Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

VARISELA

Oleh :
Agung Prasetio, S.Ked
71 2017 067

Pembimbing :
dr. Lucille Anisa Suardin, Sp.KK

DEPARTEMEN ILMU KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020

1
HALAMAN PENGESAHAN

Referat dengan Judul


Varicella

Disusun Oleh
Agung Prasetio, S.Ked
71 2017 067

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RS Umum Daerah Palembang
Bari, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang periode Juli 2020

Palembang, Juli 2020


Pembimbing,

dr. Lucille Anisa Suardin, Sp.KK

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Zat Yang Maha Indah dengan segala
keindahan-Nya, Zat Yang Maha Pengasih dengan segala Kasih Sayang-Nya, yang
terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk.
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Varicella’ sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang di Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Palembang
BARI.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberikan kehidupan dan nikmat yang tak terhingga.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan dan semangat.
3. dr. Lucille Anisa Suardin, Sp.KK, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin RSUD Palembang BARI yang telah
memberikan masukan dan arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian referat ini.
4. Rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun penulis harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran.

Palembang, Juli 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii
KATA PENGANTAR........................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang.................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi................................................................................. 2
2.2. Epidemiologi........................................................................ 2
2.3. Etiopatogenesis..................................................................... 2
2.4. Gejala Klinis......................................................................... 3
2.5. Diagnosis Banding................................................................ 4
2.6. Tatalaksana........................................................................... 7
2.7. Prognosis.............................................................................. 8
BAB V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan..................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 40

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 PENDAHULUAN
Varicella adalah suatu penyakit infeksi akut primer oleh virus Varicella
Zoster yang menyerang kulit, mukosa dan selaput lendir, klinis terdapat gejala
konstitusi, kelainan kulit polimorf ditandai oleh adanya vesikel-vesikel, terutama
berlokasi di bagian sentral tubuh. Sinonimnya adalah cacar air, chicken pox.1
Varicella merupakan penyakit infeksi virus akut dan cepat menular. Penyakit ini
merupakan hasil infeksi primer pada penderita yang rentan.2
Varicella merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
Varicella Zoster. Virus Varicella Zoster merupakan virus DNA yang mirip
dengan virus Herpes Simpleks. Pada hakekatnya varicella memberikan gambaran
penyakit yang berat dan peradangan yang lebih jelas dibanding dengan penyakit
herpes simpleks. Virus tersebut dapat pula menyebabkan herpes zoster. Kedua
penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang berbeda.3,4 Varicella pada
umumnya menyerang anak, sedangkan herpes zoster atau shingles merupakan
suatu reaktivasi infeksi endogen pada periode laten VZV umumnya menyerang
orang dewasa atau anak yang menderita defisiensi imun.5
Virus Varicella Zoster dapat menyebabkan 2 jenis, yaitu infeksi primer
dan sekunder. Virus Varicella Zoster masuk kedalam tubuh dan menyebabkan
terjadinya infeksi primer, setelah ada kontak dengan virus tersebut akan terjadi
varicella. Kemudian setelah penderita varicella (infeksi primer) sembuh, mungkin
virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) pada dasar
akar ganglia dan nervus spinalis. Virus tersebut dapat menjadi aktif kembali
dalam tubuh individu dan menyebabkan terjadinya Herpes Zoster.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
1.1 EPIDEMIOLOGI
Varicella tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua
golongan umur, termasuk neonates (varicella kongenital). Tetapi tersering
menyerang terutama anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Bila
terjadi pada orang dewasa, umumnya gejala konstitusi lebih berat. Transmisi
penyakit ini berlangsung secara aerogen. Varicella sangat mudah menular
terutama melalui kontak langsung, droplet atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit
ataupun melalui saluran nafas, dan jarang melalui kontak tidak langsung. Masa
penularannya, pasien dapat menularkan penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi
kulit timbul sampai semua lesi timbul krusta/keropeng, biasanya kurang lebih 6-7
hari dihitung dari timbulnya gejala erupsi di kulit. Penyakit ini cepat sekali
menular pada orang-orang di lingkungan penderita. Seumur hidup seseorang
hanya satu kali menderita varicella. Serangan kedua mungkin berupa penyebaran
ke kulit pada herpes zoster.1
Varicella dapat terjadi di sepanjang tahun. Di Negara Barat, prevalensi
kejadian varicella tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi
lebih banyak). Di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit
virus menyerang pada musim peralihan. Angka kejadian di Negara kita belum
pernah diteliti, tetapi di Amerika dikatakan kira-kira 3,1-3,5 juta kasus dilaporkan
tiap tahun.4,5

1.2 ETIOLOGI
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan virus
ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan penyakit
varicella, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster. Varicella Zoster
Virus (VZV) termasuk kelompok virus herpes dengan ukuran diameter kira-kira
140–200 nm.1,2,6
Varicella-Zooster virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena
kesamaannya dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes simpleks. Inti

6
virus disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu
rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat
molekul 100 juta yang disusun dari 162 capsomer dan sangat infeksius. Genom
virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran
imunitas dan timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap hambatan
oleh asiklovir dan dihubungkan dengan agen antivirus.7
VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini
mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini
akan menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut
primer, kemudian setelah penderita varicella tersebut sembuh, mungkin virus itu
tetap ada di akar ganglia dorsal dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis)
dan kemudian VZV diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan Herpes
Zoster.4,5,7
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita
varicella sehingga mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru
embrio manusia.4

