Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia merupakan seseorang yang berusia 60 tahun. Menjadi tua

ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai

kemunduran yang terjadi penurunan kemampuan-kemampuan kognitif

seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruangan,

tempat, serta tidak mudah menerima hal atau ide baru. adapun

kemunduran lainnya yang dialami lansia yaitu kemunduran fisik antara

lain kulit mulai mengendur, timbul keriput rambut beruban gigi mulai

ompong, pendengaran,penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan

menjadi lamban (Facrul Ridwan 2016).

Menurut WHO di kawasan Asia Tenggara populasi lansia sekitar

8% atau 142 juta jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan populasi lansia

meningkat tiga kali lipat dari tahun ini. Pada 2010 jumlah lansia

24,000,000 (9,77%) dari total populasi sedangkan tahun 2020

diperkirakan jumlah lansia mencapai 28,800,000 (11,34%) dari total

populasi. Tahun 2016 Indonesia memiliki 22,6 juta lansia atau 8,75%

penduduk dengan umur tengah 28 tahun. Di perkirakan pada tahun 2030

jumlah itu akan naik menjadi 41 juta orang atau 13,82 persen penduduk

dengan umur tengah 32 tahun (Badan Pusat Statistik, 2018).

Menurut data BPS Sumbar jumlah penduduk di Sumatera Barat

5,48 juta jiwadan dari jumlah tersebut 510,100 orang adalah penduduk
lansia. Sedangkan berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Padang

tahun 2018 didapatkan cakupan lansia sebanyak 86,164 orang. (BPS dan

Profil Dinas Kesehatan Kota Padang, 2018).

Semakin bertambahnya usia berpengaruh terhadap penurunan

dari periode tidur. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada

lansia seperti penyakit, stress psikologis, obat, nutrisi, lingkungan,

motivasi, gaya hidup dan latihan (senam). Kemampuan fisik menurun

karena kemampuan organ dalam tubuh yang menurun, seperti jantung,

paruparu dan ginjal. Penurunan kemampuan organ mengakibatkan daya

tahan tubuh dan kekebalan tubuh turut berpengaruh. Menjadi tua ditandai

dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat dari kemunduran yang

terjadi adalah kemampuan kemampuan kognitif seperti suka lupa,

kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah

menerima hal/ide baru. Respon psikis berupa kecemasan merupakan

reaksi emosional pasien yang sering muncul. Hal ini sebagai respon

antisipasi pasien terhadap suatu pengalaman yang dianggap sebagai suatu

ancaman terhadap peran dalam kehidupan pasien, integritas tubuh dan

bahkan kehidupannya (Yurintika, Sabrian, & Dewi, 2015).

Seiring dengan penurunan fungsi tubuh dalam kaitannya dengan

fisiologi tidur, jumlah kebutuhan tidur lansia mengalami penurunan.

Semakin tua usia seseorang maka semakin sedikit jumlah jam tidur yang

dibutuhkan. Jumlah jam tidur yang dibutuhkan sesorang yang berusia di

atas 60 tahun adalah 6 jam per hari. seseorsng lanjut usia akan
membutuhkan waktu lebih lama untuk memulai tidur dan memiliki

waktu lebih sedikit untuk tidur yang nyenyak.

Menurut data dari WHO (World Health Organization) kurang

lebih 18% penduduk dunia pernah mengalami gangguan sulit tidur dan

meningkat setiap tahunnya dengan keluhan yang sedemikian hebat

sehingga menyebabkan tekanan jiwa bagi penderitanya. Pada saat ini

diperkirakan 1 dari 3 orang mengalami insomnia. Nilai ini cukup tinggi

jika dibandingkan dengan penyakit lainnya. Prevalensi insomnia di

Indonesia sekitar 10%. Artinya kurang lebih 28 juta dari total 238 juta

penduduk Indonesia menderita insomnia (Wahyuningsih,A., Kurniawati,

2018).

Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur,

seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur,

frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan

tidur. Kualitas tidur pada lansia mengalami perubahan yaitu tidur REM

mulai memendek. Penurunan progresif pada tahap NREM 3 dan 4 dan

hampir tidak memiliki tahap 4. Kualitas tidur yang buruk dapat

menyebabkan seseorang absen dari pekerjaannya dan peningkatan risiko

untuk gangguan kejiwaan termasuk depresi. Gangguan tidur juga dikenal

sebagai penyebab morbiditas yang signifikan. Ada beberapa dampak

buruk terhadap kesehatan karena dapat menyebabkan kerentanan

terhadap penyakit , sters, gangguan mood, kurang fresh, menurnnya


kemampuan berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan membuat

keputusan (Cahyono, 2016).

Upaya-upaya untuk mempertahankan kesehatan lansia baik yang

bersifat perawatan, pengobatan, pola hidup sehat, diantaranya senam

lansia (FemeliaYurintika, 2015). Aktivitas olahraga akan membantu

tubuh lanjut usia agar tetap bugar dan segar, karena senam lanjut usia ini

mampu melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja secara

optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas di dalam tubuh.

senam lansia juga dapat merangsang peningkatan aktivitas HPA Axis dan

meningkatkan transport O2 ke seluruh tubuh. Berdasarkan hasil

penelitian Taat Sumedi 2010 senam lansia mampu menurunkan skala

insomnia pada lansia untuk meninkatkan kualitas tidur lansia

(Wahyuningsih,A., Kurniawati, 2018).

