Anda di halaman 1dari 2

Patofisiologi abortus dijelaskan dalam berbagai konsep teori antara lain adanya abnormalitas

kromosom, disregulasi sistem imun selama kehamilan, defek fase luteal, peningkatan kadar kortisol, dan
gangguan oksidasi plasenta.

Abnormalitas Kromosom

Abnormalitas kromosom janin akan menyebabkan peningkatan reaksi sistem imun ibu yang ditandai
dengan peningkatan TNF dan IL-1-0 yang akan menyebabkan gangguan perkembangan plasenta baik
morfologi dan fungsi, termasuk ukuran, bentuk dan vaskularisasi. Abnormalitas kromosom juga
dikaitkan dengan invasi trofoblas abnormal di desidua sehingga terjadilah apoptosis janin.

Disregulasi Imunologi selama Kehamilan

Kehamilan bisa terjadi karena interaksi imun-endokrin. Respon imun terjadi karena hasil konsepsi
mengandung sel paternal. Selanjutnya, kehamilan dapat dipertahankan karena rangsangan hormon
progesteron yang bekerja dengan mempertahankan proses desidualisasi dan mengontrol kontraksi
uterus.

Progesterone akan memicu keluarnya Progesterone Induced Blocking Factor (PIBF) oleh limfosit dan sel
desidua. PIBF sendiri merupakan anti abortus karena melindungi fetus dari sel imun. PIBF juga akan
merangsang modulasi sitokin dari Th1 menjadi Th2. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan respon
inflamasi sistemik maternal dengan ketidakseimbangan rasio Th1/Th2 di sirkulasi maternal pasien
abortus. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa kadar progesteron serum dan PIBF yang rendah
akan meningkatkan risiko abortus.

Defek Fase Luteal

Defek luteal berperan dalam menyebabkan terjadinya 35% abortus. Sebelum plasenta mengambil alih
produksi progesteron, progesteron diproduksi oleh korpus luteum. Adanya defek fase luteal
menyebabkan abortus karena berkurangnya hormon progesteron yang berperan penting dalam
mempertahankan kehamilan.

Peningkatan Kadar Kortisol

Pada penelitian didapati bahwa kadar kortisol tinggi menunjukkan adanya stres oksidatif janin. Kortisol
juga akan meningkatkan produksi estrogen dan akan menurunkan produksi progesteron. Kadar estrogen
yang tinggi akan menyebabkan pelepasan prostaglandin plasenta yang akan meningkatkan respon otot
rahim terhadap oksitosin dan merangsang kontraksi rahim sehingga terjadi abortus.

Gangguan Oksidasi di Plasenta

Penelitian case control terhadap 40 pasien dengan abortus spontan dan 40 pasien yang mengalami
abortus mengancam pada usia kehamilan 6-10 minggu menyimpulkan bahwa pada abortus terdapat
gangguan beta oksidasi asam lemak plasenta. Gangguan oksidasi asam lemak akan menyebabkan
hipoglikemia dan kolaps kardiovaskular.

Gangguan oksidasi terjadi karena defisiensi karnitin akibat penumpukan karnitin dalam urin. Penurunan
kadar karnitin akan menyebabkan penurunan energi untuk pertumbuhan dan keberlangsungan proses
metabolik janin. Selain itu, karnitin juga memegang peranan penting untuk mencegah akumulasi
berlebihan senyawa alkil yang merusak sel. Penurunan kadar karnitin juga menyebabkan penurunan
kadar leusin, asam amino esensial yang penting dalam sintesa protein dan mempengaruhi tumbuh
kembang janin

Anda mungkin juga menyukai