Anda di halaman 1dari 9

KEKUATAN HUKUM PEMBERITAHUAN PUTUSAN VERSTEK

MELALUI KANTOR KELURAHAN


(ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MAKASSAR
NO.387/Pdt.G/2015/PN.Mks)
Kasimirus Yori1, Astuti Woelan Sari2
1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Makassar
2
Alumni Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Makassar

ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan hukum pemberitahuan putusan verstek melalui kantor
kelurahan dengan menganalisis putusan Pengadilan Negeri Makassar No. 387/Pdt.G/2015/PN.Mks. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa putusan verstek dalam perkara perceraian, dimana pemberitahuan putusan kepada tergugat yang
hanya dilakukan melalui kantor kelurahan tidak dapat dijadikan sebagai dasar oleh kantor dinas kependudukan dan
catatan sipil untuk menerbitkan akta perceraian.

Kata kunci: Putusan Verstek.

ABSTRACT
This paper aims to determine the legal strength of the verstek decision notification through the kelurahan office
by analyzing the decision of the Makassar District Court No. 387 / Pdt.G / 2015 / PN.Mks. The results of the study
indicate that the decision of the verstek in the divorce case, where the notification of the decision to the defendant which
is only carried out through the village office cannot be used as a basis by the office of the population and civil records
to issue the divorce certificate.

Keywords: Verstek
decision.

PENDAHULUAN
Adapun tujuan akhir dari proses pemeriksaan perkara di pengadilan adalah hakim menjatuhkan
putusan yang berisi penyelesaian perkara yang disengketakan. Putusan hakim memuat penyelesaian perkara
antara penggugat dengan tergugat yang menentukan dengan pasti hak maupun hubungan hukum antara
penguggat dengan tergugat dan objek yang disengketakan.
Ada kalanya putusan pengadilan dalam perkara gugatan diputus tanpa hadirnya tergugat meski telah
dipanggil secara patut dan sah oleh jurusita pengadilan.RBg/HIR memang tidak mengharuskan tergugat untuk
datang di persindangan.Namun, bila tergugat tidak datang ke persidangan setelah dipanggil secara patut dan
sah oleh jurusita pengadilan, maka perkara diputuskan secara di luar hadir atau disebut dengan verstek.
Dalam Pasal 149 ayat (1) RBg/Pasal 125 ayat (1) HIR dinyatakanbahwa apabila pada hari yang telah
ditentukan, tergugat tidak hadir dan ia pula tidak menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakilnya, padahal
ia telah dipanggil dengan patut maka gugatan itu diterima dengan putusan tak hadir (verstek), kecuali kalau
ternyata bagi PN bahwa gugatan tersebut melawan hukum atau tidak beralasan. Ayat (3) jika gugatan
diterima,
16 - Vol. 6 No. 2 - Desember 2016 Vol. 6 No. 2 - Desember 2016 - 16
Jurnal Hukum “PEMBERDAYAAN HUKUM” Jurnal Hukum “PEMBERDAYAAN HUKUM”

maka atas perintah Ketua (Ketua Majelis Hakim) diberitahukan putusan kepada pihak yang dikalahkan, serta
diterangkan kepadanya bahwa ia berhak mengajukan perlawanan (verzet) terhadap putusan tak hadir itu
kepada PN itu, dalam tempo dan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 153 RBg/Pasal 129 HIR.
Pihak yang kalah yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah tergugat.
Berkaitan dengan uraian di atas, maka putusan verstek menurut sifatnya adalah putusan“condemnatoir”.
Yaitu putusan yang memuat amar menghukum pihak yang dikalahkan, dalam kaitan ini putusan mengandung
kekuatan eksekutorial. Putusan yang bersifat condemnatoir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
unsur declaratoirdan constitutief, karena amar putusan condemnatoir tidak dapat berdiri sendiri tanpa
didahului amardeclaratoiryang menyatakan hubungan hukum antara penggugat dan tergugat. Sebaliknya amar
putusan yang bersifat declaratoir dapat berdiri sendiri tanpa amar putusan yang bersifat
condemnatoir.Persoalannya adalah kapankah putusan verstek memperoleh kekuatan hukum tetap? Hal ini
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan prinsip umum pelaksanaan putusan sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 128 HIR/152RBg yang menyatakan putusan yang dijatuhkan dengan verstek tidak
boleh dijalankan sebelum lewat 14 hari sesudah diberitahukan, seperti yang tersebut dalam Pasal 149 RBg.
Adapun tenggang waktu untuk mengajukan verzet diatur dalam Pasal 153 ayat (2) RBg/129 ayat (2)
HIR yang menyatakan jika putusan itu diberitahukan kepada tergugat sendiri, perlawanan (verzet) dapat
diterima dalam 14 hari sesudah pemberitahuan itu dilakukan. Jika putusan itu tidak diberitahukan kepada
tergugat sendiri maka perlawanan (verzet) masih diterima sampai pada hari kedelapan sesudah peneguran
seperti yang tersebut dalam Pasal 207 RBg/196 HIR atau dalam hal tidak hadir sesudah dipanggil dengan
patut, sampai hari keempat belas sesudah dilaksanakannya surat perintah sesuai dengan ketentuan Pasal 208
RBg/Pasal 197
HIR.
Akan tetapi dalam praktik di lapangan, seperti pada Putusan No. 387/Pdt.G/2015/PN.Mks.
pemberitahuan putusan kepada tergugat dilaksanakan melalui Kantor Kelurahan dalam hal Kantor
Kelurahan Panaikang sesuai domisili tergugat. Sehingga putusan tersebut belum dapat dinyatakan
memperoleh kekuatan hukum tetap karena pemberitahuan isi putusan itu belum ditandatangani oleh tergugat.
Masalahnya menjadi lain jika dikaitkan dengan proses persidangan sampai dengan pembacaan putusan.
Dimana keseluruhannya didasarkan pada berita acara pemanggilan tergugat yang hanya dilakukan melalui
Kantor Kelurahan Panaikang.
Sebagaimana diketahui bahwa putusan dalam perkara perceraian, eksekusinya menjadi kewenangan
dinas kependudukan dan catatan sipil tempat penerbitan akta perkawinan, dalam hal ini Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kota Makassar untuk menerbitkan “Akta Perceraian” jika putusan tersebut telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Sedangkan dalam putusan a quo, Pengadilan Negeri Makassar belum
mencatatnya sebagai putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena pemberitahuan isi
putusan kepada tergugat hanya dilaksanakan melalui Kantor Kelurahan Panaikang yang seharusnya
diberitahukan langsung kepada tergugat yang dibuktikan dengan tandatangan tergugat sendiri.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian
yang mengkaji dan menganalisis beberapa dokumen hukum, seperti perundang-undangan, keputusan
pengadilan, teori hukum, maupun pendapat para ahli untuk menganalisis dan mengetahui kekuatan hukum
pemberitahuan putusan verstek melalui kantor kelurahan. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini,
antara lain:

1. Bahan hukum primer seperti RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten), HIR (Herziene
Inlandsch Reglement), Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan putusan
Pengadilan Negeri Makassar No. 387/Pdt.G/2015/PN.Mks.
2. Bahan hukum sekunder yaitu beberapa literatur berupa buku-buku maupun jurnal-jurnal hukum
yang berhubungan dengan hukum acara perdata terutama mengenai putusan verstek.
Jurnal Hukum “PEMBERDAYAAN HUKUM” Jurnal Hukum “PEMBERDAYAAN HUKUM”
3. Bahan hukum tersier yang digunakan oleh penulis disini mencakup Kamus Besar Bahasa
Indonesia
dan Kamus Hukum.