Senam mampu mengembalikan posisi dan kelenturan sistem saraf

dan aliran darah. Senam mampu memaksimalkan supply oksigen ke otak,

mampu menjaga sistem kesegaran tubuh serta sistem pembuangan energi

negatif dari dalam tubuh. Senam lansia merupakan kombinasi dari

gerakan otot dan teknik pernafasan. Teknik pernapasan yang dilakukan

secara sadar dan menggunakan diafragma, memungkinkan abdomen

terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Teknik pernapasan

tersebut mampu memberikan pijatan pada jantung yang menguntungkan

akibat naik turunnya diafragma, membuka sumbatan-sumbatan dan

memperlancar aliran darah ke jantung serta meningkatkan aliran darah ke


seluruh tubuh. Senam lansia merangsang penurunan aktifitas saraf

simpatis dan peningkatan aktifitas saraf para simpatis yang berpengaruh

pada penurunan hormon adrenalin, norepinefrin dan katekolamin serta

vasodilatasi pada pembuluh darah yang mengakibatkan transport oksigen

ke seluruh tubuh terutama otak lancar sehingga dapat menurunkan

tekanan darah dan nadi menjadi normal. Pada kondisi ini akan

meningkatkan relaksasi lansia. Selain itu sekresi melatonin yang optimal

dan pengaruh beta endhorphin dan membantu peningkatan pemenuhan

kebutuhan tidur lansia (Cahyono, 2016).

Senam merupakan gerakan nada yang teratur dan terarah serta

terencana yang dilakukan secara kelompok dengan tujuan untuk

meningkatkan kemampuan fungsional tubuh salah satu jenis senam yang

dilakukan yaitu senam aerobic low impact. Senam aerobik low impact

merupakan salah satu pilihan terapi non-farmakologi yang dapat

digunakan karena dapat mengaktivasi Hipothalamic Pituitary Adrenal

axis (HPA axis) untuk melepaskan β-endorfin dan enkefalin sehingga

dapat memberikan efek relaksasi bagi lansia. Senam aerobik low impact

juga dapat merangsang sintesis serotonin dan aktivasi saraf para simpatik

untuk menurunkan katekolamin, epinefrin, dan norepinefrin sehingga

lansia dapat lebih mudah untuk memulai tidur dan membantu

peningkatan kualitas pemenuhan kebutuhan tidur lansia. aktivitas

olahraga ini akan membantu tubuh tetap bugar dan segar karena melatih

tubuh tetap kuat dan mendorong jantung bekerja optimal. Program


latihan aerobik intensitas sedang ini juga dapat dilakukan untuk

meningkatkan fungsi kognitif dan kesehatan terkait dengan kualitas

hidup lansia yang tinggal di komunitas Cina orang dengan gangguan

kognitif ringan (Song & Yu, 2019).

Berdasarkan Hasil Penelitian Facrur Ridwan,dkk (2016) dari

sebanyak 32 lansia di Puskesmas Andongsari Kecamatan Ambulu

Jember diketahui memiliki kualitas tidur yang buruk dengan jumlah 16

responden. dan kualitas tidur yang sangat buruk sebanyak 7 responden,

sedangkan kualitas tidur yang baik sebanyak 9 responden. Dan hasil

penelitian Fandi Ramadhan (2017) yang mengatakan terdapat jumlah

total lansia sebanyak 47 orang yang mana semuanya adalah perempuan,

sedangkan lansia yang mengalami masalah kualitas tidur yang buruk

yaitu sebanyak 30 orang. Jumlah lansia di seluruh puskesmas kota

padang yang terbanyak yaitu di Puskesmas Andalas dengan jumlah 7882

orang dan jumlah kunjungan ke puskesmas andalas 300 orang sedangkan

di Puskesmas Lubuk Buaya sebanyak 6790 orang dengan kunjungan ke

puskesmas 334 orang.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada

tanggal 03 Maret 2020 di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya

Padang, terdapat 10 kelompok lansia yang aktif melakukan senam

dengan jumlah keseluruhan lansia 284 lansia. hasil wawancara dengan 10

orang lansia, yang tidak melakukan olahraga sebanyak 5 orang,

diantaranya 3 orang mengeluhkan kualitas tidur yang buruk. Dan yang


melakukan senam lansia tanpa jadwal sebanyak 5 orang, diantaranya 2

orang mengatakan masih sulit untuk mendapatkan tidur yang berkualitas.

Lansia yang mempunyai kualitas tidur yang buruk yaitu mengeluh tidak

bisa tidur, sering terbangun 3 sampai 5 kali pada malam hari dan ketika

terbangun tengah malam sulit untuk tidur kembali, dan sering mengantuk

pada siang hari.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti akan melakukan

penelitian tentang “Pengaruh Senam Aerobic Low Impact terhadap

Kualitas Tidur pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya

padang 2020.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka disusun rumusan

permasalahan sebagai berikut “apakah terdapat pengaruh antara senam

aerobic low impact terhadap kualitas tidur pada lansia di wilayah kerja

puskesmas Lubuk Buaya Padang tahun 2020”?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk diketahuinya

pengaruh senam aerobic low impact terhadap kualitas tidur pada lansia

di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya PadangTahun 2020.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahui rata-rata kualitas tidur pada lansia sebelum dilakukan

senam di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang Tahun

2020.

b. Diketahui rata-rata kualitas tidur pada lansia sesudah dilakukan

senam di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang Tahun

2020.

c. Diketahui perbedaan kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah

dilakukan senam di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya Tahun

2020.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Institusi Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

bagi petugas institusi kesehatan dalam memberikan terapi yang

efektif untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia.

2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu

referensi baik bagi pembaca maupun untuk penelitian dengan

variabel yang sama.

3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan sumber

informasi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan

keefektifan senam lansia dalam meningkatkan kualitas tidur pada

lansia.
4. Manfaat Bagi Lansia

Penelitian ini dapat memberikan motivasi bagi lansia dalam

melakukan senam secara rutin untuk memperbaiki kualitas

tidurnya.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas pengaruh senam aerobic low impact

terhadap kualitas tidur lansia di puskesmas Lubuk Buaya Padang Tahun

2020. Jenis penelitian quasi eksperiment dengan pendekatan one group

pretest-posttest without control group design. Variabel independen (Terapi

senam aerobic low impact) dan variabel dependen (kualitas tidur).

