi yang dicetuskan oleh
reseptor tekanan pada otot-otot rektum, serabut-serabut aferen dan
eferen dari tulang belakang bagian sakrum atau otot-otot perut dan
dasar panggul. Kelainan pada relaksasi sfingter ani juga bisa
menyebabkan retensi tinja. Konstipasi cenderung menetap dengan
sendirinya, apapun penyebabnya. Tinja yang besar dan keras di dalam
rektum menjadi sulit dan bahkan sakit bila dikeluarkan, jadi lebih
sering terjadi retensi dan terbentuklah suatu lingkaran setan. Distensi
rektum dan kolon mengurangi sensitifitas refleks defekasi dan
efektivitas peristaltik. Akhirnya, cairan dari kolon proksimal dapat
menapis disekitar tinja yang keras dan keluar dari rektum tanpa terasa.
Gerakan usus yang tidak disengaja (encopresis) mungkin keliru dengan
diare.

Sebagaimana diketahui, fungsi kolon di antaranya melakukan absorpsi


cairan elektrolit, zat-zat organik misalnya glukose dan air, hal ini
berjalan terus sampai di kolon descendens. Pada seseorang yang
mengalami konstipasi, sebagai akibat dari absorpsi cairan yang terus
berlangsung, maka tinja akan menjadi lebih padat dan mengeras. Tinja
yang keras dan padat menyebabkan makin susahnya defekasi, sehingga
akan menimbulkan haemorrhoid. Sisa-sisa protein di dalam makanan
biasanya dipecahkan di dalam kolon dalam bentuk indol, skatol, fenol,
kresol dan hydrogen sulfide. Sehingga akan memberikan bau yang
khas pada tinja. Pada konstipasi juga akan terjadi absorpsi zat-zat
tersebut terutama indol dan skatol, sehingga akan terjadi intestinal
toksemia.

19 |BAB MENGERAS
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rectum. Tiga atau empat
kali sehari, umumnya setelah makan, terjadi peningkatan mencolok motilitas saat
segmen-segmen besar kolon asenden dan transversum berkontraksi secara
simultan, mendorong tinja sepertiga hingga tiga perempat panjang kolon dalam
beberapa detik. Kontraksi masif ini, yang secara tepat dinamai pergerakan massa.
Ketika pergerakan massa di kolon mendorong tinja ke dalam rektum, peregangan
yang terjadi di rektum merangsang reseptor regang di dinding rektum, memicu
refleks defekasi. Proses defekasi terjadi secara volunter dan involunter. Jika
defekasi ditunda terlalu lama, dapat terjadi konstipasi yaitu ketika isi kolon
tertahan lebih lama daripada normal, H2O yang diserap dari tinja meningkat
sehingga tinja menjadi kering dan keras.

20 |BAB MENGERAS

Anda mungkin juga menyukai