Disusun Oleh:
Cristopher Pienata
C11115538
Residen Pembimbing :
dr. Ahyani M.
Supervisor Pembimbing :
dr. Erlyn Limoa, Sp.KJ, Ph.D
Adalah benar telah menyelesaikan referat dan laporan kasus yang telah disetujui
serta telah dibacakan dihadapan pembimbing dan supervisor dalam rangka
kepaniteraan klinik pada bagian ILMU KEDOKTERAN JIWA Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
DAFTAR ISI
2
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................2
BAB I – PENDAHULUAN …………………………………………………...3
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA …………………….…..…………………..4
2.1 Pengertian obat antipsikotik ……………..………..……………………....4
2.2. Jenis-jenis obat antipsikotik ..……………………………………………..4
2.2.1. Antipsikotik generasi pertama ……..……………………...……...6
2.2.1.1. efek samping antipsikotik tipikal …………………….....9
2.2.2. Antipsikotik generasi kedua ………………………………….......16
2.2.2.1. Risperidone……………………………………..……....18
2.2.2.2. Clozapine…………………………………………….....20
2.2.2.3. Olanzapine……………………………………………...21
2.2.2.4. Quetipine…………………………………………….....23
2.2.2.5. Aripriprazole…………………………………………....23
BAB III – KESIMPULAN……………………………………………………...25
BAB IV –DAFTAR PUSTAKA………………………….………………….....26
LAPORAN KASUS.............................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
3
Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya
halusinasi, waham, perilaku katatonik, perilaku kacau, pembicaraan kacau yang
pada umumnya disertai tilikan yang buruk. Obat antipsikotik merupakan obat yan
g ditujukan untuk sindroma psikosis.1,12
Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin
dalam berbagai jaras di otak. Obat-obatan antipsikotik dapat diklasifikasikan
dalam kelompok tipikal dan atipikal. Sindroma psikosis merupakan gejala berupa
hendaya berat dalam kemampuan menilai realitas, hendaya berat dalam fungsi-fun
gsi mental dan hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari.1
Antipsikotik merupakan salah satu obat golongan psikotropika yang dapat
mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman. Antipsikotik tipikal
merupakan golongan obat yang memblokade dopamine pada reseptor pasca-
sinaptik neuron di otak, khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal
(dopamine D-2 receptor antagonist). Obat-obat antipsikotik tipikal merupakan
antagonis reseptor dopamine sehingga menahan terjadinya dopaminergik pada
jalur mesolimbik dan mesokortikal. Blokade reseptor Dopamine dapat
memberikan efek samping sindrom ekstrapiramidal. 1,2
Sedangkan, antipsikotik atipikal merupakan golongan yang selain
berafinitas terhadap Dopamine D-2 receptor juga berafinitas terhadap 5 HT2
Reseptor (Serotonin-dopamine antagonist). Pemberian obat antipsikotik tipikal
umumnya pada pasien dengan gejala positif seperti halusinasi, delusi, gangguan
isi pikir dan waham. Sedangkan untuk pasien psikotik dengan gejala negatif obat
tipikal hanya memberikan sedikit perbaikan. Sehingga pemberian obat psikotik
atipikal lebih dianjurkan karena obat atipikal memiliki kemampuan untuk
meningkatkan aktivitas dopaminergik kortikal prefrontal sehingga dengan
peningkatan aktivitas tersebut dapat memperbaiki fungsi kognitif dan gejala negatif
yang ada. 3,4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Obat Antipsikotik
4
Obat antipsikotik adalah sekelompok bermacam-macam obat yang
menghambat reseptor dopamine tipe 2 (D2). Indikasi utama untuk pemakaian
obat adalah terapi skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya.3
Antipsikotik dan antagonis reseptor dopamine tidak sepenuhnya sama.
Clozapine adalah suatu antipsikotik yang efektif tetapi berbeda dengan semua
obat karena memiliki aktivitas pada reseptor D2 yang kecil. Obat-obat ini
dinamakan sebagai neuroleptik dan transkuiliser mayor. Istilah neuroleptik
menekankan efek neurologis dan motorik dari sebagian besar obat.1
5
tahun 1 mg/kgBB . bila perlu
diberikan 2x sehari.
6
sehingga efektif untuk gejala positif.