Penelitian telah dilakukan di Puskesmas Lubuk Buaya Padang pada bulan

Januari – Juli 2020. Populasi pada penelitian ini seluruh Lansia yang

mengikuti senam lansia yang berjumlah 200 orang dengan 32 sampel

dengan teknik purposive sampling. Analisa data yang digunakan analisa

univariat dan bivariat.pengolahan data dilakukan dengan uji wilcoxon.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia

1. Pengertian Lansia

Menurut WHO dan Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 ayat 2 mengatakan bahwa

usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60

tahun (Nugroho, W, 2010).

Lanjut usia mempunyai karakteristik sosial masyarakat dengan

ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi,

pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi

lamban, serta terjadinya penimbunan lemak di perut dan pinggul. Ada

tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek

ekonomi, dan aspek sosial. Dimana aspek sosial salah satu aspek yang

berperan penting dalam kesehatan lansia (Maryam, et.,al, 2012).

2. Batasan Lanjut Usia

Umur yang menjadi patokan untuk lanjut usia, pada umumnya

berkisaran antara 60-65 tahun. Berikut ini pendapat para ahli tentang

beberapa batasan umur :

a) Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1

Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang

mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.


b) Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi

menjadi empat kriteria berikut :

1 usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun,

2 lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun,

3 lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun,

4 usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

c) Menurut Dra. Ny. Jos Masdani lanjut usia merupakan kelanjutan

dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagimenjadi empat bagian

yaitu :

1 Fase iuventus, antara usia25-40 tahun.

2 Fase verilitas, antara usia 40-50 tahun.

3 Fase praesenium, antara usia 55-65 tahun.

4 Fase senium, antara usia 65 tahun hingga tutup usia.

d) Menurut Prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, SpKJ, lanjut usia

dikelompokan sebagai berikut :

1 usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu 18/20-

25 tahun.

2 usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas

(usia 25-60/65 tahun).

3 lanjut usia (geriatric age) (usia lebih dari 65/70

tahun), terbagi :

 usia 70-75 tahun (young old)

 usia 75-80 tahun (old)

 usia lebih dari 80 tahun (very old)


3. Masalah yang Sering Dihadapi oleh Lansia

dari perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia timbulah

masalah atau penyakit pada lansia, yaitu :

a) Mudah Jatuh

jatuh pada lansia merupakan masalah yang sering terjadi

yang penyebabnya multi-faktor baik itu faktor intrinsik maupun

dari dalam diri lanjut usia seperti gangguan gaya berjalan,

kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi dan pusing.

untuk faktor ekstrinsik seperti lantai licin dan tidak rata, tersandung

benda. sekitar 30-50% dari populasi lanjut usia (yang berusia 65

tahun) keatas mengalami jatuh setiap tahunnya, dan separoh dari

angka tersebut mengalami jatuh berulang (Nugroho,2014).

b) Mudah lelah

hal ini dapat disebabkan oleh faktor biologis seperti

keletihan, perasaan bosan, atau depresi. gangguan organis misalnya

seperti anemia, kurang vitamin, gangguan pencernaan, perubahan

pada tulang, gangguan ginjal dan uremia dan gangguan sistem

peredaran darah dan jantung. pengaruh obat misalnya obat

penenang, obat jantung, dan obat yang melelahkan daya kerja otot

(Nugroho,2014).

c) gangguan kardiovaskular
ada beberapa macam gangguan kardiovaskular seperti nyeri

dada, sesak nafas pada kerja fisik, palpitasi,edema kaki, nyeri atau

ketidaknyamanan, nyeri sendi pinggul, kesemutan pada anggota

badan serta keluhan pusing (Nugroho,2014).

d) berat badan menurun

berat badan ini menurun disebabkan pada umumnya oleh

nafsu makan menurun karena kurang adanya gairah hidup atau

kelesuan, adanya penyakit kronis, gangguan pada saluran

pencernaan sehingga penyerapan makanan terganggu, serta faktor

sosio-ekonomis (pensiun) (Nugroho,2014).

e) gangguan eliminasi

sering mengompol tanpa disadari (inkontinensia urine)

merupakan salah satu keluhan utama pada lanjut usia.

inkontinensia adalah pengeluaran urin atau feses tanpa disadari

dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan

masalah gangguan kesehatan atau sosial. inkontinensia urine dapat

terjadi karena ada faktor pencetus yang mengakibatkan perubahan

pada organ berkemih akibat proses menua, seperti infeksi saluran

kemih, obat-obatan, kepikunan, kesulitan bergerak(Nugroho,2014).

f) gangguan ketajaman penglihatan

gangguan ini dapat disebabkan oleh presbiopi, kelainan

lensa mata (refleksi lensa mata berkurng), kekeruhan pada lansia


(katarak), tekanan dalam mata (intra-okuler), retina terjadi

degenerasi, dan radang saraf mata (Nugroho,2014)

g) gangguan pendengaran

gangguan pendengaran pada lanjut usia merupakan keadaan

yang menyertai proses manua. ganggan pendengaran yang utama

yaitu hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekuensi

tinggi, yang merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan

lanjut usia bersifat simetris, dengan perjalanan yang progresif

lambat (Nugroho,2014).

h) gangguan tidur

Irwin Feinberg mengatakan bahwa sejak meninggalkan

masa remaja, kebutuhan tidur seseorang relative tetap. Luce dan

Segar juga mengatakan bahwa faktor usia merupakan faktor

terpenting yang berpengaruh terhadap kualitas tidur. keluhan

kualitas tidur seiring dengan bertambahnya usia (Nugroho,2014) .

i) mudah gatal

hal ini terjadi disebabkan oleh kelainan kulit (kering,

degeneratif atau eczema kulit), penyakit sistemik (diabetes

mellitus, gagal ginjal, penyakit hati, alergi dll) (Nugroho,2014).

B. Konsep Tidur

1. Pengertian Tidur

Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi

berulang-ulang selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005). Tidur


merupakan dua keadaan yang bertolak belakang dimana tubuh

beristirahat secara tenang dan aktivitas metabolisme juga menurun

namun pada saat itu juga otak sedang bekerja lebih keras selama

periode bermimpi dibandingkan dengan ketika beraktivitas di siang

hari. Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini tidur

diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental emosional, fisiologis

dan kesehatan (Famelia Yurika,dkk 2015)

2. Siklus Tidur

Selama tidur pada malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam,

REM dan NREM terjadi berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila

seseorang kurang cukup mengalami REM, maka esok harinya ia akan

menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat

mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika

NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit.

3. Manfaat Tidur

Kozier (2004) mengatakan bahwa tidur memberikan efek

fisiologis pada sistem saraf dan struktur tubuh. Tidur NREM

merupakan bagian dari fungsi perbaikan tubuh yaitu waktu yang

diperlukan tubuh untuk membangun kembali sumber-sumber yang

dibutuhkan. Tidur berperan dalam mengurangi kelelahan,

menyeimbangkan suasana hati, meningkatkan aliran darah ke otak,

meningkatkan sistensi protein, memelihara mekanisme perlawanan

terhadap penyakit (sistem imun), memacu perkembangan dan


perbaikan seluler, dan meningkatkan kemampuan belajar dan

menyimpan memori (Timby, 2009). Seseorang yang tidak mengalami

tidur cukup biasanya menjadi mudah tersinggung, memiliki

konsentrasi yang buruk, dan sulit mengambil keputusan.

4. Kualitas Tidur

kualitas tidur merupakan salah satu aspek penting yang

mempengaruhi kualitas hidup lansia yang terdiri dari aspek kuantitatif

seperti kualitas tidur subjektif dan gangguan tidur. Pada lanjut usia

waktu tidur semakin berkurang. Kualitas tidur sangatlah

mempengaruhi kualitas hidup seseorang, menentukan umur seseorang,

dan berdampak pada kehidupan manusia. Tidur yang baik adalah tidur

yang berkualitas baik dan membuat seseorang terbangun dengan

kondisi sehat dan fresh (Cahyono, 2016).

Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk

mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur

REM dan NREM yang pantas (Khasanah, 2012). Kualitas tidur yang

buruk telah dikaitkan dengan kesehatan yang buruk. Kualitas tidur

yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan

energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain,

memiliki kualitas tidur baik sangat penting untuk hidup sehat semua

orang (FemeliaYurintika, 2015).


5 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

a) Usia

Faktor usia sangat mempengaruhi kualitas tidur lansia.

Perubahan kualitas tidur pada lansia yang berkaitan dengan usia

disebabkan adanya peningkatan waktu yang mengganggu tidur dan

pengurangan tidur tahap 3 dan 4 NREM. Orang yang berusia lebih

dari 60 tahun sering menyampaikan keluhan gangguan tidur, terutama

masalah kurang tidur. Usia memiliki pengaruh terhadap kualitas tidur

seseorang yang dikaitkan dengan penyakit yangdialami dan

kesehatan yang buruk.

b) Penyakit

Faktor penyakit dan nyeri yang diderita oleh lansia merupakan

faktor penting yang dapat mempengaruhi kualitas tidur lansia. Hal ini

dikarenakan setiap penyakit yang menyebabkan nyeri,

ketidaknyamanan fisik, atau masalah suasana hati dapat menyebabkan

masalah tidur seperti kesulitan tidur atau kesulitan untuk tetap tertidur

c) Faktor Psikologi
Stres yang berkepanjangan paling sering menjadi penyebab dari

insomnia kronis. Tingkat tuntutan yang tinggi atau keinginan yang

tidak tercapai, hingga berita-berita kegagalan sering memicu

terjadinya insomnia.

d) Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada di sekitar

manusia yang bersifat tidak bernyawa, misalnya kelembaban

udara, suhu, angin, rumah, dan benda mati lainnya. Lingkungan

fisik tersebut berinteraksi secara konstan dengan manusia

sepanjang waktu dan memegang peranan penting dalam proses

terjadinya penyakit atau kondisi kesehatan tertentu di masyarakat

(Chandra, 2008). Lingkungan tempat lanisa tidur berpengaruh

penting terhadap kemampuan untuk tertidur dan tetap tertidur

(Potter & Perry, 2005).

e) Gaya Hidup
Gaya hidup yang tidak sehat juga dapat memicu munculnya

insomnia. Kebiasaan mengonsumsi alkohol, rokok, kopi (kafein),

jam kerja yang tidak teratur juga dapat menjadi faktor penyebab

sulit tidur. Sebisa mungkin hindari mengonsumsi alkohol, rokok,

kopi, dan beberapa makanan atau minuman yang mengandung

kafein. Semuanya berfungsi untuk membuat badan tetap terjaga

sepanjang malam. Akibatnya, tidur akan sulit didapatkan.

f) Tidur Siang Berlebihan


Banyak orang terbiasa dengan tidur siang setiap harinya. Akan

tetapi, ada banyak orang yang tidak beraturan dalam tidur. Tidur

siang secara berlebihan akan mengakibatkan kesulitan untuk dapat

tertidur di malam hari.


6 Pengukuran Kualitas Tidur

The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan

instrumen yang umum digunakan untuk mengukur aspek tidur. PSQI

adalah instrumen efektif yang digunakan untuk mengukur kualitas

tidur dan pola tidur orang dewasa maupun lansia. PSQI dikembangkan

untuk mengukur dan membedakan individu dengan kualitas tidur yang

baik dan kualitas tidur yang buruk. Kualitas tidur merupakan

fenomena yang kompleks dan melibatkan beberapa dimensi yang

seluruhnya tercakup dalam PSQI yang terdiri dari 19 pertanyaan yang

diberi nilai dan dijawab oleh individu itu sendiri. Terdapat 7

komponen dalam penilaian kualitas tidur pada kuesioner ini, setiap

komponen memiliki rentang nilai 0-3. Terdapat 7 komponen penilaian

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yaitu :

a) kualitas tidur secara subjektif

kualitas tidur secara subjektif merupakan penilaian subjektif

seseorang terhadap kualitas tidur seseorang apakah baik atau

buruk.

