Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Orang yang terkena virus HIV/AIDS ini akan menjadi rentan terhadap infeksi
oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Penyakit AIDS ini telah menyebar ke
berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa
AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan
ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemic paling menghancurkan pada sejarah.
Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di
dunia,epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta)hidup
pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakananak-anak. Secara
global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup denganHIV.Pada tahun 2005, antara 3,4
dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal
dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31
Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29
Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000.
Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879
AIDS dengan 5.430 kamatian.Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-
an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia
yaitu berkisar antara 80.000-130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat
ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.
TB( Tubrkulosis ) merupakan salah satu infeksi oportunistik tersering menyerang
pada orang dengan HIV/AIDS di Indonesia. Infeksi HIV/AIDS memudahkan terjadinya
infeksi mycobacterium tuberculosis. Penderita HIV/AIDS mempunyai resiko lebih besar
menderita TB di bandingkan dengan non-HIV/AIDS. Resiko HIV/AIDS untuk menderita
TB adalah 10% per tahun, sedangkan yang non-HIV/AIDS resiko menderita TB hanya
10% seumur hidup. Di Amerika Serikat di laporkan angka kejadianTB dengan infeksi
menurun, 4,4 kasus baru per 100.000 populasi ( total13,299 kasus ) pada tahun 2007. Di
RSU Dr.Soetomo dilaporkan sebanyak 25-83 %. Sementara Raviglione, dkk
menyebutkan bahwa TB merupakan penyebab kematian tersering pada orang penderita
HIV/AIDS. Dimana WHO memperkirakan TB sebagai penyebab kematian 13% dari
penderita AIDS.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari HIV/AIDS ?
2. Apa etiologi dari HIV/AIDS ?
3. Bagaimana patofisiologi dari HIV/AIDS?
4. Bagaimana manifestasi klinis HIV/AIDS ?
5. Apa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada HIV/AIDS ?
6. Apa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada HIV/AIDS ?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis yang dilakukan pada HIV/AIDS ?
8. Apa komplikasi yang akan muncul dari HIV/AIDS ?
9. Bagaimana pencegahan HIV/AIDS ?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan
HIV/AIDS komplikasi TB paru?
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yangmenyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS.HIV menyerang salah satu jenis
dari sel-sel darah putih yang bertugasmenangkal infeksi. Sel darah putih tersebut
terutama limfosit yang memilikiCD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di
permukaan sellimfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia
menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya
berperandalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang
dengansistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan
pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yangterinfeksi
HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa
sampai nol) (KPA, 2007).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau
media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apa
lagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai
infeksi baik akibat virus, bakteri, parasite maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang
dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).
HIV adalah virus yang menumpang hidup dan merusak system kekebalan tubuh.
Sedangkan AIDS (Acquired Immune DeficiencySyndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. (Brunner&Suddarth; edisi 8)
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari
serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem
pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain
(Yatim, 2006).
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang
tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi,
tersebut seperti keganasan, obat-obatsupresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal
dan sebagainya (Laurentz,2005).
AIDS adalah suatu gejala penyakit yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan
daya tahan tubuh atau gejala penyakit infeksi tertentu/keganasan tertentu yang timbul
sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan). (H. JH. Wartono, 1999 : 09)

