Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIUM

DIURETIK

Nama kelompok: Tia Aulia Budiman (17010066)


Utia Rachma Sadiyah(17010068)
Yogi Aldiyansyah(17010074)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI

BOGOR

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1Tujuan Percobaan

Menguji peningkatan dosis terhadap efek diuretik

1.2Tinjauan Pustaka
Diuretika adalah senyawa ataupun obat-obatan yang dapat menyebabkan suatu
keadaan meningkatnya aliran urin. Obat-obat ini merupakan penghambat transport ion
yang menurunkan reabsorbsi Na+ pada bagian-bagian nefron yang berbeda.

Walaupun kerjanya pada ginjal, diuretika bukan “obat ginjal”, artinya senyawa ini
tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal, diuretik bekerja dengan
cara meningkatkan ekskresi ion-ion tertentu, terutama ion natrium dan klorida, dan
dengan ini bersamaan akan meningkatkan ekskresi air. Terbaik adalah jika obat dapat
mengatur elektrolit organisme seperti konsentrasi yang ada dalam cairan interstitium
(Mycek, 1997).

Disamping kerja terhadap ginjal, diuretika juga mempunyai kerja terhadap bagian
lain (ektrasenal) yang besarnya berbeda-beda bergantung pada kelompok diuretiknya.
Sebagai contoh, setelah pemberian iv diuretika jerat henle tipe furosemid, efek timbul
sangat cepat. Efek yang baik pada penanganan insufisiensi jantung akut ini timbul karena
adanya preload (beban) jantung akibat dilatasi vena. Kerja antihipertensi diuretika
sekurang-kurangnya sebagian disebabkan oleh berkurangnya reagibilitasi pembuluh.

Masing-masing diuretika memiliki tempat kerja yang berbeda-beda.Inhibitor


karbonat anhidrase terutama bekerja pada tubulus proksimal, diuretika loop, pada bagian
menebal jerat henle menaik, hazid pada tubulus kortortus distal serta diuretika hemat
kalium pada duktus renalis rekti. Tempat kerja menentukan kekuatan kerja dan efek
samping penting diuretika (Mycek, 1999).

Diuretika yang dalam daerah yang luas mempunyai kurva hubungan dosis kerja
yang hampir linier disebut diuretika piaton tinggi. Pada diuretika ini, dengan peningkatan
dosis akan dapat dicapai efek diuresis yang lebih kuat. Termasuk dalam golongan ini
adalah diuretika loop, sedangkan diuretika yang mempunyai kurva dosis. Kerja cepat
menjadi datar, berarti mulai suatu titik tertentu peningkatan dosis tak menunjukkan
penambahan kerja yang nyata, disebut sebagai diuretika platon rendah.Yang termasuk
diuretika ini adalah tiazid dan hemat kalium. Indikasi utama dari diuretika adalah :

·           Udem akut (misalnya udem paru)

·           Udem kronik

·           Hipertensi

·           Insufisiensi jantung

·           Diabetes insipidus

·           Glaukoma

Mekanisme kerja diuretika


Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorbsi natrium, sehingga
pengeluarannya lewat kemih dan demikian juga dari air diperbanyak. Obat-obat ini
bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga ditempat lain, yaitu di :

1. Tubuli proksimal
Ultrafiltat mengandung sejumlah besar garam yang disini direabsorbsi secara aktif
untuk lebih kurang 70 % antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan udem.
Karena reabsorbsi berlangsung secara proposional,susunan filtrat tidak berubah dan
isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotik (manitol, sorbitol) bekerja disini dengan
melintangi reabsorbsi air dan juga natrium.

2.    Lengkungan henle

Dibagian menaik henle’s loop ini Ca 25% dari semua ion Cl - yang telah difiltrasi
secara aktif, disusul dengan readsorbsi pasif dari Na + dan K+, tetapi tanpa air, hingga filtrat
menjadi hipotonis.

3.    Tubuli distal

Dibagian pertama segmen ini, Na+ direabsorbsi secara aktif pula tanpa air sehingga
filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis.Senyawa tiazid dan klortalidon bekerja
ditempat ini dengan memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl- sebasar 5-10 %. Dibagian kedua
segmen ini, ion Na+ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+, proses ini dikendalikan oleh
hormon anak ginjal aldosteron (Mycek, 1997)

4.    Saluran pengumpul

Hormon antidiuretika ADH (vasoprein) dari hipofise bertitik kerja disini dengan
jalan mempengaruhi permeabilitus bagi air dari sel-sel saluran ini .
Penggolongan diuretika

a. Diuretik osmotik

Diuretik osmotik merupakan senyawa yang setelah pemberian intravena.Walaupun


dititrasi oleh glomerulus, tidak mengalami reabsorbsi ditubulus. Sesuai dengan tekanan
osmotiknya, senyawa ini akan menahan air dilumen tubulus sehingga dengan demikian
akan meningkatkan diuresis. Ekskresi elektrolit hanya ditingkatkan sedikit saja oleh
senyawa ini (Mycek, 1997).
Karena diuretik osmotik digunakan untuk meningkatkan ekskresi air daripada
ekskresi Na+, maka obat-obat initidak berguna untuk mengobati terjadinya retensi
Na+.Obat-obat ini digunakan untuk memelihara aliran urin dalam keadaan toksik akut
setelah menelan zat-zat beracun yang berpotensi menimbulkan kegagalan jantung
akut.Diuretik osmotik masih digunakan untuk mengobati pasien dengan peningkatan
tekanan intracranial, atau kegagalan ginjal akut karena syok, keracunan obat dan trauma.
Mempertahankan aliran urin akan mempertahankan fungsi ginjal dalam jangka waktu lama
dan dapat menghindarkan pasien dari dialisis.
Dosis adalah 500-1000 ml larutan manit 10 % atau 250-500 ml larutan manit 20 %.
Pada oliguri/anusi hanya diuji lebih dahulu dengan infus percobaan apakah diuresis dapat
terjadi. Jika tak terjadi diuresis, pemberian infus tidak boleh dilanjutkan (bahaya terjadinya
pergeseran volume dari ruang ekstrasal ke ruang intrasal)  (Mustehler, 1991)

b. Inhibitor karbonik anhidrase

Komponen struktur yang terpenting dari inhibitor karbonik anhidrase adalah gugus
sulfonamide yang tidak tersubstitusi yang terkait pada sebuah sistem cincin aromatik atau
heteroaromatik (SO2NH2).

Hambatan pada karbonik anhidrase memperkecil reabsorbsi tubulus dari ion


natrium, karena jumlah ion N+ yang masuk ke lumen lebih sedikit.Akibatnya adalah
terjadinya peningkatan ekskresi ion natrium, kalium dan hidrogen karbonat melalui ginjal
dan disertai ekskresi air. Kehilangan basa akan menyebabkan terjadinya asidosis dalam
darah. Dengan ini kerja inhibitor karbonik anhidrase berkurang dengan cepat.

Kerja mulai sekitar 6 jam setelah penggunaan obat, dan kerjanya sendiri bertahan
sekitar 4-6 jam.Untuk menghilangkan udem diberikan rata-rata dosis 250 mg/hari. Dengan
pemberian bersama kalium hidrogen karbonat akan dapat diperoleh kembali cadangan
alkali normal (Ganiswara, 2002)
c.    Diuretik tiazid

Tiazid merupakan obat diuretik yang paling banyak digunakan.Obat-obat ini


merupakan derivat sulfanomida dan strukturnya berhubungan dengan penghambat
karbonik anhidrase.Tiazid memiliki aktivitas diuretik lebih besar daripada azetozolamid,
dan obat-obat ini bekerja di ginjal dengan mekanisme yang berbeda-beda. Semua tiazid
mempengaruhi tubulus distal, dan semuanya memiliki efek diuretik maksimum yang
sama, berbeda hanya dalam potensi, dinyatakan dalam permiligram basa (Ganiswara,
2002)

Tiazid meningkatkan ekskresi ion natrium dan ion klorida, demikian juga ion
kalium dan ion magnesium, diekskresikan lebih banyak. Sebaiknya ekskresi ion kalsium
dan ion fosfat akan berkurang. Walaupun tidak begitu menonjol, laju filtrasi glomerulus
akan berkurang. Tiazid juga berkhasiat pada keadaan metabolisme adosis dan pada terapi
jangka panjang ini kerja saluretik akan diperlemah karena adanya pengaturan baik
organism sendiri/peningkatan pembebasan renin, bertambahnya pembentukan angiotensi
II dan meningkatnya pengeluaran aldosteron (Sukarida, 2009)