b) latensi tidur

latensi tidur merupakan waktu yang diperlukan lansia untuk

dapat memulai tidur dan frekuensi kemampuan tidur dalam

waktu 30 menit.
c) durasi tidur

durasi tidur merupakan waktu yang dihabiskan lansia untuk

tidur perharinya. Kebutuhan tidur setiap umur berbeda-beda

dimana kebutuhan tidur untuk lansia (>60 tahun) berjumlah 7-

8 jam.

d) efisiensi tidur

efisiensi tidur merupakan rasio presentase antara jumlah total

jam tidur dibagi jumlah jam yang dihabiskan ditempat tidur.

e) gangguan tidur

Gangguan ketika tidur meliputi tidak mampu tertidur selama

30 menit sejak berbaring, terbangun di malam hari karena

dingin, panas, nyeri, ke kamar mandi, sulit bernapas, batuk/

mendengkur, mimpi buruk, dan hal-hal lainnya. Penggunaan

obat tidur

f) Terganggunya aktivitas di siang hari

Komponen ini mencakup kantuk di siang hari dan seberapa

sering mengalami kesukaran berkonsentrasi ke pekerjaan.

7 Penatalaksanaan tidur

Langkah yang dilakukan untuk mencegah insomnia yaitu ada

secara farmkologi dan nonfarmakologi yang dilakukan untuk terapi

gangguan tidur baik primer maupun sekunder.

a. Farmakologi
Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap merupakan

pilihan utama untuk mengatasi insomnia baik primer maupun

sekunder. Kloralhidrat dapat pula bermanfaat dan cenderung tidak

disalahgunakan. Antihistamin, prekursor protein seperti l-triptofan

yang saat ini tersedia dalam bentuk suplemen juga dapat digunakan

Penggunaan jangka panjang obat hipnotik tidak dianjurkan. Obat

hipnotik hendaklah digunakan dalam waktu terbatas atau untuk

mengatasi insomnia jangka pendek. Dosis harus kecil dan durasi

pemberian harus singkat.

Benzodiazepin dapat direkomendasikan untuk dua atau tiga

hari dan dapat diulang tidak lebih dari tiga kali. Penggunaan jangka

panjang dapat menimbulkan masalah tidur atau dapat menutupi

penyakit yang mendasari. Penggunaan benzodiazepin harus hati-hati

pada pasien penyakit paru obstruktif kronik, obesitas, gangguan

jantung dengan hipoventilasi Benzodiazepin dapat mengganggu

ventilasi pada apnea tidur. Efek samping berupa penurunan kognitif

dan terjatuh akibat gangguan koordinasi motorik sering ditemukan.

Oleh karena itu, penggunaan benzodiazepin pada lansia harus hatihati

dan dosisnya serendah mungkin. Benzodiazepin dengan waktu paruh

pendek (triazolam dan zolpidem) merupakan obat pilihan untuk

membantu orangorang yang sulit masuk tidur. Sebaliknya, obat yang

waktu paruhnya panjang (estazolam, temazepam, dan lorazepam)

berguna untuk penderita yang mengalami interupsi tidur.


Benzodiazepin yang kerjanya lebih panjang dapat

memperbaiki anksietas di siang hari dan insomnia di malam hari

Triazolam tidak menyebabkan gangguan respirasi pada pasien COPD

ringan-sedang yang mengalami insomnia. Neuroleptik dapat

digunakan untuk insomnia sekunder terhadap delirium pada lansia.

Dosis rendah-sedang benzodiazepin seperti lorazepam digunakan

untuk memperkuat efek neuroleptik terhadap tidur. Antidepresan yang

bersifat sedatif seperti trazodone dapat diberikan bersamaan dengan

benzodiazepin pada awal malam. Antidepresan kadang-kadang dapat

memperburuk gangguan gerakan terkait tidur (RLS) 2 .

Mirtazapine merupakan antidepresan baru golongan

noradrenergic and specific serotonin antidepressant (NaSSA). Ia dapat

memperpendek onset tidur, stadium 1 berkurang, dan meningkatkan

dalamnya tidur. Latensi REM, total waktu tidur, kontinuitas tidur,

serta efisiensi tidur meningkat pada pemberian mirtazapine. Obat ini

efektif untuk penderita depresi dengan insomnia tidur 12. Tidak

dianjurkan menggunakan imipramin, desipramin, dan monoamin

oksidase inhibitor pada lansia karena dapat menstimulasi insomnia.

Lithium dapat menganggu kontinuitas tidur akibat efek

samping poliuria. Khloralhidrat dan barbiturat jarang digunakan

karena cenderung menekan pernafasan. Antihistamin dan

difenhidramin bermanfaat untuk beberapa pasien tapi penggunaannya

harus hati-hati karena dapat menginduksi delirium Melatonin


merupakan hormon yang disekresikan oleh glandula pineal. Ia

berperan mengatur siklus tidur. Efek hipnotiknya terlihat pada pasien

gangguan tidur primer. Ia juga memperbaiki tidur pada penderita

depresi mayor 13,14. Melatonin juga dapat memperbaiki tidur, tanpa

efek samping, pada lansia dengan insomnia15. Melatonin dapat

ditambahkan ke dalam makanan (Cermin Dunia Kedokteran).

b. Non Farmakologi

1. Terapi relaksasi

Terapi relaksasi dan biofeedback Terapi ini harus

dilakukan dan dipelajari dengan baik. Menghipnosis diri

sendiri, relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam

sehingga terjadi keadaan relaks cukup efektif untuk

memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan yang

cukup dan serius. Biofeedback yaitu memberikan

umpan-balik perubahan fisiologik yang terjadi setelah

relaksasi. Umpan balik ini dapat meningkatkan

kesadaran diri pasien tentang perbaikan yang didapat.

Teknik ini dapat dikombinasi dengan higene tidur dan

terapi pengontrolon tidur.