Selanjutnya untuk memperoleh bahan hukum dilakukan dengan menerapkan studi dokumen (Library
Research) yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, membaca dan menyalin secara objektif dan
sistematis terhadap bahan-bahan hukum yang bersifat premier, sekunder dan tersier sebagaimana yang
disebut di atas.
Setelah bahan hukum yang diperlukan telah diperoleh, maka bahan hukum tersebut dikelompokkan
dan disusun secara sistematis sesuai dengan substansinya masing-masing.Kemudian bahan hukum tersebut
dianalisa dengan menggunakan metode analisa kualitatif. Adapun langkah-langkah dari metode analisa
kualitatif, antara lain:

1. Memilah-milah lalu membandingkan bahan hukum yang telah dikumpulkan seperti yang telah
disebutkan di atas;
2. Menganalisis ketentuan yang berhubungan dengan kekuatan hukum pemberitahuan isi putusan
verstek melalui kantor kelurahan, kemudian mengaitkannya dengan peraturan lain seperti
ketentuan dalam RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten) atau HIR (Herziene Inlandsch
Reglement), Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan putusan Pengadilan
Negeri Makassar No. 387/Pdt.G/2015/PN.Mks, agar dapat diterapkan berbagai metode
interpretasi dalam menganalisis peraturan yang kabur dan mengsinkronkan antara
peraturan yang satu dan peraturan yang lainnya Kemudian hasil dari analisa tersebut dipaparkan
secara deskriptif, yang bertujuan agar diperoleh gambaran yang menyeluruh serta rinci mengenai
kekuatan hukum pemberitahuan putusan verstek melalui kantor kelurahan.

PEMBAHASAN
A. Penyajian Bahan Hukum
Kasus ini merupakan kasus perceraian yang diputuskan secara verstek dengan pihak-pihak, masing-
masingistri bertindak sebagai Penggugat, dan suami sebagai Tergugat. Penggugat dan Tergugat telah
melangsungkan pernikahan baik menurut Hukum Agama dalam hal ini Pemberkatan Perkawinan oleh
Pejabat Gereja Katolik di Gereja Katolik Santo Yakobus Mariso.Selain itu, perkawinan tersebut telah
dicatatkan di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Makassar sesuai dengan Kutipan Akta
Perkawinan Nomor 7371-KW-041120140004, tanggal 06 November 2014.
Adapun alasan yang dijadikakan dasar gugatan Penggugat (istri) terhadap Tergugat (suami)
karena ulah dan perilaku Tergugat yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya sebagai
suami, sikap egoistis yang diskenariokan Tergugat secara terus-menerus yang dibuktikan ketika Penggugat
melahirkan anak pertama sebagaimana layaknya suami kehadiran Tergugat mendampingi isterinya sangat
didambakan namun ternyata komunikasi pun nyaris putus, dan dalam konteks kebutuhan lahir bathin baik
secara materill maupun immaterill tidak terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan dan didambakan
layaknya suami-isteri.
Hal mana oleh Majelis hakim dianggap sama dengan alasan perceraian yang terdapat dalam Pasal 19
huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, yakni:

“Antar suami-isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan
akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.”

Adapun alat bukti yang diajukan di persidangan yaitu bukti surat dan 2 (dua) orang saksi. Sedangkan
amar putusan hakim, adalah: a) Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian dengan verstek; b) Menyatakan
bahwa hubungan perkawinan antara Penggugat FransiskaAnita Ekawati Rahayu Sa’pang
dengan TergugatAdam
Kristy sesuai dengan Akta Perkawinan yang dibuat oleh dan di hadapan Kepala Kantor Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil Kota Makassar Nomor 7371-KW-04112014-0004 tanggal 06 November 2014 putus karena
perceraian; c) Menghukum Tergugat untuk menanggung biaya hidup dan biaya pendidikan terhadap Maria
Grace Olive Victoria sampai dewasa dan mandiri; d) Menolak gugatan Penggugat selebihnya; dan e)
Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.166.000,00

B. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 387/Pdt.G/2015/PN.Mks


Sebelum penulis melakukan analisis terhadap putusan tersebuut di atas, terlebih dahulu penulis
mengemukakan terlebih dahulu mengenai putusan verstek agar memudahkan dalam memahami kasus
tersebut.
Mengenai pengertian verstek, tidak terlepas kaitannya dengan fungsi beracara dan penjatuhan
putusan atas perkara yang disengketakan, yang memberi wewenang kepada hakim menjatuhkan putusan
tanpa hadirnya perngugat atau tergugat. Verstek adalah putusan hakim dengan mengabulkan gugatan
penggugat diluar hadirnya pihak tergugat atau kuasanya setelah dipanggil secara patut.Perihal verstek ini
diatur dalam Pasal 125 HIR.
Ketidakhadiran pihak tergugat pada hari sidang yang telah ditentukan adalah salah satu syarat untuk
bisa dijatuhkannya putusan verstek oleh hakim Pengadilan Negeri yang memimpin sidang dalam perkara
perdata. Putusan verstek sebagai salah satu bentuk putusan akhir merupakan putusan yang dijatuhkan oleh
hakim Pengadilan Negeri dalam perkara perdata di luar hadirnya pihak tergugat. Putusan verstek ini
kekuatan hukumnya belum tetap. Jadi, jika dalam menjatuhkan putusan tersebut hakim Pengadilan Negeri
tidak berhati- hati serta bijaksana pada berikutnya akan menimbulkan permasalahan yang mengakibatkan
kerugian bagi pihak tergugat.
Menurut M. Yahya Harahap1 bahwa verstek adalah: Pemberian wewenang kepada hakim untuk
memeriksa dan memutus perkara meskipun penggugat atau tergugat tidak hadir di persidangan pada tanggal
yang ditentukan. Dengan demikian, putusan diambil dan dijatuhkan tanpa bantahan atau sanggahan dari
pihak yang tidak hadir.
Selanjutnya menurut Soepomo2) bahwa verstek adalah “pernyataan bahwa tergugat tidak hadir
meskipun menurut hukum acara ia harus datang. Verstek hanya dapat dinyatakan jikalau tergugat
tidak datang pada hari sidang pertama. ”Selain itu menurut Sarwono3 putusan verstek atau in absensia
adalah “putusan tidak hadirnya tergugat dalam suatu perkara setelah dipanggil oleh pengadilan dengan patut
tidak pernah hadir dalam persidangan dan tidak menyuruh wakilnya atau kuasa hukumnya untuk menghadiri
persidangan.”
Sedangkan tujuan verstek dalam hukum acara adalah untuk mendorong para pihak menaati tertib
beracara, sehingga proses pemeriksaan penyelesaian perkara terhindar dari anarki atau kesewenangan.
Sekiranya undang-undang menentukan bahwa untuk sahnya proses pemeriksaan perkara, mesti dihadiri
para pihak, ketentuan yang demikian tentunya dapat dimanfaatkan tergugat dengan itikad buruk untuk
menggagalkan penyelsesaian perkara.
Selanjutnya mengenai syarat sahnya penerapan acara verstek kepada tergugat merujuk kepada
ketentuan Pasal 125 ayat (1) HIR/78 Rv. Oleh M. Yahya Harahap4 menjelaskan bahwa syarat-syarat acara
verstek sebagai berikut:
a. Tergugat telah dipanggil dengan sah dan patut
b. Tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah
c. Tergugat tidak mengajukan eksepsi kompetensi

1
M. Yahya Harahap, 2004, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika. Hlm 382
2
Soepomo, 1993, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Pradanya Paramita. Hlm 33
3
Sarwono, 2011, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika. Hlm 216
4
M. Yahya Harahap, Op. cit., hlm 383
Sedangkan menurut Retnowulan Sutantio5 bahwa untuk putusan verstekyang mengabulkan gugat
diharuskan adanya syarat-syarat sebagai berikut :

1) Tergugat atau para tergugat tidak datang pada hari sidang yang telah ditentukan;
2) Tergugat atau para tergugat tidak mengirimkan wakil/kuasanya yang sah untuk menghadap;
3) Tergugat atau para tergugat telah dipanggil dengan patut;
4) Petitum tidak melawan hak; dan
5) Petitum beralasan;