Tiazid diabsorbsi dengan baik dan cepat dari dalam usus dan diekskresikan baik
melalui filtrasi glomerulus maupun terutama melalui sekresi aktif dalam tubulus
proksimal.Biotransformasinya sangat bervariasi.Efeknya lebih lambat dan lemah, juga
lebih lama (6-48 jam) dan terutama digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan
kelemahan jantung.Obat-obat ini memiliki kurva dosis efek datar, artinya bila dosis
optimal dinaikkan lagi, efeknya (diuresis, penurunan tekanan darah) tidak bertambah.

Tiazid dan diuretik mirip tiazid sangat berguna dalam pengobatan edema yang
menyertai gagal jantung kongesif, sirosis hati dan sindrom nefrotik.Karena edema adalah
gejala yang mendasari suatu penyakit dan bukan merupakan penyakit tunggal, maka
penyakit dasar tersebut harus diatasi pertama kali jika memungkinkan.Jika pengobatan
awal tidak menghilangkan cairan edema, terapi dengan diuretik dianjurkan.Perhatian
diperlukan jika tiazid atau diuretik mirip tiazid diberikan bersama glikosida jantung untuk
pengobatan edema yang menyertai gagal jantung kongesif. Diuretik ini cenderung
mengakibatkan hipokalemia (Sukarida, 2009)

Tiazid dan diuretik mirip tiazid juga berguna dalam pengobatan kelainan
nonedema tertentu, meliputi hipertensi, diabetes, renal tubuli asidosis tipe II dan
hiperkalciuria. Tiazid bersama dapat menurunkan tekanan darah 10-15 mmHg dalam 3-4
hari pertama pengobatan kontinyu (Katzung, 1998)

d.   Diuretik loop (High-ceiling diuretics)    

Diuretik kuat mencakup sekelompok diuretika yang efeknya sangat kuat


dibandingkan dengan diuretik lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa diuretika kuat
mempunyai mula kerja dan lama kerja  yang lebih pendek dari tiazid. Hal ini sebagian
besar ditentukan oleh faktor farmakokinetika dan adanya mekanisme kompensasi
(Katzung, 1998)

Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi elektrolit


diansa henle asendens bagian epitel tebal; tempat kerjanya dipermukaan sel epitel bagian
luminal (yang menghadap ke lumen tubuli). Pada pemberian secara intravena obat ini
cenderung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disentral peningkatan filtrasi
glomerulus.Perubahan hemodinamik ginjal ini mengakibatkan menurunnya reabsorbsi
cairan dan elektrolit di tubuli proksimal serta meningkatnya efek awal diuresis.
Peningkatan aliran darah ginjal ini hanya relatif  berlangsung sebentar. Dengan
berkurangnya cairan ekstrasel akibat diuresis, maka aliran darah ginjal menurun dan hal
ini akan mengakibatkan meningkatnya reabsorbsi cairan dan elektrolit di tubuli
proksimal. Hal terakhir ini agaknya merupakan suatu mekanisme kompensasi yang
membatasi jumlah zat terlarut yang mencapai bagian epitel tebal henle asendens, dengan
demikian akan mengurangi diuresis.

Diuretik kuat menyebabkan meningkatnya ekskresi K + dan kadar asam urat


plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama dengan tiazid. Ekskresi Ca dan Mg juga
ditingkatkan sebanding dengan peninggian ekskresi Na+.berbeda dengan tiazid, golongan
ini tidak meningkatkan reabsorbsi Ca2+ di tubuli distal. Berdasarkan atas efek kalsuria ini,
golongan diuretika kuat digunakan untuk pengobatan simtomatik hiperkalsemia.

Diuretik kuat terikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi
di glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui sistem transport asam organik ditubuli
proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi di cairan tubuh dan mungkin sekali
ditempat kerja didaerah yang lebih distal lagi. Diuretik kuat diberikan secara oral atau
parenteral, masa kerja relatif singkat, 1 sampai 4 jam (Tjay, 2007)

Diuretik kuat efektif untuk udema yang menyertai gagal jantung kongestif, sirosis
hati dan sindrom nefotik.Penggunaan secara berlebihan dapat mengurangi volume plasma
secara besar yang menghasilkan pengurangan pengembalian vena dan cardiac output dan
menyebabkan gagal jantung.

Bila ada nefrosis atau gagal ginjal kronik, maka diperlukan dosis diuretik kuat
yang lebih besar. Diuretik kuat dapat menurunkan kadar kalsium plasma pada penderita
hiperkalsemia simptomatik dengan cara meningkatkan ekskresi kalsium melalui urin. Bila
digunakan untuk keperluan ini, maka perlu diberikan suplemen Na+ dan Cl- untuk
menggantikan kehilangan Na+ dan Cl- melalui urin.

Diuretik kuat dapat pula meningkatkan kehilangan K+ dan H+ dalam proses


urinasi. Pertama, dengan menghambat kompleks kotransport 1 Na+/I K+/2 Cr pada site 2.
Sehingga diuretik mencegah pembentukan valtase dari  trarepihelidi lumen-positif dan
oleh sebab itu menghambat reabsorbsi praseluler dari K+ dan kation lain. Kedua,
penghambatan dari reabsorbsi Na+ pada site 2 pada akhirnya mengirimkan lebih banyak
ion  Na+ yang difilter pada kecepatan yang lebih tinggi ke site 4. Hal ini menyebabkan
peningkatan pertukaran ion Na+ pada cairan luminal untuk K+ dan sel prinisipal dan ion
H+ dalam sel interkalasi (Tjay, 2007)

e.    Diuretik hemat kalium

·       Antagonis aldosteron

Salah satu senyawa yang masuk dalam terapi adalah spironolakton.Mekanisme


kerjanya adalah memblok secara kompetitif ikatan aldosteron pada reseptor sitoplasma
ditubulus distal akhir dan dalam tubulus penampung.Dengan demikian, aldosteron tidak
dapat masuk ke inti sel bersama reseptornya, dan sintesis protein yang diinduksi aldosteron
tidak terjadi.Protein ini berfungsi membuka saluran natrium dalam membrane sel lumen.
Akibatnya absorbsi akan berkurang dan pada saat bersamaan ekskresi kalium berkurang
(Katzung, 1998)

Dosis awal tiap hari 200-400 mg, pada terapi jangka panjang perhari 100-200 mg.
Pada penggunaan yang lama, perlu dijaga keseimbangan elektrolit pasien.

·  Turunan sikloamidin
Yang termasuk diuretik dengan struktur sikloamidin adalah triamteren dan
amilorid.Berbeda dengan spironolakton, kerjanya tidak didasarkan pada antagonisme
terhadap aldosteron, dan senyawa ini berkhasiat juga pada hewan yang diadrenalektoni.
Mekanisme kerjanya adalah menghambat saluran transport Na + dan K+. Setelah
penggunaan secara oral, triamteren dan amilorid dengan cepat diabsorbsi dari usus, efek
diuretik muncul setelah 1 jam dan mencapai maksimumnya setelah sekitar 3-4 jam.
Triamteren dibiotransformasi dengan cepat melalui hidroksi triamteren menjadi
suatu metabolit fase II yaitu ester asam sulfat dihidroksitrianteren, yang cukup menarik
karena zat ini masih aktif.Sebaliknya amilorid hanya di metabolisme sedikit.Waktu paruh
triamteren 4-6 jam, amilorid antara 18-20 jam.Kedua senyawa diekskresikan melalui ginjal
dan empedu.
Diuretik hemat kalium ternyata bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien
dengan udem. Tetapi obat golongan ini akan lebih bermanfaat bila diberikan bersama
dengan diuretik lain seperti tiazid atau loop. Mengingat kemungkinan terjadinya efek
samping hiperkalemia yang membahayangkan, maka pasien-pasien yang sedang mendapat
pengobatan dengan diuretik hemat kalium, sekali-kali jangan diberikan suplemen K +.Juga
harus waspada bila memberikan diuretik ini bersama dengan obat penghambat ACE,
karena obat ini mengurangi sekresi aldosteron, sehingga bahaya terjadinya hiporolemia dan
hiperkalemia menjadi lebih besar.Selain itu, triamteren atau amilorid tidak dapat diberikan
bersama dengan spironolakton sebab dapat menimbulkan hiperkalemia (Tjay, 2007).

1.    Furosemida

a.       Indikasi                : Efektif pada udema otak dan paru_paru yang akut,


insufisiensi ginjal dan hipertensi, keracunan barbiturat (dieresis
paksa)
b.      Mekanisme kerja: merupak diuretika kuat, bekerja pada Henle’s loop.

Efek per oral cepat (1/2 – 1 jam), bertahan selama 4-6 jam.

c.       Kontra indikasi    : Anuria, nefritis akut.

d.      Efek samping       : Gangguan saluran cerna (mual dan mulut kering),

pada injeksi i.v yang terlalu cepat dapat terjadi ketulian (jarang
terjadi), hipotensi

e.       Sediaan                : Injeksi, tablet

1.    Loop Diuretik

Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etekrinat, furosemide dan


bumetanid.Forosemid atau asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfomail antranilat masih
tergolong derivat sulfonamid. Diuretik loop bekerja dengan mencegah reabsorpsi
natrium, klorida dan kalium pada segmen tebal ujung asendem ansa henle (nefron)
melalui inhibisi pembawa klorida. Obat ini termasuk asam etakrinat termasuk etakrinat,
furosemide dan bumetanid dan digunakan untuk pengobatan hipertensi, edema, serta
oliguria yang disebabkan oleh gagal ginjal.Pengobatan bersamaan dengan kalium
diperlukan selama menggunakan obat ini.

2.       Mekanisme Kerja 

Secara umum dapat dikatakan bahwa diuretik kuat mempunyai mula kerja dan
lama kerja yang lebih pendek dari tiazid.

Diuretik kuat terutama bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian
dengan epitel tebal dengan cara menghambat kontraspor Na+/ K+/Cl- dari membran lumen
pada parsas cenden ansa henle, karena itu reabsorbsi Na+/ K+/Cl- menurun.

3.       Farmakokinetik
Furosemide diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang agak berbeda-beda
bioavaibilitas furosemit 65%.Diuretic kuat terikat pada protein plasma secara ekstensif,
sehingga tidak difiltrasi diglomerulus tetapi cepat sekali di sekresi melalui system
transport asam organic di tubuli proksimal.

Sebagian besar furosemit diekskresi dengan cara yang sama, hanya sebagian kecil
dalam bentuk glukuronit.
4.       Efek samping

Efek samping asam etakrinat dan furosemit dapat dibedakan atas:

1.      Reaksi toksik berupa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sering
terjadi.

2.      Efek samping yang tidak berhubungan dengan kerja utamanya yang terjadi.

Ganguan saluran cerna lebih sering terjadi dengan asam etakrinat dari pada
furosemit.Tidak dianjurkan pada wanita hamil kecuali bila mutlak digunakan.Asam
etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap.Ketulian sementara
dapat terjadi pada furosemit dan lebih jarang pada bumetanit.Ketulian ini mungkin sekali
disenbabkan oleh perubahan komposisi elektrolit cairan endolimfe.Ototoksisitas
merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini.Pada penggunaan kronis diuretic
kuat ini dapat menurunkan bersihan litium.

5.      Indikasi

Furosenid lebih banyak digunakan dari pada asam etakrinat, karena gangguan
saluran cerna yang lebih ringan.Diuretic kuat merupakan obat efektif untuk pengobatan
uden akibat gangguan hati, jantung, atau ginjal.
BAB II
ALAT DAN BAHAN

2.1 ALAT
- Timbangan
- Stopwatch
- Sonde dan Jarum Suntik

2.2 BAHAN
- Spuit 1 cc
- Air Hangat
- Furosemid 40mg
BAB V
KESIMPULAN

Semakin besar dosis furosemide yang diberikan makin besar pengurangan gerak peristaltik usus
mencit

DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara. 2002. Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru: Jakarta

Katzung.1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit EGC: Jakarta

Mustchler, E. 1991.Dinamika Obat. Penerbit ITB: Bandung

Mycek, M.J et al. 1997. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika: Jakarta

Rivana Usgiati. 2004. Efek Diuretika Daun Meniran terhadap Volume Urin Tikus
Putih Jantan.Skripsi. FMIPA UNI

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan
dan Efek Sampingnya. PT Elex Media Komputindo: Jakarta

Sukarida, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI Penerbitan: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai