Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis termasuk masalah kesehatan yang paling sering ditemui di masyarakat
dengan angka kematian yang masih tinggi.1 Tuberkulosis adalah penyakit menular
akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis.2 Berdasarkan data World Health
Organization (WHO), pada tahun 2017 tercatat sekitar 1,3 juta kematian akibat kasus
tuberkulosis di dunia.1 Secara global, pada tahun 2017 penderita tuberkulosis di dunia
mencapai 11,1 juta penduduk.1 Proporsi penderita dewasa (usia ≥ 15 tahun) berkisar
90% dari total penderita tuberkulosis di dunia dan penderita tuberkulosis anak di dunia
mencapai 10% dari keseluruhan total penderita tuberkulosis di dunia.1
Menurut WHO pada Global Tuberculosis Report pada tahun 2018, Asia
Tenggara merupakan wilayah dengan jumlah proporsi penderita tuberkulosis terbesar di
dunia, dengan angka proporsi mencapai 44% dari seluruh penderita tuberkulosis di
dunia.1 Berdasarkan data WHO, pada tahun 2017 angka insidens tuberkulosis mencapai
226 kasus per 100.000 populasi sehat di Asia Tenggara. 1 Angka mortalitas akibat
tuberkulosis di Asia Tenggara mencapai angka 32 kasus per 100.000 populasi sehat. 1
Berdasarkan laporan kasus tuberkulosis dari tahun 2000-2017 oleh WHO, angka
mortalitas akibat tuberkulosis di Asia Tenggara memiliki kecenderungan meningkat.1
Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam total jumlah penderita tuberkulosis
di dunia berdasarkan data dari WHO pada tahun 2017. 1 Kasus baru tuberkulosis di
Indonesia yang tercatat di WHO mencapai 842.000 kasus pada tahun 2017. 1 Angka
mortalitas akibat kasus tuberkulosis di Indonesia pada tahun yang sama mencapai
107.000 kasus (Case Fatalitiy Ratio = 0,14).1 Berdasarkan data dari WHO tersebut, pada
tahun 2017 cangkupan pengobatan tuberkulosis di Indonesia baru mencapai 53% dari
seluruh kasus tuberkulosis di Indonesia.1
Hal inilah yang mendorong penulis untuk memberikan laporan kasus mengenai
Tuberkulosis di RSUD BARRU.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis
2.1.1 Definisi dan Etiologi
Penyakit tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB yang masuk kedalam tubuh
akan menyerang paru tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainya. Penyakit ini
dapat menyebar melalui udara, seperti saat penderita TB batuk. Secara garis besar,
penyakit TB menyerang orang dewasa dan yang mengalami lebih banyak pria daripada
wanita, dan lebih banyak terdapat pada usia produktif. Penyakit TB banyak menyerang
orang dengan HIV, tetapi banyak juga menyerang orang-orang dengan faktor risiko
seperti malnutrisi, diabetes, perokok, dan peminum alkohol.2
Bakteri Mycobacterium tuberculosis adalah basil tuberkel berbatang ramping,
dengan ukuran panjang 0.5 µm dan lebar 0.3 µm. Bakteri tersebut merupakan bakteri
yang tahan akan asam dikarenakan kandungan asam mikolat yang tinggi, merupakan
asam lemak rantai panjang yang berikatan silang.2,3

2.1.2 Epidemiologi
Saat ini secara global, kasus TB terjadi sebanyak 10 juta kasus. Pada tahun 2017,
kematian akibat TB di dunia mencapai 1,3 juta kasus pada orang dengan HIV-negatif
dan 300.000 kematian pada orang dengan HIV-positif.
Menurut WHO pada Global Tuberculosis Report pada tahun 2018, Asia Tenggara
merupakan wilayah dengan jumlah proporsi penderita tuberkulosis terbesar di dunia,
1
dengan angka proporsi mencapai 44% dari seluruh penderita tuberkulosis di dunia.
Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam total jumlah penderita tuberkulosis di
dunia berdasarkan data dari WHO pada tahun 2017. 1 Kasus baru tuberkulosis di
Indonesia yang tercatat di WHO mencapai 842.000 kasus pada tahun 2017.1
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali
lebih besar dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi
Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan.
Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-

2
laki lebih terpapar pada faktor risiko TB misalnya merokok dan kurangnya
ketidakpatuhan minum obat. Survei ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-
laki yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang
merokok.4

2.1.3 Faktor Resiko


Penyakit TB pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti status
sosial ekonomi dimana pada kelompok dengan pendapat yang rendah akan lebih sulit
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal, asupan makanan yang kurang
sehingga daya tahan tubuh berkurang, gaya hidup merokok dan usia yang sering
ditemukan menderita TB paru adalah usia produktif (15 – 50 tahun). Kondisi rumah
juga berperan penting karena rumah yang tidak memenuhi syarat seperti ventilasi yang
buruk, lingkungan perumahan yang padat dan pencahayaan yang kurang akan
memudahkan penularan TB.5
Menurut dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), pada
umumnya orang yang memiliki tingkat faktor resiko yang tinggi untuk terjangkit
penyakit TB terbagi menjadi :6
a) Orang yang baru saja terpapar dengan bakteri TB, meliputi;
- Orang yang berkontak langsung dengan penderita TB
- Orang yang berimigrasi dari daerah yang memiliki prevalensi tinggi TB
- Anak usia kurang dari lima tahun dengan hasil positif pada pemeriksaan TB
- Kelompok dengan risiko tinggi penyebaran penyakit TB, seperti kelompok
tuna wisma, penggunaan obat-obatan terlarang dengan jarum suntik dan orang
yang menderita HIV
- Orang yang bekerja di fasilitas atau institusi dengan risiko tinggi paparan TB
seperti rumah sakit
b) Orang dengan kondisi medis yang menyebabkan rendah nya sistem imun, meliputi;
- Orang yang menderita infeksi HIV
- Orang yang menderita diabetes melitus
- Orang yang menderita penyakit ginjal
- Orang dengan berat badan kurang
- Orang yang melakukan transplantasi organ
- Orang yang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang

3
2.1.4 Patogenesis
Penyakit TB disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan
melalui percikan dahak (droplet nuclei) dari pasien penderita TB yang batuk, bersin
ataupun saat berbicara. Partikel infeksi ini dapat terus bertahan dalam menit sampai jam
bahkan berhari-hari tergantung pada ada atau tidak adanya sinar ultraviolet, sirkulasi
udara dan kelembapan.7 Ketika terhirup, partikel infeksi ini akan menempel pada
saluran napas dan jaringan paru yang kemudian akan difagositosis oleh sel makrofag
dan akan dikeluarkan bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap
dijaringan paru dan berkembang biak maka akan terbentuk sarang pneumonik pada
jaringan paru yang biasanya disebut sarang primer (Ghon). Dari sarang primer ini akan
menyebar menimbulkan peradangan ke saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal).8
Bakteri TB yang dorman, menetap bertahun tahun didalam tubuh pasien sampai
tereaktivasi kembali menjadi TB sekunder (pasca primer). Hal ini biasanya terjadi
karena adanya penurunan imunitas tubuh yang disebabkan malnutrisi, diabetes, AIDS,
gagal ginjal. Penyakit ini biasanya hanya terbatas pada segmen bagian apeks atau
posterior lobus atas, dalam 3-10 minggu akan terbentuk tuberkel atau granuloma.
Granuloma ini akan terus berkembang jika tidak ditangani dan menghancurkan jaringan
ikat disekitarnya membentuk perkejuan yang lama kelamaan akan terjadi kavitas.
Kavitas pada awalnya berdinding tipis dan menjadi tebal (kavitas sklerotik), jika meluas
dan masuk dalam peredaran darah arteri maka akan menyebabkan TB milier.9

2.1.5 Klasifikasi
Menurut Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, penyakit TB dapat
dikelompokkan atau diklasifikasikan sebagai berikut :10
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi
- Tuberkulosis Paru
TB yang menyerang pada pada parenkim paru. pasien yang menderita TB
paru dan TB ekstra paru, Limfadenitis TB dirongga dada atau efusi pleura
tanpat terdapat gambaran radiologis, TB milier yang menyerang jaringan
paru dapat diklasifikasikan sebagai pasien TB paru
- Tuberkulosis ekstra paru

4
TB yang menyerang organ seperti pleura, kelenjar limfe, selaput otak dan
tulang yaitu organ-organ selain paru. Diagnosis TB paru dapat ditetapkan
berdasarkan hasil penemuan dari mycobacterium tuberculosis atau dari
klinis.

2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan


- Pasien TB yang baru
Pasien TB yang belum sama sekali mendapatkan pengobatan atau pernah
meminum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) tetapi kurang dari 1 bulan (< dari
28 dosis)
- Pasien yang telah pernah diobati TB
Pasien TB yang pernah meminum OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ 28
dosis) yang kemudian diklasifikasikan menjadi
 Pasien kambuh yaitu pasien yang dinyatakan sembuh atau sudah
menjalani pengobatan lengkap tetapi masih didiagnosis TB
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis
 Pasien yang gagal dan diobati kembali
 Pasien yang putus berobat (lost to follow-up) dan diobati kembali
 Pasien yang hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui

3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat


Pengelompokan pasien ini berdasarkan hasil uji kepekaan bakteri mycobaterium
tuberculosis terhadap OAT
- Mono resistant (TB MR) : TB yang resistan terhadap salah satu jenis OAT
lini pertama
- Poli resistant (TB PR) : TB yang resistan terhadapat lebih dari satu jenis
OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
- Multi drug resistant (TB MDR) : TB yang resistan terhadap Isoniazid (H)
dan Rifampisin (R) secara bersamaan
- Extensive drug resistant (TB XDR) : TB MDR yang resistan terhadap salah
satu OAT golongan fluorokuinolon dan OAT lini kedua jenis suntikan
(Kanamisin, Amikasin)

5
- Resistant Rifampisin (TB RR) : TB yang resistan terhadap Rifampisin
dengan atau resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional)

4. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV


- Pasien TB dengan HIV Positif yaitu pasien TB dengan hasil tes HIV positif
atau sedang mendapatkan ART
- Pasien TB dengan HIV negatif
- Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui

5. Klasifikasi TB berdasarkan temuan Radiologi11

2.1.6 Gejala Klinis


Pasien TB memiliki banyak macam keluhan dan terkadang dapat ditemukan TB paru
tanpa keluhan sama sekali saat pemeriksaan. Gejala klinik dapat dibagi menjadi gejala

6
respiratorik dan gejala sistemik, gejala respiratorik dapat sangat bervariasi tergantung
dari luas lesi dan tempat dimana bakteri itu berada. Umumnya bakteri akan berada
diparu maka dari itu gejala yang timbul biasanya berupa batuk yang terjadi lebih dari 3
minggu disertai dahak dan jika makin parah akan bercampur darah atau batuk darah,
dapat juga terjadi sesak dan nyeri pada dada. Sedangkan gejala sistemik yang terjadi
adalah demam yang hilang timbul dan gejala malaise seperti berkurang nya nafsu
makan, berat badan turun, nyeri pada otot dan keringat pada malam hari.8,12

2.1.7 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis pada TB jika dilakukan
dengan benar dan menyeluruh, kuman TB sering menyerang bagian apeks paru dan jika
inflitrat pada paru agak luas maka dapat ditemukan perkusi redup, auskultasi suara
napas bronkial, suara nafas melemah, ronki basah, kasar. Atrofi dan retraksi otot-otot
interkostal dapat ditemukan pada TB paru dengan fibrosis luas. Bila TB mengenai
pleura sering terjadi efusi pleura memberikan suara pekak pada perkusi. TB paru sering
memberikan gejala yang asimtomatik pada kasus-kasus dini sehingga dibutuhkan
pemeriksaan yang teliti.12

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang TB Paru


Pemeriksaan selanjutnya yang dapat digunakan membantu menegakkan diagnosis pada
TB paru adalah pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan sputum, pemeriksaan
biakan kuman, dan pemeriksaan radiologik.13
Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum merupakan pemeriksaan rutin yang penting untuk
dikerjakan karena dengan pemeriksaan sputum kita dapat menemukan Bakteri
Tahan Asam (BTA) sehingga diagnosis TB sudah dapat dipastikan dan juga
dengan harga yang murah dan mudah untuk dikerjakan di lapangan seperti
puskesmas.8 Pemeriksaan sputum dilakukan dengan cara mengumpulkan 3
contoh uji dahak dalam kurun waktu dua hari kunjungan berurutan yaitu:
- S (sewaktu) : dahak ditampung pada saat pasien terduga TB datang
berkunjung untuk pertama kali ke fasilitas kesehatan dan dibekali dengan pot
dahak unutk menampung dahak pagi pada hari kedua
- P (pagi) : saat sesudah bangun tidur, dahak ditampung pada pagi hari kedua
dan dibawa untuk diserahkan ke petugas pelayanan kesehatan

7
- S (sewaktu) : dahak ditampung di fasilitas pelayanan kesehatan pada hari
kedua saat menyerahkan dahak pagi
Dikatakan mikroskopik positif bila saat pemeriksaan sputum ditemukan hasil 2
kali positif dan 1 kali negatif, apabila didapatkan 1 kali positif dan 2 kali negatif
tanpa adanya gambaran radiologi yang menunjukkan TB aktif maka dilakukan
pemeriksaan ulang sebanyak 3 kali. Jika ditemukan 1 kali positif dan 2 kali
negatif maka dikatakan mikroskopik positif sedangkan bila 3 kali negatif maka
dikatakan mikroskopik negatif.12
Pemeriksaan Biakan Kuman
Pemeriksaan biakan kuman Mycobacterium tuberculosis dilakukan dengan
cara:13
- Medium biakan dengan telur (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)
- Medium biakan dengan agar (Middle Brook)
Pemeriksaan Radiologik
Foto thorak merupakan salah satu pemeriksaan penunjang diagnostik TB, pada
penyakit TB terdapat beberapa gambaran radiologi thorak yang khas yaitu :13
- Kelainan di apek paru yang terjadi karena tekanan oksigen yang tinggi
sehingga bakteri berkembang lebih baik, kelainan berupa infiltrat seperti
benang benang halus
- Kavitas adalah jaringan rongga paru yang rusak memberikan gambaran bulat
yang dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular, terkadang dapat berisi
cairan sehingga dapat memberikan gambaran air fluid level
- Efusi pleura gambaran opak di hemithorax paru yang menyebabkan sinus
costofrenicus tumpul dan juga kalsifikasi yang terbentuk akibat pengapuran
pada parenkim paru akibat proses infeksi kronik
Primary infection
o parenchymal consolidation
o lymphadenopathy
o pleural effusion
o Ghon complex

8
Post-primary infection
o patchy consolidation (upper zones)
o cavitation
o healing results in fibrosis
o pleural disease

9
Miliary tuberculosis
o 1-3 mm diameter miliary nodules
o Terdistribusi ke kedua paru

Extrapulmonary tuberculosis
o tuberculoma diorgan yang terkena
o widely variable

10
2.1.9 Diagnosis
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-
sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain
seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB
hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran
kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.14,15 Berikut
merupakan alur jalur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru:

11
Gambar 2.1 Alur Diagnosis TB Paru

Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, KEMENKES RI 2014

2.1.10 Tatalaksana
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap obat antituberkuloasis.14
Tabel 2.1 Obat antituberkulosis (OAT)
Obat Lini Pertama Obat Lini Kedua
 Isoniazid (INH)  Kanamisin
 Rifampisin (R)  Kapreomisin
 Pirazinamid (Z)  Amikasin
 Etambutol (E)  Kuinolon
 Streptomisin (S)  Sikloserin
 Etionamid/protionamid
 Para-amino Salisilat (PAS)
*Obat lini kedua hanya digunakan pada kasus resistan obat, terutama TB MDR.
Kemasan obat berupa: 12
 Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah masing-masing INH, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol.
 Obat kombinasi dosis tetap/KDT (Fixed Dose Combination/ FDC) yang
terdiri dari 2-4 obat dalam 1 tablet.
Dosis OAT tunggal dapat dilihat pada tabel 2.2 jika dalam bentuk KDT pada tabel 2.3
Tabel 2.2 Jenis dan Dosis OAT Tunggal

12
Obat Dosis Dosis yang dianjurkan Dosis Dosis
(mg/kgBB/h maks/ha (mg/kgBB/hari)
ari) Harian Intermitten ri <40 40- >60
(mg/kgBB/ha (mg/kgBB/ha (mg) 60
ri) ri)
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 300 300 300
Z 20-30 25 35 750 100 150
0 0
E 15-20 15 30 750 100 150
0 0
S* 15-18 15 15 1000
Sesu 750 100
ai 0
BB
* Untuk pasien yang berumur > 60 tahun, dosis maksimal untuk streptomisin adalah
500 mg tanpa memperhatikan berat badan.
Sumber: PDPI, 2011
Tabel 2.3 Dosis Panduan OAT FDC Kategori 1

Berat Badan Fase Intensif 2-3 bulan Fase lanjutan 4 bulan


(kg) Harian RHZE Harian RH 3x/minggu RH
150/75/400/275 150/75 150/150
30-37 2 2 2
38-54 3 3 3
55-70 4 4 4
>71 5 5 5
Sumber: PDPI, 2011
 Panduan Obat Anti Tuberkulosis
-
Panduan OAT FDC lini pertama dan peruntukannya.14
Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis
• Pasien TB paru terdiagnosis klinis
• Pasien TB ekstra paru
 Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)
-
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang):
• Pasien kambuh atau pasien gagal pada pengobatan dengan paduan
OAT kategori 1 sebelumnya

13
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow up)
• Dosis panduan OAT KDT kategori 2 dapat dilihat pada tabel 2.4
berikut ini:

Tabel 2.4 Dosis Paduan OAT FDC Kategori 2.


Berat Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan
Badan RHZE (150/75/400/275) + S 3x/minggu
(kg) RH (150/150) + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 2 tab 4KDT 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT
+ 500 mg Streptomisin + 2 tab etambutol
inj.
38-54 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT
+ 750 mg Streptomisin + 3 tab etambutol
inj.
30-37 2 tab 4KDT 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT
+ 500 mg Streptomisin + 2 tab etambutol
inj.
38-54 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT
+ 750 mg Streptomisin + 3 tab etambutol
inj.
55-70 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT
+1000 mg Streptomisin + 4 tab etambutol
inj.
≥ 71 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT
+1000 mg Streptomisin ( > do maks ) + 5 tab etambutol
inj.
Sumber: Pedoman Nasional 2014

2.1.11 Evaluasi pengobatan

14
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh diharapkan untuk tetap dievaluasi minimal
dalam 2 tahun pertama setelah sembuh. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA
dan foto torak.15 Berikut definisi kasus hasil pengobatan TB (tabel 2.5).

Tabel 2.5 Definisi Kasus Hasil Pengobatan a)


Hasil Definisi
Sembuh Pasien dengan hasil sputum BTA atau kultur positif sebelum
pengobatan, dan hasil pemeriksaan sputum BTA atau kultur negatif
pada akhir pengobatan serta sedikitnya satu kali pemeriksaan sputum
sebelumnya negatif. Pada foto toraks, gambaran radiologi serial
(minimal 2 bulan) tetap sama/perbaikan.
Bila terdapat fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.
Pengobatan Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi tidak meiliki
lengkap hasil pemeriksaan sputum atau kultur pada akhir pengobatan b)
Gagal Pasien dengan hasil sputum atau kultur positif pada bulan kelima
pengobatan atau lebih dalam pengobatan.
Meninggal Pasien yang meninggal dengan apapun penyebabnya selama
pengobatan
Lalai berobat Pasien dengan pengobatan terputus dalam waktu 2 bulan berturut-
turut atau lebih
Pindah Pasien yang pindah ke unit (pencatatan dan pelaporan) berbeda dan
hasil akhir pengobatan belum diketahui
Pengobatan Jumlah pasien yang sembuh ditambah pengobatan lengkap.
sukses/berhasil
a.Definisi untuk TB paru BTA positif dan negatif, dan TB ekstra paru
b.Pemeriksaan sputum belum dilakukan atau hasilnya belum ada
Sumber: PDPI, 2016

2.1.12 Efek samping obat

15
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.
Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat
diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan. 12
 Isoniazid (INH)
o Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada saraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (sindrom pellagra). 12
INH juga dapat digunakan sebagai terapi profilaksis TBC dengan dosis 5
mg/kgBB (tidak lebih dari 300 mg/hari) selama minimal 6 bulan.
o Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang
lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan
OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.
 Rifampisin
o Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simptomatik berupa :
- sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan,
muntah kadang-kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
o Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah:
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus
distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan
khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah
satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan
diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

16
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur.
Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal
ini harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.12
 Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB
pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang- kadang
dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan
berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi
demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.12
 Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman,
buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut
tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB
perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan
kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol
tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.12
 Streptomisin
o
Efek samping utama adalah kerusakan saraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur
penderita.12
o
Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi
ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging
(tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan
bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25 gram. Jika
pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan
menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).12
o
Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-
tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping
sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan
telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini
mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25 gr.

17
o
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan
pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.12
2.1.13 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi baik sebelum pengobatan atau dalam masa pengobatan,
maupun ketika setelah selesai pengobatan. Komplikasi yang mungkin timbul antara
lain:11
 Batuk darah profus
 Pneumotoraks
 Kolaps paru
 Gagal napas
 Gagal jantung
 Efusi pleura

2.1.14 Etika Batuk


Etika batuk merupakan salah satu cara pencegahan penularan dari TB paru,
menjalankan atau mendemonstrasikan etika batuk kepada penderita TB sehingga
meningkatkan pengetahuan untuk mencegah terjadinya penularan ke lingkungan sekitar.
Cara batuk yang benar adalah dengan memalingkan kepala dan menutup mulut hidung
dengan tisue atau lengan baju atas bagian dalam, jika kita menutup mulut dengan tangan
maka kita harus segera mencuci tangan dikarenakan menutup mulut dengan telapak
tangan dapat menularkan bakteri TB ketika kita bersalaman.15,17

18
Gambar 2.2 Etika Batuk17
Sumber: Pacific Public Health Surveillance Network (PPHSN) 2012

2.2 Tuberkulosis Resisten Obat


Pasien TB resisten obat diobati dengan OAT lini kedua atau obat cadangan. Obat lini
kedua ini tidak seefektif OAT lini pertama dan menyebabkan lebih banyak efek
samping. Kriteria suspek TB resisten obat berdasarkan Program Nasional adalah:13
a. Kasus kronik atau pasien gagal pengobatan dengan OAT kategori II
b. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah bulan ketiga dengan
OAT kategori II
c. Pasien yang pernah diobati TB secara substandar di Fasyankes tanpa DOTS
(Directly Observed Treatment Short-course), termasuk penggunaan OAT lini
kedua seperti kuinolon dan kanamisin
d. Pasien gagal pengobatan dengan OAT kategori I,
e. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan OAT
kategori I,
f. Kasus TB kambuh,
g. Pasien yang kembali setelah lalai pada pengobatan kategori I dan / atau kategori
II,
h. Pasien suspek TB dengan keluhan yang tinggal dekat pasien TB resisten obat
ganda konfirmasi termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal TB
resisten obat ganda,
i. Pasien koinfeksi TB-HIV, yang tidak memberikan respons klinis terhadap
pengobatan TB dengan OAT lini pertama.

2.3 Tuberkulosis Multi Drug Resistant

19
Resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap obat rifampisin dan INH dengan atau
tanpa OAT lainnya disebut dengan TB MDR .Secara umum resistensi terhadap obat TB
dibagi menjadi 3 yaitu:14
• Resistensi primer adalah pasien yang belum sama sekali mendapatkan
pengobatan TB.
• Resistensi inisial adalah pasien yang tidak diketahui memiliki riwayat
pengobatan sebelumnya atau tidak.
• Resistensi sekunder adalah pasien yang diketahui memiliki riwayat pengobatan
TB sebelumnya
resistensi terhadap obat TB dapat terjadi disebabkan beberapa hal seperti:12
• Pengobatan TB paru yang menggunakan obat tunggal
• Pemberian obat yang tidak adekuat
• Ketidakteraturan dalam minum obat
• Penggunaan obat kombinasi yang tidak dilakukan secara baik, sehingga
mengganggu bioavailabilitas dari obat.
• Obat yang tersedia tidak banyak
• Kejenuhan meminum obat dikarenakan pemakaian obat TB yang lama
• Pengetahuan pasien yang masih kurang tentang penyakit dan pengobatan TB.
Terjadinya resistensi silang pada pengobatan TB-MDR harus diperhatikan dengan cara
memilih jenis OAT. Tidak efektif memberikan OAT dari golongan yang sama atau
OAT yang berpotensi terjadi resistensi silang.11,12
Untuk pasien MDR TB menggunakan minimal 4 OAT masih sensitif:14
 Obat lini 2 yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon,
aminoglikosida, etionamid, sikloserin, klofazimin, amoksilin + asam klavulanat
 Paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 –3 OAT lini 1
ditambah dengan obat lini 2, yaitu Siprofloksasin dengan dosis 1000 – 1500 mg
atau ofloksasin 600 – 800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali
sehari)

Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu
yang lama yaitu sedikitnya 18 bulan. Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan
pengawasan yang baik, merupakan salah satu kunci yang paling penting mencegah

20
resisten ganda. Konsep DOTS merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin
keteraturan pasien berobat.15

2.4 Kerangka Teori

Faktor resiko :
- Sosial ekonomi Keadaan Rumah
- Status gizi - Ventilasi yang buruk
kurang - Pencahayaan yang
- Usia kurang baik
- Gaya hidup

Penularan

Droplet

TBC Kuman M.Tuberculosis


Pengobatan

Teratur Tidak teratur

Pengobatan
Lengkap TB MDR Komplikasi

Sembuh
Relaps

Gambar 2.2 Kerangka Teori

21
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. HT
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 45 Tahun
Agama : Islam
Alamat :
Status Pernikahan : Menikah
Bangsa/ Suku : Bugis
Pekerjaan : Wiraswasta
No Rekam Medik : 162805

II. ANAMNESA
Tanggal masuk rumah sakit : 29 Februari 2020
Tanggal pemeriksaan : 29 Februari 2020
Keluhan Utama : Sesak

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang ke IGD RSUD Barru mengeluhkan retentio urin 1 hari SMRS,
awalnya pasien mengeluhkan BAK terputus-putus pada awalnya dan terkadang pasien
harus mengejan agara BAKnya lampias dan tidak terputus-putus. Sejak 1 hari itu pasien
juga mengeluhkan nyeri, nyeri dirasakan pada daerah suprapubic, frekuensi nyeri
dirasakan sepanjang hari.
Pasien juga mengeluhkan sesak dirasakan sekitar 7 hari, sesak dirasakan dalam
kondisi istirahat ataupun beraktifitas, pasien juga mengeluhkan batuk sudah dialami
kurang lebih tiga bulan SMRS, batuk berdahak, dahak berwarna putih kekuningan tanpa
disertai bercak darah. Konsistensi dahak kental, tidak berbau. Batuk dirasakan terus
menerus sepanjang hari dan semakin memberat. Nyeri dada disangkal. Pasien mengaku
pernah meminum obat batuk komix namun batuk tidak membaik dan akhirnya 1 bulan

22
yang yang lalu pasien didiagnosis TB aktif dan akhirnya dalam pengobatan TB.
Riwayat batuk hingga muntah disangkal. Riwayat nafas berbunyi disangkal. Pasien
mengatakan orang yang tinggal serumah dengan pasien tidak ada yang batuk lama.
Selain batuk, pasien juga mengeluhkan sering merasakan keringat dingin di malam
hari, dirasakan hampir setiap malam meskipun tidak merasa ruangan panas sejak kurang
lebih satu bulan terakhir. Selain itu pasien juga mengeluh demam kurang lebih satu
minggu terakhir, yang timbul terus menerus sepanjang hari, dirasakan tidak terlalu
tinggi namun pasien tidak pernah mengukur suhunya. Pasien sudah meminum obat
untuk demamnya dan turun tapi terkadang naik kembali. Menggigil disangkal.
Sebelum sakit pasien memiliki nafsu makan yang baik. Namun sejak sakit nafsu
makan pasien menurun sehingga pasien mengalami penurunan berat badan, namun
pasien tidak mengetahui pasti turun berapa kilogram. Pola makan pasien biasanya
mengkonsumi goreng-gorengan, makanan pedas, jarang mengkonsumsi buah dan sayur.
Pasien juga mengaku jam makan tidak menentu dan sering terlambat makan. Pasien
tidak rutin berolahraga. Riwayat merokok sejak usia 20 tahun, konsumsi alkohol
disangkal dan riwayat penggunaan obat-obatan minum maupun suntik disangkal.
Riwayat tato bagian tubuh disangkal. Riwayat sex bebas disangkal. Riwayat alergi
disangkal.

B. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Riwayat sakit maag (-)
Riwayat darah tinggi, kencing manis, pengobatan enam bulan disangkal
Riwayat sakit jantung disangkal
Riwayat alergi obat maupun makanan disangkal

C. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat hipertensi pada ibu pasien (-)
Riwayat sakit diabetes, jantung dan paru disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan di IGD RSUD BARRU pada tanggal 29 Februari 2020 pukul 10.00 WITA

23
Tanda Vital :
 Kadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 88x/menit, regular, isi cukup
 Laju nafas : 26x/menit, abdomino-thoracal
 Suhu : 37,9 C

Data Antropometri :

Berat badan : 50 kg

Tinggi badan : 169 cm

IMT : 17,54 kg/m2

Status gizi : underweight

Status Internus :
 Kepala : normocephal, tidak ada kelainan di kulit kepala
 Rambut : hitam, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
 Mata : kedudukan bola mata simetris, edema periorbital (-/-),
conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, diameter 3mm,
reflex cahaya (+/+)
 Hidung : bentuk normal, simetris, sekret (-/-)
 Telinga : bentuk dan ukuran normal, liang telinga lapang,
sekret (-/-), serumen (-/-), nyeri tekan aurikel (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri
tekan mastoid (-/-)
 Mulut : bibir kering (+), sianosis perioral (-), sariawan (-), lidah kotor(-),
faring hiperemis (-), sekret (-), tonsil tenang tidak hiperemis
 Leher : simetris, trakea di tengah, pembesaran KGB (-)
 Thorax : dinding thorax normal dan simetris
Cor :
o Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCLS

24
o Perkusi : batas jantung tak melebar
o Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
o Inspeksi : Simetris pada posisi statis dan dinamis, retraksi intercostal (-),
retraksi supraclavikula (-)
o Palpasi : Benjolan (-), krepitasi (-), stem fremitus normal sama kuat
(+/+)
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronki pada
apex (+/+)
 Abdomen :
o Inspeksi : Tidak tampak adanya bekas luka, benjolan, striae, maupun
pelebaran vena. Kontur abdomen simetris, mendatar.
o Palpasi : Supel pada ke 4 kuadran abdomen, tidak terdapat tahanan,
nyeri tekan (+) regio Hypogastric, turgor baik. Hepar tak teraba, nyeri
tekan (-). Lien tidak teraba membesar

o Perkusi : timpani, nyeri ketok CVA (-/-)


o Auskultasi : bising usus (+) normal
 Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
 Anorektal : Rectal Toucher :
 Inspeksi : Perianal : Hiperemis (-)
Benjolan (-) Eksoriatum (-)
 Palpasi : Kontraksi Sphincter ani interna baik
Mukosa licin, Nyeri (-)
Prostat lebih dari 1 buku jari
Konsistensi kenyal
Sulcus tidak teraba

 Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, oedem (-)

25
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi (29 Februari 2020)

Parameter Hasil Satuan Nilai rujukan Keterangan

Leukosit 7,58 10ˆ3/uL 3.8-10.6 Dalam batas normal

Eritrosit 4,73 g/dl 4.4-5.9 Dalam batas normal

Hb 12,1 g/dl 13.2-17.3 Dalam batas normal

Hematokrit 37,1 g/dl 40-52 Menurun

Trombosit 421.000 g/dl 150-440 Dalam batas normal

Basofil 1 % 0-1 Dalam batas normal

Eosinofil 2 % 1-3 Dalam batas normal

Neutrofil 67 % 50-70 Dalam batas normal

Limfosit 18 % 20-40 Menurun

Monosit 12 % 2-8 Meningkat

MCV 81 Fl 80-100 Dalam batas normal

MCH 26 Pg 26-34 Dalam batas normal

MCHC 33 g/dL 32-37 Dalam batas normal

Diagnosis : Tuberkulosis Paru kategori 1 dd/ pneumonia


Retentio Urine ec Benign Prostat Hyperplasia
Penatalaksanaan id IGD :
 Pemasangan Kateteren dan urin bag
 IVFD Ringer Lactat 20 tpm
 Inj Ranitidin 1 vial/12 jam
 Inj Ketorolac 1 vial/8 jam
 Inf Ceftriaxone 2 gr/24 jam dalam NaCl pb 100 cc
 OAT dilanjutkan

26
Follow up tanggal 2 Maret 2020
S : Batuk (+), lemas (+), demam turun, mual (-), muntah (-), nyeri pada regio
hypogastric (+)
Pasien telah dialih rawat ke dokter penyakit dalam
O:
 KU : tampak sakit sedang
 Kesadaran : CM
 TD : 110/80
 HR : 80
 RR : 28
 Suhu : 37,7
 Pulmo : Pergerakan dinding dada simetris ; Stem fremitus +/+ ; Sonor +/+ ;
Vesikuler +/+, Ronkhi +/+, Wheezing -/-
A:
 Tuberkulosis Paru kasus baru
P:
 IVFD Ringer Lactat 20 tpm
 Inj Ranitidin 1 vial/12 jam
 Inj Ketorolac 1 vial/8 jam
 Inf Ceftriaxone 2 gr/24 jam dalam NaCl pb 100 cc
 OAT dilanjutkan
 Curcuma 1 tab/12 jam
 Glutrop 1 tab/12 jam

Follow up tanggal 3 Maret 2020


S : Batuk (+), lemas (+), demam turun, mual (-), muntah (-), nyeri pada regio
hypogastric (+)
O:

27
 KU : tampak sakit sedang
 Kesadaran : CM
 TD : 110/70
 HR : 70
 RR : 25
 Suhu : 37,2
 Pulmo : Pergerakan dinding dada simetris ; Stem fremitus +/+ ; Sonor +/+ ;
Vesikuler +/+, Ronkhi +/+, Wheezing -/-
 Abdomen : Nyeri tekan regio hypogastric
A:
 Tuberkulosis Paru kasus baru
 Benign Prostat Hyperplasia
P:
 IVFD Aminofluid : Dextrosa 5% --> 1:1, 20 tpm
 OAT Lanjut
 Inj Biocombin 1amp/24 jam/IM
 Vit C 1cap/12 jam
 Ibuprofen tab, 1 tab/8 jam

Follow up tanggal 4 Maret 2020


S : Sesak (+), Nyeri pada abdomen (+)
O:
 KU : tampak sakit sedang
 Kesadaran : CM
 TD : 100/60
 HR : 82
 RR : 26
 Suhu : 37,0
 Pulmo : Pergerakan dinding dada simetris ; Stem fremitus +/+ ; Sonor +/+ ;
Vesikuler +/+, Ronkhi +/+, Wheezing -/-
 Abdomen : Nyeri tekan regio hypogastric

28
A:
 Tuberkulosis Paru Kategori 1
 Benign Prostat Hyperplasia
P:
 IVFD Aminofluid : KAEN 3B 1:1 20tpm
 OAT Lanjut
 Meprobal 0-1-0
 Vit C 1cap/8 jam
 Vipalbum cap 2 cap/12 jam
 Hyfroz 1 tab/ 24 jam malam
 Bladder Training