2. Higene tidur

Memberikan lingkungan dan kondisi yang

kondusif untuk tidur merupakan syarat mutlak untuk

gangguan tidur. Jadual tidur-bangun dan latihan fisik


sehari-hari yang teratur perlu dipertahankan. Kamar tidur

dijauhkan dari suasana tidak nyaman. Penderita diminta

menghindari latihan fisik berat sebelum tidur. Tempat

tidur jangan dijadikan tempat untuk menumpahkan

kemarahan. Perubahan kebiasaan, sikap, dan lingkungan

ini efektif untuk memperbaiki tidur. Edukasi tentang

higene tidur merupakan intervensi efektif yang tidak

memerlukan biaya.

3. Terapi pengontrolan stimulus

Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus

masalah yang sering dikaitkan dengan kesulitan memulai

atau jatuh tidur. Terapi ini membantu mengurangi faktor

primer dan reaktif yang sering ditemukan pada insomnia.

Ada beberapa instruksi yang harus diikuti oleh penderita

insomnia:

a. Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk.

b. Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

c. Jangan menonton TV, membaca, makan, dan

menelpon di tempat tidur.

d. Jangan berbaring-baring di tempat tidur karena

bisa bertambah frustrasi jika tidak bisa tidur.

e. Jika tidak bisa tidur (setelah beberapa menit)

harus bangun, pergi ke ruang lain, kerjakan


sesuatu yang tidak membuat terjaga, masuk

kamar tidur setelah kantuk datang kembali.

f. Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa

menghiraukan waktu tidur, total tidur, atau hari

(misalnya hari Minggu).

g. Menghindari tidur di siang hari.

h. Jangan menggunakan stimulansia (kopi, rokok,

dll) dalam 4-6 jam sebelum tidur.

Hasil terapi ini jarang terlihat pada beberapa bulan

pertama. Bila kebiasaan ini terus dipraktikkan, gangguan

tidur akan berkurang baik frekuensinya maupun

beratnya.

4. Sleep Restriction

Therapy Membatasi waktu di tempat tidur dapat

membantu mengkonsolidasikan tidur . Terapi ini

bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur

tanpa bisa tertidur. Misalnya, bila pasien mengatakan

bahwa ia hanya tertidur lima jam dari delapan jam waktu

yang dihabiskannya di tempat tidur, waktu di tempat

tidurnya harus dikurangi. Tidur di siang hari harus

dihindari. Lansia dibolehkan tidur sejenak di siang hari

yaitu sekitar 30 menit. Bila efisiensi tidur pasien

mencapai 85% (rata-rata setelah lima hari), waktu di


tempat tidurnya boleh ditambah 15 menit. Terapi

pembatasan tidur, secara berangsurangsur, dapat

mengurangi frekuensi dan durasi terbangun di malam

hari.

5. Olahraga (Senam Lansia)

Olahraga yang mudah dilakukan lansia yaitun

bersifat low impact dan sesuai dengan fisik pada lansia.

Senam lansia merupakan gabungan gerakan otot dan

teknik pernapasan. Teknik pernapasan dilakukan secara

sadar dan memungkinkan dada terangkat penuh. Teknik

tersebut dapat memperlancar aliran darah dan

meningkatkan aliran darah ke otak. Sekresi melatonin

menjadi optimal sehingga dapat membantu peningkatan

kualitas tidur pada lansia. Beberapa jenis senam lansia

yang sering dilakukan di Indonesia adalah senam lansia

Menpora, senam lansia Tera, SKJ Lansia, dan senam

Osteoporosis, dan senam aerobic low impact.

C. Konsep Senam Lansia

1. Pengertian senam

Senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan

terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang

dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga.

Senam lansia ini dirancang secara khusus untuk melatih bagian-bagian


tubuh seperti pinggang, kaki, serta tangan agar mendapatkan

peregangan bagi para lanjut usia, namun dengan gerakan yang tidak

berlebihan. Jika diperhatikan, senam lanjut usia tidak membuat

pesertanya banyak bergerak seperti olahraga aerobik, tujuannya adalah

agar stamina dan energi para lanjut usia tidak terkuras habis. Waktu

olahraga yang baik untuk bersenam adalah pagi hari karena udara

masih sejuk, menyegarkan, bersih, belum tercemar dengan debu,

bising, dan lain-lain. Lokasi yang baik untuk berolah raga adalah di

tempat terbuka (Kemenkes, 2010).

2. Macam-Macam Senam Lansia

a. Senam Aerobic Low Impact

Senam aerobik low impact merupakan salah satu pilihan

terapi nonfarmakologi yang dapat digunakan karena dapat

mengaktivasi Hipothalamic Pituitary Adrenal axis (HPA axis)

untuk melepaskan β-endorfin dan enkefalin sehingga dapat

memberikan efek relaksasi bagi lansia. Senam aerobik low

impact juga dapat merangsang sintesis serotonin dan aktivasi

saraf parasimpatik untuk menurunkan katekolamin, epinefrin,

dan norepinefrin sehingga lansia dapat lebih mudah untuk

memulai tidur

b. Senam Yoga

Yoga dapat meningkatkan kebugaran dan kesehatan secara

keseluruhan. Olahraga ini memungkinkan Anda melakukan


berbagai postur tertentu dan berlatih pernapasan. Yoga juga

membantu melatih kekuatan, keseimbangan, dan fleksibilitas

tubuh serta bermanfaat dalam memperbaiki mood. manfaat

senam yoga yaitu Membantu menyelaraskan tulang

belakang, meningkatkan fleksibilitas tubuh, memperkuat

otot dan jaringan ikat, meningkatkan sistem saraf,

meningkatkan kekuatan mental serta , membantu

menstabilkan emosi

3. Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur

Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif untuk tidur

merupakan syarat mutlak untuk gangguan tidur. Jadwal tidur-bangun

dan latihan fisik sehari-hari yang teratur perlu dipertahankan dan

suasana tidur dijauhkan dari suasana tidak nyaman. Keluhan utama

pada lansia sebenarnya adalah banyak terbangun pada dini hari

dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Perburukan yang terjadi

adalah perubahan waktu dan konsolidasi yang menyebabkan gangguan

kualitas tidur pada lansia (Amir, 2007).

Terapi non farmakologis untuk meningkatkan kualitas tidur

lansia adalah dengan olahraga senam lansia. Senam lansia ini sangat

baik untuk system saraf tubuh dan sistem peredaran darah.

membiasakan diri untuk berolahraga ringan setiap hari itu sangat baik

untuk membantu kita agar dapat tidur yang nyenyak.


D. Kerangka Teori
Lansia

masalah yang sering dihadapi lansia :


a. mudah jatuh
b. mudah lelah
c. gangguan kardiovaskuler
d. gangguan pancra indra

e. Gangguan tidur
(Nugroho,2014)
Faktor yang mempengaruhi :

1. Usia

2. Penyakit

3. Faktor psikologis
penatalaksanaan
4. Lingkungan fisik
1. Farmakologi
5. Gaya hidup
obat-obatan seperti benzodiazepine,
6. Tidur siang berlebihan
estazolam

2. non farmakologi

a. Terapi relaksasi

b. Higene tidur

c. Terapi pengontrolan stimulus Jenis senam lansia


d. Olahraga/senam lansia 1. Senam Yoga
)
2. Senam Aerobic Low
(Nurmiati Amir)
. Impact
E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan

mengeneralisasikan suatu pengertian. Konsep tidak dapat diukur dan

diamati secara langsung. Agar dapat diamati dan didapat ukur maka

konsep tersebut harus dijabarkan ke dalam variabel-variabel (Notoatmodj,

2012)

Dalam penelitian ini, karakteristik yang menjadi variabel dependen

adalah kualitas tidur, sedangkan variabel independennya adalah terapi

senam lansia.

Pretest Intervensi Postest

Memberikan Terapi

Senam Aerobic Low

Impact Pada Lansia

Kualitas Tidur Pada Lansia Kualitas Tidur Pada Lansia

Sebelum Dilakukan Senam Sesudah Dilakukan Senam

Aerobic Low Impact Aerobic Low Impact

Bagan 2.2 Kerangka Konsep senam aerobic low impact terhadap kualitas

tidur lansia
F. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah variabel-variabel yang diteliti diberi

batasan untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap

variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau

alat ukur (Notoatmodjo, 2012).

Tabel 2.3 Defenisi Operasional dari Variabel Independen dan Dependen

No Variabel Defenisi Alat Cara Hasil Skala


Operasional Ukur Ukur Ukur Ukur

1 Variabel Kualitas tidur Kuisio Wawancara Skor Rasio


Dependen adalah suatu ner rata-rata
keadaan dan 0-57
Kualitas kepuasan tidur
tidur yang ditandai
dengan
merasakan
tidurnya cukup
atau tidak
2 Variabel adanya Pemberian
Independen masalah. senam Kualitas
aerobic low tidur
Senam impact pada
aerobic low Pemberian terhadap lansia
impact terapi terhadap kualitas tidur sebelum
kualitas tidur lansia selama dan
lansia tentang 30 menit sesudah
senam aerobic selama 3 hari diberikan
low impact senam
aerobic
low
impact
G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah sebuah jawaban sementara dari pertanyaan

penelitian yang dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel

yaitu variabel bebas dan variabel terikat (Notoatmodjo, 2012). Hipotesis

juga dapat dsebut dengan dugaan sementara, ada dua kemungkinan

jawaban yang disimbolkan dengan H untuk melihat apakah ada pengaruh

antara variabel pengaruh atau dipengaruhi (Donsu, 2016).

Hipotesis pada penelitian ini yaitu :

Ha : Ada pengaruh senam aerobic low impact terhadap kualitas tidur pada

lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang Tahun 2020.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis dan metode Penelitian ini menggunakan quasi eksperiment

dengan pendekatan one group pretest-posttest without control group

design. Penelitian ini dilakukan pengukuran kualitas tidur sebanyak dua

kali yaitu pengukuran yang dilakukan sebelum senam lansia (pretest) dan

pengukuran setelah dilakukan senam lansia (posttest) (Notoadmodjo,

2010).

Desain penelitian dapat dilihat pada tabel


:

Pretest Intervensi Posttest

O1 X O2

Keterangan :

O1: Pengukuran Pengetahuan Pertama

O2: Pengukuran Pengetahuan Kedua

X : Pemberian Terapi Senam Aerobic Low Impact Pada Lansia


B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah seluruh objek ataupun subyek yang memiliki

kualitas serta karakteristik tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti

sebelumnya (donsu, 2016). Populasi pada penelitian ini yaitu semua

lansia yang berada di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang

Tahun 2020.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang ciri-cirinya diukur

atau diselidiki. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus

infinite sebagai berikut :

n = (Z-1/2α)2 x p(1-p)N
d2(N-1)+(Z-1/2α)2x p(1-p)

Keterangan :

n : besar sampel

Z-1/2α : nilai Z pada tingkat kepecayaan 95% (1,96)

p : proporsi kasus,(0,5)

1-p : proporsi non kasus

N : populasi

d2 : presisi (tingkat kepercayaan) = 0,05

n = (1,96)2 x 0,5(1-0,5)200
(0,5 2(200-1)+(1,96)2x 0,5(1-0,5)
n = 3,84.0,25.200
0,025.200)+(3,84).0,25
n= 192
5,96

= 32 orang

jadi yang menjadi sampel penelitian ini adalah 32 orang

teknik pengambilan sampelpada penelitian ini adalah

purposive sampling yaitu sebanyak 32 orang. adapun kriteria sampel

yaitu sebagai berikut :

a) Lansia yang mengikuti senam lansia

b) Lansia dengan umur 60 tahun keatas (UU No.13 Tahun

1998)

c) Lansia berjenis kelamin pria maupun wanita

d) Lansia bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas

Lubuk Buaya Padang

e) Lansia yang dapat berkomunikasi dengan baik

f) Lansia yang bersedia menjadi subyek penelitian

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya

Padang. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari 2020 sampai

bulan Juli 2020.


D. Instrument Penelitian

Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk

mengukur suatu fenomena alam maupun sosial yang diamati atau alat

yang digunakan untuk membantu peneliti dalam pengumpulan data

(Sugiyono, 2015). Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas

tidur yaitu Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang meliputi 7

komponen, yakni: kualitas tidur secara subjektif, latensi tidur, durasi tidur,

efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi pada

siang hari

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) terdiri dari 19 pertanyaan

dimana responden diminta untuk untuk memberi tanda ceklis pada kolom

yang tersedia. untuk pengetahuan jika sangat baik diberi nilai 0, 1 cukup

baik untuk cukup buruk 2 dan 3 untuk sangat buruk.

E. Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat dari responden

penelitian dengan cara menggunakan kuisioner (Notoatmodjo, 2014).

Cara pengumpulan data dengan cara mengisi kuesioner kualitas tidur

lansia yang isinya tentang kualitas tidur secara subjektif, latensi tidur,

durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan

disfungsi pada siang hari.


2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapat dari pihak lain,

badan/instansi yang secara rutin mengumpulkan data.

Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data ini adalah sebagai

berikut :

a. Peneliti memasukan surat ke Dinas Kesehatan Kota padang dan

Menunggu balasan selama seminggu.

b. Selanjutnya peneliti menemui tata usaha puskesmas lubuk buaya

padang untuk memasukan surat permohonan peneliti mendapatka

izin untuk melakukan penelitian

c. selanjutnya Peneliti dibantu oleh petugas Puskesmas Lubuk Buaya

Padang yang sebenarnya sudah dilakukan persamaan persepsi

tentang terapi senam lansia meliputi pengertian, manfaat, dan cara

pelaksanaan senam lansia.

d. Peneliti mengidentifikasi lansia yang memenuhi kriteria.

e. Lansia yang teridentifikasi kualitas tidur yang buruk diberikan

Informed Concent kepada responden dan menjelaskan hak-hak

responden.

f. Peneliti membagikan kuesioner pengukuran kualitas tidur (pre-test)

responden sehari sebelum dilakukan senam lansia.


g. Peneliti menjelaskan kepada responden mengenai prosedur senam

lansia, peraturan dan memberikan contoh terlebih dahulu

pelaksanaan senam lansia.

h. Peneliti menyiapkan alat seperti, kaset dan speaker.

i. Selanjutnya responden diberikan latihan senam dengan pemanasan

j. Peneliti dan petugas yang membantu pelaksanaan senam

memperhatikan dengan seksama tahapan senam lansia yang

dilakukan seluruh responden dan melakukan koreksi bila ada

kesalahan teknik senam yang dilakukan responden.

k. Peneliti memastikan seluruh responden bisa melakukan tahapan

senam lansia dengan benar.

l. Peneliti mengukur kualitas tidur (post-test) responden sehari

setelah dilakukan senam lansia.

F. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data menurut Notoadmojo (2014) ada 5 tahap

pengolahan data yaitu :

1. Pemeriksaan data (editing)

Peneliti mmelakukan pengecekkan terhadap formulir ataupun

kuisioner dan memastikan semua pertanyaan sudah terisi dengan

lengkap.

2. Pengkodean data (coding)

Pengkodean yaitu merubah data tersebut dari yang awalnya berbentuk

huruf kemudian dirobah menjadi bentuk angka/ bilangan. Pengkodean


ini bertujuan untuk memudahkan peneliti pada saat analisis data dan

juga mempercepat pada saat entry data.

3. Memasukkan data (entry)

Peneliti memasukkan data ke dalam master tabel / tabel induk dari

jawaban responden yang sudah diberi kode atau nilai.

Mentransformasikan data numeric ke kategorik.

4. Pembersihan data (cleaning)

Mengecek kembali data yang sudah dimasukkan ke master tabel untuk

melihat apakah ada kesalahan

5. Pentabulasian data ( tabulating)

Tabulasi merupakan memasukkan data dari lembar pencatatan

penelitian ke dalam kerangka tabel yang telah disiapkan dan

dikelompokkan menurut jawabab yang telah ditentukan sebelumnya

kemudian jumlahnya dihitung serta dimasukkan ke dalam tabel.

Sesudah data dibersihkan maka data tersebut ditabulasikan dan

disajikan dalam bentuk tabel rerata, data yang sudah di olah kemudian

di analisa.

G. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat ialah analisa yang bertujuan untuk

menjelaskan karakteristik pada setiap variabel penelitian

(Notoadmodjo,2014). Analisis univariat dilakukan pada setiap variabel

dari hasil penelitian. Data ditampilkan dalam bentuk tabel kualitas


tidur sebelum dan sesudah diberikan intervensi senam lansia.

(Notoatmodjo, 2014).

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariate merupakan analisa yang dilakukan terhadap dua

variabel yang diduga saling berhubungan. Data diolah dengan

menggunakan komputer untuk melihat pengaruh antara dua variabel

pengaruh senam aerobic low impact terhadap kualitas tidur lansia di

wilayah kerja puskesmas lubuk buaya padang. untuk melihat seauh

mana pengaruh variabel independen (terapi senam aerobic low impact)

dengan variabel dependen (kualitas tidur) pada tingkat kepercayaan

95% (α = 0,05). data yang didapat diolah dengan uji normalitas untuk

melihat distribusi data dengan uji Shapiro-Wilk dan uji kolmogrov-

smirnov. Jika data terdistribusi dat dengan normal maka menggunakan

uji nonparametic dan jika data terdistribusi normal maka menggunakan

uji parametic yaitu uji wilcoxon dengan tingkat kepercayaan 95% (α =

0,05). jika p = < 0,05 berarti ada pengaruh senam aerobic low impact

terhadap kualitas tidur lansia (Notoadmodjo,2014).

Anda mungkin juga menyukai