PENDAHULUAN
Modul ini merupakan bagian dari Blok Kegawatdaruratan dan Traumatologi yang
diberikan untuk mempermudah mahasiswa dalam kegiatan tutorial. Pada modul ini diberikan
skenario yang menunjukkan suatu gejala klinik dari kondisi pasca trauma pada beberapa
penyakit. Mahasiswa diharapkan mendiskusikan bukan hanya pada inti masalah tapi juga semua
hal yang berhubungan dengan permasalahan tersebut, misalnya patomekanisme penyakit yang
memerlukan pengetahuan anatomi, histologi, fisiologi, serta proses biokimia yang terjadi. Hal
yang ditekankan disini adalah bagaimana memecahkan masalah yang diberikan dan bukan untuk
diagnosisnya.
Mahasiswa harus membaca Tujuan Instruksional Umum (TIU) terlebih dahulu sehingga
diharapkan diskusi tidak menyimpang dari tujuan pembelajaran serta tercapainya kompetensi
yang diharapkan. Bahan untuk diskusi dapat diperoleh dari bahan perkuliahan yang telah
diberikan serta referensi yang diberikan oleh masing-masing dosen pemberi kuliah.
Penyusun mengharapkan modul ini dapat membantu mengarahkan mahasiswa
dalammemecahkan masalah dan menegakkan diagnosa penyakit sistem terkait serta bagaimana
penanganannya.
SKENARIO
Skenario 1
Seorang laki-laki usia 30 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan sesak napas.
Penderita terlihat pucat, dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah. Menurut orang yang
membawanya, pasien mengalami kecelakaan motor.
Skenario 2
Seorang anak laki-laki 8 tahun diantar ayahnya ke UGD keadaan tidak sadar, basar
kuyup, sesak nafas dan perut kembung. Dia ditemukan oleh ayahnya terjatuh kedalam sungai
dekat rumah 15 menit yang lalu
PERTANYAAN
SKENARIO I
1. jelaskan anatomi thorax!
2. jelaskan patomekanisme dari skenario!
3. jelaskan etiologi dan perbedaan dari sesak trauma dan non trauma !
4. bagaimana penanganan awal skenario?
5. bagaimana secondary survey dari skenario?
6. jelaskan deferensial diagnosis dari skenario !
SKENARIO 2
1. Bagaimana penanganan korban pada skenario
2. Apa definisi dari tenggelam ?
3. Apa saja etiologi dari tenggelam?
4. Sebutkan klasifikasi tenggelam ?
5. Bagaimana patomekanisme tenggelam ?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari korban tenggelam ?
7. Pemeriksaan penunjang apa saja yang dilakukan pada korban tenggelam ?
8. Bagaimana komplikasi dan prognosis dari kasus tenggelam ?
JAWABAN PERTANYAAN
SKENARIO 1
1. ANATOMI THORAX
Dinding thorax membatasi cavitas thoracis yang berbentuk seperti ginjal, kecuali pada bayi
yang berbentuk agak bulat. Terdiri dari seperangkat tulang, articulus dan otot-otot. Dinding
thorax dapat bergerak bebas dengan mengikuti irama respirasi.
1) Skeleton Dibentuk oleh ossa thoracica yang terdiri dari :
Vertebra thoracalis berjumlah 12 buah
Costae sebanyak 12 pasang
Sternum Pintu cranialis cavitas thoracis disebut apertura thoracis superior
dibentuk oleh
Corpus vertebrae thoracalis I ;
Costa I ;
Manubrium sterni ( incisura jugularis sterni ).
Lubang ini berbentuk seperti ginjal dengan corpus vertebrae thoracalis I sebagai hilusnya.
Ukuran anterior-posterior kira-kira 5 cm dan diameter transversal kurang lebih 10 cm.
Apertura tersebut terletak dalam suatu bidang datar yang miring dari cranio-dorsal ke caudo-
ventral.
Pintu caudalis disebut apertura thoracis inferior dibentuk oleh :
Corpus vertebrae thoracalis XII, disebelah dorsal ;
Cartilaginis costa X – XII, disebelah lateral ;
Pars cartilaginis costa X – XII, disebelah ventral, membentuk arcus costarum ;
Processus xiphodeus, berada pada linea mediana anterior.
