Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

NEUROLOGI
STROKE

Pembimbing :
dr. Neimy Novitasari, Sp.S

Disusun oleh :
Astrid Ika Priadna 20190420056
Astriningrum Desi K.K. 20190420057

SMF NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM HAJI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Referat SMF Neurologi

“STROKE”

Oleh

Astrid Ika Priadna 20190420056

Astriningrum Desi K.K. 20190420057

Referat “STROKE” ini telah diperiksa, disetujui, dan diterima


sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan
klinik di SMF Neurologi RSU Haji Surabaya, Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 26 Desember 2019

Mengesahkan,

Dokter Pembimbing

2
dr. Neimy Novitasari, Sp.S

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
2.1 Stroke......................................................................................................................3
2.1.1 Stroke Iskemik................................................................................................6
2.1.1.1 Definisi.....................................................................................................6
2.1.1.2 Etiologi.....................................................................................................7
2.1.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi............................................................11
2.1.1.4 Diagnosis..............................................................................................12
2.1.1.5 Manajemen...........................................................................................16
2.1.1.6 Komplikasi.............................................................................................18
2.1.1.7 Preventif................................................................................................18
2.1.1.8 Prognosis..............................................................................................19
2.1.2 Stroke Hemorragic.......................................................................................22
2.1.2.1 Definisi.......................................................................................................22

3
2.1.2.2 Faktor Resiko...........................................................................................23
2.1.2.1.1 Pendarahan Intraserebral Primer..............................................25
BAB III KESIMPULAN.........................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................35

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tipe Stroke.......................................................................................................3
Gambar 2.2 Stroke iskemik..................................................................................................4
Gambarl 2.3Trombosis.........................................................................................................5
Gambar 2.4 Emboli...............................................................................................................6
Gambar 2.5 Patofisiologi stroke iskemik

4
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke merupakan salah satu jenis penyakit cerebrovascular yang


didefinisikan sebagai munculnya defisit fungsi neurologis secara cepat

5
yang diakibatkan adanya lesi vascular. Oleh karena itu, definisi stroke
didasarkan pada keadaan klinis, studi laboratoris, dan brain imaging, yang
digunakan sebagai penegak atau penyokong diagnosis (Harrison, 2015).
Terdapat dua tipe utama dari stroke yaitu stroke iskemik akibat
berkurangnya aliran darah sehubungan dengan penyumbatan (trombosis,
emboli), dan hemoragik akibat perdarahan (WHO, 2014). Sifat penyakit ini
ialah akut dan destruktif, sangat umum terjadi dengan insiden yang
berbanding lurus dengan usia (Harrison, 2015), serta beberapa faktor
resiko umum seperti hipertensi, kolesterol, penyakit jantung, obesitas,
diabetes, dan lain-lain (Portegies, Koudstaal and Ikram, 2016).
Bedasarkan data dari WHO pada tahun 2009, stroke merupakan
salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia pada individu berusia
di atas 5 tahun. Prevalensi stroke di Indonesia sebesar 0,8 % secara
keseluruhan, yakni 0.0017% pada daerah perdesaan, 0.022% pada
daerah perkotaan, dan 0.5% pada orang dewasa di Jakarta. Bedasarkan
proses patologis yang mendasari, stroke dapat diklasifikasikan dalam
bentuk iskemik dan perdarahan. Kejadian stroke iskemik kurang lebih 90%
sedangkan stroke perdarahan hanya 10% dari total kasus stroke (Aminoff,
2015).
Stroke merupakan penyebab utama mortalitas, morbiditas, dan
disabilitas secara global, baik pada negara maju maupun berkembang.
Bedasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan, dikonklusikan bahwa dalam
hal morbiditas dan disabilitas, beban akibat stroke akan semakin
meningkat di masa mendatang (Who, 2004). Oleh karena itu, stroke
menjadi permasalahan kesehatan yang utama dan perlu diteliti baik
mengenai faktor resiko baru, komplikasi, dan pengobatannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stroke

6
Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf
lokal dan atau global, yang muncul mendadak, progresif, dan cepat.
Gangguan fungsi saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak non traumatik. Gangguan saraf tersebut menimbulkan gejala
antara lain : kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar,
bicara tidak jelas (pelo), mungkin perubahan kesadaran, gangguan
penglihatan, dan lain-lain (Riskesdas, 2013). Stroke melibatkan onset
mendadak defisit neurologis fokal yang berlangsung setidaknya 24 jam
dan diduga berasal dari pembuluh darah (Dipiro, 2015).

Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal


maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena
perdarahan (stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik)
dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat
sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian. Gangguan
peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau
pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat
pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan
pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron).
Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi,
2011).
Stroke menyebabkan defisit neurologis yang bertahan lama. Bila
tanda dan gejala yang timbul membaik sepenuhnya dalam jangka waktu
yang pendek (biasanya dalam 1 jam) dan tanpa adanya infark serebral,
maka disebut Transient Ischemic Attack (TIA). TIA rekuren dengan ciri
klinis yang identik (stereotypic TIAs) biasanya disebabkan oleh trombosis
atau embolisme yang berasal dari lokasi yang sama pada sirkulasi
serebral. Kejadian TIA rekuren dengan ciri yang berbeda-beda
menunjukkan adanya emboli rekuren pada lokasi yang jauh (seperti pada
jantung) atau pada beberapa lokasi yang berbeda. Meskipun TIA tidak
menimbulkan disfungsi neurologis yang bertahan lama, TIA penting untuk
dikenali karena sekitar satu per tiga pasien dengan TIA akan mengalami