2.2 Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human Immuno deficiency Virus
(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-
1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2.
HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan dengan HIV-1. Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima
fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi.Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flulikes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidakada.
4. Supresi imun simtomatik. Di atas 3 tahun dengan gejala demam, keringatmalam hari,
B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesimulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertamakali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh,
dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, priamaupun wanita. Yang
termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena.
3. Partner seks dari penderita AIDS.
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
2.3 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai
setiap sistem organ, salah satunya sistem pernapasan. Pneumonia Pneumocystis cari ini.
Gejala napas yang pendek, sesak napas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada dan demam
akan menyertai berbagai infeksi oportunitis, seperti yang disebabkan oleh
Mycobacterium avium-intracellulare (MAI), sitomegalovirus (CMV) dan Legionella.
Walaupun begitu, infeksi yang paling sering ditemukan di antara penderita AIDS adalah
Pneumocystis carinii Pneumonia (PCP) yang merupakan penyakit oportunis pertama
yang dideskripsikan berkaitan dengan AIDS. Pneumonia ini merupakan manifestasi
pendahuluan penyakit AIDS pada 60% pasien. Tanpa terapi profilaktik, PCP akan terjadi
pada 80% orang-orang yang terinfeksi HIV P. carinii awalnya diklasifikasikan sebagai
protozoa, namun sejumlah penelitian dan pemeriksaan analisis terhadap struktur RNA
ribosomnya menunjukkan bahwa mikroorganisme ini merupakan jamur (fungus). Kendati
demikian, struktur dan sensitivitas antimikrobanya sangat berbeda dengan jamur
penyebab penyakit yang lain. P. carinii hanya menimbulkan penyakit pada hospes yang
kekebalannya terganggu. Jamur ini menginvasi dan berproliferasi dalam alveoli
pulmonalis sehingga terjadi konsolidasi parenkim paru.
Gambaran klinik PCP pada pasien AIDS umumnya tidak begitu akut bila dibandingkan
dengan pasien gangguan kekebalan karena keadaan lain. Periode waktu antara awitan
gejala dan penegakan diagnosis yang benar bisa beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Penderita AIDS pada mulanya hanya memperlihatkan tanda-tanda dan gejala yang tidak
khas seperti demam, menggigil, batuk nonproduktif, napas pendek, dispnea dan kadang-
kadang nyeri dada. PCP dapat ditemukan kendati tidak terdapat krepitasi. Konsentrasi
oksigen dalam darah arterial pada pasien yang bernapas dengan udara ruangan dapat
mengalami penurunan yang ringan; keadaan ini menunjukkan hipoksemia minimal.
Bila tidak diatasi, PCP akan berlanjut dengan menimbulkan kelainan paru yang signifikan
dan pada akhirnya, kegagalan pernapasan. Beberapa pasien memperlihatkan awitan yang
dramatis dan perjalanan penyakit yang fulminan yang meliputi hipoksemia berat,
sianosis, takipnea dan perubahan status mental. Kegagalan pernapasan dapat terjadi
dalam waktu 2 hingga 3 hari setelah timbulnya gejala pendahuluan.
Diagnosis pasti PCP dapat ditegakkan dengan mengenali mikroorganisme dalam jaringan
paru atau sekret bronkus. Penegakan diagnosis ini dilaksanakan dengan prosedur seperti
induksi sputum, lavase bronkial-alveolar dan bioPasieni transbronkial (melalui
bronkoskopi seratoptik).
Kompleks Mycobacterium avium. Penyakit kompleks Mycobacterium avium (MAC;
Mycobacterium avium Complex) muncul sebagai penyebab utama infeksi bakteri pada
pasien-pasien AIDS. Mikroorganisme yang termasuk ke dalam MAC adalah M. avium,
M.intracellulare dan M. scrofulaceum. MAC, yaitu suatu kelompok baksiltahan-asam,
biasanya menyebabkan infeksi pernapasan kendati juga sering dijumpai dalam traktus
gastrointestinal, nodus limfatikus dan sumsum tulang. Sebagian pasien AIDS sudah
menderita penyakit yang menyebar luas ketikadiagnosis ditegakkan dan biasanya dengan
keadaan umum yang buruk. Infeksi MAC akan disertai dengan angka mortalitas yang
tinggi.
M. tuberculosis yang berkaitan dengan HIV cenderung terjadi diantara para pemakai obat
bius IV dan kelompok lain dengan prevalensi infeksi tuberkulosis yang sebelumnya
sudah tinggi. Berbeda dengan infeksi oportunis lainnya, penyakit tuberkulosis (TB)
cenderung terjadi secara dini dalam perjalanan infeksi HIV dan biasanya mendahului
diagnosis AIDS. Terjadinya tuberkulosis secara dini ini akan disertai dengan
pembentukan granuloma yang mengalami pengkijuan (kaseasi) sehingga timbul
kecurigaan ke arah diagnosis TB. Pada stadium ini, penyakit TB akan bereaksi dengan
baik terhadap terapi anti tuberkulosis. Penyakit TB yang terjadi kemudian dalam
perjalanan infeksi HIV ditandai dengan tidak terdapatnya resposn teskulit tuberkulin
karena sistem kekebalan yang sudah terganggu tidak mampu lagi bereaksi terhadap
antigen TB. Dalam stadium infeksi HIV yang lanjut, penyakit TB disertai dengan
penyebaran ke tempat-tempat ekstrapulmoner seperti sistem saraf pusat, tulang,
perikardium, lambung, peritoneum danskrotum. Strain multipel baksil TB yang resisten
obat kini bermunculan dan kerapkali berkaitan dengan ketidak patuhan pasien dalam
menjalani pengobatan anti tuberkulosis.
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe,
limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel
lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian
yaitu anti gengrup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan
reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer
penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman
ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA.
DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian
terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat
mengenalivirus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh
tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel
T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan
limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi
limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4
helperterganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T
penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap
tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini,
jumlah sel T4dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai
sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpeszoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru
akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang
didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah,
atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
2.4 PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel
yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar
limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi
sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian
yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan
reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer
penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-
stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus
dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper
tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV
didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper.
Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4
helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi
antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan 9
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu,
mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan
untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius. Dengan menurunya jumlah sel
T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi
sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap
tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini,
jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi
mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4
mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul,
Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus
berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS
apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi
opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
2.5 PATWAY