Selanjutnya ditambahkan bahwa suatu putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan,
bahkan tidak mustahil putusan hakim tersebut bersifat memihak. Maka untuk itu demi kebenaran dan
keadilan setiap putusan hakim perlu dan dimungkinkan untuk diperiksa ulang, agar kekeliruan atau
kekhilafan yang terjadi pada putusan hakim tersebut dapat diperbaiki.
Sifat dan berlakunya upaya hukum berbeda tergantung apakah merupakan upaya hukum biasa atau
upaya hukum istimewa. Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang
waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Wewenang untuk menggunakannya harus dengan menerima
putusan upaya hukum biasa bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara. Upaya hukum
biasa ialah verzet (perlawanan), banding dan kasasi. Dengan memperoleh kekuatan hukum yang yang pasti
dan tetap, suatu putusan tidak dapat lagi diubah. Suatu putusan memperoleh kekuatan hukum tetap apabila
tidak tersedia lagi upaya hukum biasa. Untuk putusan-putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang
tetap terdapat upaya hukum istimewa. Untuk upaya hukum istimewa ini hanyalah diperoleh dalam hal-hal
tertentu yang disebut dalam undang-undang. Termasuk upaya hukum istimewa adalah peninjauan kembali
dan derdenverzet (Perlawanan pihak ketiga).
Upaya hukum verzet merupakan perlawanan terhadap putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya
tergugat (Pasal 149 ayat (3) jo Pasal 153 RBg, Pasal 125 ayat (3) jo. Pasal 129 HIR).Pada dasarnya
perlawanan disediakan bagi pihak tergugat yang pada umumnya dikalahkan.
Selanjutnya terhadap Putusan Verstek tersebut, penulis dapat menjelaskan, bahwa secara formal
penulis setuju dengan putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Makassar secara verstek, karena
sesuai dengan Berita Acara Persidangan yang termuat dalam putusan, Tergugat tidak pernah hadir sejak
awal persidangan sampai pada dibacakannya putusan pengadilan. Oleh karena Tergugat tidak hadir dalam
persidangan meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut serta ketidakhadirannya tanpa alasan yang sah
maka upaya proses mediasi pun tidak dapat dilaksanakan.
Dalam pemeriksaan di persidangan Penggugat mengajukan alat bukti berupa Akta Perkawinan dan
dua orang saksi yaitu ibu dan adik Penggugat. Dari keterangan kedua saksi tersebut ditemukan fakta yang
terjadi saling bersesuaian dan berkaitan satu sama lain serta mendukung dan menguatkan dalil-dalil gugatan
Penggugat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 149 ayat (2) RBg/125 ayat (1) HIR, yaitu putusan yang dijatuhkan tanpa
hadirnya Tergugat dapat dikabulkan sepanjang berdasarkan hukum dan beralasan, oleh karena itu Majelis
Hakim membebani Penggugat untuk membuktikan dali-dalil gugatannya. Oleh karena dalil-dalil gugatan
penggugat yang dikuatkan oleh alat bukti surat, serta dihubungkan dengan keterangan dua orang saksi,
maka secara hukum hakim wajib menjatuhkan putsan verstek.
Dalam pertimbangan hukum hakim, dikemukakan bahwa Tergugat telah dipanggil dengan patut
akan tetapi tidak datang menghadap di persidangan, maka harus dinyatakan tidak hadir dan gugatan diterima
tanpa hadirnya Tergugat (dikabulkan dengan putusan verstek), kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau
tidak beralasan, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9
Tahun
1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