Diameter transversal dari apertura ini lebih besar dari ukuran anterior-posterior, dan berada
pada suatu bidang datar yang oblique dari ventro-cranial menuju ke dorso-caudal. Apertura
thoracis inferior ditutupi oleh diaphragma thoracis.
1) Articulus Terdiri dari :
a. Junctura costovertebralis.Terdiri atas dua buah articulationes, dan bekerja sebagai
satu kesatuan, yaitu:
a) articulus capituli, dibentuk oleh capitulum costae dengan corpus vertebrae
b) articularis costotransversarius, dibentuk oleh facies articularis tuberculi costae
dengan fovea costalis transversalis (processus transversus)
Trauma
Gangguan jalan nafas (obstruksi benda asing)
Trauma thorax (trauma jatuh atau pukulan di dada)
Trauma inhalasi (keracunan gas)
Non-trauma
Syok anafilaktik (misalnya karena alergi)
Gangguan paru (misalnya asma, bronchitis, dll)
Gangguan kardiovaskuler (misalnya Atrial septal defect (ASD), penyakit jantung bawaan,
dll)
4. BAGAIMANA PENANGANAN AWAL PADA SKENARIO
Penanganan awal dengan primary survey
A. AIRWAY
1) Penilaian
a. Tanda-tanda objektif – sumbatan airway
Look (lihat)melihat gerakan nafas/ pengembangan dada dan adanya retraksi sela iga.
Listen (dengar) mendengar aliran udara pernapasan
Feel (Raba) merasakan adanya aliran udara pernapasan
b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2) Pengelolaan airway bila terdapat obstruksi
a) OBSTRUKSI PARSIAL
I. Suara mendengkur (snoring)
a. Tanpa alat secara manual
Sumbatan jalan nafas karena pangkal lidah jatuh kebelakang, terdengar suara snooring
atau mendengkur. Lakukan pertolongan dengan cara :
Head-tilt/chin lift
Bila tidak ada cedera kepala dengan cara head tilt atau chin lift
Cara melakukan:
a) Letakkan satu tangan pada dahi tekan perlahan ke posterior, sehingga kemiringan
kepala menjadi normal atau sedikit ekstensi (hindari hiperekstensi karena dapat
menyumbat jalan napas).
b) Letakkan jari (bukan ibu jari) tangan yang lain pada tulang rahang bawah tepat di
ujung dagu dan dorong ke luar atas, sambil mempertahankan cara 1.
Jaw thrust
Bila tidak sadar dan ada cedera kepala dengan cara jaw thrust
Cara melakukannya:
a) Posisi penolong di sisi atau di arah kepala
b) Letakkan 2-3 jari (tangan kiri dan kanan) pada masing-masing sudut posterior
bawah kemudian angkat dan dorong keluar.
c) Bila posisi penolong diatas kepala. Kedua siku penolong diletakkan pada lantai
atau alas dimana korban diletakkan.
d) Bila upaya ini belum membuka jalan napas, kombinasi dengan head tilt dan
membuka mulut (metode gerak triple)
Untuk cedera kepala/ leher lakukan jaw thrust dengan immobilisasi leher.
(A) (B)
Gambar 1. (A) Head-tilt dan Chin-lift. (B) Jaw thrust
Sianosis
Beri tambahan O2
Nadi < 100
Sianosis menetap
Ventilasi efektif
Berikan VTP Perawatan pasca
Nadi > 100 resusitasi
Berikan VTP
Lakukan kompresi dada
Berikan epinfrin
5. Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis. Jumlah udara di
luar paru dapat berubah dari waktu ke waktu. USG juga dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis. Diagnosis tension pneumotoraks kadang-kadang dibuat hanya
berdasarkan gangguan sirkulasi atau terdengarnya bunyi “hiss” akibat udara yang keluar
secara cepat saat insersi torakotomi.