Gambar 3.1 Struktur partikel virus varicella-zooster

1.3 PATOFISIOLOGI
Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes.
Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas
dan orofaring (percikan ludah, sputum). Multiplikasi virus di tempat tersebut

7
diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe
(viremia primer). Virus VZV dimusnahkan/ dimakan oleh sel-sel sistem
retikuloendotelial, di sini terjadi replikasi virus lebih banyak lagi (pada masa
inkubasi). Selama masa inkubasi infeksi virus dihambat sebagian oleh mekanisme
pertahanan tubuh dan respon yang timbul (imunitas nonspesifik).2,5,9
Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih menonjol atau lebih
dominan dibandingkan imunitas tubuhnya yang belum berkembang, sehingga
dalam waktu dua minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah
yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan panas dan malaise, serta virus menyebar
ke seluruh tubuh lewat aliran darah, terutama ke kulit dan membrane mukosa.
Lesi kulit muncul berturut-berturut, yang menunjukkan telah memasuki siklus
viremia, yang pada penderita yang normal dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh
imunitas humoral dan imunitas seluler VZV. Virus beredar di leukosit
mononuklear, terutama pada limfosit. Bahkan pada varicella yang tidak disertai
komplikasi, hasil viremia sekunder menunjukkan adanya subklinis infeksi pada
banyak organ selain kulit.2,9
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat
berlanjutnya lesi pada kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV
berfungsi protektif terhadap varicella. Pada orang yang terdeteksi memiliki
antibodi serum biasanya tidak selalu menjadi sakit setelah terkena paparan
eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga berkembang selama varicella,
berlangsung selama bertahun-tahun, dan melindungi terhadap terjadinya resiko
infeksi yang berat.9
Reaktivasi pada keadaan tubuh yang lemah sebagian idiopatik tanpa
diketahui penyebabnya, sebagian simptomatik (defisiensi imun melalui penyakit
system imun, neoplasia, supresi imun).3
1.4 GEJALA KLINIS
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Masa inkubasi
dapat lebih lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah

8
menerima pengobatan pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi
terhadap varicella.1,9
Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal
dan stadium erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit
timbul, terdapat gejala seperti demam, malaise, kadang-kadang terdapat kelainan
scarlatinaform atau morbiliform. Stadium erupsi dimulai dengan terjadinya papul
merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan
mempunyai dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan
cekungan ditengah (unumbilicated).4
Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu
tinggi, malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa
papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah
menjadi keruh (pustul) dalam waktu 24 jam dan kemudian pecah menjadi krusta.
Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Sementara proses
ini berlangsung, dalam 3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan gatal. Timbul lagi
vesikel-vesikel yang baru di sekitar vesikula yang lama, sehingga menimbulkan
gambaran polimorfi. Stadium erupsi yang seperti ini disebut sebagai stadium
erupsi bergelombang.1,2,4

9
Gambar 5.1 Gambaran ruam pada infeksi virus varicella zoster

Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara


sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata,
mulut, dan saluran napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat
pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai gatal.1
Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak
yang lebih besar dan dewasa, munculnya erupsi kulit didahului gejala prodromal.
Ruam yang seringkali didahului oleh demam selama 2-3 hari, kedinginan,
malaise, anoreksia, sakit kepala, nyeri punggung, dan pada beberapa pasien dapat
disertai nyeri tenggorokan dan batuk kering.9
Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan
skalp, dan kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas.
Lesi baru muncul berturut-turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral.
Ruam cenderung padat kecil-kecil di punggung dan antara tulang belikat
daripada skapula dan bokong dan lebih banyak terdapat pada medial daripada
tungkai sebelah lateral. Tidak jarang terdapat lesi di telapak tangan dan telapak
kaki, dan vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar
di daerah peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan matahari.9

10
Gambar 5.2 Gambaran orang yang terkena infeksi varicella

Gambar 5.3 Infeksi varicella pada penderita dengan imunisasi

Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang
dari 12 jam, dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang

11
menjadi papul, vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3
mm, dan berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit.
Vesikel biasanya superfisial dan berdinding tipis, dan dikelilingi daerah
eritematosa sehingga tampak terlihat seperti “embun di atas daun mawar”. Cairan
vesikel cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah
vesikel menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah
sehingga menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi krusta. Krusta akan
lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan bekas bekas cekung kemerahan yang
akan berangsur menghilang. Apabila terjadi superinfeksi dari bakteri maka dapat
terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah menyembuh dapat meninggalkan bercak
hipopigmentasi yang dapat menetap selama beberapa minggu/bulan.9
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea,
saluran cerna, kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah
sehingga seringkali terlihat sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm.9