Dopamin merupakan neurotransmitter yang disekresikan oleh neuron-
neuron yang berasal dari substansia nigra di batang otak. Neuron-neuron ini
terutama berakhir pada region striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya
bersifat inhibisi. Pada skizofrenia diduga terjadi produksi dopamin yang
berlebihan akibat sekresi dari sekelompok neuron proyeksi dopamine. Neuron-
neuron ini menghasilkan system dopaminergik mesolimbik yang menjulurkan
serabut-serabut saraf dan sekresi dopamine ke bagian medial dan anterior dari
sistem limbik, khususnya ke dalam hipokampus, amigdala, nukleus kaudatus
anterior dan sebagian lobus prefrontalis. Semua ini merupakan pusat-pusat
pengatur tingkah laku yang sangat berpengaruh.Dengan menggunakan
antipsikotik tipikal dianggap mampu mengurangi efek produksi dopamin yang
berlebihan. Potensi antipsikotik untuk menurunkan gejala psikotik sangat
berhubungan dengan afinitas obat tersebut dengan reseptor D2. Antipsikotik
tipikal bekerja mengurangi produksi dopamine yang berlebihan dengan cara
menghambat atau mencegah dopamine endogen untuk mengaktivasi reseptor.5,8
Antipsikotik tipikal mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2
khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga
dengan antagonis reseptor dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional. Kerja
dari antipsikotik ini menurunkan hiperaktivitas dopamine dijalur mesolimbik
sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata tidak hanya
memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga di tempat lain seperti dijalur
mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular.1,5,8
Apabila antipsikotik tipikal memblok reseptor D2 dijalur mesokortikal,
dapat memperberat gejala negatif dan gejala kognitif disebabkan penurunan
dopamin di jalur tersebut. Jika hal ini terjadi, maka merupakan sebuah tantangan
terapi, karena blokade reseptor dopamin di jalur ini secara teoritis akan
menyebabkan memburuknya gejala negatif dan kognitif.5,8
Blokade reseptor D2 di nigrostriatal dapat menyebabkan timbulnya
gangguan dalam mobilitas seperti pada parkinson, bila pemakaian secara kronik
dapat menyebabkan gangguan pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Jalur
nigrostriatal dopamin, sebagai bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal,
7
mengontrol movements atau pergerakan.2,8
Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular oleh antipsikotik tipikal
menyebabkan peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat terjadi disfungsi
seksual dan peningkat berat badan. Fungsi normal jalur dopamin
tuberoinfundibular menghambat pelepasan prolaktin. Pada wanita postpartum,
aktivitas di jalur ini menurun, sehingga memungkinkan laktasi.2,8
Antipsikotik selain menyebabkan terjadinya blokade reseptor D2 pada
keempat jalur dopamine, juga menyebabkan terjadinya blokade reseptor
kolinergik muskarinik sehingga timbul efek samping antikolinergik berupa mulut
kering, pandangan kabur, konstipasi dan kognitif tumpul. Reseptor histamin (H1)
juga terblok sehingga timbul efek samping mengantuk dan meningkatkan berat
badan. Selain itu antipsikotik juga memblok reseptor alfa1 adrenergik sehingga
dapat menimbulkan efek samping pada kardiovaskuler berupa hipotensi ortostatic,
mengantuk, pusing, dan tekanan darah menurun.2,8
8
10
9
dapat menyebabkan penambahan berat badan. Kombinasi dari semua efek
samping tersebut akan sangat mungkin mempengaruhi kualitas-kualitas hidup
pasien dan keinginan mereka untuk melanjutkan dan mematuhi terapi .1,2,3
A. Efe
k
10
Samping Non neurologis1,5,8
1. Efek pada jantung
