Anda di halaman 1dari 38

MODUL MANAJEMEN

PENYAKIT BERBASIS
WILAYAH
OLEH MIDO ESTER SITORUS, M.K.M.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang maha Esa
yang telah memberikan segala rahmatNya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan Modul Mata kuliah MANAJEMEN PENYAKIT
BERBASIS WILAYAH yang sederhana ini. Penulis menyadari bahwa
materi yang disajikan dalam modul ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan saran saran yang membangun guna kesempurnaan
modul ini.
Terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dorongan dalam penyusunan modul ini. Akhir kata semoga
modul ini dapat bermanfaat.

Medan,
September 2017

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I KONSEP EKOSISTEM ................................................................. 1

1.1 Pengertian Ekosistem ........................................................................... 1

1.2. Hubungan Komponen Biotik dan Abiotik .......................................... 1

1.3.Hubungan Kesehatan Masyarakat Dengan Lingkungan Hidup ........... 2

BAB II ANALISIS SPASIAL ...................................................................... 4

2.1.Pengertian Analisis Spasial .................................................................. 4

2.2 .Penjalaran Penyakit Dalam Konteks Spasial ...................................... 4

BAB III TEORI SIMPUL ........................................................................... 6

3.1.Teori Simpul 1-IV ................................................................................ 6

3.2 Simpul 5 : Variabel Suprasistem .......................................................... 8

BAB V PRINSIP MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS


LINGKUNGAN (MPBL)........................................................................... 10

4.1.Orientasi Pencegahan dan Pengendalian pada sumber Penyakit ....... 10

4.2.Kerja sama Lintas Sektor,lintas batas wilayah kemitraan .................. 11

BAB V LANGKAH-LANGKAH MPBL ................................................. 12

5.1.Pengumpulan Informasi ..................................................................... 12

5.2. Pertemuan Periodik Lintas Sektor ..................................................... 13

BAB VI METODOLOGI MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS


WILAYAH ................................................................................................. 14

6.1. Analisis spasial dalam manajemen penyakit berbasis wilayah ......... 14

6. 2. Audit Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah ................................. 14

BAB VII APLIKASI MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS


WILAYAH ................................................................................................. 17

ii
7.1. Investigasi Penyakit TBC .................................................................. 17

7.2.Investigasi penyakit Malaria .............................................................. 18

7.3. Investigasi Penyakit DBD ................................................................. 20

7.4. Investigasi Penyakit Fluburung ......................................................... 21

7.5. Investigasi Penyakit Kolera............................................................... 22

7.6. Investigasi Penyakit ISPA ................................................................. 24

BAB VIII IHR ( INTERNATIONAL HEALTH REGULATION ........ 26

8.1.Peran Kantor Kesehatan ..................................................................... 26

8.2 Perjalanan Haji ................................................................................... 26

BAB IX PENANGGULANGAN KLB DENGAN PENDEKATAN


MPBL .......................................................................................................... 27

9.1 Penyakit Menular ............................................................................... 27

9..2 .Penyakit Tidak Menular ................................................................... 29

9.3 NED(New Emerging Diseases )dan RED(Re-emerging Diases)....... 30

iii
VISI DAN MISI PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
VISI :
Menjadi program studi kesehatan masyarakat yang unggul,
berkarakter, dan berdaya saing global khususnya dibidang kesehatan
lingkungan tahun 2038.

MISI:
1. Melaksanakan pendidikan yang efektif, efisien dalam kesehatan
masyarakat, khususnya kesehatan lingkungan sesuia dengan SN
Dikti dan KKNI level 6 (enam).
2. Melaksanakan kegiatan penelitian dalam rangka memberikan solusi
dalam berbagai persoalan kesehatan masyarakat khususnya
kesehatan lingkungan.
3. Melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat secara provesional
untuk meeningkatkan status kesehatan masyarakat yang
mendukung pencapaian program pemerintah dalam bidang
kesehatan khususnya kesehatan lingkungan.
4. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik pemerintah
maupun swasta, asosiasi institusi, asosiasi profesi dalam dan luar
negeri dalam rangka pelaksanaan tridarma perguruan tinggi.

iv
v
BAB I
KONSEP EKOSISTEM

1.1 Pengertian Ekosistem


Ekosistem adalah penggabungan dari tiap-tiap unit biosistem yang di
dalamnya terdapat hubungan timbal balik antara organisme dengan
lingkungan fisik sehingga aliran energi mengarah ke struktur biotik tertentu
yang mengakibatkan terjadinya siklus materi organisme dengan
anorganisme.

1.2. Hubungan Komponen Biotik dan Abiotik

I .Komponen Biotik

Komponen biotik adalah sesuatu yang hidup (organisme) di


dalam ekosistem dan mengatur suatu ekosistem selain komponen
abiotik. Komponen biotik ini terdiri dari beberapa macam, yaitu;

1. Produsen, yaitu mahluk hidup atau organisme yang memiliki


kemampuan untuk memproduksi makanan sendiri melalui proses
fotosintesis. Beberapa organisme yang termasuk dalam kelompok
produsen diantaranya; tumbuhan hijau, tumbuhan lain yang
mempunyai klorofil.
2. Konsumen (heterotrof), yaitu organisme yang memakan berbagai
bahan organik yang dihasilkan oleh organisme lainnya. Komponen
konsumen disebut juga dengan konsumen makro (fagotrof) karena
mengonsumsi makanan yang berukuran lebih kecil. Beberapa yang
termasuk dalam konsumen; manusia, hewan, jamur, mikroba.
3. Pengurai (dekomposer), yaitu organisme yang memiliki peran
sebagai pengurai berbagai bahan organis yang berasal dari
organisme lain yang telah mati ataupun sisa pencernaan.
4. Penghancur (detivritor), yaitu organisme yang dapat menghancurkan
bahan-bahan organik yang berasal dari sisa-sisa organisme lainnya
yang telah mati.

1
5. II. Komponen Abiotik

Komponen abiotik adalah komponen fisik dan kimia yang berperan


sebagai medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan organisme.
Komponen abiotik ini terdiri dari senyawa organik, anorganik, dan berbagai
faktor yang mempengaruhi distribusi organisme, seperti;

1. Suhu, yaitu suatu proses biologis yang mempengaruhi suhu tubuh


organisme. Misalnya mamalia dan unggas yang membutuhkan
energi untuk mengatur suhu tubuhnya.
2. Air, yaitu komponen kimia yang dibutuhkan setiap organisme untuk
bertahan hidup.
3. Garam, yaitu komponen kimia yang dapat mempengaruhi
kesetimbangan air dalam organisme melalui proses osmosis
sehingga dapat beradaptasi dengan lingkungannya.
4. Cahaya Matahari, yaitu komponen kimia yang dibutuhkan
organisme untuk melakukan fotosintesis.
5. Tanah dan Batu, yaitu komponen fisik yang digunakan oleh
organisme sebagai tempat tinggal dan berkembang biak.
6. Iklim, yaitu kondisi cuaca pada suatu daerah dalam waktu yang
cukup lama.

Komponen abiotik adalah komponen tak hidup yang menyusun


suatu ekosistem. Komponen abiotik meliputi tanah, udara, sinar matahari,
dan air. ... Hubungan antara komponen abiotik dan biotik sangat erat dan
membentuk hubungan timbal balik. Hubungan timbal balik antara abiotik
dan biotik contohnya antara lain adalah siklus air.

1.3.Hubungan Kesehatan Masyarakat Dengan Lingkungan Hidup


Kesehatan Masyarakat, didefinisikan oleh Winslow tahun 1920,
adalah Ilmu dan kiat (art) untuk :
1) mencegah penyakit
2) memperpanjang usia harapan hidup (UHH)

2
3) meningkatkan kesehatan dan efisiensi masyarakat, melalui usaha
masyarakat yang terorganisir untuk :
a) sanitasi (kesehatan) lingkungan
b) pengendalian penyakit menular
c) pendidikan higiene perseorangan
d) mengorganisasikan pelayanan medis dan perawatan agar dapat
dilakukan diagnosis dini dan pengobatan pencegahan, serta
e) membangun mekanisme sosial, sehingga setiap insan dapat
menikmati standar kehidupan yang cukup baik. untuk dapat
memelihara kesehatan. Definisi ini mengungkapkan tujuan
kesehatan masyarakat, dan tujuan tersebut dapat dicapai melalui
usaha masyarakat yang terorganisir, dimana salah satunya adalah
usaha sanitasi lingkungan atau Kesehatan Lingkungan.

3
BAB II
ANALISIS SPASIAL

2.1.Pengertian Analisis Spasial

Analisis spasial merupakan kumpulan- kumpulan dari teknik yang


dapat digunakan untuk melakukan pengolahan data SIG. Hasil dari analisis
data spasial sangat bergantung dari lokasi atau tempat di mana objek sedang
dianalisis. Selain itu, analisis spasial juga bisa diartikan sebagai teknik –
teknik yang dapat digunakan untuk meneliti dan juga mengeksplorasi dari
dari sudut pandang keruangan. Semua teknik ataupun pendekatan
perhitungan secara matematis yang berhubungan dengan data keruangan
atau spasial dilakukan dengan menggunakan fungsi analisis spasial.

2.2 .Penjalaran Penyakit Dalam Konteks Spasial

Analisis spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)


sangat mendukung untuk pengambilan keputusan dalam penanggulangan
penyakit berbasis lingkungan. Prinsip dasar dari konsep ini adalah
pemanfaatan SIG untuk mengkonversi data populasi, data penyakit, data
lingkungan, fasilitas kesehatan, dll menjadi bentuk visual seperti peta dan
grafik guna memudahkan interpretasi data penyakit serta mendukung
pengambilan keputusan terkait program penanggulangan penyakit berbasis
lingkungan. Fungsi analisis spasial dari SIG termasuk antara lain klasifikasi,
penilaian, tumpang susun, dan fungsi-fungsi lingkungan. Integrasi SIG dan
penginderaan jauh mempermudah analisis spasial karena kenampakan yang
mendekati dunia nyata. Produk luaran yang dihasilkan dari analisis spasial
adalah: identifikasi wilayah berisiko tinggi, persebaran kasus, tren waktu,
populasi berisiko, memantau kegiatan surveilans dan penanggulangan
penyakit, penilaian aksesibilitas terhadap fasilitas kesehatan serta
memperkirakan terjadinya kasus di masa datang.

2.3.Pengaruh Iklim,topografi, terhadap penyakit.

4
Ada berbagai cara bagaimanaperubahan iklim dapat memengaruhi
kesehatan manusia. Misalnya, pada beberapa aspek berikut ini:

1. Pemadaman listrik pada cuaca ekstrem bisa melumpuhkan rumah


sakit dan sistem transportasi saat kita sangat membutuhkannya.
2. Menurunnya jumlah tanaman bisa menyebabkan kekurangan gizi,
kelaparan, dan harga pangan yang lebih tinggi. Lebih banyak CO2 di
udara bisa membuat tanaman pokok seperti jelai dan kedelai kurang
bergizi.
3. Hari yang lebih panas, lebih banyak hujan, dan kelembapan yang
lebih tinggi akan menghasilkan lebih banyak kutu, yang
menyebarkan penyakit menular seperti penyakit Lyme. Kutu bisa
ditemukan pada sebagian besar wilayah timur AS pada tahun 2080.
4. Trauma dari banjir, kekeringan, dan gelombang panas dapat
menyebabkan masalah kesehatan mental seperti kegelisahan,
depresi, dan bunuh diri.
5. Lebih banyak panas bisa berarti lebih lama musim alergi dan lebih
banyak penyakit pernapasan. Lebih banyak hujan akan
meningkatkan jamur dan polusi udara dalam ruangan.
6. Demam berdarah juga telah meningkat 30 kali lipat dalam 50 tahun
terakhir. Tiga perempat dari mereka yang terpapar sejauh ini tinggal
di kawasan Asia Pasifik.
7. Orang tua dan anak-anak miskin, terutama mereka yang sudah
menderita malaria, kurang gizi, dan diare, cenderung paling rentan
terhadap penyakit terkait panas.
8. Kekeringan dan kekurangan air kronis membahayakan daerah
pedesaan dan 150 juta penduduk kota. Jika kita tidak membuat
penyesuaian dengan cepat, jumlah itu bisa hampir mencapai satu
miliar pada tahun 2050.
9. Naiknya permukaan air laut dapat mengancam pasokan air tawar
bagi orang-orang yang tinggal di dataran rendah. Badai yang lebih
parah bisa menyebabkan sistem pembuangan kota meluap.

5
BAB III
TEORI SIMPUL

3.1.Teori Simpul 1-IV

Simpul 1 : Sumber Penyakit


 Sumber Penyakit adalah titik mengeluarkan atau meng-emisikan
agent penyakit. Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang
dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui kontak secara
langsung atau melalui media perantara (yang juga komponen
lingkungan).
 Umumnya melalui produk bahan beracun yang dihasilkannya ketika
berada dalam tubuh, atau secara langsung dapat mencederai sebagian
atau seluruh bagian tubuh manusia, sehingga menimbulkan
gangguan fungsi maupun morfologi (bentuk organ tubuh).

Agent penyakit di bagi menjadi 3 kelompok besar :

a) Mikroorganisme, seperti virus, amoeba, jamur, bakteri, parasit


dan lain-lain.
b) Kelompok Fisik, misalnya kekuatan radiasai,energi kebisingan,
kekuatan cahaya.
c) Kelompok bahan kimia toksik, misalnya pestisida, merkuri,
cadmium, CO, H2S
Penyakit di bagi menjadi 2 :
a. Penyakit Menular, adalah penyakit yang umumnya disebabkan
oleh mikroba yang dapat dipindahkan secara langsung maupun
melalui perantara bintang.
b. Penyakit tidak menular disebabkan oleh berbagai bahan atau
komponen lingkungan berupa bahan kimia maupun zat dengan
kekuatan fisik.

Simpul 2 : Media Transmisi Penyakit


Mengacu pada gambar skema, komponen lingkungan yang dapat
memindahkan agent penyakit pada hakikatnya hanya ada lima komponen

6
lingkungan yang lazim yang kita kenal sebagai media transmisi penyakit,
yakni :

a. Udara. Udara bisa dikatakan sehat apabila tidak mengandung satu atau
lebih agent penyakit.

b. Air. Dikatakan memiliki potensi menimbulkan penyakit kalau


didalamnya terdapat bakteri atau bahan kimia beracun seperti
pestisida.

c. Tanah/pangan. Agent penyakit dapat berpindah-pindah dari satu media


ke media lain. Dapat pula mengendap di dalam tanah dan berbagai
bahan beracun tersebut dapat terserap akar tanaman pangan.

d. Serangga/ Binatang. Misalnya penyebaran penyakit malaria dari


keluarga Anopheles

e. Manusia/ Langsung.

Dari kelima media transmisi di atas, ada agent penyakit tidak menular
seperti bahan kimia toksik juga berasal dari sebuah sumber, misalnya
knalpot mobil, cerobong asap industri dan lain – lain.

Simpul 3 : Perilaku Pemajanan ( Behavioural Exposure )


1. Agent penyakit, dengan atau tanpa menumpang komponen
lingkungan, masuk kedalam tubuh melalui proses yang kita kenal
sebagai proses Hubungan interaktif.
2. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk
berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai
perilaku pemajanan atau behavioural exposure.
3. Perilaku Pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan
komponen lingkunganyang mengandung potensi bahaya penyakit
(agen penyakit). Misalnya jumlah pestisida yang mengenai kulit
seorang petani ketika sedang menyemprot tanaman di sawah.
4. Masing-masing agent penyakit yang masuk kedalam tubuh dengan
cara-cara yang khas ada tiga jalan atau route of entry yakni :

1) Sistem Pernapasan.

7
2) Sistem Pencernaan.
3) Masuk melalui permukaan kulit.
Simpul 4 : Kejadian Penyakit

Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif antara


penduduk dengan lingkungan yang memilikki potensi bahaya gangguan
kesehatan. Seseorang dikatakan sakit kalau salah satu maupun bersama
mengalami kelainan dibandingkan rata-rata penduduk lainnya.bisa kelainan
bentuk atau kelainan fungsi, sebagai hasil interaksi Dengan lingkungan baik
lingkungan fisik maupun sosial.

3.2 Simpul 5 : Variabel Suprasistem

Kejadian penyakit itu sendiri masih dipengaruhi oleh kelompok


variabel simpul 5, yakni:
a. Iklim

variabel yang membentuk cuaca dan iklim adalah suhu, kelembaban,


angin serta kondisi spasia. Misalnya pegunungan, pantai, daerah
tropis.

b. Topografi

c. Temporal. Pola penyakit pada sebuah komunitas dan sekaligus masalah


kesehatan, berubah dari waktu kewaktu, dari musim ke musim serta
berbeda satu tempat ke tempat yang lain. Perubahan ini sejalan dengan
perubahan berbagai faktor resiko kesehatan seperti kependudukan,
sosial ekonomi dan geografi atau ekosistem. Pemberantasan penyakit
menular disamping memiliki universalitas global, mengandung makna
pendekatan manajemen berdasar kondisi spesifik lokal temporal pula.

d. Suprasystem lainnya. Yakni keputusan politik berupa kebijakan mikro


yang bisa mempengaruhi semua simpul. Kebijakan makro yang
merupakan keputusan pengambil kebijakan yang dapat atau memang
ditujukan untuk mempengaruhi kondisi lingkungan strategis lainnya
juga harus diperhitungkan. Kebijakan makro yang sifatnya dapat

8
mempengaruhi simpul 1 hingga 4 sekaligus, misalnya kebijakan
pembangunan berwawasan kesehatan yang dapat mempengaruhi
simpul 1 hingga 4. paradigma atau model kesehatan lingkungan juga
dapat dipengaruhi oleh topografi, suhu lingkungan, kelembaban dan
lain sebagainya.

9
BAB V
PRINSIP MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN(
MPBL )
1. Manajemen penyakit berbasis wilayah adalah salah satu pendekatan ilmu
kesehatan masyarakat yang senantiasa berbasis komunitas.
2. Komunitas adalah sekelompok orang yang memiliki satu atau lebih
kesamaan variabel.
3. Kesamaan variabel tidak harus berupa kesamaan wilayah namun juga
bisa hobi. Setiap pendekatan kesehatan masyarakat harus memiliki
beberapa ciri atau prinsip-prinsip, antara lain :

a) Kesehatan masyarakat senantiasa berbasis komunitas dalam satu


wilayah atau juga kesamaan risiko kesehatan yang sama. Komunitas
juga sering disebut dengan istilah masyarakat.

b) Kesehatan masyarakat senantiasa berorientasi pencegahan.

c) Community involvement atatu community participation.


Keterlibatan masyarakat dalam mencapai berbagai tujuan dan
sasaran yang ditetapkan.

d) Ilmu dan metode kesehatan masyarakat, juga mengutamakan kerja


sama lintas ilmu, lintas sektor dan kemitraan.

e) Terorganisir. Semua keempat hal diatas hendaknya diorganisasi


dengan baik.

4.1.Orientasi Pencegahan dan Pengendalian pada sumber Penyakit

1) Advokasi, kerjasama, bimbingan dan manajemen PTM

2) Promosi, pencegahan, dan pengurangan faktor risiko PTM melalui


pemberdayaan masyarakat

3) Penguatan kapasitas dan kompetensi layanan kesehatan, serta


kolaborasi sektor swasta dan profesional

4) Penguatan surveilans, pengawasan dan riset PTM

10
4.2.Kerja sama Lintas Sektor,lintas batas wilayah kemitraan
Penyakit menular tidak mengenal batas wilayah administrasi. Dua
wilayah berbatasan antarkabupaten yang memiliki problem penyakit sejenis
harus melakukan sinkronisasi program-program pemberantasan penyakit
yang sama dengan sumber daya masing masing kabupaten/kota. Kerjasama
tidak hanya antar wilayah namun bisa pula dengan negara lain sekitar.

11
BAB V
LANGKAH-LANGKAH MPBL

Untuk melaksanakan MPBW pada sebuah wilayah administratif


tertentu, maka secara umum perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :

1) Tentukan wilayah administratif, apakah wilayah puskesmas atau


wilayah kabupaten
2) Tentukan prioritas penyakit atau faktor risiko berkenaan yang
hendak dikendalikan
3) Pengumpulan evidences, data atau fakta dengan tujuan
penggambaran proses kejadian penyakit atau patogenesis penyakit
atau dalam kejadian penyakit menular

5.1.Pengumpulan Informasi
1. Pertemuan Awal
Pertemuan awal bertujuan mengikat para mitra atau stakeholders,
medapatkan kesamaan platform atau pemahaman yang sama terhadap
suatu permasalahan penyakit dan faktor risikonya serta menyepakati
terhadap sebuah Rencana Kegiatan Surveilans yang akan dilaksanakan.
2. Pertemuan periodik
Pertemuan ini bisa dilakukan setiap 6 bulan sekali, atau sekurang-
kurangnya setahun sekali. Tujuannya adalah untuk menilai kinerja
kegiatan surveilans itu sendiri serta menilai kemajuan pengendalian
penyakit beserta faktor risiko berkenaan.
3. Pelaksanaan
a. Pengumpulan data
Data yang dikumpul kan adalah data epidemiologi yang jelas,
tepat, dan ada hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan,
kejadian penyakit secara keseluruhan serta faktor risikopenyakit
berkenaan. Untuk menjalankan surveilans yang baik, pengumpulan
data harus dilaksanakan secara terus menerus.
b. Pengolahan, Analisis dan Interpretasi

12
analisis data harus dilakukan secara baik, tergantung tujuannya.
Variabel-variabel diolah harus dapat menggambarkan suatu permasalahan
dan faktor risiko yang mempengaruhi serta bagaimana data yang ada
dapat menjelaskan tujuan dari suatu kegiatan surveilans.

 Dalam melakukan analisis dan interpretasi data, yang harus dilakuakan


adalah:

a) Memahami kualitas data dan mencari metode terbaik untuk menarik


kesimpulan.

b) Menarik kesimpulan dari suatu rangkaian data deskriptif.


 Penyajian hasil analisis data surveilans epidemiologi dapat digunakan :

a) Teks, yaitu gambaran dari variabel-variabel yang ada dituangkan


dalam bentuk tulisan atau uraian dalam bentuk kalimat-kalimat

b) tabel, yang menggambarkan satu variabel atau lebih. Bisa


mengunakan tabulasi silang apabila menggambarkan dua variabel
atau lebih.

3. Grafik, dibuat untuk membantu membaca mengerti dengan cepat


perbedaan yang ada pada data.

Analisis data surveilans epidemiologi diawali dengan membuat pola


penyakit menurut orang, tempat/wilayah, dan waktu.

5.2. Pertemuan Periodik Lintas Sektor


Pertemuan ini bisa dilakukan setiap 6 bulan sekali, atau sekurang-
kurangnya setahun sekali. Tujuannya adalah untuk menilai kinerja kegiatan
surveilans itu sendiri serta menilai kemajuan pengendalian penyakit beserta
faktor risiko berkenaan.

13
BAB VI
METODOLOGI MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS
WILAYAH

6.1. Analisis spasial dalam manajemen penyakit berbasis wilayah


Spasial mempunyai arti sesuatu yang dibatasi oleh ruang dan waktu,
juga dibatasi oleh komunikasi dan atau transportasi. Sedangkan data spasial
data yang menunjukkan posisi, ukuran dan kemungkinan hubungan
topografi (bentuk dan tata letak) dari semua objek yang ada dimuka bumi.
Berbagai data baik data dalam kondisi lingkungan maupun distribusi
penduduk dengan berbagai atributnya merupakan data dan informasi
wilayah spasial, data lingkungan, yang merujuk pada lokasi atau mewakili
hasil pengukuranpada tempat-tempat pengukuran, analisis dan observasi
yang diambil secara sistematik maupun random data dari sebuah sumber
emisi adalah data spasial.

6. 2. Audit Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah


1) Manajemen berbasis wilayah adalah manajemen kasus (penyakit)
yang dilakukan secara terintegrasi dengan manajemen faktor risiko
atau manajemen kesehatan masyarakat dan sebaliknya.
2) Pengertian audit manajemen penyakit berbasis wilayah meliputi dua
jenis audit, yakni audit manajemen kasus dan audit manajemen
faktor risiko yang berkenaan, dan yang penting juga adalah apakah
ada upaya integratif diantara keduanya atau tidak baik perencanaan
maupun pelaksanaannya.
3) Audit manajemen penyakit berbasis wilayah adalah proses
sistematik, periodik dan atau sewaktu, yang dilakukan untuk
mengukur kinerja suatu kegiatan dibanding kan dengan standar dan
tujuan yang telah ditetapkan untuk menemukan adanya
penyimpangan atau kekurangan dan mencari penyebabnya sehingga
dapat segera di lakukan perbaikan.
Manajemen kasus adalah suatu kegiatan tata laksana penderita
penyakit tertentu untuk meliputi upaya penegakkan diagnosa, pengobatan,

14
rujukan, perawatan untuk kesembuhan, menghindarkan kematian dan
kecacatan.
- Audit Faktor Resiko
a. Manajemen faktor risiko adalah tata laksana suatu kegiatan yang
meliputi semua variabel yang berperan pada kejadian penyakit
kelompok masyarakat dengan mengikuti standart yang telah
ditetapkan.
b. Secara rinci bagaimana manajemen faktor risiko tersebut
dilaksanakan dilihat dengan cara bagaimana pengendalian simpul 1,
2 dan 3.
c. sedangkan tata laksana simpul 4 adalah tata laksana kasus dimana
rujukannya adalah Standard Operating Procedures (SOP) yang telah
ditetapkan.
d. Untuk manajemen simpul 5 meliputi variabel prediktor seperti
kelembaban lingkungan, topografi, suhu lingkungan dan iklim.
e. Audit dapat dilaksanakan secara periodik maupun insidentil. Ruang
lingkup audit sebagai bagian dari proses manajemen dalam upaya
peningkatan dan menjaga mutu pelaksanaan kegiatan, maka audit
dilaksanakn dengan ruang lingkup yang saksama komprehensif
mulai dari tahap input, proses, output dan outcome dari suatu
kegiatan.
- Audit Laksana Kasus
a. Dalam konteks manajemen penyakit berbasis wilayah, audit kasus
hendaknya dirujuk kepada SOP atau dalam bahasa program dikenal
Pedoman Tata Laksana Kasus yang telah ditetapkan secara nasional.
Untuk beberapa penyakit yang menjadi prioritas nasional. Dalam hal
secara nasional tidak memiliki acuan serta ada penyakit yang bersifat
spesifik lokal dan menjadi prioritas daerah maka daerah dapat
menyusun pedoman tersebut.
b. Audit pelaksanaan pengendalian faktor risiko. Pengendalian faktor
risiko dalam konteks manajemen penyakit berbasis wilayah, harus
menggunakan prinsip-prinsip ilmu dan metode kesehatan

15
masyarakat. Ada lima prinsip kesehatan masyarakat yang harus
diikuti, khususnya dalam melaksanakan tata laksana simpul 1, 2, dan
3 yakni :
a. Berbasis masyarakat, fokusnya adalah penduduk secara keseluruhan
b. harus ada keterlibatan masyarakat, namun pemerintah harus
melaksanakan peran pokok dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan masyarakat.
c. Titik berat pada pencegahan primer.
d. Multidisiplin
e. Terorganisir
Audit adalah suatu kegiatan manajemen, maka perlu disepakati siapa
yang diaudit dan siapa yang melakukan audit. Untuk itu perlu dipahami
sasaran audit, yaitu pelaksana kegiatan manajemen secara kelembagaan
maupun individual. Langkah-langkah penyusunan rencana dan pelaksanaan
audit.
1) Pertama tentukan tujuan
2) Pengorganisasian antara lain menentukan sasaran
3) Rencana pelaksanaan.
Audit manajemen penyakit berbasis wilayah bertujuan untuk
menigkatkan mutu penyelenggaran manajemen penyakit pada wilayah
tertentu. Secara rinci tujuan tersebut hendaknya diuraikan misalnya
mengetahui mutu diagnosis, tata laksana pengobatan dan rujukan. audit juga
ditujukan untuk mendapatkan gambaran tata laksana kasus yang hendaknya
dilakukan secara terintegrasi bersama pengendalian faktor risiko berkenaan
atau tidak.

16
BAB VII
APLIKASI MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS WILAYAH
PENYAKIT MENULAR
1) Tentukan wilayah administratif, apakah wilayah Puskesmas atau
wilayah Kabupaten/ Kota atau provinsi
2) Tentukan setiap wilayah kabupaten/kota, tentukan prioritas penyakit
menular atau faktor risiko berkenaan yang hendak dikendalikan .
Modelling .
Baik faktor risiko maupun penyakit menular hendaknya
digambarkan dalam sebuah model kejadian penyakit atau paradigma dengan
mengacu kepada teori simpul dan dapat dimodifikasi. Model gambaran
kejadian (Patogenesis) penyakit menular dideskripsikan ke dalam model
manajemen untuk masing-masing simpul dengan rangkaian kegiatan untuk
masing-masing simpul
a) Model teori simpul advance dapat pula dikembangkan ke dalam
model manajemen malaria di wilayah pertambakan
b) Model gambaran kejadian penyakit menular beserta prioritas
penanggulangan pada tiap simpul kemudian diterjemahkan ke dalam
proses perencanaan dan pembiayaan terpadu.
c) Pelaksanaan dan monitoring pengendalian penyakit menular.
d) Audit manajemen penyakit menular berbasis wilayah.

7.1. Investigasi Penyakit TBC

TBC (Tuberkulosis) yang juga dikenal dengan TBadalah penyakit


paru-paru akibat kuman Mycobacterium tuberculosis. TBC akan
menimbulkan gejala berupa batuk yang berlangsung lama (lebih dari 3
minggu), biasanya berdahak, dan terkadang mengeluarkan darah. Kuman
TBC tidak hanya menyerang paru-paru, tetapi juga bisa menyerang tulang,
usus, atau kelenjar. Penyakit ini ditularkan dari percikan ludah yang keluar
penderita TBC, ketika berbicara, batuk, atau bersin. Penyakit ini lebih
rentan terkena pada seseorang yang kekebalan tubuhnya rendah, misalnya
penderita HIV.

17
Gejala Tuberkulosis

Selain menimbulkan gejala berupa batuk yang berlangsung lama,


penderita TBC juga akan merasakan beberapa gejala lain, seperti:

 Demam
 Lemas
 Berat badan turun
 Tidak nafsu makan
 Nyeri dada
 Berkeringat di malam hari

TBC dapat dideteksi melalui pemeriksaan dahak. Beberapa tes lain


yang dapat dilakukan untuk mendeteksi penyakit menular ini adalah foto
Rontgen dada, tes darah, atau tes kulit (Mantoux).

Pencegahan Tuberkulosis

TBC dapat dicegah dengan pemberian vaksin, yang disarankan


dilakukan sebelum bayi berusia 2 bulan. Selain itu, pencegahan juga dapat
dilakukan dengan cara:

 Mengenakan masker saat berada di tempat ramai.


 Tutupi mulut saat bersin, batuk, dan tertawa.
 Tidak membuang dahak atau meludah sembarangan.

Penularan TBC paling umum terjadi melalui udara. Ketika seseorang


yang telah mengidap penyakit TBC batuk, bersin, atau berbicara dengan
memercikkan ludah, bakteri TB akan ikut melalui ludah tersebut untuk
terbang ke udara. Selanjutnya, bakteri akan masuk ke tubuh orang lain
melalui udara yang dihirup.

7.2.Investigasi penyakit Malaria


Malaria adalah penyakit infeksi menular yang menyebar melalui
gigitan nyamuk.

18
Gejala Malaria
Gejala malaria timbul setidaknya 10-15 hari setelah digigit nyamuk.
Munculnya gejala melalui tiga tahap selama 6-12 jam, yaitu menggigil,
demam dan sakit kepala, lalu mengeluarkan banyak keringat dan lemas
sebelum suhu tubuh kembali normal. Tahapan gejala malaria dapat timbul
mengikuti siklus tertentu, yaitu 3 hari sekali (tertiana) atau 4 hari sekali
(kuartana).

Penyebab Malaria

Manusia dapat terkena malaria setelah digigit nyamuk yang terdapat


parasit malaria di dalam tubuh nyamuk. Gigitan nyamuk tersebut
menyebabkan parasit masuk ke dalam tubuh manusia. Parasit ini akan
menetap di organ hati sebelum siap menyerang sel darah merah. Parasit
malaria ini bernama Plasmodium. Jenis Plasmodium bermacam-macam, dan
akan berpengaruh terhadap gejala yang ditimbulkan serta pengobatannya.
Pemeriksaan darah untuk mendiagnosa malaria meliputi tes diagnostik cepat
malaria (RDT malaria) dan pemeriksaan darah penderita di bawah
mikroskop.

Pengobatan Malaria

Malaria harus segera ditangani untuk mencegah risiko komplikasi


yang berbahaya. Penanganan malaria dapat dilakukan dengan pemberian
obat antimalaria. Obat-obatan ini perlu disesuaikan dengan jenis parasit
penyebab malaria, tingkat keparahan, atau riwayat area geografis yang
pernah ditinggali penderita.

Komplikasi Malaria

Beberapa komplikasi serius yang disebabkan oleh malaria, di


antaranya anemia berat, hipoglikemia, kerusakan otak, dan banyak organ
gagal berfungsi. Komplikasi tersebut dapat berakibat fatal dan lebih rentan
dialami oleh balita serta lansia

19
Pencegahan Malaria

Meski belum ada vaksinasi untuk mencegah malaria, dokter dapat


meresepkan obat antimalaria sebagai pencegahan jika seseorang berencana
bepergian atau tinggal di area yang banyak kasus malarianya. Selain itu,
pencegahan bisa dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dengan
memasang kelambu pada tempat tidur, menggunakan pakaian lengan
panjang dan celana panjang, serta menggunakan krim atau semprotan
antinyamuk.

7.3. Investigasi Penyakit DBD

Demam berdarah dengue atau biasa disingkat DBD adalah penyakit


menular akibat virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa kasus demam berdarah di seluruh
dunia meningkat pesat dalam beberapa dekade terakhir. Diperkirakan ada
sekitar 50-100 juta kasus demam berdarah setiap tahun, dan sekitar setengah
dari populasi manusia di dunia berisiko terkena penyakit ini.

Tanda-tanda & gejala:

 Sakit kepala parah


 Nyeri pada bagian belakang mata
 Nyeri otot dan sendi parah
 Mual dan muntah
 Ruam

Penyebab

Demam berdarah disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan


lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Biasanya
pergelangan kaki dan leher menjadi bagian tubuh yang umum digigit
nyamuk.

20
Faktor-faktor risiko

 Tinggal atau bepergian ke daerah dengan iklim tropis. Berada di


daerah tropis dan subtropis meningkatkan risiko kena demam
berdarah. Daerah yang berisiko tinggi adalah Asia Tenggara, bagian
barat Kepulauan Pasifik, Amerika Latin, dan Karibia.
 Pernah kena DBD. Jika sebelumnya pernah sakit DBD, Anda
berpeluang tinggi mengalami gejala yang lebih serius jika terinfeksi
lagi.

Pengobatan

1. Minum obat untuk menurunkan demam

2. Istirahat yang banyak di tempat tidur

3. Minum banyak cairan

7.4. Investigasi Penyakit Fluburung

Flu burung adalah suatu jenis penyakit influenza yang ditularkan


oleh burung kepada manusia.

Gejala Flu Burung

Masa inkubasi virus dari masuk ke tubuh manusia sampai


menimbulkan gejala adalah 3-5 hari. Seseorang yang terkena flu burung
akan mengalami gejala seperti demam, sakit kepala, pegal-pegal, pilek,
batuk, dan sesak. Namun sebelum gejala tersebut muncul, ada juga
penderita flu burung yang terlebih dahulu mengalami Muntah,Sakit
perut.,Diare.,Gusi berdarah.,Mimisan.,Nyeri dada.

Penyebab Flu Burung

Virus flu burung merupakan virus influenza yang sebenarnya


menyerang unggas, baik itu unggas liar maupun unggas peternakan (ayam,

21
bebek, angsa, atau burung). Flu burung menular melalui kontak langsung
dengan unggas yang sakit atau lingkungan yang terkontaminasi, seperti:

 Menyentuh unggas yang telah terinfeksi, baik yang masih hidup


maupun yang sudah mati.
 Kontak dengan cairan tubuh unggas yang sakit, misalnya ludah.
Atau tidak sengaja menghirup percikan cairan tubuh tersebut.
 Kontak dengan debu dari kotoran unggas sakit yang telah mengering
atau menghirupnya.
 Menyantap daging atau telurnya dengan tidak dimasak sampai
benar-benar matang. Makan daging dan telur yang matang tidak
akan membuat Anda tertular virus flu burung.

Pengobatan Flu Burung

Pasien yang telah terbukti menderita flu burung biasanya akan


dirawat di ruang isolasi di rumah sakit untuk menghindari penularan. Selain
dianjurkan untuk minum banyak cairan, mengonsumsi makanan sehat,
istirahat, dan minum obat pereda rasa sakit, dokter juga biasanya akan
memberikan obat-obatan antivirus agar penyakit tidak berkembang makin
parah.

7.5. Investigasi Penyakit Kolera

Kolera adalah diare akibat infeksi bakteri yang bernama Vibrio


cholerae. Penyakit ini dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak
dan diare yang ditimbulkan dapat parah hingga menimbulkan dehidrasi.
Kolera merupakan penyakit yang menular melalui makanan atau minuman
yang terkontaminasi bakteri. Kondisi ini biasanya mewabah di daerah yang
padat penduduk dan memiliki lingkungan yang kotor.

Penyebab Kolera

Kolera disebabkan oleh infeksi bakteri Vibrio cholerae. Bakteri


kolera hidup di alam bebas, terutama di lingkungan perairan seperti sungai,

22
danau, atau sumur. Sumber penyebaran utama bakteri kolera adalah air dan
makanan yang terkontaminasi bakteri kolera. Bakteri kolera dapat masuk
bersama makanan jika makanan tersebut tidak dibersihkan dan dimasak
dengan baik sebelum dimakan. Contoh jenis makanan yang dapat menjadi
sarana penyebaran bakteri kolera adalah:

 Makanan laut seperti kerang dan ikan.


 Sayuran dan buah-buahan.
 Biji-bijian seperti beras dan gandum.

Selain beberapa sumber infeksi kolera seperti yang disebutkan di


atas, ada juga beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko terjangkit
bakteri kolera, yaitu:

 Hidup di lingkungan yang tidak bersih.


 Tinggal serumah dengan penderita kolera.
 Bergolongan darah O.

Gejala Kolera

Gejala utama penyakit kolera adalah diare. Diare yang terjadi akibat
kolera dapat dikenali dari tinja penderita yang cair dan berwarna pucat
keputihan seperti susu atau air cucian beras. Beberapa penderita kolera
mengalami diare parah, berkali-kali, hingga kehilangan cairan tubuh dengan
cepat (dehidrasi). Selain diare, gejala lain yang dapat dirasakan penderita
kolera adalah:

 Mual
 Muntah
 Kram perut

Pencegahan Kolera

Risiko terjangkit kolera dapat diminimalkan dengan menjaga


kebersihan diri, misalnya dengan rajin mencuci tangan menggunakan air

23
mengalir dan sabun, terutama sebelum makan dan setelah dari toilet. Selain
kebersihan diri, kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi juga
perlu diperhatikan. Caranya adalah dengan:

 Tidak membeli makanan yang tidak terjamin kebersihannya


 Tidak mengonsumsi makanan mentah atau setengah matang
 Tidak mengonsumsi susu segar yang belum diolah
 Minum air mineral botol atau air yang telah dimasak hingga
mendidih
 Mencuci bersih sayur dan buah sebelum dimakan

7.6. Investigasi Penyakit ISPA

Penyakit ISPA adalah infeksi yang sangat menular. Orang yang


menderita penyakit ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut ini bisa
menularkan penyakitnya kepada mereka yang berkontak langsung
dengannya. Penularan penyakit ISPA ini juga disebabkan karena si
penderita mengalami batuk atau bersin, kemudian bakteri penyebab ISPA
tersebut menular kepada orang yang ada di dekatnya.

Penyebab ISPA

Bronkitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi paru-paru, 90% di


antaranya adalah virus. Serangan berulang dari bronkitis akut, yang
melemahkan dan mengiritasi bronkus saluran udara dari waktu ke waktu,
dapat mengakibatkan bronkitis kronis.

Bronkitis kronis ditemukan dalam tingkat yang lebih tinggi pada


kawasan industri seperti pertambangan batu bara di mana para pekerja
terpapar debu dan asap. Tapi penyebab utama adalah merokok jangka
panjang, yang mengiritasi saluran bronkial dan menyebabkan saluran
bronkhial untuk menghasilkan lendir yang berlebihan. Gejala bronkitis
kronis juga diperparah dengan konsentrasi tinggi sulfur dioksida dan polutan
lainnya di atmosfer.

24
Gejala bronkitis akut meliputi:

 Batuk kering.
 Dahak berwarna kuning, putih, atau hijau, biasanya muncul 24
sampai 48 jam setelah batuk dimulai.
 Demam, menggigil.
 Rasa nyeri dan sesak di dada.
 Nyeri di bawah tulang dada saat bernapas dalam-dalam
 Sesak napas.

Gejala-gejala bronkitis kronis adalah:

 Batuk persisten (menetap) yang memproduksi dahak kuning, putih,


atau hijau (setidaknya tiga bulan dalam setahun atau selama lebih
dari dua tahun berturut-turut).
 Kadang-kadang disertai mengi atau sesak napas.

25
BAB VIII
IHR(INTERNATIONAL HEALTH REGULATION)

8.1.Peran Kantor Kesehatan

Peran Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) menjadi semakin penting


di Indonesia peran utama KKP yaitu menangkal penyakit dan faktor risiko
penyakit yang datang dari luar atau antarpulau.Setiap KKP juga mengubah
konsep kekarantinaan, membangun ruang isolasi di sekitar bandara, serta
membangun jaringan antar pulau.Pendidikan kesehatan masyarakat yang
memiliki knowledge untuk melandasi keahlian petugas KKP di setiap
pendidikan kesehatan, perlu diselenggarakan di Indonesia. Petugas harus
memahami berbagai peraturan kesehatan internasional, memahami
kesehatan lingkungan pelabuhan, global risk factors, memahami masalah
teknis medis, memahami travel health, serta visi global atau regional
epidemiology.

8.2 Perjalanan Haji

Penyelenggaraan kesehatan Haji adalah rangkaian kegiatan


pelayanankesehatan haji meliputi pemeriksaan kesehatan haji, pelayanan
medis,imunisasi, surveilans, kesehatan lingkungan dan manajemen
penyelenggaraankesehatan haji.

26
BAB IX
PENANGGULANGAN KLB DENGAN PENDEKATAN MPBL

9.1 Penyakit Menular


penyakit yang dapat menular ke manusia yang disebabkan oleh agen
biologi, antara lain virus, bakteri, jamur, dan parasit. Penanggulangan
Penyakit Menular adalah upaya kesehatan yang mengutamakan aspek
promotif dan preventif yang ditujukan untukmenurunkan dan
menghilangkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian, membatasi
penularan, serta penyebaran penyakit agar tidak meluas antardaerah maupun
antarnegara serta berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa/wabah.
Upaya Pencegahan, Pengendalian, dan Pemberantasan Pernyakit
Menular

(1) Penyelenggaraan

(a) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota


bertanggung jawab dalam penyelenggaraan upaya pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular.

(b) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota


bertanggung jawab menyediakan sarana, prasarana, obat, dan vaksin
dalam upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit
menular.

(c) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota


bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan dalam pemberantasan
dan pengendalian penyakit berdasarkan penelitian dan pembuktian
kejadian.

(d) Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit


menular dilakukan melalui kegiatan peningkatan kesehatan, pencegahan,
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan bagi individu atau
masyarakat.

27
(e) Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit
menular dilakukan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya
penyakit, menurunkan jumlah yang sakit, cacat dan atau meninggal
dunia, serta untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat
penyakit menular.

(f) Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit


menular dilaksanakan dengan berbasis wilayah.

(g) Pelaksanaan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan


penyakit menular dilakukan oleh Dinas dan jajarannya, bekerja sama
dengan OPD dan instansi lain yang terkait, sarana kesehatan pemerintah
dan swasta, LSM, dan masyarakat.

(h)Upaya pencegahan pengendalian, dan pemberantasan penyakit


menular dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(i) Standar pelayanan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan


penyakit menular berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(j)Dinas menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis upaya


pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular.

Wabah atau KLB

(a) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota


serta masyarakat melakukan upaya penanggulangan keadaan wabah atau
KLB.

(b)Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota


bertanggung jawab dalam penyediaan dana, sarana, dan prasarana dalam
penanggulangan KLB.

28
(c) Penentuan wilayah dalam keadaan wabah dan KLB dan upaya
penanggulangan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(d) Penanganan KLB penyakit dikoordinasikan oleh Dinas bekerja sama


dengan OPD dan instansi terkait pemerintah dan swasta.

(e) Rumah Sakit milik pemerintah maupun swasta wajib menerima


korban KLB tanpa melihat status dan latar belakang termasuk status
keikutsertaan dalam jaminan kesehatan, serta menanganinya sesuai
dengan prosedur dan standar pelayanan yang berlaku.

(f) Dalam pelaksanaan penanggulangan wabah dan KLB, tenaga


kesehatan yang berwenang dapat memeriksa tempat-tempat yang
dicurigai berkembangnya vektor dan sumber penyakit lain.

(g) Unit Pelaksana Teknis Daerah Laboratorium Kesehatan wajib


menerima rujukan spesimen terkait kasus KLB sesuai dengan
kemampuan sarananya.

(h) Pembiayaan kasus-kasus rujukan dibebankan pada Pemerintah


Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

9..2 .Penyakit Tidak Menular


Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular
seperti cacat fisik, gangguan mental, kanker, penyakit degeneratif, penyakit
gangguan metabolisme, dan kelainan-kelainan organ tubuh lain penyakit
jantung, pembuluh darah, penyakit tekanan darah tinggi, penyakit kencing
manis, berat badan lebih, osteoporosis, kanker usus, depresi dan kecemasan.
Pencegahan dan Pengendalian faktor risiko PTM meliputi 4 cara,
yaitu :
a) Advokasi, kerjasama, bimbingan dan manajemen PTM
b) Promosi, pencegahan, dan pengurangan faktor risiko PTM melalui
pemberdayaan masyarakat

29
c) Penguatan kapasitas dan kompetensi layanan kesehatan, serta
kolaborasi sektor swasta dan profesional
d) Penguatan surveilans, pengawasan dan riset PTM .

Langkah - Langkah kebijakan dan strategi Pencegahan dan


Pengendalian Penyakit Tidak Menular dalam mencapai target indikator
adalah :

1) Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat


sehingga dapat terhindar dari faktor risiko.
2) Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas melalui penguatan sumber daya , dan standardisasi
pelayanan,
3) Meningkatkan kemitraan dengan lintas program, lintas sektor, dan
pemangku kepentingan terkait,
4) Menyelenggarakan Surveilans dengan mengintegrasikan dalam
sistem surveilans penyakit tidak menular diFasilitas Pelayanan
Kesehatan dan masyarakat.
5) Meningkatkan advokasi kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah
Desa, dan pemangku kepentingan terkait.

9.3 NED(New Emerging Diseases )dan RED(Re-emerging Diases)


New Emerging Infectious Disease (NEID) dan Re-emerging
Infectious Disease (REID) sebagai semua penyakit infeksi yang
menunjukkan gejala peningkatan masa-masa terakhir dan sekaligus
menunjukkan gejala kemungkinan ancaman peningkatan dalam waktu
mendatang, dengan demikian New Emerging Infectious Disease (NEID)
merupakan ancaman di masa mendatang yang harus diantisipasi
kehadirannya. NEID sebenarnya telah lama merupakan zoonotic disease
atau penyakit bersumber binatang namun karena perubahan ekosistem.
Berbagai faktor yang berperan timbulnya NEID maupun REID
seperti aspek ekosistem, kepadatan penduduk perubahan perilaku,

30
kemampuan mikroba patogen mengubah sifat-sifat dirinya dari waktu ke
waktu.

a) Iklim; perubahan iklim dunia berperan timbulnya NEID maupun REID


melalui berbagai cara, peningkatan suhu makin meningkatkan
perkembangbiakan nyamuk dan tingginya radiasi ultraviolet
mengurangi daya tahan tubuh.

b) Kepadatan penduduk; kepadatan penduduk telah memicu timbulnya


penyakit-penyakit infeksi baru. Kepadatan penduduk merupakan
tempat persemaian subur bagi virus.

c) Pencemaran Lingkungan; dapat menyebabkan kerentanan terhadap


kemampuan tubuh dalam menyangkal penyakit.

d) Perubahan perilaku manusia; mobilitas penduduk dan alat transportasi,


kebiasaan makan-makanan, kebiasaan memelihara binatang.
Banyaknya reservoir yang dulu dihutan kini berada disekitar kita.

Langkah-langkah manajemen Faktor dalam menghadapi penyakit


infeksi baru dapat diuraikan secara sistematik :

1) Kembangkan EWORS yakni sistem kewaspadaan yang


menghubungkan UGD rumah sakit dalam wilayah berdekatan
dengan Dinas Kesehatan setempat dan berlangsung terus menerus.
Analisis tiap kasus secara seksama tiap hari, kembangkan pertemuan
dan koordinasi dengan Dinas Kesehatan.
2) Dinas Kesehatan hendaknya menyelidiki kasus-kasus clusters
tersebut dan kembangkan upaya Identifikasi Faktor Risiko kasus
yang tidak biasa terjadi.
pengendalian faktor risiko pada wilayah timbulnya kejadian dan
tanggani kasus dengan baik.
3) Jejaring Dunia
Global Networking dilakukan antar negara, kerja sama bilateral juga
bisa dilakukan.

31
4) Jejaring Nasional
networking bisa dilakukan pula antar laboratorium, pemerintah pusat
dengan Dinas-Dinas Kesehatan. Program peningkatan kapasitas
surveilans untuk masing-masing simpul , kemampuan penyelidikan
epidemiologi contact trecing dan isolasi sangat diperlukan. Network
juga dilakukan dengan semua pelaku kesehatan seperti LSM dan
tentu saja masyarakat.
5) Kerjasama lintas sektor
kerja sama lintas instansi sektor misalnya koordinasi dengan dinas
pertanian, dinas kehutanan dan dinas pariwisata.
6) Penyelidikan Epidemiologi dan contact tracing;
isolasi dan contact tracing sangat penting ketika terjadi wabah
SARS. Kejadian penyakit yang belum diketahui secara pasti serta
diagnosis dan pengobatan yang belum diketahui, maka identifikasi
kasus sangat penting. Apabila NEID maupun REID telah diketahui
obat dan cara penularannya lebih mudah di banding dengan penyakit
yang belum, sistem isolasi dianggap yang paling efektif digabung
dengan contact tracing yakni melacak orang dengan riwayat kontak
untuk diisolasi juga agar tidak menular lebih lanjut.
7) Manajemen Berita dan manajemen Persepsi
Kejadian NEID umumnya memperoleh perhatian yang luas dari
masyarakat maupun liputan media massa. Menggunakan teknik
media massa untuk membentuk opini masyarakat agar”waspada tapi
jangan panik”. Sebaiknya angka kesembuhan harus ditonjolkan,
yang disertai tran grafik yang ikut membantu menjelaskan namun
tidak terlepas dari honesty dan transparansi.

32

Anda mungkin juga menyukai