7
stroke dalam jangka waktu 5 tahun, dimana resiko ini dapat dikurangi
dengan penanganan. Meskipun keadaan seperti hipoglikemia, gangguan
metabolik lain, trauma, dan kejang dapat menimbulkan defisit neurologis
sentral fokal yang terjadi dengan cepat dan bertahan selama paling tidak
24 jam, istilah stroke digunakan hanya jika keadaan tersebut disebabkan
oleh penyakit vaskular[ CITATION Ami15 \l 2057 ].
2.2 Klasifikasi stroke

Gambar 2.1 Tipe Stroke (Sumber : CDC, 2016)

Penyakit stroke terdiri atas beberapa jenis gangguan pada


vascular otak, antara lain stroke iskemik dan hemoragik (Harrison,
2015). Iskemik stroke disebut juga infark atau nonhemorrhagic
disebabkan oleh gumpalan atau penyumbatan dalam arteri yang
menuju ke otak yang sebelumnya sudah mengalami proses
aterosklerosis. Iskemik stroke terdiri dari tiga macam yaitu embolic
stroke, thrombotic stroke. Tipe kedua adalah hemorrhagic stroke
merupakan kerusakan atau "ledakan" dari pembuluh darah di otak,
perdarahan dapat disebabkan lamanya tekanan darah tinggi dan
aneurisma otak. Ada dua jenis stroke hemorrhagic: subarachnoid dan
intraserebral (Aji Seto Arifianto, Moechammad Sarosa, 2014).

8
2.1.1 Stroke iskemik

Gambar 2.2 Stroke Iskemik (Sumber : Joseph, 2013)

Stroke iskemik merupakan adanya oklusi dari pembuluh darah


yang kemudian menghambat atau menginterupsi aliran darah ke area otak
tertentu secara spesifik. Gangguan fungsi neurologik yang terjadi
berhubungan dengan area otak yang terlibat dan dapat menghasilkan pola
defisit yang khas (Aminoff, 2015).

Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas: 1.


Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam waktu
kurang dari 24 jam, 2. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND):
defisit neurologis membaik kurang dari 3 minggu, 3. Prolonged RIND:
defisit neurologis membaik lebih dari 3 minggu.

Dalam klinis, stroke iskemik berdasarkan patogenesisnya dapat


digolongkan menjadi:

9
a. Stroke iskemik trombotik

Gambar 2.3 Trombosis

Ketika berusia muda, seseorang memiliki arteri yang luas dan


fleksibel, namun seiring bertambahnya usia dinding arteri menjadi lebih
tebal dan kurang lentur. Sebuah kondisi yang disebut aterosklerosis
kemudian dapat berkembang dimana menggambarkan pengerasan dan
penebalan arteri besar dalam tubuh akibat penumpukan lemak, atau patch
yang disebut 'ateroma' pada dinding bagian dalam arteri. Mereka dapat
menjadi lebih tebal dan menyebabkan penyempitan dan mengurangi
aliran darah yang melewati pembuluh darah tersebut sehingga akhirnya
terjadi penyumbatan. (Stroke Association, 2012).
Penyumbatan yang terjadi dapat membuat dinding permukaan
arteri menjadi rapuh dan mudah patah sehingga dapat menyebabkan

10
pendarahan fokal dan terbentuk trombus. Trombus yang terbentuk dapat
pecah dan mengalir ke pembuluh darah yang lain, sehinnga terjadi
penyumbatan didaerah lain (Joao Gomes, 2013).

b. Stroke iskemik emboli

Gambar 2.4 Emboli

Emboli pada umumnya disebabkan oleh bekuan darah yang


terbentuk dilokasi lain dalam sistem peredaran darah seperti jantung dan
arteri besar dada bagian atas dan leher. Kondisi jantung dan kelainan
darah seperti denyut jantung yang tidak teratur atau Fibrilasi Atrium dapat
menyebabkan penumpukan darah di jantung dan meningkatkan resiko
pembentukan gumpalan darah di bilik jantung. Sebagian bekuan darah
tersebut lepas dan berjalan memasuki pembuluh darah otak hingga
mencapai pembuluh darah otak kecil dan menyebabkan penghambatan
aliran darah (National Institute of Health, 2016).
2.2.2.1 Faktor resiko stroke iskemik

Faktor resiko tidak dapat dimodifikasi:

11
 Peningkatan usia

 Jenis kelamin laki-laki

 Berat badan lahir rendah

 Etnis Afrika-Amerika

 Riwayat stroke pada keluarga

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi:

Vascular

 Hipertensi (Tekanan darah sistolik >140mmHg atau diastolic


90mmHg)

 Merokok

 Stenosis karotis asimptomatik (dameter >60%)

 Penyakit arteri peripheral

 Jantung

 Fibrilasi atrial (dengan atau tanpa penyakit katup)

 Gagal jantung kongestif

12
 Penyakit arteri coroner

Endokrin:

 Diabetes mellitus

 Terapi hormon post-menopause (esterogen ± progesterone)

 Penggunaan kontrasepsi oral

Metabolik:

 Dislipidemia

 Kolesterol total yang tinggi (lebih dari 20%)

 Kolesterol HDL yang rendah (<40 mg/dL)

 Obesitas (terutama abdominal)

Hematologis:

 Sickle cell disease

Gaya hidup:

 Inaktivitas secara fisik (Aminoff, 2015)

13
2.2.2.2 Patofisiologi Stroke Ischemic

Gambar 2.5 patofisiologi stroke iskemik

Penyakit serebrovaskular iskemik terutama disebabkan oleh


trombosis, emboli dan hipoperfusi, yang semuanya dapat menyebabkan
pengurangan atau gangguan dalam CBF yang mempengaruhi fungsi
neurologis. Otak hanya menerima 20% dari output jantung, hal tersebut
merupakan bagian awal terjadinya iskemik, periode iskemik yang singkat
dapat memicu terjadinya suatu kejadian yang komplek sehingga
menyebabkan kerusakan otak permanen (Guo et al., 2013).