Antipsikotik potensi rendah lebih bersifat kardiotoksik dibandingkan
dengan antipsikotik potensi tinggi. Chlorpromazine menyebabkan
perpanjangan interval QT dan PR, penumpulan gelombang T, dan depresi
segmen ST. Thioridazine, khususnya memiliki efek yang nyata pada
gelombang T dan disertai dengan aritmia malignan, seperti torsade de pointes
yang sangat mematikan. Selain itu kematian mendadak juga disebabkan
karena timbulnya takikardia ventrikuler atau fibrilasi ventrikuler. Untuk
mengantisipasi hal tersebut sebaiknya pada pasien yang berusia lebih dari 50
tahun dilakukan pemeriksaan EKG serta pemberian serum potassium dan
magnesium.1
11
3. Efek Endokrin
Penghambatan reseptor dopamine pada saluran tuberinfundibular
menyebabkan peningkatan sekresi prolaktin, yang dapat menyebabkan
pembesaran payudara, galaktorea, impotensi pada laki-laki, dan amenore serta
penghambatan orgasme pada wanita. Untuk mengatasi efek samping tersebut
dapat dilakukan penggantian obat antipsikotik yang diberikan. Pada keadaan
impotensi sebagai efek obat dapat diberikan bromokriptin. Untuk gangguan
pada orgasme maupun penurunan libido dapat diberikan brompheniramine
(bromfed), ephedrine (Primatene), phenylpropanolamin (Comtrex), midrione,
dan imipramin (tofranil). Priapisme dan laporan orgasme yang nyeri juga
dilaporkan, kemungkinan kedua hal tersebut terjadi akibat aktivitas antagonis
adrenergic α1. Peningkatan berat badan juga merupakan efek endokrin yang
paling sering terjadi akibat penggunaan antipsikotik tipikal. Peningkatan berat
badan nantinya akan menjadi resiko terjadinya DM tipe 2, hipertensi dan
dislipidemia.Peningkatan berat badan juga didaptkan karena adanya blok pada
reseptor 5 HT2c1,5,8.
4. Efek Dermatologis
Dermatitis alergik dan fotosensitivitas dapat terjadi pada sejumlah
kecil pasien, paling sering terjadi pada mereka yang menggunakan
antipsikotik tipikal potensi rendah, khusunya chlorpromazine. Berbagai erupsi
kulit seperti urtikaria, makulopapular, peteki, dan erupsi edematous telah
dilaporkan. Erupsi terjadi pada awal terapi, biasanya dalam minggu pertama
dan menghilang dengan spontan. Reaksi fotosensitivitas yang menyerupai
proses terbakar matahari (sunburn) yang parah juga terjadi pada beberapa
pasien yang menggunakan chlorpromazine. Pasien harus diperingatkan
tentang efek tersebut, yaitu agar tidak berada dibawah sinar matahari lebih
dari 30-60 menit, dan harus menggunakan tabir surya. Penggunaan
chlorpromazine juga disertai beberapa kasus diskolorasi biru-kelabu pada kulit
pada daerah yang terpapar dengan sinar matahari. 1
12
mengganggu dan beberapa efek neurologis yang kemungkinan bersifat serius.
Efek neurologis tersebut dikenal sebagai efek sindrom ekstrapiramidal.
Pentingnya mengetahui efek samping neurologis akibat terapi dibuktikan pada
DSM-IV yang memasukkan efek samping tersebut sebagai kelompok
tersendiri gangguan pergerakan akibat medikasi. 1,2
13
dihentikan setelah 4-6 minggu untuk menilai apakah pasien telah
mengembangkan suatu toleransi terhadap efek parkinsonisme sebab kira-kira
50% pasien dengan parkinsonisme akibat neuroleptik dapat meneruskan
terapi.Pemberian anti Parkinson seperti levodopa lebih baik jangan diberikan
karena akan memperbuuk gejala psikotiknya.1,3,8
Pada pasien lanjut usia, setelah antipsikotik dihentikan, gejala
parkinsonisme dapat terus berjalan sampai 2 minggu dan bahkan sampai 3
bulan sehingga perlu meneruskan pemberian antikolinergik setelah
menghentikan antipsikotik sampai gejala parkinsonisme pulih sepenuhnya. 1
14
diphenhydramine IV atau IM (50 mg) hampir selalu menghilangkan gejala.