6. Penatalaksanaan Umum
Penatalaksanaan pneumototrak bergantung pada jenis pneumotorak yang dialaminya,
derajat kolaps,berat ringannya gejala, penyakit dasar, dan penyulit yang terjadi saat
melaksanakan pengobatan yang meliputi :
a. Tindakan dekompresi
1) Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara
; Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga ke rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara
lainnya adalah melakukan penusukan ke rongga pleura memakai transfusion
set.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
a) Penggunaan pipa wter Sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantara troakar atau dengan bantuan klem penjepit (pen) pemasukan
pipa plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui celah yang
telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari seala iga ke-4 pada garis
klavikula tengah. Selanjutnya, ujung sealng plastik di dada dan pipa kaca
WSD dihubungkan melalui pipa plastic lainyya. Posisi ujung pipa kaca
yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air
supaya gelembung udara dapat mudah keluar melalui perbedaan tekanan
tersebut
b) Pengisapan kontinu (continous suction)
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetap
positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi tekanan negatif
sebesar 10-20 cmH2O. Tujuannya adalah agar paru cepat mengaembang
dan segera terjadi perlekatan antara pleura visceral danpleura parietalis
c) Pencabutan drain
Apabila paru telah mengambang maksimal dan tekanan negatif kembali,
drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup dengan cara dijepit
atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, drain
dapat dicabut.
b. Tindakan bedah
Pembedahan dinding thoraks dengn cara operasi, maka dapat dicari lubang
yang kmenyebabkan terjadinya pneumotorak, lalu lubang tersebut di jahi. Pada
pembedahan,jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak
dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.
Pembedahan paru kembali dilakukan bila ada bagian paru yang mengalami
robekan atau bila ada fitsel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak
berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali
7. Komplikasi
a. Kegagalan respirasi
b. Kegagalan sirkulasi
c. kematian
8. Prognosis
a. ad vitam: ad bonam
b. ad Functionam: ad bonam
c. ad Santionam: ad bonam
B. FLAIL CHEST
1. Definisi
Flail chest adalah area toraks yang”melayang”(flail) Biasanya kelainan tersebut
disebabkan oleh fraktur lebih dari dua tulang iga dengan lebih dari satu garis fraktur pada
iga yang sama.
Fraktur iga multiple dapat menyebabkan ketidakstabilan dinding dada sehingga terjadi
pergerakan paradoks segmen dinding dada selama proses inspirasi dan ekspirasi yang
disebut flail chest
Flail chest dapat diperburuk oleh kontusio pulmonal
Golden Diagnosis
Gerakan paradoksal dari dinding dada pada saat bernapas spontan.
2. Etiologi
Flail chest berkaitan dengan trauma toraks.biasanya sering disebabkan oleh trauma
tumpul pada toraks,misalnya akibat kecelakaan kendaraan bermotor,jatuh dari
ketinggian tindak kekerasan,atau benturan dengan energy yang besar.
3. Manifestasi Klinis
Awalnya mungkin tidak terlihat,karena splinting(terbelat)dengan dinding dada
Pada pasien dapat dijumpai pernapasan paradoks,yaitu pada saat inspirasi,segmen yang
bergerak bebas tersebut akan tertarik kedalam rongga dada
Sesak napas
Krepitasi iga,fraktur tulang rawan
Takikardi
Sianosis
Os menunjukan trauma hebat
Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain(kepala,abdomen,ekstremitas)
.Rongga pleura tidak dapat mengembang sepenuhnya sehingga pertukaran gas di alveolus
tidak efektif.Apabila hal ini dibiarkan,maka akan terjadi anoksia berat,hiperkapnea,dan
kolaps paru.