29
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis TB paru melalui anamnesis, pemeriksaan fisik (infiltrat, batuk lama, ronki ,
dan pembesaran KGB), dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan bakteriologi.
Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya kuman Mycobacterium tuberculosis
melalui pemeriksaan sputum sewaktu-pagi. Pasien di diagnosis sebagai pasien kasus
baru karena belum pernah didiagnosis Tuberkulosis sebelumnya, namun untuk
memastikan disarankan pemeriksaan GenExpert.
Pasien ini diberikan terapi berupa obat anti tuberkulosis kategori I. Dalam
pengobatannya harus selalu dipantau fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin) secara
berkala dan efek samping OAT lainnya. Selain itu pasien juga diedukasi untuk rutin
dalam mengkonsumsi obat TB karena pengobatannya yang memakan waktu cukup lama
dan telah diberikan penjelasan mengenai prognosis penyakit yang erat kaitannya dengan
kepatuhan minum obat pasien. Pasien dan keluarga juga diajari etika batuk dan upaya
preventif bagi anggota keluarga yang tinggal satu atap.

30
BAB V
KESIMPULAN

1. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi bakteri kronis yang menular, sebagian besar
menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya.
2. Tuberkulosis paru disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.
3. Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA (+) saat batuk/bersin, bakteri
menyebar ke udara dalam bentuk droplet.
4. Patogenesis TB paru adalah saat droplet terhirup melewati sistem pertahanan
mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai ke alveolus dan menetap di sana.
Kelanjutan dari proses ini bergantung dari daya tahan tubuh masing-masing
individu.
5. Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang
bakteriologis.
6. Gejala klinis utama TB paru adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3
minggu atau lebih. Gejala tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah,
sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa
kegiatan dan demam/meriang lebih dari sebulan.
7. Komplikasi TB paru antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura, empiema,
laringitis, Poncet’s arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut dapat menyebabkan
obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, kor pulmonal, amiloidosis,
karsinoma paru, dan sindrom gagal napas (sering terjadi pada TB milier dan kavitas
TB)
8. Tipe pasien TB paru berdasarkan riwayat pengobatan dibagi menjadi: kasus baru,
relaps, drop out, gagal, pindahan, kasus kronis dan tuberkulosis resistensi ganda.
9. Pengobatan TB paru menurut strategi DOTS diberikan selama 6-8 bulan dengan
menggunakan paduan beberapa obat atau diberikan dalam bentuk kombinasi dengan
jumlah yang tepat dan teratur, supaya semua kuman dapat dibunuh. Obat-obat yang
dipergunakan sebagai obat anti tuberkulosis (OAT) yaitu: Isoniazid (INH),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) dan Etambutol (E)

31
10. Hasil pengobatan TB paru dibedakan menjadi: sembuh, pengobatan lengkap, gagal,
putus berobat, dan meninggal.
11. Evaluasi pengobatan dapat mengguanakn metode klinis, bakteriologis, dan
radiologis.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global tuberculosis report. Geneva: World Health


Organization; 2018.
2. Fauci, Anthony S. Kasper, Dennis L. Longo, Dan L. Braunwald, Hauser, Eugene
Stephen L. Jameson, J. Larry. Loscalzo, Joseph. Tuberculosis in: Harrison
Principle of Internal Medicine. 17th ed. USA: Mc Graw Hill; 2008. 1102p.
3. Banuls AL, Sanou A, Van Anh NT, Godreuil S. Mycobacterium tuberculosis:
ecology and evolution of a human bacterium. Journal of Medical Microbiology.
2015;64(11):1261-69.
4. Indah M. INFODATIN [Internet]. Depkes.go.id. 2018 [cited 6 Januari 2020].
Available from: http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin%20tuberkulosis%202018.pdf
5. Nurjana MA. Faktor Risiko Terjadinya Tuberculosis Paru Usia Produktif (15-49
tahun) di Indonesia. Media Litbangkes. 2015 Sep;25(3):165-167.
6. TB Risk Factors [Internet]. CDC; 2016 [cited 27 December 2018]. Available
from: https://www.cdc.gov/tb/topic/basics/risk.htm
7. Knechel NA. Tuberculosis : Pathophysiology, Clinical Features, and Diagnosis.
Critical Care Nurse. 2009;29(2):34-43.
8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2016.
9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta; 2009.
10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2014.
11. Arun C. Nachiappan, MD, Kasra Rahbar, etc. Pulmonary Tuberculosis: Role of
Radiology in Diagnosis and Management: Radio Graphics. 2017.
12. Abraham E, ATS/IDSA Statement: Diagnosis, Treatment, and Prevention of
Tuberculosis Mycobacterial Diseases. American Journal of Respiratory and
Critical Care Medicine. 2007;175(7):367-416.
13. Kemenkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
364/Menkes/Sk/V/2009 Tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB);
2010.
14. World Health Organization (WHO). International Standards for Tuberculosis
Care. 3rd Ed. San Fransisco; 2014. p.20-57.
15. Pacific Public Health Surveillance Network (PPHSN). SPC Coughing and
sneezing etiquette poster. 2012 February 20 [cited 6 January 2020]. Available
from: http://www.pphsn.net/outbreak/influenza_a_h1n1.htm#Cough_poster

33

Anda mungkin juga menyukai