Diazepam (10 mg IV), amobarbital (Amytal), caffeine sodium benzoate dan
hipnosis dilaporkan juga efektif. 1,3
4. Efek Epileptogenik
Pemberian antipsikotik ternyata menyebabkan perlambatan dan
peningkatan sinkronisasi EEG. Efek tersebut merupakan mekanisme dimana
antipsikotik menurunkan ambang kejang. Chlorpromazine dan antipsikotik
potensi rendah lain diperkirakan lebih epileptogenik dibandingkan obat
potensi tinggi. 1,3,5
5. Sedasi
Sedasi terutama merupakan akibat dari penghambatan reseptor
dopamine tipe-1. Chlorpromazine adalah antipsikotik yang paling
15
menimbulkan sedasi. Memberikan dosis antipsikotik harian sebelum tidur
biasanya menghilangkan masalah dari sedasi, dan toleransi untuk efek
merugikan tersebut dapat terjadi. 1,2
11
1.
Mesokortikal Pathways
16
APG I karena di jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari
reseptor D2, dan APG II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT 2A dan
sedikit memblok reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih
banyak, karena itu defisit dopamin di jalur mesokortikal berkurang sehingga
menyebabkan perbaikan gejala negatif skizofrenia.1,6,8
2. Mesolimbik Pathways
APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan
antagonis D2 di jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi
blokade reseptor D2 di mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal ini
yang menyababkan APG II dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia. Pada
keadaan normal serotonin akan menghambat pelepasan dari dopamin.1,6
3. Tuberoinfundibular Pathways
APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat
mengalahkan antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter serotonin
dan dopamin sifatnya antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin
dari hipofise. Dopamin akan menghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan
serotonin menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian APG II dalam dosis terapi
akan menghambat reseptor 5HT2A sehingga menyebabkan pelepasan dopamin
menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak terjadi
hiperprolaktinemia.1,6
4. Nigrostriatal Pathways
17
Alzheimer.1,6
2.2.2.1 RISPERIDONE
Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA
(Food and Drug Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Absorpsi
risperidone di usus tidak di pengaruhi oleh makanan dan efek terapeutik nya
terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi dapat terjadi EPS. Pemakaian
risperidone yang teratur dapat mencegah terjadinya kekambuhan dan menurunkan
jumlah dan lama perawatan sehingga baik digunakan dalam dosis pemeliharaan.1
Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi dengan
APG I tetapi hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat
memperbaiki fungsi kognitif tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada
penderita demensia misalnya demensia Alzheimer.
Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP
2D6 menjadi 9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4.
Hydroxyrisperiodne mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor dopamin yang
setara dengan risperidone. Eksresi terutama melalui urin. Metabolisme risperiodne
dihambat oleh antidepresan fluoxetine dan paroxetine, karena antidepresan ini
menghambat kerja dari enzim CYP 2D6 dan CYP 3A4 sehingga pada pemberian
bersama antidepresan ini, maka dosis risperidone harus dikurangi untuk
meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik. Metabolisme obat ini
dipercepat bila diberikan bersamaan carbamazepin, karena menginduksi CYP 3A4
18
sehingga perlu peningkatan dosis risperidone pada pemberiaan bersama
carbamazepin disebabkan konsentrasi risperidone di dalam plasma rendah. 1,3,7
Indikasi :
- Skizofrenia akut dan kronik dengan gejala positif dan negatif.
- Gejala afektif pada skizofrenia (skizoafektif).1,8
Dosis :
- Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg.
- Dosis optimal 2- 6 mg / hari dengan 2 x pemberian.
- Dosis anjuran 25-50mg (im) setiap 2 minggu.
- Sediannya tab 1-2-3 mg. vial 25 mg, 50 mg/cc
- Umunya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan
awal, jika belum terlihat respon perlu penilaian ulang.
- Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian
oral.1,3
2.2.2.2 CLOZAPINE
Merupakan APG II yang pertama dikenal, kurang menyebabkan timbulnya
EPS, tidak menyebabkan terjadinya tardice dyskinesia dan tidak terjadi
peningkatan dari prolaktin. Clozapine merupakan gold standard pada pasien yang
telah resisten dengan obat antipsikotik lainnya. Profil farmakoligiknya atipikal
19
bila dibandingkan dengan antipsikotik lain. Dibandingkan terhadap psikotropik
yang lain, clozapine menunjukkan efek dopaminergik rendah, tetapi dapat
mempengaruhi fungsi saraf dopamin pada sistem mesolimbik-mesokortikal otak,
yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental yang lebih tinggi, yang
berbeda dari dopamin neuron di daerah nigrostriatal (darah gerak) dan
tuberoinfundibular (daerah neruendokrin). 1
Clozapine efektif untuk menggontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia
baik yang positif (iritabilitias) maupun yang negatif (social disinterest dan
incompetence, personal neatness). Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2
minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat
ini berguna untuk pasien yang refrakter dan terganggu berat selam pengobatan.1,3
Secara farmakokinetik, clozapine di absorpsi secara cepat dan sempurna
pada pemberian per oral. Kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 2 jam
setelah pemberian obat, dengan waktu paruh rata-rata 12 jam (antara 10-16 jam)
sehingga pemberiannya dianjurkan 2 kali dalam sehari. Distribusi dari clozapine
dibandingkan obat antipsikotik lainnya lebih rendah. Umunya afinitas dari
clozapine rendah pada reseptor D2 dan tinggi pada reseptor 5HT2A sehingga
cenderung rendah untuk menyebabkan terjadinya efek samping EPS. 1,3,8
Dosis :1,3
- Hari 1 : 1 – 2 x 12,5 mg.
- Berikutnya ditingkatkan 25 – 50 mg / hari sp 300 – 450 mg / hari dengan
pemberian terbagi.
- Dosis maksimal 150-600 mg / hari.
- Sediaan tablet 25 mg dan 100 mg
20
Kontra indikasi :
- Ada riwayat toksik/hipersensitif.
- Gangguan fungsi Sumsum tulang.
- Psikosis alkoholik dan psikosis toksik lainnya.
- Koma.
- Depresi SSP.
- Ganguan jantung dan ginjal berat.
- Gangguan liver.
2.2.2.3 OLANZAPINE
Merupakan derivat dari clozapine dan dikelompokkan dalam golongan
Thienobenzodiazepine. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Plasma puncak
olanzapine dicapai dalam waktu 5 jam setalah pemberian oral, sedangkan pada
pemberian intramuskular dapat dicapai setelah 15-45 menit dengn waktu paruh 31
jam (antara 21-54 jam) sehingga pemberian cukup 1 kali sehari. 1,3
Olanzapine merupaka antagonis monoaminergik selektif yang mempunyai
afinitas yang kuat terhadap reseptor dopamin (D 1-D4), serotonin (5HT2A/2c),
Histamin (H1) dan α1 adrenergik. Afinitas sedang dengan reseptor kolinergik
muskarinik (M1-5) dan serotonin (5HT3). Berikatan lemah dengan reseptor
GABAA, benzodiazepin dan β-adrenergik. Metabolisme olanzapine di sitokrom
P450 CYP 1A2 dan 2D6. Metabolisme akan meningkat pada penderita yang
merokok dan menurun bila diberikan bersama dengan antidepresan fluvoxamine
atau antibiotik ciprofloxacin. 1
Bila dibandingkan dengan clozapine, olanzapine memblok D2 lebih besar
sehingga dosis tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar prolactin dan efek
pada EPS Olanzapine juga agonis pada 5HT1a sehingga baik untuk antianxietas
dan antidepresi. 1
Indikasi :1,3
- Sizofrenia atau psikosis lain dengan gejala positive dan negatif.
- Episode manik moderat dan severe.
- Pencegahan kekambuhan gangguan bipolar.
21
Dosis :1,3
- Dosis anjuran 10-20mg/ hari.
- Sedian tablet 5-10mg
- Untuk skizofrenia mulai dengan dosis 10 mg 1 x sehari.
- Untuk episode manik mulai dengan dosis 15 mg 1 x sehari.
- Untuk pecegahan kekambuhan gangguan bipolar 10 mg / hari.
Efek samping:
- Penigkatan berat badan
- Somnolen
- Hipotensi ortostatik berkaitan dengan blokade reseptor α1
- EPS dan kejang rendah
- Insiden tardive dyskinesia rendah
2.2.2.4 QUETIAPINE
Quetiapine merupakan antagonis reseptor serotonin (5HT1A dan 5HT2A),
reseptor dopamin (D1 dan D2), reseptor histamin (H1), reseptor adrenergik α1 dan
α2. Afinitasnya lemah pada reseptor muskarinik (M1) dan reseptor benzodiazepin.