2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi dengan penyakit HIV-AIDS, yaitu :
Penurunan sistem kekebalan tubuh akibat virus HIV (HumanImmuno Deficiency Virus),
menyebabkan tubuh mudah diserang penyakit- penyakit1.
1. Tuberkulosis Paru.
2. Pneumonia Premosistis.
3. Berbagai macam penyakit kanker.
4. Pemeriksaan Penunjang.

2.7 PENATALAKSANAAN MEDIS


1. Pengobatan Suporatif
Tujuan :
 Meningkatkan keadaan umum pasien.
 Pemberian gizi yang sesuai.
 Obat sistometik dan vitamin.
 Dukungan Pasienikologis.
2. Pengobatan infeksi oportunistika.
A. Untuk infeksi :
 Kardidiasis eosofagus
 Tuberculosis
 Toksoplasmosis
 Herpes
 Pcp
 Pengobatan yang terkait AIDS , limfoma malignum , sarcomaKaposi dan
sarcoma servik, disesuaikan dengan standar terapi penyakit kanker.
B. Terapi :
 Flikonasol
 Rifamfisin, INH , Etambutol, Piraziramid, Stremptomisin
 Pirimetamin, Sulfadiazine, Asam folat
 Ansiklovir
 Kotrimoksazol
C. Pengobatan anti retro virus
Tujuan :
 Mengurangi kematian dan kesakitan.
 Menurunkan jumlah virus.
 Meningkatkan kekebalan tubuh.
 Mengurangi resiko penularan.

2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Tes untuk mendiagnosa infeksi HIV , yaitu :
 ELISA
 Western blot
 P24 antigen test
 Kultur HIV
2. Tes untuk mendeteksi gangguan sistem imun, yaitu :
 Hematokrit
 LED
 Rasio CD4 / CD Limposit
 Serum mikroglobulin B2
 Hemoglobin

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, umur, tempat dan tanggal lahir
b. Riwayat
Test HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obatan.
c. Penampilan umum
Pucat, kelaparan.
d. Gejala subyektif
Demam kronik dengan atau tanpa mengigil, keringat malam hari berulang kali,
lemah, lelah, anoreksiae.
e. Pasienikososial
Kehilangan pekerjaaan dan penghasilan, perubahan pola hidup.
f. Status mental
Marah atau pasrah, depresi , ide bunuh diri, halusinasi
g. HEENT
Nyeri perorbital, sakit kepala, edema muka, mulut kering.
h. Pola fungsi gordon
 Pola pemeliharaan kesehatan
Pada klien hiv/aids biasannya penting dikaji riwayat konsumsi obat-obatan
dan minuman alcohol dll

 Pola nutrisi metabolic


Pada klien hiv/aids biasannya Pasien megalami penurunan nafsu makan
dikarenakan kesulitan menelan dan mengalami mual muntah

 Pola eliminasi
Pada klien hiv/aids Pasien jarang BAB karena jarang makan dan mengalami
konstipasi sehingga membutuhkan bantuan untuk eliminasi dari keluarga atau
perawat.