14
Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi atau stenosis berat arteri
serebral, karena embolus atau trombosis, sehingga mengurangi aliran
darah serebral (CBF) dan gangguan suplai oksigen dan glukosa ke
jaringan yang disuplai oleh arteri tersebut (Johnson et al, 2006). Ketika
aliran darah lokal otak menurun di bawah 20 mL/100 g per menit, iskemia
terjadi kemudian. Sehingga ketika pengurangan lebih lanjut di bawah 12
mL/100 g per menit bertahan, maka akan terjadi kerusakan otak
permanen yang disebut dengan infark ( Dipiro et al, 2011).

Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa
yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi
penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga membran potensial akan menurun.
K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na dan Ca berkumpul
di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif
sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran
sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural
ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera
apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu
bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram / menit
(Wijaya, 2013).

Dislipidemia juga merupakan faktor yang amat penting dalam


patofisiologi aterosklerosis dan stroke. Faktor resiko yang paling penting
ialah kadar kolesterol LDL. Memang ada korelasi antara kadar kolesterol
total dengan LDL, sel busa pada dinding arteri yang disebabkan karena
makrofagh terisi lipid intraseluler dalam bentuk droplet, dan lipid kolesterol
ester yang merupakan ciri dari plak aterosklerosis (Junaidi, 2011).
Aterosklerosis mempengaruhi berbagai daerah sirkulasi istimewa dan
memiliki manifestasi klinis yang berbeda yang tergantung pada hambatan
aliran darah tertentu yang terkena dampak. Salah satunya yaitu
aterosklerosis pada arteri yang memasok darah ke sistem saraf pusat
yang menimbulkan stroke dan (TIA) (Longo et al, 2012).

15
2.2.1.3 Gejala stroke iskemik

Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskular yang
terkena. Infark total sirkulasi anterior (karotis): Hemiplegia (kerusakan
pada bagian atas traktus kortikospinal), Hemianopia (kerusakan pada
radiasio optikus), Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan),
hilangnya fungsi visuospasial (hemisfer nondominan). Infark parsial
sirkulasi anterior: Hemiplegia dan hemianopia, hanya defisit kortikal saja.
(Price, 2005 dalam Asmedi, 2009).

Sindroma klinis dapat muncul dalam bentuk yang berbeda


bergantung letak infark pada distribusi arteri cerebral tertentu. Hal ini
dapat membantu diagnosis secara anatomis dan etiologis dan
mengarahkan perawatan. Berikut beberapa lokasi anatomi arteri
dengan gejala yang ditimbulkan apabila terjadi blokade pada area
tersebut:

1) Arteria cerebri anterior


Paralisis kontralateral dan kehilangan sensasi sensoris
terutama pada esktremitas inferior.
2) Arteria cerebri media
Hemiparesis kontralateral dan defisit hemisensoris, broca
aphasia, hemianopia homonimus kontralateral, gangguan pada
spatial thought, wernicke aphasia, acute confusional state.
3) Arteria carotis interna
Hemiplegia kontralateral, defisit hemisensori, hemianopia
homonimus.
4) Arteria cerebri posterior
Abnormalitas okular, anomic aphasia, alexia tanpa agraphia,
atau visual agnosia. Jika terdapat keterlibatan lobus temporalis,
dapat terjadi kebutaan dan gangguan ingatan.
5) Arteria basilaris

16
Gejala bilateral dan tanda-tanda disfungsi batang otak dan
cerebellum.
6) Long circumferential vertebrobasilar branches

Oklusi pada cabang sirkumferensial menyeabkan infark pada


medulla dorsolateral atau pons. Dapat terjadi sindroma
Wallenberg, cerebellar ataxia ipsilateral, sindroma horner, dan
defisit sensoris pada wajah, dll.

7) Long penetrating paramedian vertebrobasilar branches


Oklusi pada arteri ini menyebabkan infark pada paramedian
dari batang otak, dan jika pedulculus cerebrii terkena, dapat
menyebabkan paresis kontra lateral. Nervus kranialis yang
terlibat tergantung dari tempat oklusi pada batang otak.
8) Short basal vertebrobasilar branches
Hemiparesis kontralateral, kelumpuhan nervus kranialis III, IV,
VII ipsilateral.
9) Lacunar infarction
Pure motor hemiparesis, pure sensory stroke, ataxic
hemiparesis atau ipsilateral ataxia dan crural (leg) paresis
(Aminoff, 2015).
2.2.1.4 Diagnosis

Empat ciri utama yang menjadi karakteristik stroke:

1. Onset yang tiba-tiba (diketahui dari hasil anamnesis riwayat


pasien)
2. Keterlibatan fokal pada CNS
3. Proses resolusi yang lambat
4. Memiliki penyebab yang berasal dari sistem vascular

17
Pada Anamnesis di temukan :

1. Memiliki faktor predisposisi


2. Onset dan penyebab : Mempertanyakan waktu dari
munculnya gejala dan pernah tidaknya gejala yang mirip
seperti ini terjadi sebelumnya.
Penyebab dapat diperkirakan dari gejala dan tanda:
 Stroke trombotik : Stepwise progression dari defisit
neurologis dan dapat didahului oleh 1 atau lebih TIA
dengan gejala yang sama.
 Stroke emboli : Emboli berasal dari jantung dicurigai jika
terjadi defisit maksimal dalam waktu 5 menit sejak onset,
terganggunya kesadaran saat onset, dan regresi defisit
secara tiba-tiba, dan Wernicke atau global aphasia tanpa
hemiparesis.

3. Gejala yang menyertai


Sakit kepala saat onset (pada 25% pasien dengan stroke
iskemik) dan kejang (Aminoff, 2015).
 Pemeriksaan fisik

 Pemeriksaan fisik umum


Bertujuan mencari penyebab sistemik yang mendasari
a. Tekanan darah.
b. Perbandingan tekanan darah dan denyut nadi pada dua
sisi
c. Pemeriksaan ophthalmoscopic pada retina (untuk mencari
bukti embolisasi pada sirkulasi anterior, yaitu adanya
materi emboli yang dapat terlihat pada pembuluh darah
retina

18
d. Pemeriksaan leher (denyut carotis hilang atau terdengar
bruit)
e. Pemeriksaan jantung (aritmia, murmur yang berhubungan
dengan penyakit katub jantung)
f. Palpasi arteri temporalis
g. Pemeriksaan kulit (tanda-tanda gangguan koagulasi
seperti ecchymoses atau petechiae)
 Pemeriksaan neurologis
Ketika didapatkan defisit, maka harus segera ditemukan tempat
anatomi dari lesi dan memperkirakan penyebab untuk menentukan
manajemen yang optimal. Gejala yang terjadi tergantung dari letak arteri
dan lesi pada yang berkaitan. Salah satu gejala yang dapat ditemukan
melalui pemeriksaan neurologis antara lain defisit kognitif. Lesi pada
sirkulasi anterior menunjukkan adanya aphasia, unilateral neglect atau
constructional apraxia. Keterlibatan batang otak atau kedua hemisphere
bisa menyebabkan koma. Selain defisit kognitif, dapat juga terjadi
abnormalitas lapangan pandang, ocular palsy, nistagmus, atau
internuclear ophthalmoplegia , hemiparesis, defisit sensoris kortikal,
hemiataxia (Aminoff, 2015).
 Pemeriksaan Penunjang
1. Darah
a. Glukosa serum : Hipoglikemi dan hiperglikemi dapat
terjadi dengan tanda neurologis fokal dan semakin parah
saat stroke.
b. Darah lengkap (complete blood count) : Bertujuan
mengidentifikasi penyebab stroke (contoh: trombositosis,
polisitemia, dan sickle cell disease), menduga adanya
infeksi konkomitan, dan kontraindikasi terapi trombolitik
(jumlah platelet <100,000/μL).
c. Studi koagulasi : Gangguan koagulasi akibat obat
antikoagulan atau disfungsi liver dapat memengaruhi

19
indikasi seseorang untuk pemberian terapi trombolitik
dan aspek lain dari manajemen.
d. Penanda inflamasi : Peningkatan erythrocyte
sedimentation rate (ESR) nampak pada giant cell
arteritis dan vaskulitis sistemik lainnya.
e. Pemeriksaan serologis sifilis : Melihat ada tidaknya
infeksi sifilis baik masa kini atau masa lampau untuk
mencurigai syphilitic arteritis sebagai penyebab stroke.
f. Kadar troponin sirkulasi : Melihat ada tidaknya infeksi
miokardial.
2. Elektrokardiogram (EKG) : Digunakan untuk mendeteksi
ada tidaknya faktor predisposisi stroke yang berasal dari
jantung.
3. Ekokardiografi : Untuk mendeteksi lesi penyebab stroke.
4. Pungsi lumbal : Untuk menyingkirkan perdarahan
subaranoid atau menemukan adanya meningovascular
syphilis (reactive CSF VDRL) sebagai penyebab stroke.
5. Brain imaging : CT scan atau MRI harus dikerjakan
sebelum terapi trombolitik, untuk membedakan jenis
stroke iske mika atau perdarahan, untuk menyingkirkan
lesi lain yang mirip gejala stroke, dan untuk melokalisir
lesi. Biasanya, CT tanpa kontras dilakukan untuk
diagnosis pertama kali karena mudah dan cepat
sehingga bisa digunakan dalam kondisi darurat.
6. Vessel imaging` : Dilakukan untuk mengidentifikasi
penyebab mendasari dari penyakit cerebrovascular.
Dapat dilakukan doppler ultrasonography, digital
subtraction angiography, Magnetic resonance
angiography (MRA), dan CT angiography sesuai indikasi
(Aminoff, 2015).

20
2.2.2.3 Manajemen Stroke Iskemik

1. Medikamentosa

Perbaikan terhadap tekanan darah, kondisi hipertermia,


hipoksia, hipoglikemia, antikoagulan, antiplatelet, dan statin
(Aminoff, 2015).

a. Tekanan darah

Tekanan darah tidak boleh diturunkan secara cepat kecuali


pada pasien dengan stroke iskemik akut dengan tekanan darah
yang cukup tinggi (>185 mm Hg systolic or >110 mm Hg
diastolic pressure).Terapi antihipertensi akut dapat
menggunakan labetol IV atau nicardipine.

b. Antikoagulan

Pemberian heparin dilakukan secara terus-menerus via IV


untuk mencapai activated partial thromboplastin time (aPTT)
1.5-2.5 kali control. Setelah itu, dilanjutkan dengan pemberian
warfarin via oral setiap hari untuk mencapai INR 2.5. Obat
antikoagulan oral lain dapat diberikan jika ada sumber emboli
dari jantung (contoh fibrilasi atrial, stenosis katub mitral, atau
penggantian katub mekanik).

21
c. Terapi antiplatelet
Untuk pasien dengan penyebab non-kardiogenik, dapat
diberikan aspirin 325 mg via oral sekali, diikuti dengan 81-325
mg via oral setiap hari, kecuali pasien telah menerima terapi
trombolitik (Aminoff, 2015).

Intervensi :

1) Trombolitik intravena
Pemberian intravena atau recombinant tissue
plasminogen activator (rtPA atau alteplase) dalam 4.5 jam sejak
onset gejala dapat mengurangi disabilitas dan mortalitas akibat
stroke iskemik akut. Dalam 24 jam setelah administrasi rtPA,
tidak boleh diikuti oleh agen antikoagulan atau antiplatelet.
Tekanan darah harus dimonitor secara hati-hati, dan harus
menghindari pungsi arteri dan penempatan kateter urin atau
tuba nasogastric.
2) Trombolisis intraarterial
Administrasi rtPA intraarterial terutama diberikan pada
pasien stroke iskemik akut yang tidak memenuhi syarat untuk
pemberian iv, misal pada pasien yang ditanganani 4.5-6 jam
setelah onset gejala atau ada riwayat operasi mayor, dan pada
pasien yang setelah terapi iv tidak mengalami perbaikan.
3) Clot retrieval
Dipertimbangkan terutama untuk pasien yang bukan
kandidat atau gagal dalam terapi trombolitik iv. Kombinasi rtPA
iv dan intraarterial dengan retrievable stent dalam 6 jam setelah
onset gejala dapat meningkatkan hasil fungsional selama 3
bulan pada pasien dengan oklusi pada arteri cerebral anterior
atau arteri media proximal atau arteri carotis interna bagian
intrakranial sebelah distal (Aminoff, 2015).

22
d. Tindakan Operatif
Bedasarkan indikasi tertentu, dapat dilakukan carotid
endarterectomy, carotid artery stenting, dekompresi fosa
posterior dengan evakuasi jaringan cerebellar yang infark,
kraniektomi dekompresif (Aminoff, 2015).
2.2.2.4 Komplikasi

Menurut (Aminoff, 2015) komplikasi dari pengobatan yang


dapat terjadi antara lain :

 Infeksi (terutama pneumonia aspirasi dan infeksi saluran kemih)


 Cardiac arrhythmia
 Disfagia, perdarahan gastrointestinal
 DVT (deep vein thrombosis), emboli paru
 Depresi
2.2.1.7 Preventif

Menurut Aminoff, 2015 pencegahan yang dapat dilakukan


antara lain :

a. Gaya hidup
 Aktivitas aerobic 30-40 menit per hari, 3-4 kali per minggu.
 Diet rendah sodium dan lemak jenuh, perbanyak buah dan
sayur-sayuran, produk susu rendah lemak, dan kacang yang
bertujuan menurunkan berat badan.
b. Statins

23
Terutama untuk pasien dengan atau tanpa dyslipidemia. Selain
efek menurunkan lemak tertentu, statin memiliki efek
vasoprotektif (seperti anti inflamasi).
c. Kontrol tekanan darah
Pasien dengan hipertensi ( tekanan sistol >140 mmHg dan
diastol >90 mmHg) harus berusaha menurunkan tekanan darah
baik dengan modifikasi gaya hidup atau dengan obat
antihipertensi.

d. Kontrol glukosa darah


e. Obat antiplatelet
Aspirin dosis rendah (81-100 mg/d) dapat mengurangi resiko
stroke.
f. Antikoagulan
Diberikan pada pasien dengan beberapa gangguan jantung
yang menjadi predisposisi stroke
2.2.1.5 Prognosis Stroke Iskemik

Prognosis stroke serta ciri dan keparahan hasil defisit neurologi


dipengaruhi oleh usia pasien, etiologi stroke, gangguan medis yang
menyertai. Secara keseluruhan, <80% pasien stroke membaik dalam 1
bulan, dan rasio bertahan hidup 10 tahun (10-year survival rate) ialah
50%. Pada pasien yang bertahan secara akut, sekitar ½ - 2/3 mencapai
fungsi independen, sedangkan sekitar 25% membutuhkan perawatan
institusional selama 6 bulan (Aminoff, 2015).
2.1.2 Stroke Perdarahan (Hemorrhage)

a. Epidemiologi
Pendarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah
infark otak, yaitu 20 – 30 % dari semua stroke di Jepang dan Cina.
Sedangkan di Asia Tenggara (ASEAN), pada penelitian stroke oleh
Misbach,1997 menunjukkan stroke perdarahan 26 %, terdiri dari lobus 10

24
%, ganglionik 9 %, serebellar 1 %, batang otak 2 % dan perdarahan
subarakhnoid 4 % (Soertidewi, 2009).
b. Klasifikasi dan Tanda Gejala
Perdarahan intrakranial dapat terjadi pada ruang ekstradural,
subdural atau subarachnoid atau menjadi intraserebral atau
intraventrikular. Setiap lokasi perdarahan dikaitkan dengan
kompleks gejala yang berbeda dan hasil dari penyebab yang
berbeda.
Hematoma ekstradural terjadi akibat cedera kepala parah dan
hampir selalu terkait dengan tengkorak yang retak. Pasien mungkin
koma sejak awal atau memburuk dalam beberapa menit hingga
berjam-jam dengan sakit kepala parah, muntah, hemiparesis dan
koma berikutnya (Gates, 2010).
Hematoma subdural akut biasanya terjadi akibat trauma pada
kepala meskipun kadang-kadang trauma mungkin tampak sepele,
misalnya memukul kepala seseorang di sudut lemari. Di sisi lain,
hampir setengah dari pasien dengan hematoma subdural kronis
tidak memiliki riwayat trauma. Ada peningkatan risiko terjadinya
hematoma subdural kronis pada pasien yang menggunakan
antikoagulan. Hematoma subdural muncul dengan sakit kepala,
mual, kebingungan, dan hemiparesis dan, jika akut, keadaan sadar
yang tertekan.

Subarachnoid Hemorrhage (SAH) paling sering terkait dengan


aneurisma berry / aneurisma sakuler yang pecah. Jarang dikaitkan
dengan: malformasi arteri-vena, trauma, tumor, alkoholik .Gejala
yang karakteristik dari perdarahan subarakhnoid ini, adalah tiba-tiba
sakit kepala hebat dan muntah muntah yang biasanya digambarkan
sebagai ’sakit kepala terburuk yang pernah saya alami sepanjang
hidup saya’. Dengan atau tanpa defisit neurologi dan sering disertai
dengan perubahan mental status. Perdarahan subarakhnoid sering
bersifat residif selama 24-72 jam pertama, dan dapat menimbulkan

25
vasospasme serebral hebat disertai infark otak, penyebaran darah
kedalam jaringan otak (menyebabkan hematoma intraserebral),
atau hidrosefalus. Pada pemeriksaan dapat berupa Meningeal Sign
positif.

Intracerebral Hemorraghe (ICH) disebabkan paling umum adalah


pecahnya Charcot-Bouchard aneurisma yang terbentuk pada
pembuluh intracerebral yang sangat kecil pada hipertensi kronis
(Gates, 2010). ICH adalah jenis perdarahan intrakranial yang paling
umum. Ini menyumbang 10% dari semua stroke dan dikaitkan
dengan tingkat fatalitas kasus 50%. Tingkat insiden adalah sangat
tinggi di Asia dan kulit hitam. Hipertensi,trauma, dan angiopati
amiloid serebral menyebabkan sebagian besar perdarahan ini
(Lowenstein, 2010). Gejala dapat berupa defisit fokus biasanya
terus memburuk selama 30-90 menit dan dikaitkan dengan tingkat
kesadaran yang semakin berkurang dan tanda – tanda peningkatan
intrakranial seperti sakit kepala dan muntah.

c. Faktor Resiko
Pendarahan intrakranial sangat berhubungan dengan faktor usia,
etnis, dan hipertensi. Faktor resiko terjadinya pendarahan
intrakranial dibagi menjadi faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan
yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi yaitu:

Tabel faktor resiko pendarahan intrakranial yang tidak dapat


dimodifikasi[ CITATION Gry08 \l 1033 ]

Faktor Resiko Individu dengan resiko paling tinggi


Usia Orang lanjut usia
Jenis Kelamin Tidak ada perbedaan, kecuali pada saat kehamilan
dan setelah melahirkan atau post partum.
Ras atau Etnis Asia > Afrika Amerika > Hispanik atau Pribumi
Amerika > Kulit putih

26
Genetik CAA (Cerebral Amyloid Angiopathy) Islandia dan
Belanda
Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu:

Tabel Faktor resiko pendarahan intraserebral yang dapat


dimodifikasi[ CITATION Gry08 \l 1033 ]

Faktor Resiko Individu dengan resiko paling tinggi


Hipertensi Faktor resiko paling umum; terutama pada usia >55
tahun, merokok, dan tidak taat pengobatan
CAA Pada orang dewasa; hipertensi dan penggunaan
warfarin bersamaan
Kolesterol Nilai kolesterol total rendah (< persentil 10 spesifik
jenis kelamin) dan LDL-C rendah
Antikoagulasi Semua pasien dengan antikoagulasi memiliki 7-10
kali lipat peningkatan resiko pendarahan intrakranial
Antiplatelet Sedikit peningkatan resiko pendarahan intrakranial
Alkohol Konsumsi berlebihan
Merokok Terutama pada orang Asia dengan pendarahan
subarakhnoid; hubungan dengan pendarahan
intrakranial primer tidak diketahui jelas
Diabetes Berperan pada peningkatan morbiditas dan
mortalitas
Pendarahan mikro Prevalensi ≥ 60% pada pasien pendarahan
intracranial
Dialisis Insiden terjadinya pendarahan intrakranial 5 kali lebih
besar dibandingkan populasi umum
Obat-obatan Penggunaan agen-agen simpatomimetik dan
phenylpropanolamine pada usia 18-49 tahun

d. Diagnosa
Pada pemeriksaan umum:
Kesadaran: penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami
gangguan atau penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang
luas. Hal ini disebabkan karena struktur-struktur anatomi yang
menjadi substrat kesadaran yaitu formasio retikuralis di garis

27
tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa posterior. Karena
itu kesadaran biasanya kompos mentis, kecuali pada stroke yang
luas.
Tekanan darah: biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor resiko
timbulnya stroke pada lebih kurang 70% penderita.
Fungsi vital lain umumnya baik jantung, harus diperiksa teliti untuk
mengetahui kelainan yang dapat menyebabkan emboli.

Pemeriksaan neurovaskuler adalah langkah pemeriksaan yang


khusus ditujukan pada keadaan pembuluh darah ekstrakranial yang
mempunyai hubungan dengan aliran darah otak yaitu: pemeriksaan
tekanan darah pada lengan kiri dan kanan, palspasi nadi karotis
pada leher kiri dan kanan, arteri temporalis kiri dan kanan dan

auskultasi nadi pada bifurkatio karotis komunis dan karotis interna


di leher, dilakukan juga auskultasi nadi karotis interna pada orbita,
dalam rangka mencari kemungkinan kelainan pembuluh
ekstrakranial.
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan saraf otak: pada stroke hemisferik saraf otak yang
sering terkena adalah:
- Gangguan n. fasialis dan n. hipoglosus. Tampak paresis n.
fasialis tipe sentra (mulut mencong) dan paresis n.
hipoglosus tipe sentral (bicara pelo) disertai deviasi lidah bila
dikeluarkan dari mulut. Gangguan konjugat pergerakan bola
mata antara lain deviasi konjugae, gaze paresis ke kiri atau
ke kanan, sindroma horner pada penyakit pembuluh karotis.
Gangguan lapangan pandang tergantung kepada letak lesi
dalam jarak perjalanan visual, hemianopia kongruen atau
tidak. Terdapatnya hemianopia merupakan salah satu
faktorprognostik yang kurang baik pada penderita stroke.
- Pemeriksaan motorik:

28
Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan
(hemiparesis). Dapat dipakai sebagai patokan bahwa jika ada
perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan tungkai
hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal
dari
daerah hemisferik (kortikal), sedangkan jika kelumpuhan sama
berat gangguan aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau
pada daerah vertebro-basilar.
Pemeriksaan sensorik dapat terjadi hemisensorik tubuh.
Karena
bangunan anatomik yang terpisah, gangguan motorik berat
dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan
sensorik berat disertai dengan gangguan motorik ringan.
Kelainan fungsi luhur: manifestasi gangguan fungsi luhur pada
stroke hemisferik berupa: disfungsi parietal baik sisi dominan
maupun nondominan.
Kelainan yang paling sering tampak adalah disfasia campuran
dimana penderita tak mampu berbicara atau mengeluarkan
kata-kata dengan baik dan tidak mengerti apa yang
dibicarakan orang kepadanya. Selain itu dapat juga terjadi
agnosia, apraxia dan sebagainya.

Pemeriksaan Penunjang

a.Laboratorium

1) Pemeriksaan darah rutin

2) Pemeriksaan kimia darah lengkap:

 Gula darah sewaktu: pada stroke akut dapat terjadi

29
hiperglikemia reaktif. gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum
dan

kemudian berangsur-angsur kembali turun.

 Ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati (SGOT/SGPT/CPK),

dan profil lipid (kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL)

3) Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap) :

 Waktu protrombin

 APTT

 Kadar fibrinogen

 D-dimer

 INR

 Viskositas plasma

b. Foto

-CT scan

- MRI

30
- Pemeriksaan ultrasonografi (ultrasonic imaging) – Transcranial Carotid
Doppler (TCD) dan Carotid Duplex Sonography (CDS).

e. Manajemen
 Fase Akut
Pertolongan awal harus bersifat khusus, serupa dengan
jenis lain dari stroke (Airway, Breathing, Circulation, cegah
infeksi, dan sebagainya). Jika kepastian lokasi dan
ukuran perdarahan intraserebral telah jelas pada
CTscan/MRI, penentuan penyebab perdarahan perlu diketahui
karena sangat mempengaruhi prognosis, apalagi jika tindakan
pembedahan direncanakan akan dilakukan. Hal ini penting
misalnya apakah ada kelainan-kelainan lain (gangguan koagulasi,
gangguan fungsi hepar, kemungkinan amyloid vasculopathy).
Faktor-faktor penentu prognosis yang telah diketahui :
- Derajat kesadaran menurun, usia, volume darah (50 cc pada
perdarahan subratentorial, prognosisnya jelek, dan ekstensi
perdarahan ke ruang intraventikural > 20 cc prognosisnya buruk).
- Pada perdarahan infratentorial, hilangnya refleks-refleks batang
otak disertai respon motorik yang hilang terhadap nyeri jika
berlangsung beberapa jam menunjukan prognosis yang buruk.
CT scan otak ulang mungkin diperlukan jika klinis memburuk dan
dapat ditemukan adanya perdarahan ulang ditempa yang sama
atau tempat lain, hydrocephalus atau jika status generalis
menunjukkan adanya gangguan sistemik lain. Larutan
hiperosmolar seperti manitol 20-25 % merupakan zat yang paling
banyak dipakai: 0,75-1mg/kg BB bolus diikuti 0,25-0,5 mg/kg BB
setiap 3-5 jam tergantung pada respon klinis. Hal ini untuk
mengurangi edema cerebri. Komplikasi penggunaan ostemik
adalah hipotensi, hipokalemi, gangguan fungsi ginjal karena
hiperosmolaritas gangguan jantung kongestif dan hemolisis.
 Fase umum

31
Hampir semua pasien pendarahan intraserebral berada dalam
kondisi hipertensif segera setelah kejadian stroke oleh akibat dari
respon simpatoadrenal sistemik. Tekanan darah tinggi tersebut
pada umumnya akan menurun dalam beberapa hari; sehingga
pengobatan aktif pada fase akut masih menjadi kontroversi.
Penurunan cepat pada tekanan darah sistolik diantara 140-160
mmHg, dengan harapan untuk mengurangi pendarahan lebih
lanjut, tidak dianjurkan oleh karena beresiko mengganggu perfusi
otak pada kasus peningkatan tekanan intrakranial. Tetapi, tekanan
darah rata-rata yang tetap berada diatas 110 mmHg (diatas 160
mmHg sistolik) dapat memperparah edema serebral dan
meningkatkan resiko perluasan gumpalah darah. Pada tingkatan
hipertensi akut seperti ini (diatas 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg rata-rata), penggunaan obat-obatan beta blocker (esmolol,
labetalol) atau ACE inhibitor dianjurkan.

Perhatian khusus ditujukan pada keadaan yang mempunyai


potensi memperburuk kondisi dari penderita. Ini meliputi :

1. ABC pada resusitasi kardiopulmoner

2. Pengelolaan hipertensi

Pengelolaan hipertensi harus hati-hati karena pengobatan yang


agresif dapat menyebabkan hipotensi yang menyebabkan
bertambahnya iskemia. Sebaiknya pengobatan hipertensi: hanya
dilakukan bila ada kerusakan organ target dengan menggunakan
anti hipertensi kerja cepat.

3. Keseimbangan cairan elektrolit.

32
Pemberian cairan dan elektrolit yang cukup dan tidak boleh terjadi
hipo

atau hipervolemia.

4. Nyeri kepala pada penderita perdarahan subaraknoid yang sadar


atau penurunan sedikit kesadaran dapat sangat hebat. Terapi
medik dapat diberikan bertahap mulai dari ringan (parasetamol)
sampai kodein, atau jika berat injeksi morfin secara intravena
diberikan dalam beberapa dosis sehari.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, H. P. and Biller, J. (2015) ‘Classification of Subtypes of Ischemic


Stroke: History of the Trial of Org 10 172 in Acute Stroke Treatment
Classification’, Stroke, 46(5), pp. e114–e117. doi:
10.1161/STROKEAHA.114.007773.

Aminoff, M. J. (2015) Lange Clinical Neurology. 9th edn. McGraw-Hill


Companies.

Anderson, C. S. et al., 2013. Rapid Blood-Pressure Lowering in Patients


with Acute Intracerebral Hemorrhage. The New England Journal of
Medicine, pp. 2355-2365.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) ‘Riset Kesehatan


Dasar (RISKESDAS) 2013’, Laporan Nasional 2013, pp. 1–384. doi: 1
Desember 2013.

Gates, P. (2010) Clinical Neurology A Primer. Melbourne: Sophie


Kaliniecki.

33
Grysiewicz, R. A., Thomas, K. & Pandey, D. K., 2008. Neurologic CLinics.
Epidemiology of Ischemic and Hemorrhagic Stroke: Incidence,
Prevalence, Mortality, and Risk Factors, pp. 871-895.

Harrison, T. R. (2015) Harrison’s Principal of Internal Medicine. 19th edn.


Edited by D. L. Kasper. McGraw-Hill Education.

Kusuma, Y. et al. (2009) ‘Burden of stroke in Indonesia’, International


Journal of Stroke, 4(5), pp. 379–380. doi: 10.1111/j.1747-
4949.2009.00326.x.

Lowenstein, D. H. (2010) Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. 2nd


edn. Edited by S. L. Hauser. New York.

Portegies, M. L. P., Koudstaal, P. J. and Ikram, M. A. (2016)


Cerebrovascular disease. 1st edn, Handbook of Clinical Neurology. 1st
edn. Elsevier B.V. doi: 10.1016/B978-0-12-802973-2.00014-8.

Ropper, A. H., Samuels, M. A. & Klein, J. P., 2014. Adams and Victor's
Principles of Neurology 10th edition. s.l.:Mc Graw Hill Education.

Sacco, R. L. et al. (2013) ‘An updated definition of stroke for the 21st
century: A statement for healthcare professionals from the American
heart association/American stroke association’, Stroke, 44(7), pp.
2064–2089. doi: 10.1161/STR.0b013e318296aeca.

Schlunk, F. & Greenberg, S. M., 2015. The Pathophysiology of


Intracerebral Hemorrhage Formation and Expansion. Translational
stroke research, Issue 6, pp. 257-263.

Soertidewi, L. dr. (2009) ‘Buku modul induk neurovaskular’, pp. 1–119.

Who (2014) ‘Global burden of stroke’, The atlas of heart disease and
stroke, 15, pp. 50–51. doi: 10.1016/B978-1-4160-5478-8.10019-3.

34

Anda mungkin juga menyukai