Cleareance quetiapine menurun 40% pada penderita usia lanjut, sehinga perlu
penyesuaian dosis yang lebih rendah dan menurun 30%-50% pada penderita yang
mengalami gangguan fungsi hati. Cleareance quetiapine meningkat apabila
pemberiannya dilakukan bersamaan dengan antiepileptik fenitoin, barbiturat,
carbamazepin dan antijamur ketokonazole.1,2,3
Quetiapine dapat memperbaiki gejala positif, negatif, kognitif dan mood.
Dapat juga memperbaiki pasien yang resisten dengan antipsikotik generasi
pertama tetapi hasilnya tidak sebaik apabila di terapi dengan clozapine. Pemberian
pada pasien pertama kali mendapat quetiapine perlu dilakukan titrasi dosis untuk
mencegah terjadinya sinkope dan hipotensi postural.Waktu untuk konsentrasi
penuh setelah pemberian oral adalah 2 jam dengan waktu paruh berkisar 3-5 jam,
setelah 8-12 jam reseptor masih diduduki. 1
Dosis anjuran 50-400mg/hari dan sediaannya 25-100mg dan 200mg dan
300mg tablet XR (50mg, 300mg dan 400mg). Efek samping obat ini yang sering
adalah somnolen, hipotensi postural, pusing, peningkatan berat badan, takikardi,
22
dan hipertensi. 1,3
2.2.2.5 ARIPIPRAZOLE
Merupakan antipsikotik generasi baru, yang bersifat partial agonis pada
reseptor D2 dan reseptor serptonin 5HT1A serta antagonis pada reseptor serotonin
5HT2A. Aripiprazole bekerja sebagai dopamin sistem stabilizer artinya
menghasilkan signal transmisi dopamin yang sama pada keadaan hiper atau hipo-
dopaminergik karena pada keadaan hiperdopaminergik aripiprazole afinitasnya
lebih kuat dari dopamin akan mengeser secara kompetitif neurotransmiter
dopamin dan berikatan dengan reseptor dopamin. Pada keadaan
hipodopaminergik maka aripiprazole dapat menggantikan peran neurotransmiter
dopamin dan akan berikatan dengan reseptro dopamin. 3,7,8
Aripiprazole di metabolisme di hati melaui isoenzim P450 pada CYP 2D6
dan CYP 3A4, menjadi dehydro-aripiprazole. Afinitas dari hasil metabolisme ini
mirip dengan aripiprazole pada reseptor D2 dan berada di plasma sebesar 40% dari
keseluruhan aripiprazole. Waktu paruh berkisar antara 75-94 jam sehingga
pemberian cukup 1 kali sehari. Absorpsi aripiprazole mencapai konsentrasi
plasma ouncak dalam waktu 3-5 jam setelah pemberian oral. Aripiprazole
sebaiknya diberikan sesudah makan, terutama pada pasien yang mempunyai
keluhan dispepsia, mual dan muntah.3,7
Indikasi : Skizofrenia.
Dosis : dosis anjuran 10—15mg/hari dan sedian tablet (5mg, 10mg dan 15mg).
Pemberuannya dapat 10 atau 15 mg 1 x sehari.
Efek samping :
- Sakit kepala.
- Mual, muntah.
- Konstipasi.
- Ansietas, insomnia, somnolens.
- Akhatisia.
23
BAB III
KESIMPULAN
24
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
25
and their treatments in adult psychiatric: schizophrenia and other psychotic
disorders; p.260-89.
9. Psychopharmacology Institute. First Generation of Antipsychotic.
Accessed on : 7 Februari 2019. Available at :
http://psychopharmacologyinstitute.com/antipsychotics/first-generation-
antipsychotics/
10. Medlibes online medical library. Dopamine Pathways. Accessed on : 7
Februari 2019.Available at : http://medlibes.com/entry/dopamine-
pathways
11. Episodes Self-Negotiated Unit: Side Effects of Atypical Antipsychotic
Drugs..Accessed on 9 February 2019.Available at :
http://followpics.co/episodes-self-negotiated-unit-side-effects-of-atypical-
antipsychotic-drugs
12. Sylvia M, Laurence B, Carine B, Brandt PY, Christiane G, Philippe H.
Delusions with religious content in patients with psychosis. Psychiatry.
2010;73(2):158.
26