 Pola aktivitas dan latihan


Pada klien hiv/aids pasien tampak gelisah dan merasa lemas , sehingga sulit
untuk beraktifitas.

 Pola istirahat dan tidur


Pada klien hiv/aids Pasien tidak bisa tidur karena gelisah, sesak dan batuk,
Pasien mengatakan tidurnya sering terjaga saat sesak datang.

 Pola persepsi kognitif


Pada klien hiv/aids tidak ditemukannya kekaburan pada penglihatan dan
adannya rasa nyeri pada daerah tenggorokan.

 Pola presepsi dan konsep diri


Pada klien hiv/aids biasannya pasien cenderung mengasingkan diri dan
merasa tidak dapat menjalankan tanggung jawabnya.
 Pola peran hubungan dengan sesama
Pada klien hiv/aids cenderung mengasingkan diri dan tidak ingin
bersosialisasi.

 Pola produksi seksual


Pada klien hiv/aids tidak ditemukan masalah pada sistem reproduksi.

 Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress


Pada klien hiv/aids merasa malu dengan kondisinnya dan merasa tidak
berguna sehingga klien membutuhkan obat penenang.

 Pola system kepercayaan


Pada klien hiv/aids kegiatan beribadah terganggu.

i. Pemeriksaan fisik
a) Kesadaran umum : CM / keadaan umum lemah
TTV:
 Suhu : 38o C
 TD : 90/60 mmHg
 RR : 30x/mnt
 nadi : 76x/mnt
 TB : 157 cm
 BB : 38 kg
b) Pemeriksaan head to toe :
- Kepala
 Inspeksi : Bentuk kepala simetris, rambut hitam keriting, kulit kepala
kering, tidak ada ketombe.
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
- Mata
 Inspeksi : Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola matasimetris,
konjungtiva merah muda, ada reaksi terhadap cahaya (miosis) tidak
mengguakan alat bantu penglihatan, fungsi penglihatan normal.
 Palpasi : Tidak nyeri tekan.
- Hidung
 Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret.
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan pembengkak
an.
- Telinga
 Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga,tidak
ada lesi dan serumen
 .Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
- Mulut
 Inspeksi : Gigi tampak kuning, lidah bersih, mukosa mulut lembab.
 Palpasi : Otot rahang kuat.
- Leher
 Inspeksi : Ada pembesaran kelenjar getah bening.
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
- Thoraks (paru-paru)
 Inspeksi : Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 40 kali permenit,
terdapat retraksi dinding dada
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.Auskultasi : Bunyi napas ronkhi.
 Perkusi : Batas paru-paru normal.
- Thoraks(jantung)
 Inspeksi : Ictus cordis terlihat, terlihat tatto di dada sebelah kanan.
 Palpasi : Ictus cordis teraba.
 Auskultasi : S1 dan S2 reguler.
 Perkusi : Batas jantung normal. 
 
- Abdomen
 Inspeksi : Tidak ada lesi, terdapat pembesaran abdomen
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
 Auskultasi : Bising usus 8 kali per menit.
 Perkusi : Timpani.

- Genetalia
(pasien menolak untuk dikaji karena menyangkut masalah pribadi).
- Pemeriksaan muskuloskeletal (ekstremitas)
Kesimetrisan otot : simetris kiri kanan
Pemeriksaan oedema : tidak ada odem pada lengan dan kaki
Kekuatan otot : 5 (kekuatan otot mampu melawan gravitasi)
Kelainan pada ekstremitas dan kuku : tidak ada
2.10 Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektifberhubungan dengan produksi sputum
b. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan jalan nafas
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurangdari kebutuhan tubuh berhubungandengan
menurunnya nafsu makan danmual muntah.
d. Gangguan pola tidur berhubungandengan kegelisahan akibat perubahanstatus
kesehatan
2.11 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Nic-noc Rasional
.
1. Bersihan jalan napas tidak Nic Memantau kondisi Pasien2.
efektifberhubungan Setalah dilakukan  
dengan produksi sputum tindakankeperawatan 3x24 Memudahkan Pasien
jam diharapkan bersihan ketika bernafas3.
jalan nafas  
tidakefektifanhilang dengan Mengeluarkan sputum4.
kriteria hasil :  
- Pemberian oksigen
  sebanyak 4l/m5.
Mampu mengeluarkan  
sputum Memberikan
- kenyamanan pada Pasien
 
Frekuensi pernafasan
dalamrentang normal (18-
20x/m)
-
 
Ttv dalam batas normal1.

 Noc
Kaji k/u Pasien
 
Posiskan pasien
untukmemaksimalkan
ventilasi.
 
Ajarkan untuk batuk efektif4.
 
Monitor resfirasi dan status
02,oxygen therapy.
 
Berikan posisi semi fowler
pada Pasien.
 

2. Pola nafas tidak efektif Nic Untuk mengetahui pola


b.d gangguan jalan nafas Setalah dilakukan nafasdan membantu
tindakankeperawatan 3x24 dalammenentukan
jam diharapkan :- intervensiselanjutnya
   
nafas dalam batas normal 18- ronki dan wheezing
20x/mnt- menyertaiobstruksi jalan
  nafas /kegagalan
Retraksi dinding dada ( - ) pernafasan.
   
Noc Memaksimalkan
Kaji pola nafas ekspansi paru
   
Auskultasi bunyi nafas dan Memberikan lingkungan
catatadanya bunyi nafas amandan nyaman
seperti krekels,wheezing.  
  Membantu dalam
Berikan posisi semi fowler pemberianterapi yang tepat.
 
Ciptakan lingkungan yang
adekuat
 
Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian terapi
 

3. Ketidakseimbangan Nic Memantao kondisi Pasien.


nutrisi kurangdari Setelah dilakukan tindakan  
kebutuhan 3x24 jamdiharapkan Ketidak Menyesuaikan
tubuh berhubungandengan seimbangannutrisi terpenuhi kebutuhankalori yang
menurunnya nafsu makan dengan criteria hasil :- dibutuhkan.
danmual muntah.    
TTV dalam batas normal- Memenuhi kebutuhan
  nutrisi Pasien.
BB meningkat-  
  Menjaga keseimbangan
Pasien mengatakan nafsu Pasien
makanmeningkat-
 
Mual muntah berkuarang

Noc
 
Kaji keadaan umum Pasien.
 
Monitor Input dan Output
nutrisi.
 
Anjurkan makan sedikit tapi
sering4.
 
Kolaborasi dengan ahli gizi.
 
Memantao kondisi Pasien2.
 
Menyesuaikan
kebutuhankalori yang
dibutuhkan3.
 
Memenuhi kebutuhan
nutrisiPasien4.
 
Menjaga keseimbangan
Pasien

4. Gangguan pola Nic Memantau kondisi Pasien.


tidur berhubungandengan Setelah dilakukan tindakan  
kegelisahan 3x24 jamdiharapkan Mengetahui intensitas tidur
akibat perubahanstatus Perubahan pola tidur Pasien.
kesehatan tidakterjadi dengan criteria  
hasil: Mengetahui penyebab
- untukmemberikan
  intervensi yangtepat.
Pasien mengatakan sudah  
bisa tidur Merangsang Pasien supaya
- tertidur.
   
Jumblah jam tidur normal 6- Membantu Pasien untuk
8 jam. tidurnyenyak.
 
Noc
Kaji keadaan umum Pasien.
 
Kaji kebutuhan istirahat tidur
Pasien.
 
Idenfikasi penyebab
perubahan polatidur Pasien.
 
Berikan posisi semi fowler.
 
Kolaborasi dengan keluarga
Pasiensupaya menciptakan
suasana yangtenag dan
nyaman.
 
2.12 Evaluasi
Melakukan pengkajian kembali untuk mengetahui apakah semua tindakan yang telah
dilakukan dapat memberikan perbaikan status kesehatan terhadap klien sesuai dengan kriteria
hasil yang di harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C. Long. 1996 Perawatan Medikal Bedah. Pedjajaran Bandung
Doenges, Marylyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 4.Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
Padila. S.Kep.NS.2012. Keperawatan Medikal Bedah. Numed. Yogyakarta
Smeltzer , Bare, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah , Brunnerdan suddart, Edisi 8,
Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai