PENYAKIT BERBASIS
WILAYAH
OLEH MIDO ESTER SITORUS, M.K.M.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang maha Esa
yang telah memberikan segala rahmatNya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan Modul Mata kuliah MANAJEMEN PENYAKIT
BERBASIS WILAYAH yang sederhana ini. Penulis menyadari bahwa
materi yang disajikan dalam modul ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan saran saran yang membangun guna kesempurnaan
modul ini.
Terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dorongan dalam penyusunan modul ini. Akhir kata semoga
modul ini dapat bermanfaat.
Medan,
September 2017
i
DAFTAR ISI
ii
7.1. Investigasi Penyakit TBC .................................................................. 17
iii
VISI DAN MISI PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
VISI :
Menjadi program studi kesehatan masyarakat yang unggul,
berkarakter, dan berdaya saing global khususnya dibidang kesehatan
lingkungan tahun 2038.
MISI:
1. Melaksanakan pendidikan yang efektif, efisien dalam kesehatan
masyarakat, khususnya kesehatan lingkungan sesuia dengan SN
Dikti dan KKNI level 6 (enam).
2. Melaksanakan kegiatan penelitian dalam rangka memberikan solusi
dalam berbagai persoalan kesehatan masyarakat khususnya
kesehatan lingkungan.
3. Melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat secara provesional
untuk meeningkatkan status kesehatan masyarakat yang
mendukung pencapaian program pemerintah dalam bidang
kesehatan khususnya kesehatan lingkungan.
4. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik pemerintah
maupun swasta, asosiasi institusi, asosiasi profesi dalam dan luar
negeri dalam rangka pelaksanaan tridarma perguruan tinggi.
iv
v
BAB I
KONSEP EKOSISTEM
I .Komponen Biotik
1
5. II. Komponen Abiotik
2
3) meningkatkan kesehatan dan efisiensi masyarakat, melalui usaha
masyarakat yang terorganisir untuk :
a) sanitasi (kesehatan) lingkungan
b) pengendalian penyakit menular
c) pendidikan higiene perseorangan
d) mengorganisasikan pelayanan medis dan perawatan agar dapat
dilakukan diagnosis dini dan pengobatan pencegahan, serta
e) membangun mekanisme sosial, sehingga setiap insan dapat
menikmati standar kehidupan yang cukup baik. untuk dapat
memelihara kesehatan. Definisi ini mengungkapkan tujuan
kesehatan masyarakat, dan tujuan tersebut dapat dicapai melalui
usaha masyarakat yang terorganisir, dimana salah satunya adalah
usaha sanitasi lingkungan atau Kesehatan Lingkungan.
3
BAB II
ANALISIS SPASIAL
4
Ada berbagai cara bagaimanaperubahan iklim dapat memengaruhi
kesehatan manusia. Misalnya, pada beberapa aspek berikut ini:
5
BAB III
TEORI SIMPUL
6
lingkungan yang lazim yang kita kenal sebagai media transmisi penyakit,
yakni :
a. Udara. Udara bisa dikatakan sehat apabila tidak mengandung satu atau
lebih agent penyakit.
e. Manusia/ Langsung.
Dari kelima media transmisi di atas, ada agent penyakit tidak menular
seperti bahan kimia toksik juga berasal dari sebuah sumber, misalnya
knalpot mobil, cerobong asap industri dan lain – lain.
1) Sistem Pernapasan.
7
2) Sistem Pencernaan.
3) Masuk melalui permukaan kulit.
Simpul 4 : Kejadian Penyakit
b. Topografi
8
mempengaruhi simpul 1 hingga 4 sekaligus, misalnya kebijakan
pembangunan berwawasan kesehatan yang dapat mempengaruhi
simpul 1 hingga 4. paradigma atau model kesehatan lingkungan juga
dapat dipengaruhi oleh topografi, suhu lingkungan, kelembaban dan
lain sebagainya.
9
BAB V
PRINSIP MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN(
MPBL )
1. Manajemen penyakit berbasis wilayah adalah salah satu pendekatan ilmu
kesehatan masyarakat yang senantiasa berbasis komunitas.
2. Komunitas adalah sekelompok orang yang memiliki satu atau lebih
kesamaan variabel.
3. Kesamaan variabel tidak harus berupa kesamaan wilayah namun juga
bisa hobi. Setiap pendekatan kesehatan masyarakat harus memiliki
beberapa ciri atau prinsip-prinsip, antara lain :
10
4.2.Kerja sama Lintas Sektor,lintas batas wilayah kemitraan
Penyakit menular tidak mengenal batas wilayah administrasi. Dua
wilayah berbatasan antarkabupaten yang memiliki problem penyakit sejenis
harus melakukan sinkronisasi program-program pemberantasan penyakit
yang sama dengan sumber daya masing masing kabupaten/kota. Kerjasama
tidak hanya antar wilayah namun bisa pula dengan negara lain sekitar.
11
BAB V
LANGKAH-LANGKAH MPBL
5.1.Pengumpulan Informasi
1. Pertemuan Awal
Pertemuan awal bertujuan mengikat para mitra atau stakeholders,
medapatkan kesamaan platform atau pemahaman yang sama terhadap
suatu permasalahan penyakit dan faktor risikonya serta menyepakati
terhadap sebuah Rencana Kegiatan Surveilans yang akan dilaksanakan.
2. Pertemuan periodik
Pertemuan ini bisa dilakukan setiap 6 bulan sekali, atau sekurang-
kurangnya setahun sekali. Tujuannya adalah untuk menilai kinerja
kegiatan surveilans itu sendiri serta menilai kemajuan pengendalian
penyakit beserta faktor risiko berkenaan.
3. Pelaksanaan
a. Pengumpulan data
Data yang dikumpul kan adalah data epidemiologi yang jelas,
tepat, dan ada hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan,
kejadian penyakit secara keseluruhan serta faktor risikopenyakit
berkenaan. Untuk menjalankan surveilans yang baik, pengumpulan
data harus dilaksanakan secara terus menerus.
b. Pengolahan, Analisis dan Interpretasi
12
analisis data harus dilakukan secara baik, tergantung tujuannya.
Variabel-variabel diolah harus dapat menggambarkan suatu permasalahan
dan faktor risiko yang mempengaruhi serta bagaimana data yang ada
dapat menjelaskan tujuan dari suatu kegiatan surveilans.
13
BAB VI
METODOLOGI MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS
WILAYAH
14
rujukan, perawatan untuk kesembuhan, menghindarkan kematian dan
kecacatan.
- Audit Faktor Resiko
a. Manajemen faktor risiko adalah tata laksana suatu kegiatan yang
meliputi semua variabel yang berperan pada kejadian penyakit
kelompok masyarakat dengan mengikuti standart yang telah
ditetapkan.
b. Secara rinci bagaimana manajemen faktor risiko tersebut
dilaksanakan dilihat dengan cara bagaimana pengendalian simpul 1,
2 dan 3.
c. sedangkan tata laksana simpul 4 adalah tata laksana kasus dimana
rujukannya adalah Standard Operating Procedures (SOP) yang telah
ditetapkan.
d. Untuk manajemen simpul 5 meliputi variabel prediktor seperti
kelembaban lingkungan, topografi, suhu lingkungan dan iklim.
e. Audit dapat dilaksanakan secara periodik maupun insidentil. Ruang
lingkup audit sebagai bagian dari proses manajemen dalam upaya
peningkatan dan menjaga mutu pelaksanaan kegiatan, maka audit
dilaksanakn dengan ruang lingkup yang saksama komprehensif
mulai dari tahap input, proses, output dan outcome dari suatu
kegiatan.
- Audit Laksana Kasus
a. Dalam konteks manajemen penyakit berbasis wilayah, audit kasus
hendaknya dirujuk kepada SOP atau dalam bahasa program dikenal
Pedoman Tata Laksana Kasus yang telah ditetapkan secara nasional.
Untuk beberapa penyakit yang menjadi prioritas nasional. Dalam hal
secara nasional tidak memiliki acuan serta ada penyakit yang bersifat
spesifik lokal dan menjadi prioritas daerah maka daerah dapat
menyusun pedoman tersebut.
b. Audit pelaksanaan pengendalian faktor risiko. Pengendalian faktor
risiko dalam konteks manajemen penyakit berbasis wilayah, harus
menggunakan prinsip-prinsip ilmu dan metode kesehatan
15
masyarakat. Ada lima prinsip kesehatan masyarakat yang harus
diikuti, khususnya dalam melaksanakan tata laksana simpul 1, 2, dan
3 yakni :
a. Berbasis masyarakat, fokusnya adalah penduduk secara keseluruhan
b. harus ada keterlibatan masyarakat, namun pemerintah harus
melaksanakan peran pokok dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan masyarakat.
c. Titik berat pada pencegahan primer.
d. Multidisiplin
e. Terorganisir
Audit adalah suatu kegiatan manajemen, maka perlu disepakati siapa
yang diaudit dan siapa yang melakukan audit. Untuk itu perlu dipahami
sasaran audit, yaitu pelaksana kegiatan manajemen secara kelembagaan
maupun individual. Langkah-langkah penyusunan rencana dan pelaksanaan
audit.
1) Pertama tentukan tujuan
2) Pengorganisasian antara lain menentukan sasaran
3) Rencana pelaksanaan.
Audit manajemen penyakit berbasis wilayah bertujuan untuk
menigkatkan mutu penyelenggaran manajemen penyakit pada wilayah
tertentu. Secara rinci tujuan tersebut hendaknya diuraikan misalnya
mengetahui mutu diagnosis, tata laksana pengobatan dan rujukan. audit juga
ditujukan untuk mendapatkan gambaran tata laksana kasus yang hendaknya
dilakukan secara terintegrasi bersama pengendalian faktor risiko berkenaan
atau tidak.
16
BAB VII
APLIKASI MANAJEMEN PENYAKIT BERBASIS WILAYAH
PENYAKIT MENULAR
1) Tentukan wilayah administratif, apakah wilayah Puskesmas atau
wilayah Kabupaten/ Kota atau provinsi
2) Tentukan setiap wilayah kabupaten/kota, tentukan prioritas penyakit
menular atau faktor risiko berkenaan yang hendak dikendalikan .
Modelling .
Baik faktor risiko maupun penyakit menular hendaknya
digambarkan dalam sebuah model kejadian penyakit atau paradigma dengan
mengacu kepada teori simpul dan dapat dimodifikasi. Model gambaran
kejadian (Patogenesis) penyakit menular dideskripsikan ke dalam model
manajemen untuk masing-masing simpul dengan rangkaian kegiatan untuk
masing-masing simpul
a) Model teori simpul advance dapat pula dikembangkan ke dalam
model manajemen malaria di wilayah pertambakan
b) Model gambaran kejadian penyakit menular beserta prioritas
penanggulangan pada tiap simpul kemudian diterjemahkan ke dalam
proses perencanaan dan pembiayaan terpadu.
c) Pelaksanaan dan monitoring pengendalian penyakit menular.
d) Audit manajemen penyakit menular berbasis wilayah.
17
Gejala Tuberkulosis
Demam
Lemas
Berat badan turun
Tidak nafsu makan
Nyeri dada
Berkeringat di malam hari
Pencegahan Tuberkulosis
18
Gejala Malaria
Gejala malaria timbul setidaknya 10-15 hari setelah digigit nyamuk.
Munculnya gejala melalui tiga tahap selama 6-12 jam, yaitu menggigil,
demam dan sakit kepala, lalu mengeluarkan banyak keringat dan lemas
sebelum suhu tubuh kembali normal. Tahapan gejala malaria dapat timbul
mengikuti siklus tertentu, yaitu 3 hari sekali (tertiana) atau 4 hari sekali
(kuartana).
Penyebab Malaria
Pengobatan Malaria
Komplikasi Malaria
19
Pencegahan Malaria
Penyebab
20
Faktor-faktor risiko
Pengobatan
21
bebek, angsa, atau burung). Flu burung menular melalui kontak langsung
dengan unggas yang sakit atau lingkungan yang terkontaminasi, seperti:
Penyebab Kolera
22
danau, atau sumur. Sumber penyebaran utama bakteri kolera adalah air dan
makanan yang terkontaminasi bakteri kolera. Bakteri kolera dapat masuk
bersama makanan jika makanan tersebut tidak dibersihkan dan dimasak
dengan baik sebelum dimakan. Contoh jenis makanan yang dapat menjadi
sarana penyebaran bakteri kolera adalah:
Gejala Kolera
Gejala utama penyakit kolera adalah diare. Diare yang terjadi akibat
kolera dapat dikenali dari tinja penderita yang cair dan berwarna pucat
keputihan seperti susu atau air cucian beras. Beberapa penderita kolera
mengalami diare parah, berkali-kali, hingga kehilangan cairan tubuh dengan
cepat (dehidrasi). Selain diare, gejala lain yang dapat dirasakan penderita
kolera adalah:
Mual
Muntah
Kram perut
Pencegahan Kolera
23
mengalir dan sabun, terutama sebelum makan dan setelah dari toilet. Selain
kebersihan diri, kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi juga
perlu diperhatikan. Caranya adalah dengan:
Penyebab ISPA
24
Gejala bronkitis akut meliputi:
Batuk kering.
Dahak berwarna kuning, putih, atau hijau, biasanya muncul 24
sampai 48 jam setelah batuk dimulai.
Demam, menggigil.
Rasa nyeri dan sesak di dada.
Nyeri di bawah tulang dada saat bernapas dalam-dalam
Sesak napas.
25
BAB VIII
IHR(INTERNATIONAL HEALTH REGULATION)
26
BAB IX
PENANGGULANGAN KLB DENGAN PENDEKATAN MPBL
(1) Penyelenggaraan
27
(e) Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit
menular dilakukan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya
penyakit, menurunkan jumlah yang sakit, cacat dan atau meninggal
dunia, serta untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat
penyakit menular.
28
(c) Penentuan wilayah dalam keadaan wabah dan KLB dan upaya
penanggulangan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
29
c) Penguatan kapasitas dan kompetensi layanan kesehatan, serta
kolaborasi sektor swasta dan profesional
d) Penguatan surveilans, pengawasan dan riset PTM .
30
kemampuan mikroba patogen mengubah sifat-sifat dirinya dari waktu ke
waktu.
31
4) Jejaring Nasional
networking bisa dilakukan pula antar laboratorium, pemerintah pusat
dengan Dinas-Dinas Kesehatan. Program peningkatan kapasitas
surveilans untuk masing-masing simpul , kemampuan penyelidikan
epidemiologi contact trecing dan isolasi sangat diperlukan. Network
juga dilakukan dengan semua pelaku kesehatan seperti LSM dan
tentu saja masyarakat.
5) Kerjasama lintas sektor
kerja sama lintas instansi sektor misalnya koordinasi dengan dinas
pertanian, dinas kehutanan dan dinas pariwisata.
6) Penyelidikan Epidemiologi dan contact tracing;
isolasi dan contact tracing sangat penting ketika terjadi wabah
SARS. Kejadian penyakit yang belum diketahui secara pasti serta
diagnosis dan pengobatan yang belum diketahui, maka identifikasi
kasus sangat penting. Apabila NEID maupun REID telah diketahui
obat dan cara penularannya lebih mudah di banding dengan penyakit
yang belum, sistem isolasi dianggap yang paling efektif digabung
dengan contact tracing yakni melacak orang dengan riwayat kontak
untuk diisolasi juga agar tidak menular lebih lanjut.
7) Manajemen Berita dan manajemen Persepsi
Kejadian NEID umumnya memperoleh perhatian yang luas dari
masyarakat maupun liputan media massa. Menggunakan teknik
media massa untuk membentuk opini masyarakat agar”waspada tapi
jangan panik”. Sebaiknya angka kesembuhan harus ditonjolkan,
yang disertai tran grafik yang ikut membantu menjelaskan namun
tidak terlepas dari honesty dan transparansi.
32