4. Diagnosis
1) Anamnesis
Gejala: nyeri dada,sesak napas
Riwayat benturan keras yang mengenai dinding dada
2) Pemeriksaan fisik
Airway
-look : benda-benda asing dijalan napas,fraktur tulang wajah,fraktur laring,fraktur trakea
-listen : dapat bicara,ngorok,berkumur-kumur,stridor
-feel
Brithing
-look : pergerakan dinding dada asimetris,warna kulit,memar,deformitas,gerakan paradoksal
-listen : vascular paru,suara jantung,suara tambahan
Feel : krepitasi,nyeri tekan
Circulation
-Tingkat kesadaran
-Warna kulit
-Tanda-tanda laserasi
-Perlukaan eksternal
Disability
-Tingkat kesadaran
-Respon pupil
-Tanda-tanda kateralisasi
-Tingkat cedera spinal
Ekposure
3) Pemeriksaan Penunjang
Rontgen standar
-Rontgen toraks AP dan lateral dapat menentukan jumlah dan tipe costae yang fraktur
-Pada pemeriksaan foto toraks pasien dewasa dengan trauma tumpul toraks,adanya
gambaran hematotoraks,pneumotoraks atau kontusio pulmonal menunjukan hubungan
yang kuat dengan gambaran fraktur costa
EKG
Monitor laju napas,analisis gas darah
Pulse oksimetri
5. Tata Laksana
Tujuan terapi adalah ventilasi adekuat,salah satunya dengan pemberian analgesic pada
penanganan awal.Stabilisasi dinding dada dilakukan dengan alatfiksasi,seperti pin dan
plat,dengan dirujuk ke spesialis bedah toraks.intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik dengan
tekanan positif terkadang,dilakukan pada kelainan paru dengan takipnea,hipoksia,dan
hiperkarbia.
6. Prognosis
Dubia.
7. Komplikasi
Gagal napas,sebagai akibat adanya ineffective air movement,yang seringkali diperberat
oleh edema/kontusio paru,dan nyeri
C. HEMATHORAX
1. Definisi
Pengumpulan darah dalam rongga pleura. Apabila akumulasi darah melebihi 1500mL
atau sepertiga/lebih volume darah pasien, maka disebut hematotoraks masif. Jumlah ini dapat
dihitung dari darah yang keluar melalui selang dada atau WSD.
2. Etiologi
Penyebab utama hematotoraks adalah laserasi paru , pembuluh darah interkosta atau
arteri mamaria interna akibat trauma tajam atau tumpul. Penyebab lain berupa komplikasi
penyakit, Iatrogenik atau dapat muncul secara tiba-tiba (neoplasma, antikoagulan, emfisema
bolusa, infeksi TB, aneurisma dan lain-lain).
3. Manifestasi klinik
Nyeri dada
Sesak napas
4. Diagnosis
1) Anamnesis
Perlu ditanyakan jenis trauma, mekanisme jejas, waktu terjadinya. Dsb
Pertanyaan seputar non trauma lainnya
Keluhan : nyeri dada dan sesak napas, serta waktu muncul dan progresi gejala.
2) Pemeriksaan fisik
Inspeksi : gerakan napas tertinggal, pucat akibat perdarahan;
Palpasi : fremitus sisi yang terkena lebih lemah
Perkusi : pekak dengan batas seperti garis miring atau mungkin tidak jelas;
Auskultasi : bunyi napas menurun atau menghilang
3) Pemeriksaan penunjang
Rontgen dada
Produksi cairan dari pleurosintesis atau WSD. Jumlah darah yang terkumpul
dapat dihitung dari produksi cairan tersebut.
5. Penatalaksanaan
Prinsip utama : dekompresi dengan pemasangan WSD. Pada hematotoraks masif perlu
dilakukan pengambilan volume darah dengan pemasangan akses intravena dan pemberian cairan
kristaloid cepat serta transfusi darah sambil dilakukan persiapan pemasangan WSD. Insersi
jarum (ukuran 38 French) dilakukan pada ICS 5 sebelah anterior linea midakxila ipsilateral.
Apabila keluarnya darah dari ronga pleura sebanyak 1500mL atau 200mL/jam selama 2-4
jam atau 3-5cc/kgBB/Jam selama 3 jam berturut-turut atau lebih dari 5cc/kgBB/jam harus
dilakukan torakotomi cito untuk menghentikan perdarahan karena dapat terjadi syok.
Kegawatdaruratan masif
Indikasi torakotomi adalah:
1. Perdarahan pada WSD >1500 Ml/cc
2. Perdarahan 200 cc/jam selama 2-4 jam
3. Trauma tembus torak pada daerah prekordial
4. Hemodinamik tidak stabil
5. Pasien tetap syok dengan penggantian cairan dan darah dan tidak terdapat
sumber pertdarahan di tempat lain.
JAWABAN PERTANYAAN
SKENARIO 2
1. Bagaimana penanganan korban pada skenario?
Klasifikasi
Kelompok 1: pasien tanpa inhalasi Lakukan observasi
yang jelas Analisis gas darah, monitor SaO2
Kaji hipotermia
Periksa elektrolit, apusan darah tepi,
glukosa
Rontgen dada
Kelompok 2: pasien dengan ventilasi Oksigen dengan masker atau sirkuit
yang adekuat CPAP
Pantau SaO 2 dan PaO 2
Infus infus cairan hangat
Kaji hipotermia dan asidosis
metabolik
Periksa rontgen dada, hitung darah
lengkap, urea, elektrolit, glukosa
Pindahkan ke ICU sedapat mungkin
Kelompok 3: pasien dengan ventilasi Intubasi dan ventilasi dengan oksigen
yang tidak adekuat 100%
Lanjutkan IPPV. Pertahankan PaO 2
>8 kPa
Infus intravena
Gunakan PEEP jika perlu
Pindahkan ke ICU
Kelompok 4: pasien dengan henti Bersihkan jalan napas
jantung IPPV segera
Kompresi dada
EKG segera mungkin
Kanulasi intravena
Kaji hipotermia
Hasil konsensus dari World Congress on Drowning tahun 2002, tenggelam diartikan
sebagai suatu proses yang menyebabkan kerusakan respirasi primer di dalam media
cair.7,8 Sementara World Health Organization mendefinisikan tenggelam sebagai suatu
proses kerusakan pernapasan akibat masuknya sebagian atau seluruhnya air ke dalam
sistem pernapasan.
3. Apa saja etiologi dari tenggelam?
Tenggelam bisa merupakan kejadian utama atau sekunder dari beberapa kejadian,
misalnya kejang, trauma kepala atau spinal, aritmia jantung, hipotermia, konsumsi
obat atau alkohol, pingsan, apneu, hiperventilasi, bunuh diri atau hipoglikemia
a. Pada infant dan anak-anak
Kurangnya pengawasan orang dewasa
Kolam yang kurang aman
Kurangnya alat-alat penyelamatan air
Kekerasan terhadap bayi dan anak-anak
b. Pada orang dewasa
Konsumsi alcohol
Tidak bisa berenang
Memiliki riwayat penyakit emergency seperti penyakit
jantung,stroke,kejang
Kelelahan saat berenang
Kecelakaan saat menyelam, rafting, atau kegiatan di air lainnya
4. Sebutkan klasifikasi tenggelam ?
a. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban
1) Typical Drawning :Keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran pernapasan
korban saat korban tenggelam.
2) Atypical Drawning
a) Dry Drowning
Keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada cairan yang masuk ke dalam
saluran pernapasan.
b) Immersion Syndrom
Terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin ( suhu
< 20°C ) yang menyebabkan terpicunya reflex vagal yang menyebabkan apneu,
bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan menyebabkan
terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebaral.
c) Submersion of the Unconscious
Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsy atau penyakit jantung
khususnya coronary atheroma, hipertensi atau peminum yang mengalami trauma
kepala saat masuk ke air .
d) Delayed Dead
Keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24 jam setelah
diselamatkan dari suatu episode tenggelam.
b. Berdasarkan Kondisi Kejadian
1) Tenggelam (Drowning)
Suatu keadaan dimana penderita akan meneguk air dalam jumlah yang banyak sehingga
air masuk ke dalam saluran pernapasan dan saluran nafas atas tepatnya bagian apiglotis akan
mengalami spasme yang mengakibatkan saluran nafas menjadi tertutup serta hanya dapat dilalui
oleh udara yang sangat sedikit.
2) Hampir Tenggelam (Near Drowning)
Suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan membatukkan air keluar.
5. Bagaimana patomekanisme tenggelam ?
Pada semua runtutuan peristiwa tenggelam di mulai dengan kepanikan dan keinginan
bernapas karena terlalu lama menahan napas. Refleks keinginan bernapas menyebabkan
air tertelan dan sebagian kecil air masuk ke paru. Aspirasi air menyebabkan spasme
laring yang leading asfiksia. Kehilangan kesadaran menyebabkan relaksasi otot dan
allows air masuk ke paru-paru. Adanya air di dalam paru menyebabkan berkembangnya
ketidakcocokan ventilasi/perfusi yang menyebabkan hipoksemia sistemik.9
Pada saat menahan napas di dalam air, gerakan spasme laring involunter terpicu
akibat adanya air di orofaring atau laring. Pada saat yang bersamaan, korban tidak dapat
menghirup udara menyebabkan kadar oksigen menurun dan retensi karbondioksida.
Akibat turunnya kadar oksigen di dalam darah, spasme laring pun terjadi, korban gasp,
hiperventilasi, memungkinkan aspirasi air lebih banyak. Hal ini jika dibiarkan terlalu
lama akan menyebabkan hipoksia.7
Seseorang yang tenggelam dapat mengalami disfungsi miokardium dan
ketidakseimbangan kadar elektrolit, henti jantung, serta iskemik SSP. Asfiksia
menyebabkan relaksasi saluran napas yang mengakibatkan air masuk ke paru semakin
banyak.
Secara teoritis, berdasarkan tonisitas cairan yang masuk ke ruang alveolus, kasus
tenggelam dibedakan menjadi tenggelam di air laut dan di air tawar.
Pada korban tenggelam di air tawar, terjadi perpindahan (absorpsi) air secara besar-
besaran dari rongga alveolus ke dalam pembuluh darah paru. Hal ini dikarenakan tekanan
osmotik di dalam pembuluh darah paru lebih tinggi daripada tekanan osmotik di dalam
alveolus. Perpindahan tersebut akan menyebabkan hemodilusi. Air akan memasuki
eritrosit, sehingga eritrosit mengalami lisis. Eritrosit yang mengalami lisis ini akan
melepaskan ion kalium ke dalam sirkulasi darah dan mengakibatkan peningkatan kadar
kalium di dalam plasma (hiperkalemi). Keadaan hiperkalemi ditambah dengan beban
sirkulasi yang meningkat akibat penyerapan air dari alveolus dapat mengakibatkan
fibrilasi ventrikel. Apabila aspirasi air cukup banyak, akan timbul hemodilusi yang hebat.
Keadaan ini akan menyebabkan curah jantung dan aliran balik vena bertambah, sehingga
mengakibatkan edema umum jaringan termasuk paru.1-3,11 Aspirasi air tawar hipotonik
dapat mengurangi konsentrasi surfaktan sehingga dapat menyebabkan instabilitas
alveolar sehingga terjadi kolaps paru.
Pada inhalasi air laut, tekanan osmotik cairan di dalam alveolus lebih besar daripada
di dalam pembuluh darah. Oleh karena itu, plasma darah akan tertarik ke dalam alveolus.
Proses ini dapat mengakibatkan berkurangnya volume intravaskular, sehingga terjadi
hipovolemia dan hemokonsentrasi. Hipovolemia mengakibatkan terjadinya penurunan
tekanan darah dengan laju nadi yang cepat, dan akhirnya timbul kematian akibat anoksia
dan insufiensi jantung dalam 3 menit. Keluarnya cairan ke dalam alveolus juga akan
mengurangi konsentrasi surfaktan. Selanjutnya, akan terjadi kerusakan alveoli dan sistem
kapiler, sehingga terjadi penurunan kapasitas residu fungsional dan edema paru. Akibat
lebih lanjut lagi, dapat terjadi atelektasis karena peningkatan tekanan permukaan alveolar.
Bila korban mengalami aspirasi atau edema paru, dapat terjadi acute respiratory distress
syndrome (ARDS). Saluran respiratorik yang tersumbat oleh debris di dalam air akan
menyebabkan peningkatan tahanan saluran respiratorik dan memicu pelepasan mediator-
mediator inflamasi, sehingga terjadi vasokonstriksi yang menyebabkan proses pertukaran
gas menjadi terhambat.
Kematian akibat tenggelam di air laut, yakni 5-10 menit setelah tenggelam;Lebih lama
dibandingkan tenggelam di air tawar.
6. Bagaimana manifestasi klinis dari korban tenggelam ?
a. Basah kuyup
b. Tidak sadar
e. Asidosis
f. Sianosis
g. Hiperkapnia
h. Hipotermi