Gambar 5.4 Lesi dengan spektrum luas

Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara
simultan (terus-menerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus
berkembang. Suatu prospective study menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada
anak yang sehat berkisar antara 250-500. Pada kasus sekunder karena paparan
12
di rumah gejala klinisnya lebih berat daripada kasus primer karena paparan di
sekolah, hal ini mungkin disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan
lebih lama sehingga inokulasi virus lebih banyak.5,9
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan
tingginya demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC,
tetapi pada keadaan yang berat dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai
40,5oC. Demam yang berkepanjangan atau yang kambuh kembali dapat
disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala
yang paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium
vesikuler.9
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang timbul beberapa hari
menjelang kelahiran dapat menyebabkan varicella kongenital pada neonatus.1
Karena kemungkinan mendapat varicella pada masa kanak-kanak sangat
besar, maka varicella jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1000
kehamilan). Diperkirakan 17% dari anak yang dilahirkan wanita yang mendapat
varicella ketika hamil akan menderita kelainan bawaan berupa bekas luka di
kulit (cutaneous scars), berat badan lahir rendah, hypoplasia tungkai,
kelumpuhan dan atrofi tungkai, kejang, retardasi mental, korioretinitis, atrofi
kortikal, katarak atau kelainan mata lainnya. Angka kematian tinggi. Bila
seorang wanita hamil mendapat varicella dalam 21 hari sebelum ia melahirkan,
maka 25% dari neonatus yang dilahirkan akan memperlihatkan gejala varicella
kongenital pada waktu dilahirkan sampai berumur 5 hari. Biasanya varicella
yang timbul berlangsung ringan dan tidak mengakibatkan kematian. Sedangkan
bila seorang wanita hamil mendapat varicella dalam waktu 4-5 hari sebelum
melahirkan, maka neonatusnya akan memperlihatkan gejala varicella kongenital
pada umur 5-10 hari. Disini perjalanan penyakit varicella sering berat dan
menyebabkan kematian sebesar 25-30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan
kurun waktu fetus berkontak dengan varicella dan dialirkannya antibody itu
melalui plasenta kepada fetus.4

13
1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran histopatologi yaitu vesikula terdapat dalam epidermis,
terbentuk akibat ‘degenerasi balon’, sangat sukar dibedakan dari kelainan pada
herpes zoster dan herpes simpleks.5,6
Lesi pada varicella dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara
histopatologi. Pada pemeriksaan menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel
epitel yang mengandung badan inklusi intranuklear yang asidofilik.9
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan percobaan Tzanck dengan cara
membuat sediaan hapus yang diwarnai, dimana bahan pemeriksaan diambil dari
kerokan dari dasar vesikel yang muncul lebih awal, kemudian diletakkan di atas
object glass, dan difiksasi dengan ethanol atau methanol, dan diwarnai dengan
pewarnaan hematoxylin-eosin, Giemsa, Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon.
Hasilnya akan didapati sel datia berinti banyak.1,9

Gambar 6.1 Sel raksasa berinti banyak

Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction


(PCR) adalah metode pilihan untuk diagnosis varicella. VZV juga dapat diisolasi
dari kultur jaringan, meskipun kurang sensitif dan membutuhkan beberapa hari
untuk mendapatkan hasilnya. Bahan yang paling sering digunakan adalah isolasi
dari cairan vesikuler. VZV PCR adalah metode pilihan untuk diagnosis klinis

14
yang cepat. Real-time PCR metode tersedia secara luas dan merupakan metode
yang paling sensitif dan spesifik dari tes yang tersedia. Hasil tersedia dalam
beberapa jam. Jika real-time PCR tidak tersedia, antibodi langsung metode
(DFA) neon dapat digunakan, meskipun kurang sensitif dibanding PCR dan
membutuhkan pengambilan spesimen yang lebih teliti.5,9
Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varicella tersedia secara
komersial termasuk uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked
immunosorbent tes (ELISA). Saat ini tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak
cukup sensitif untuk mampu mendeteksi serokonversi terhadap vaksin, tetapi
cukup kuat untuk mendeteksi orang yang memiliki kerentanan terhadap VZV.
ELISA sensitif dan spesifik, sederhana untuk melakukan, dan banyak tersedia
secara komersial. Di samping itu LA juga tersedia secara sensitif, sederhana, dan
cepat untuk dilakukan. LA agak lebih sensitif dibandingkan ELISA komersial,
meskipun dapat menghasilkan hasil yang positif palsu, dan dapat menyebabkan
kegagalan untuk mengidentifikasi orang-orang yang tidak terbukti memiliki
imunitas terhadap varicella. Dimana salah satu dari tes ini akan berguna untuk
skrining kekebalan terhadap varicella.5

1.6 DIAGNOSIS
Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu
penampilan dan perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama
apabila ada riwayat terpapar varicella 2-3 minggu sebelumnya.9
Varicella khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase
prodromal ringan atau bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan
gejala konstitusi ringan. Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan
penyebaran sentrifugal. Sering ditemukan lesi pada membrane mukosa.
Penularannya berlangsung cepat.2
Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan
pemeriksaan sediaan hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak

15
nucleus/inti), pemeriksaan mikroskop electron cairan vesikel (deteksi virus secara
langsung) dan material biopsi (kultur), dan tes serologik (meningkatnya titer).2,3

1.7 DIAGNOSIS BANDING


Varicella dapat dibedakan dengan beberapa kelainan kulit, antara lain
harus dibedakan dengan variola. Pada variola, penyakit lebih berat, memberi
gambaran lesi monomorf, dan penyebarannya sentripetal dimulai dari bagian
akral tubuh, yakni telapak tangan dan telapaka kaki, baru ke badan.1,2
Bedakan juga dengan herpes zoster. Pada herpes zoster lesi monomorf,
nyeri, biasanya unilateral. Pada herpes zoster juga sama-sama biasanya didahului
oleh fase prodromal, setelah fase prodromal sering disertai dengan rasa nyeri,
perubahan pada kulit terjadi pada setengah bagian badan (unilateral) dan
berbentuk garis berkaitan dengan daerah dermatom dengan lesi yang berupa
gelembung-gelembung kecil yang berkelompok di aatas dasar eritematosa. Dapat
terjadi perkembangan yang berat yang meliputi keterlibatan mata (Zoster
trigeminus I), mukosa mulut (Zoster trigeminus II, III), telinga bagian dalam
(Zoster oticus). Herpes zoster pada penderita insufisiensi imun atau tumor, terapi
resisten dengan bahaya terjadi efek generalisasi pada kulit dan manifestasi
ekstrakutan.3,6
1. Dermatitis herpetiform : biasanya simetris terdiri dari papula vesikuler yang
eritematosus, serta ada riwayat penyakit kronis, dan sembuh dengan
meninggalkan pigmentasi.
2. Impetigo : lesi impetigo yang pertama adalah vesikel yang cepat menjadi
pustula dan krusta. Distribusi lesi impetigo terletak dimana saja. Impetigo
tidak menyerang mukosa mulut.
3. Skabies : pada skabies terdapat papula yang sangat gatal. Lokasi biasanya
antara jari-jari kaki. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Sarcoptes
Scabiei.

1.10 PENATALAKSANAAN

16
Tidak ada terapi spesifik terhadap varicella. Pengobatan bersifat
simptomatik dengan antipiretik dan analgesik. Untuk panasnya dapat diberikan
asetosal atau antipiretik lain seperti asetaminofen dan metampiron. Untuk
menghilangkan rasa gatal dapat diberikan antihistamin oral atau sedative. Topikal
diberikan bedak yang ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora) seperti bedak
salisilat 1-2% atau lotio kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini
serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan
antibiotika berupa salep dan oral. Dapat pula diberikan obat-obat antivirus. VZIG
(varicella zoster immunoglobuline) dapat mencegah atau meringankan varicella,
diberikan intramuscular dalam 4 hari setelah terpajan. Yang penting pada
penyakit virus, umumnya adalah istirahat / tirah baring. 1,2,4
Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus.
Beberapa analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan
brivudin, dan analog pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati
infeksi VZV. Acyclovir adalah suatu analog guanosin yang secara selektif
difosforilasi oleh timidin kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang
terinfeksi. Enzim-enzim selular kemudian mengubah acyclovir monofosfat
menjadi trifosfat yang mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat
DNA polimerase virus. VZV kira-kira sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap
acyclovir dibandingkan HSV.9
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang
mempunyai bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar
dalam darah lebih tinggi dan frekuensi pemberian obat berkurang.9
Pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri.
Pengobatan topical dapat diberikan. Untuk mengatasi gatal dapat diberikan
kompres dingin, atau lotion kalamin, antihistamin oral. Cream dan lotion yang
mengandung kortikosteroid dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya tidak
digunakan. Kadang diperlukan antipiretik, tetapi pemberian golongan salisilat
sebaiknya dihindari karena sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma

17
Reye. Mandi rendam dengan air hangat dapat mencegah infeksi sekunder
bakterial.9
Anti virus pada anak dengan pengobatan dini varicella dengan pemberian
acyclovir (dalam 24 jam setelah timbul ruam) pada anak imunokompeten berusia
2-12 tahun dengan dosis 4 x 20 mg/kgBB/hari selama 7 hari menurunkan jumlah
lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam,
demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila
pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam cenderung tidak
efektif lagi. Hal ini disebabkan karena varicella merupakan infeksi yang relatif
ringan pada anak-anak dan manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga
tidak memerlukan pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan
dimana harga obat tidak menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai
pada waktu yang menguntungkan (dalam 24 jam setelah timbul ruam), dan ada
kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang tua pasien dapat
kembali bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan.6,9
Pada remaja dan dewasa, pengobatan dini varicella dengan pemberian
acyclovir dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari menurunkan jumlah lesi,
penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam,
demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo.9
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada
orang dewasa muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan
dini (dalam waktu 24 jam setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral (5x800
mg selama 7 hari) secara signifikan mengurangi terbentuknya lesi yang baru,
mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan menurunkan gejala dan demam.
Dengan demikian, pengobatan rutin dari varicella pada orang dewasa tampaknya
masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir, yang
diberikan dengan dosis 200 mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan
dosis 1000 mg per oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir
pada remaja normal dan dewasa.

18
Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir untuk varicella selama
kehamilan karena risiko bagi janin yang dalam pengobatan belum diketahui.
Sementara dokter lain merekomendasikan pemberian acyclovir secara oral untuk
infeksi pada trisemester ketiga ketika organogenesis telah sempurna, ketika
mungkin ada peningkatan terjadinya resiko pneumonia varicella, dan ketika
infeksi dapat menyebar ke bayi yang baru lahir. Pemberian acyclovir intravena
sering dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan varicella yang disertai
dengan penyakit sistemik.9
Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa imunokompeten
dengan pneumonia varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu
36 jam dari rumah sakit) dengan acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam)
dapat mengurangi demam dan takipnea dan meningkatkan oksigenasi.
Komplikasi serius lainnya dari varicella pada orang yang imunokompeten, seperti
ensefalitis, meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi okular, sebaiknya
diobati dengan acyclovir intravena.9
Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan varicela
menunjukkan bahwa pengobatan dengan asiklovir intravena menurunkan insiden
komplikasi yang mengancam kehidupan visceral ketika pengobatan dimulai
dalam waktu 72 jam dari mulai timbulnya ruam. Acyclovir intravena menjadi
standar perawatan untuk varicella pada pasien yang disertai dengan
imunodefisiensi substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan famciclovir
atau valacyclovir mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan
kekebalan tubuh, tetapi tidak ada uji klinis terkontrol yang menunjukkan secara
pasti. Pada penyakit berat atau wanita hamil dapat diberikan acyclovir IV
10mg/kgBB tiap 8 jam selama 7 hari.6,9
Serum imuno globulin-gama tidak dianjurkan kecuali pada penderita
leukemia, penyakit keganasan lain dan bila terdapat defisiensi imunologis.
Vidarabine atau adenine arabinoside in vitro mempunyai sifat anti virus terhadap
virus varicella. Vidarabine dapat digunakan dengan hasil yang baik pada

19
penderita pneumonie varicella. Dosis yang dianjurkan ialah 15mg/kgBB/hari,
tidak toksik terhadap sumsum tulang dan tidak menekan immune response.4

1.11 PENCEGAHAN
Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan aktif
ataupun pasif. Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin varicella berasal dari
galur yang telah dilemahkan (live attenuated). Pasif dilakukan dengan
memberikan zoster imuno globulin (ZIG) dari zoster imun plasma (ZIP).4
Vaksin pasif dengan memberikan ZIG. ZIG ialah suatu globulin-gama
dengan titer antibodi yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah
sembuh dari infeksi herpes zoster. Pemberian ZIG sebanyak 5ml dalam 72 jam
setelah kontak dengan penderita varicella dapat mencegah penyakit ini pada anak
sehat, tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit
keganasan lainnya, pemberian ZIG tidak menyebabkan pencegahan yang
sempurna. Lagi pula diperlukan ZIG dengan titer yang tinggi dan dalam jumlah
yang lebih besar.4
ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari
herpes zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3 ml/kgBB.
Pemberian ZIP dalam 1-7 hari setelah kontak dengan penderita varicella pada
anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya
mengakibatkan menurunnya insidens varicella dan merubah perjalanan penyakit
varicella menjadi ringan dan dapat mencegah varicella untuk kedua kalinya.
Pemberian globulin-gama akan menyebabkan perjalanan varicella jadi ringan tapi
tidak mencegah timbulnya varicella. Dianjurkan untuk memberikan globulin-
gama kepada bayi yang dilahirkan dalam waktu 4 hari setelah ibunya
memperlihatkan tanda-tanda varicella. Ini dapat dilaksanakan pada jam-jam
pertama kehidupan bayi tersebut.4,5
Vaksin aktif dianjurkan agar vaksin varicella ini hanya diberikan kepada
penderita leukemia, penderita penyakit keganasa lainnya dan penderita dengan
defisiensi imunologis untuk mencegah komplikasi dan kematian bila kemudian

20
terinfeksi oleh varicella. Pada anak sehat sebaiknya vaksinasi varicella ini jangan
diberikan karena bila anak tersebut terkena penyakit ini, perjalanan penyakitnya
ringan, lagi pula semua virus herpes dapat menyebabkan suatu penyakit laten dan
akibatnya baru nyata beberapa dasawarsa setelah vaksin itu diberikan. Angka
serokonversi mencapai 97-99%. Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau
lebih. Lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksinasi
ulangan dapat diberikan setelah 4-6 tahun.1,4,5
Pemberiannya secara subkutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai
12 tahun. Pada usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu
diulangi dengan dosis yang sama. Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari
perlindungan vaksin yang diberikan masih terjadi, karena masa inkubasinya
antara 7-21 hari. Sedangkan antibody yang cukup sudah timbul antara 3-6 hari
setelah vaksinasi.1
Karakteristik vaksin varicella (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus
hidup yang dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi
oleh Takahashi pada awal tahun 1970 dari cairan vesikular yang berasal dari anak
sehat dengan penyakit varicella. Vaksin varicella ini dilisensikan untuk
penggunaan umum di Jepang dan Korea pada tahun 1988. Vaksin ini diijinkan di
Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk orang-orang usia 12 bulan dan yang
lebih tua.9,12
Keefektifan vaksin, setelah pemberian satu dosis tunggal vaksin varicella
antigen, 97% dari anak yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun mengembangkan
titer antibodi yang dapat terdeteksi. Sedangkan lebih dari 90% dari responden
vaksin mempertahankan antibodi untuk setidaknya 6 tahun. Dalam studi di
Jepang, 97% dari anak-anak memiliki antibodi 7 sampai 10 tahun setelah
vaksinasi. Efikasi vaksin diperkirakan memiliki ketahanan 70% sampai 90%
terhadap infeksi, dan 90% sampai 100% terhadap penyakit sedang atau berat.12,13
Di antara remaja yang sehat dan orang dewasa yang berusia 13 tahun dan
yang lebih tua, rata-rata 78% mengembangkan antibodi setelah pemberian satu
dosis, dan 99% mengembangkan antibodi setelah pemberian dosis kedua yang

21
diberikan 4 sampai 8 minggu kemudian. Antibodi bertahan selama minimal 1
tahun pada 97% dari pemberian vaksin varicella setelah dosis kedua yang
diberikan pada 4 sampai 8 minggu setelah dosis pertama.12
Kekebalan tampaknya bertahan lama, dan mungkin permanen di sebagian
besar vaksin. Infeksi pada orang yang pernah mendapat vaksin secara signifikan
lebih ringan, dengan lesi sedikit (biasanya kurang dari 50), banyak yang
makulopapular daripada vesikuler. Dimana kebanyakan orang yang pernah
mendapat vaksinasi sebelumnya tidak terjadi demam.12,13
Meskipun pada penemuan dari beberapa studi telah menyarankan
sebaliknya, penyelidikan sebagian belum diidentifikasi waktu sejak vaksinasi
sebagai faktor risiko untuk terobosan varicella. Beberapa, tetapi tidak semua,
penyelidikan baru-baru telah mengidentifikasi adanya asma, penggunaan steroid,
dan vaksinasi di lebih muda dari 15 bulan usia sebagai faktor risiko untuk
terobosan varicella. Terobosan infeksi varicella bisa menjadi hasil dari beberapa
faktor, termasuk gangguan replikasi virus vaksin oleh sirkulasi antibodi, vaksin
impoten akibat kesalahan penyimpanan atau penanganan, atau pencatatan tidak
akurat. Penelitian telah menunjukkan bahwa dosis kedua vaksin varicella
meningkatkan kekebalan dan mengurangi penyakit terobosan pada anak-anak.12
Jadwal vaksinasi dan penggunaan vaksin varicella dianjurkan untuk
semua anak tanpa kontraindikasi yang berusia 12 sampai 15 bulan. Vaksin ini
dapat diberikan kepada semua anak pada usia ini terlepas dari riwayat varicella.12
Dosis kedua vaksin varicella harus diberikan pada 4 sampai 6 tahun
kemudian . Dosis kedua dapat diberikan lebih awal dari 4 sampai 6 tahun jika
setidaknya 3 bulan telah berlalu setelah dosis pertama (yaitu, interval minimum
antara dosis vaksin varicella untuk anak-anak berusia di bawah 13 tahun adalah 3
bulan). Namun, jika dosis kedua diberikan setidaknya 28 hari setelah dosis
pertama, dosis kedua tidak perlu diulang. Dosis kedua vaksin varicella ini juga
dianjurkan bagi orang yang lebih tua, dimana vaksin varicella diberikan kepada
orang-orang 13 tahun atau lebih pada 4 sampai 8 minggu kemudian.12

22
Semua vaksin varicella harus diberikan melalui secara subkutan. Vaksin
varicella telah terbukti aman dan efektif pada anak-anak yang sehat bila
diberikan pada saat yang sama sebagai vaksin MMR di lokasi terpisah dan
dengan jarum suntik yang terpisah. Jika vaksin varicella dan MMR tidak
diberikan pada kunjungan yang sama, maka pemberian harus dipisahkan
setidaknya 28 hari. Vaksin varicella juga dapat diberikan simultan (tapi di lokasi
terpisah dengan jarum suntik yang terpisah) dengan semua vaksin anak lainnya.12
Data dari Amerika Serikat dan Jepang dalam berbagai penelitian
menunjukkan bahwa vaksin varicella ternyata efektif sekitar 70% sampai 100%
dalam mencegah penyakit atau terjadinya keparahan penyakit jika digunakan
dalam waktu 3 hari, dan mungkin sampai 5 hari, setelah paparan. ACIP
merekomendasikan vaksin untuk digunakan pada orang yang tidak terbukti
memiliki kekebalan terhadap varicella atau pada orang yang terpapar varicella.
Jika paparan terhadap varicella tidak menyebabkan infeksi, vaksinasi pasca
paparan harus diberikan untuk memberi perlindungan terhadap paparan
berikutnya.12
Wabah varicella yang terjadi dalam beberapa keadaan (misalnya,pada
tempat penitipan anak, dan sekolah) dapat bertahan sampai dengan 6 bulan.
Tetapi vaksin varicella diketahui telah berhasil digunakan untuk mengendalikan
wabah. ACIP merekomendasikan pemberian dosis kedua vaksin varicella untuk
pengendalian wabah. Jadi selama wabah varicella, orang-orang yang telah
menerima satu dosis vaksin varicella harus menerima dosis kedua, yang
diberikan sesuai dengan interval vaksinasi yang telah berlalu sejak dosis pertama
(3 bulan untuk orang yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun dan setidaknya 4
minggu untuk orang yang berusia 13 tahun dan lebih tua).12
Kontraindikasi vaksinasi pada seseorang dengan reaksi alergi yang parah
(anafilaksis) dengan komponen vaksin atau setelah dosis sebelumnya, seharusnya
tidak menerima vaksin varicella. Orang dengan imunosupresi karena leukemia,
limfoma, keganasan umum, penyakit defisiensi imun, atau terapi imunosupresif
tidak harus divaksinasi dengan vaksin varicella. Namun, pengobatan dengan

23
dosis rendah (kurang dari 2 mg/kg/hari), topikal, penggantian, atau steroid
aerosol bukan merupakan kontraindikasi untuk vaksinasi. Orang yang
imunosupresif yang diterapi dengan steroid telah dihentikan selama 1 bulan (3
bulan untuk kemoterapi) dapat divaksinasi.12,13
Orang dengan imunodefisiensi seluler sedang atau berat akibat infeksi
human immunodeficiency virus (HIV), termasuk orang-orang yang didiagnosis
dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) tidak boleh menerima
vaksin varicella. Anak yang terinfeksi HIV dengan persentase CD4 T-limfosit
15% atau lebih tinggi, dan anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa dengan
jumlah CD4 200 per mikroliter atau lebih tinggi dapat dipertimbangkan untuk
vaksinasi.12
Wanita yang diketahui hamil atau mencoba untuk hamil sebaiknya tidak
menerima vaksin varicella. Sampai saat ini, tidak ada bukti yang merugikan
kehamilan atau janin yang dilaporkan di kalangan perempuan yang secara tidak
sengaja menerima vaksin varicella sesaat sebelum atau selama kehamilan. Tetapi
ACIP merekomendasikan kehamilan harus dihindari selama 1 bulan setelah
menerima vaksin varicella.12,13
Vaksinasi pada orang dengan penyakit akut, sedang atau berat sebaiknya
ditunda sampai kondisi telah membaik. Tindakan pencegahan ini dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pasien , seperti demam. Pada
penyakit yang cenderung ringan, seperti otitis media dan infeksi saluran
pernapasan atas, mendapat terapi antibiotik, dan paparan atau pemulihan dari
penyakit lain tidak kontraindikasi terhadap vaksin varicella. Meskipun tidak ada
bukti bahwa baik varicella atau vaksin varicella memperburuk tuberkulosis,
vaksinasi tidak dianjurkan untuk orang-orang yang dikenal memiliki TB aktif.12
Pencegahan dapat dengan mencegah infeksi sekunder misalnya seperti
kuku digunting agar pendek, mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering
mungkin.4

24
1.12 KOMPLIKASI
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih
sering terjadi pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia,
glomerulonephritis, karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis,
dan kelainan darah (beberapa macam purpura).1,2
Pada anak sehat, varicella merupakan penyakit ringan dan jarang disertai
komplikasi. Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun diperkirakan 2/100.000
kasus, namun pada neonates dapat mencapai hingga 30%. Komplikasi tersering
umumnya disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit, yang
biasanya disebabkan oleh Stafilokokus aureus atau Streptokokus beta
hemolitikus grup A, sehingga terjadi impetigo, furunkel, selulitis, atau erisipelas,
tetapi jarang terjadi gangren. Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan
parut, tetapi jarang terjadi sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang
lainnya. Vesikel dapat menjadi bula bila terinfeksi stafilokokus yang
menghasilkan toksin eksfoliatif.9
Pneumonia varicella hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak, biasanya
disebabkan oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia
varicella jarang didapatkan pada anak dengan system imunologis normal,
sedangkan pada anak dengan defisiensi imunologis atau pada orang dewasa tidak
jarang ditemukan.4
Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa jarang terjadi dan
responsif terhadap antibiotik yang tepat. Bagaimanapun juga, superinfeksi
bakteri umum dijumpai dan berpotensi mengancam kehidupan pada pasien
dengan leukopenia.9
Pada orang dewasa demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat dan
berlangsung lebih lama, ruam varicella lebih luas, dan komplikasi lebih sering
terjadi. Pneumonia varicella primer merupakan komplikasi tersering pada orang
dewasa. Pada beberapa pasien gejalanya asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat
berkembang mengenai sistem pernafasan dimana gejalanya dapat lebih parah

25
seperti batuk, dyspnea, tachypnea, demam tinggi, nyeri dada pleuritis, sianosis,
dan batuk darah yang biasanya timbul dalam 1-6 hari sesudah timbulnya ruam.9
Varicella pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya. Infeksi yang
menyebar luas dan varicella pneumonia dapat mengakibatkan kematian pada ibu,
tetapi baik kejadian maupun keparahan pneumonia varicella tampaknya
meningkat secara signifikan pada kehamilan. Janin dapat meninggal karena
kelahiran prematur atau kematian ibu karena varicella pneumonia berat, tetapi
varicella selama kehamilan, tidak, jika tidak secara subtansial meningkatkan
kematian janin. Namun demikian, pada varicella yang tidak disertai komplikasi,
viremia pada ibu dapat menyebabkan infeksi intrauterin (kongenital), dan dapat
menyebabkan abnormalitas kongenital. Varicella perinatal (varicella yang terjadi
dalam waktu 10 hari dari kelahiran) lebih serius daripada varicella yang terjadi
pada bayi yang terinfeksi beberapa minggu kemudian.9
Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata meningkat pada
pasien dengan defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-menerus
dan menyebar luas mengakibatkan terjadinya viremia yang berkepanjangan,
dimana mengakibatkan ruam yang semakin luas, jangka waktu yang lebih lama
dalam pembentukan vesikel baru, dan penyebaran visceral klinis yang signifikan.
Pada pasien dengan defisiensi imun dan diterapi dengan kortikosteroid mungkin
dapat berkembang menjadi pneumonia, hepatitis, encephalitis, dan komplikasi
berupa perdarahan, dimana derajat keparahan dimulai dari purpura yang ringan
hingga parah dan seringkali mengakibatkan purpura yang fulminan dan varicella
malignansi.9
Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti
ensefalitis, ataksia, nistagmus, tremor, myelitis transversa akut, kelumpuhan saraf
muka, neuromielitis optika atau penyakit Devic dengan kebutaan sementara,
sindroma hipotalamus yang disertai dengan obesitas dan panas badan yang
berulang-ulang. Penderita varicella dengan komplikasi ensefalitis setelah sembuh
dapat meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental dan kelainan
tingkah laku.4

26
Komplikasi susunan saraf pusat pada varicella terjadi kurang dari 1
diantara 1000 kasus. Varicella berhungan dengan sindroma Reye (ensepalopati
akut disertai degenerasi lemak di liver) yang khas terjadi 2 hingga 7 hari setelah
timbulnya ruam. Dulu, dari 15-40% pada semua kasus sindroma Reye
berhubungan dengan varicella, khususnya pada penderita yang diterapi dengan
aspirin saat demam, dengan mortalitas setinggi 40%. Ataksia serebri akut lebih
umum terjadi daripada kelainan neurologi yang lainnya. Encephalitis lebih jarang
lagi terjadi yaitu pada 1 diantara 33.000 kasus, tetapi merupakan penyebab
kematian tertinggi atau menyebabkan kelainan neurologi yang menetap.
Patogenesa terjadinya ataksia serebelar dan ensephalitis tetap jelas, dimana pada
banyak kasus ditemukan adanya VZV antigen, VZV antibodi, dan VZV DNA
pada cairan cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan infeksi secara
langsung pada sistem saraf pusat.9
Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis,
gastritis dan lesi ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-
Schonlein, neuritis, keratitis, dan iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum
diketahui, tetapi infeksi VZV melalui parenkim secara langsung dan
endovascular, atau vasculitis yang disebabkan oleh VZV antigen-antibodi
kompleks, tampaknya menjadi penyebab pada kebanyakan kasus.9
Anak dengan sistem imunologis yang normal jarang mendapat
komplikasi tersebut di atas, sedangtkan anak dengan defisiensi imunologis, anak
yang menderita leukemia, anak yang sedang mendapat pengobatan anti metabolit
atau steroid (penderita sindrom nefrotik, demam reumatik) dan orang dewasa
sering mendapat komplikasi tersebut, kadang-kadang varicella pada penderita
tersebut dapat menyebabkan kematian.4

1.13 PROGNOSIS
Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi
prognosis yang baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.1,2

27
BAB III
KESIMPULAN

Varicella merupakan infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan kisaran 10
sampai 21 hari. Biasanya diawali dengan gejala prodromal, yakni demam yang tidak
terlalu tinggi, malaise, dan nyeri kepala, kemudian disusul dengan timbulnya papula
eritematosa yang dalam beberapa jam berubah menjadi vesikel. Dimana vesikel akan
berkembang menjadi, pustul, dan kemudian menjadi krusta.
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke muka dan ektremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata,
mulut, dan saluran nafas bagian atas.
Pada anak-anak jarang memberi komplikasi, sementara pada orang dewasa
komplikasi yang tersering timbul adalah pneumonia. Dan pada pasien yang disertai
dengan defisiensi imun memberikan komplikasi yang lebih berat.
Untuk membantu diagnosa dapat dilakukan percobaan Tzanck yang diambil
dari kerokan dasar vesikel dan didapatkan sel datia yang berinti banyak.
Untuk pengobatan dapat diberikan antivirus, dimana dosis oral yang diberikan
pada anak yaitu 4x20mg/kgBB selama lima hari. Sementara dosis yang diberikan
pada orang dewasa 5x800 mg selama tujuh hari. Disamping itu dapat pula diberikan
antipiretik, dan analgesik, serta bedak yang ditambah zat anti gatal untuk mencegah
pecahnya vesikel secara dini, dan mengurangi rasa gatal.
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksin varicella yang berasal dari galur
yang dilemahkan. Diberikan pada anak umur 12 bulan atau lebih, dan diberikan
vaksin ulangan 4-6 tahun kemudian. Sementara pada anak yang berusia 12 tahun
dosis ulangan diberikan 4-8 minggu setelah dosis pertama. Pemberian vaksin ini
dilakukan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi
Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. H.115-116.
2. Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates;
2000. H.94-96.
3. Rassner, Steinert. Penyakit virus varisela-zoster. Dalam: Buku Ajar dan Atlas
Dermatologi; edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. H.44-45.
4. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”). Dalam:
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2007.
P.637-640.
5. White David, Fenner Frank. Varicella-zoster virus. In: Medical Virology;
Fourth Edition. United Kingdom: Academic Press; 1994. P.330-334.
6. Siregar RS. Varisela. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2.
Jakarta: EGC; 2004. H. 88-84.
7. Lichenstein R. 2002 Oct 21. Pediatrics: Chicken vox or varicella. (serial on
the internet). 2013 (cited 2013 Jun 16):(about 4p). Available from:
http://www.emedicine.com.
8. Anonymous. Varicella zoster virus (VZV). (homepage on the internet). 2013
(cited 2013 Jun 14):(about 8p). Available from: http://www.bio-
rad.com/prd/de/DE/CDG/PDP/LRLEAK15/Varicella-Zoster-Virus-(VZV).
9. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella. In:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; seventh edition, vol 1 and 2.
2008. P.1885-1895.
10. Anonymous. Varicella zoster virus infection face pictures. (homepage on the
internet). 2013 (cited 2013 Jun 15):(about 9p). Available from:
http://www.emedicinehealth.com/image-gallery/varicella-
zoster_viru/images.htm.

29
11. Anonymous. Varicella zoster virus-chicken pox. (serial on the internet). 2013
(cited 2013 Jun 15):(about 9p). Available from: http://health.howstuff
works.com/skin-care/problems/medical/htm.

12. Anonymous. Varicella. (homepage on the internet). 2013 (cited 2013 Jun 14):
(about 8p). Available from: www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook.
13. Anonymous. 2009. Varicella (chickenpox). (homepage on the internet). 2013
(cited 2013 Jun 17):(about 6p). Available from: http://www.ncirs.edu.au/
immunisation/fact-sheets.
14. Soedarmo Sarmono S.P, dkk. Varisela. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis; edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2002. H. 134-142.

30

Anda mungkin juga menyukai