5
Retnowulan Sutantio, 2009, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Pradanya Paramita hlm 26
Menurut Soepomo6 dan Retnowulan Sutantio7 pembuktian dalam putusan verstek tidak perlu
dilakukan, yakni ketika Tergugat tidak datang di persidangan setelah dilakukan panggilan secara resmi dan
baru diadakan sesudah ada perlawanan. Salah satu yang menjadi dasar hakim membebani pembuktian
kepada Penggugat pada proses perceraian terhadap putusan verstek dapat dilihat dalam Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: KMA/032/SK/IV/2006 tentang pemberlakuan Buku II
Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum,8 pada poin (10): Dalam hal
Tergugat tidak hadir di persidangan dan perkara akan diputus verstek, pengadilan tetapmelakukan sidang
pembuktian mengenai kebenaran adanya alasan perceraian yang didalilkan Penggugat.
Secara tekstual pembuktian tidak diatur dalam Pasal 149 RBg/125 HIR, adapun alasan pembebanan
pembuktian pada pemohon dapat dilihat pada Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun yang mensyaratkan bahwa gugatan perceraian karena antara suami-isteri terus-menerus
terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada lagi harapan akan hidup rukum lagi dalam rumah tangga,
dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran
itu dan setelah mendengar pihak-pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami-isteri itu. Selain
itu, pembuktian merupakan syarat formil dalam persidangan karena peranannya menyangkut validitas dan
prinsip utama dalam perkara perdata.
Ketidakhadiran salah satu pihak tersebut sering menimbulkan masalah dalam proses pemeriksaan
perkara. Jika yang tidak hadir adalah Penggugat, maka perkaranya digugurkan dan Penggugat diperkenankan
untuk mengajukan gugatannya sekali lagi setelah terlebih dahulu ia membayar biaya perkara yang baru.
Namun apabila Tergugat tidak hadir ataupun tidak menyuruh wakilnya untuk hadir padahal telah dipanggil
secara sah dan patut, maka gugatan diputuskan dengan verstek.Sesuai dengan ketentuan Pasal 149 ayat (1)
RBg/Pasal 125 ayat (1) HIR, karena Tergugat tidak hadir pada sidang yang ditentukan sementara Penggugat
hadir, perkara diputus dengan verstek. Di sini pun HIR tidak secara jelas menyebutkan pada sidang yang
ke berapa penjatuhan putusan verstek itu boleh dilakukan.Mengenai hal tersebut, Mahkamah Agung telah
memberikan petunjuk bahwa putusan verstek dapat dijatuhkan pada sidang pertama.9 Namun dalam praktik,
penjatuhan putusan verstek biasanya dilakukan setelah pemanggilan ketigadan pihak tergugat tetap tidak
hadir di persidangan.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 150 RBg/126 HIR, bahwa apabila tergugat tidak datang
menghadiri panggilan sidang pertama, hakim tidak harus menjatuhkan putusan verstek, tetapi hakim dapat
mengundurkan sidang dan memerintahkan supaya pihak yang tidak hadir (tergugat) dipanggil lagi.
Ketentuan dalam Pasal 150 RBg/126 HIR bertujuan untuk memberi kesempatan kepada Tergugat agar
membela hak dan kepentingannya. Dalam putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor
387/Pdt.G/2015/PN.Mks jelas menyatakan bahwa Tergugat tak pernah hadir maupun manyuruh kuasanya
untuk datang di persidangan padahal telah dipanggil secara sah dan patut sehingga putusan dapat dijatuhkan
dengan verstek. Dapat juga dikatakan bahwa Tergugat tidak datang di persidangan berarti Tergugat telah
mengakui dalil-dalil gugatan Penggugat dan dapat dianggap Tergugat telah melepaskan haknya, artinya
bahwa Tergugat menyerahkan sepenuhnya kepada hakim untuk menilai faktanya atau peristiwa dari dalil-
dalil melalui pembuktian.
Pasal 153 ayat (2) RBg/129 ayat (2) menyatakan jika putusan itu diberitahukan kepada Tergugat
sendiri, perlawaan (verzet) dapat diterima dalam 14 hari sesudah pemberitahuan itu dilakukan. Jika putusan
itu tidak diberitahukan kepada Tergugat sendiri maka perlawanan (verzet) masih diterima sampai hari
kedelapan sesudah peneguran seperti terebut dalam Pasal 207 RBg/196 HIR atau dalam hal tidak hadir
sesudah dipanggil dengan patut, sampai hari keempat belas sesudah dilaksanakannya surat perintah sesuai
dengan ketentuan Pasal 208 RBg/197 HIR.

6
Soepomo, Loc. Cit.
7
Retnowulan Sutantio, Loc. Cit.
8
Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum, hlm 56
9
Ibid.
21 - Vol. 6 No. 2 - Desember 2016 Vol. 6 No. 2 - Desember 2016 - 21
Adapun alasan suatu putusan harus dilaksanakan setelah 14 hari adalah sesuai dengan salah satu asas
dalam hukum acara perdata, yakni asas putusan harus dilaksanakan setelah 14 (empat belas) hari lewat. Yang
dimaksud dengan asas putusan harus dilaksanakan stelah 14 (empat belas) hari lewat adalah setiap keputusan
pengadilan hanya dapat dilaksanakan setelah tenggang waktu 14 (empat belas) telah lewat dan telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap atau tidak ada upaya hukum lain dari pihak yang dikalahkan, kecuali
dalam putusan “provisional dan putusan uit voerbaar bij voorraad”.
Keputusan pengadilan pada asasnya dapat dilaksanakan setelah 14 (empat belas) hari telah lewat dan
keputusannya telah in kracht van gewijsde atau tidak ada upaya hukum lain dari pihak yang dikalahkan dalam
persidangan pengadilan yang berupa banding, kasasi dan peninjauan kembali. Jadi, asas ini menghendaki
bahwa keputusan pengadilan terhadap para pihak yang sedang bersengketa di pengadilan pelaksanaan
eksekusinya baru dapat dilaksanakan apabila keputusannya telah in kracht van gewijsde atau telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan tidak ada perlawanan dari pihak yang dikalahkan, kecuali dalam
putusan “privisionil dan putusan uit voerbaar bij voorraad”.
Putusan Nomor 387/Pdt.G/2015/PN/Mks adalah putusan peceraian, dimana pihak Tergugat tidak
hadir dalam persidangan ataupun tidak menyuruh kuasanya untuk menghadiri persidangan, sehingga hakim
menjatuhkan putusan dengan verstek. Namun, yang menjadi masalah adalah dalam putusan tersebut tidak
dicatatkan putusan pengadilan telah bersifat in kracht van gewijsde atau telah memperoleh kekuatan hukum
yang tetap. Sehingga menimbulkan masalah karena Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tidak
menerbitkan “Akta Perceraian” sepanjang putusan pengadilan tidak ada catatan telah berkekuatan hukum
tetap.
Dengan demikian, eksekusinya pun tidak dapat dilaksanakan.Dalam hal ini adalah putusan perceraian,
di mana eksekusinya adalah kewenangan Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk menerbitkan
“Akta Perceraian”. Sedangkan Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil hanya dapat menerbitakan
“Akta Perceraian” apabila putusan pengadilan tercatat telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 387/Pdt.G/2015/PN.Mks telah diputus dengan verstek karena
sampai pada sidang terakhir pun Tergugat tidak pernah hadir dan tidak pernah menyuruh kuasanya untuk
mewakilinya di persidangan, sehingga pemberitahuan putusan perceraiannya secara verstek hanya di
sampaikan di Kantor Kelurahan di mana Tergugat berdomisili yaitu di Kelurahan Panaikang. Namun,
Panitera Pengadilan Negeri Makassar tetap tidak mencatatkan putusan verstek Nomor
387/Pdt.G/2015/PN.Mks sebagai putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.Sehingga tidak ada
kepastian hukum bagi putusan yang di putus secara verstek dan tidak ditetapkan sebagai putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa putusan verstek
yang tidak dicatatkan bahwa putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat menimbulkan
masalah baru yaitu putusan verstek tersebut tidak dapat dilaksanakan. Dalam hal putusan verstekpada perkara
perceraian, yang tidak dicatatakan bahwa putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka
pihak Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Makassar sebagai lembaga yang berwenang tidak
dapat menerbitkan “Akta Perceraian”.
Walaupun putusan telah disampaikan melalui Kantor Kelurahan Panaikang sebagai domisili Tergugat
dan telah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari, maka Tergugat dianggap telah mengetahui putusan
tersebut dan seharusnya panitera Pengadilan Negeri Makassar mencatatkan putusan tersebut sebagai putusan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap sehingga Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Kota Makasasar dapat menerbitkan “Akta Perceraian.”
DAFTAR PUSTAKA
Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2007, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Umum,
Balitbang Diklat Kumdil, Jakarta.
M. Yahya Harahap, 2004, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta.
Sarwono, 2011, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Sinar Grafika,
Jakarta. Soepomo, 1993,Hukum Acara Perdata, Pradanya Paramita, Jakarta.
Sutantio, Retnowulan, 2009, HukumAcara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Pradanya Paramita, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai