Anda di halaman 1dari 74

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia,
karena tanpa kesehatan manusia sulit untuk menjalankan aktivitas. Menurut
Undang Undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan adalah suatu
keadaan sehat, baik secara fisik,mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup untuk produktif secara sosial dan
ekonomis. Berdasarkan Undang-Undang No. 18 tahun 2014 tentang
kesehatan jiwa, kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu
dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu
tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat
bekerja, secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi pada
komunitasnya.
Sedangkan menurut American Nurses Association (ANA) tentang
keperawatan jiwa, keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek
keperawatan yang menggunakan ilmu dan tingkah laku manusia sebagai dasar
dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik dalam meningkatkan,
mempertahankan, serta memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan
mental masyarakat dimana klien berada. Selain keterampilan teknik dan alat
klinik, perawat juga berfokus pada proses terapeutik menggunakan diri
sendiri (use self therapeutic) (Kusumawati F dan Hartono Y, 2010).
Menurut penelitian WHO, jika provalensi gangguan jiwa di atas 100 jiwa
pertahun penduduk dunia, maka berarti Indonesia mencapai 264 orang per
1000 penduduk yang merupakan anggota keluarga. Data hasil survey
kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun1995), artinya 2,6 kali lebih tinggi dari
ketentuan WHO. Ini adalah sesuatu yang sangat serius.
Penyakit kejiwaan yang umum dialami oleh masyarakat adalah
skizofrenia. Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yang bermakna schizo
artinya terbagi atau terpecah dan phrenia yang berarti pikiran. Skizofrenia
2

merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan


timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan
terganggu (Videbeck, 2008 dalam Nuraenah, 2012).
Berdasarkan data di lapangan yaitu diruangan Keswara terdapat 11 orang
yang menderita gangguan kejiwaan dan kasus terbanyak adalah skizofrenia
walaupun dengan tipe yang berbeda dengan tanda gejala yang hampir sama.
Diantara 7 diagnosa keperawatan jiwa yang paling sering muncul adalah
gangguan sensori persepsi dan resiko perilaku kekerasan. Maka dari itu
penyusun mengambil judul “Asuhan Keperawatan Pada An. S dengan
Diagnosa Medis Sizofrenia Di Ruang Keswara Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jawa Barat”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Konsep dasar dari Skizofrenia?
2. Bagaimana konsep dasar dari diagnosa keperawatan jiwa perilaku
kekerasan?
3. Bagaimana konsep dasar dari diagnosa keperawatan jiwa halusinasi?
4. Bagaimana konsep dasar “Asuhan Keperawatan Pada An. S dengan
Diagnosa Medis Skizofrenia Di Ruang Keswara Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jawa Barat”.

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep skizoprenia dan asuhan keperawatan yang
harus dilakukan.

b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui konsep dasar diagnosa medis skizoprenia.
2. Untuk mengetahui konsep dari diagnosa keperawatan jiwa perilaku
kekerasan.
3

3. Untuk mengetahui konsep dasar dari diagnosa keperawatan jiwa


halusinasi.
4. Untuk mengetahui konsep dasar “Asuhan Keperawatan Pada An. S
dengan Diagnosa Medis Sizofrenia Di Ruang Keswara Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jawa Barat”.
4

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Konsep Skizofrenia


2.1.1 Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yang bermakna schizo
artinya terbagi atau terpecah dan phrenia yang berarti pikiran.
Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan
perilaku yang aneh dan terganggu.(Videbeck, 2008 dalam Nuraenah,
2012).
Skizofrenia merupakan gangguan kejiwaan dan kondisi medis
yang mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi fungsi
normal kognitif, mempengaruhi emosional dan tingkah laku (Depkes
RI, 2015).
Gangguan jiwa skizofrenia sifatnya adalah ganguan yang lebih
kronis dan melemahkan dibandingkan dengan gangguan mental lain
(Puspitasari, 2009). Stuart (2007) menjelaskan bahwa skizofrenia
merupakan penyakit otak yang persisten dan juga serius yang bisa
mengakibatkan perilaku psikotik, kesulitan dalam memproses
informasi yang masuk, kesulitan dalam hubungan interpersonal,
kesulitan dalam memecahkan suatu masalah.

2.1.2 Etiologi Skizofrenia


Skizofrenia dianggap sebagai gangguan yang penyebabnya
multipel dan saling berinteraksi. Diantara faktor multipel itu dapat
disebut :
1) Keturunan
Penelitian pada keluarga penderita skizofrenia terutama anak
kembar satu telur angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8%, bagi
5

saudara kandung 7- 15%, anak dengan salah satu orang tua


menderita skizofrenia 7-16%. Apabila kedua orang tua menderita
skizofrenia 40-60%, kembar dua telur 2-15%. Kembar satu telur
61-68%. Menurut hukum Mendel skizofrenia diturunkan melalui
genetik yang resesif. (Lumbantobing, 2007).
2) Gangguan Anatomik
Dicurigai ada beberapa bangunan anatomi di otak berperan,
yaitu : Lobus temporal, system limbic dan reticular activating
system. Ventrikel penderita skizofrenia lebih besar daripada
kontrol. Pemeriksaan MRI menunjukkan hilangnya atau
kemungkinan budaya atau adat yang dianggap terlalu berat bagi
seseorang dapat menyebabkan seseorang menjadi gangguan jiwa.
3) Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi,
perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian
individu terhadap stressor dan koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Anna, 2008).
Factor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk yang ada di dalam otak, yang dapat
mengakibatkan
b) Stress Lingkungan
c) Sumber Koping

2.1.3 Jenis-jenis Skizofrenia


1) Skizofrenia simpleks
Skizofrenia simpleks, sering timbul pertama kali pada masa pubertas.
Gejala utama ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
6

Gangguan proses berfikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan


halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbul secara perlahan. Pada
permulaan mungkin penderita kurang memperhatikan keluarganya atau
menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia semakin mundur dalam
kerjaan atau pelajaran dan pada akhirnya menjadi pengangguran, dan
bila tidak ada orang yang menolongnya ia akan mungkin akan menjadi
“pengemis”, “pelacur” atau “penjahat” (Maramis, 2008).
2) Skizofrenia hebefrenik
Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga hebefrenia, menurut Maramis
(2008) permulaannya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa
remaja atau antara 15–25 tahun. Gejala yang menyolok adalah
gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya
depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti perilaku kekanak-
kanakan sering terdapat pada jenis ini. Waham dan halusinasi banyak
sekali.
3) Skizofrenia katatonik
Menurut Maramis (2008) skizofrenia katatonik atau disebut juga
katatonia, timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan
biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin
terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
a) Stupor katatonik
Pada stupor katatonik, penderita tidak menunjukan perhatian sama
sekali terhadap lingkungannya dan emosinya sangat dangkal.
Secara tiba-tiba atau perlahan-lahan penderita keluar dari keadaan
stupor ini dan mulai berbicara dan bergerak.
b) Gaduh gelisah katatonik
Pada gaduh gelisah katatonik, terdapat hiperaktivitas motorik, tapi
tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi
oleh rangsangan dari luar.
7

4) Skizofrenia Paranoid
Jenis ini berbeda dari jenis-jenis lainnya dalam perjalanan penyakit.
Hebefrenia dan katatonia sering lama-kelamaan menunjukkan gejala-
gejala skizofrenia simplek atau gejala campuran hebefrenia dan
katatonia. Tidak demikian halnya dengan skizofrenia paranoid yang
jalannya agak konstan (Maramis, 2008).
5) Episode skizofrenia akut
Gejala skizofrenia ini timbul mendadak sekali dan pasien seperti
keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini
timbul perasaan seakan-akan dunia luar dan dirinya sendiri berubah.
Semuanya seakan-akan mempunyai arti yang khusus baginya.
Prognosisnya baik dalam waktu beberapa minggu atau biasanya
kurang dari enam bulan penderita sudah baik. Kadang-kadang bila
kesadaran yang berkabut tadi hilang, maka timbul gejala-gejala salah
satu jenis skizofrenia yang lainnya (Maramis, 2008).
6) Skizofrenia residual
Skizofrenia residual, merupakan keadaan skizofrenia dengan gejala-
gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala
sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan
skizofrenia (Maramis, 2008).
7) Skizofrenia skizoafektif
Pada skizofrenia skizoafektif, di samping gejala-gejala skizofrenia
terdapat menonjol secara bersamaan, juga gejala-gejala depresi atau
gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa
efek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan (Maramis, 2008).
8

2.1.4 Tanda dan Gejala


Menurut Bleuler dalam Maramis (2008) gejala skizofrenia dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Gejala primer
Gejala primer terdiri dari gangguan proses berpikir, gangguan
emosi, gangguan kemauan serta autisme.
2) Gejala sekunder
Gangguan sekunder terdiri dari waham, halusinasi, dan gejala
katatonik maupun gangguan psikomotor yang lain.

2.1.5 Penatalaksanaan
Ada berbagai macam terapi yang bisa kita berikan pada
skizofrenia. Hal ini diberikan dengan kombinasi satu sama lain dan
dengan jangka waktu yang relatif cukup lama. Terapi skizofrenia
terdiri dari pemberian obat-obatan, psikoterapi, dan rehabilitasi.
Terapi psikososial pada skizofrenia meliputi: terapi individu, terapi
kelompok, terapi keluarga, rehabilitasi psikiatri, latihan ketrampilan
sosial dan manajemen kasus (Hawari, 2009). WHO
merekomendasikan sistem 4 level untuk penanganan masalah
gangguan jiwa, baik berbasis masyarakat maupun pada tatanan
kebijakan seperti puskesmas dan rumah sakit.
1) Level keempat adalah penanganan kesehatan jiwa di keluarga
2) Level ketiga adalah dukungan dan penanganan kesehatan jiwa di
masyarakat
3) Level kedua adalah penanganan kesehatan jiwa melalui
puskesmas
4) Level pertama adalah pelayanan kesehatan jiwa komunitas
9

2.2 Konsep Dasar Perilaku Kekerasan


2.2.1 Pengertian Prilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psiklogis. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung
kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku
kekerasan). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
kepada diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang dirasakan
sebagai ancaman
Kemarahan adalah suatu emosi yang terentang mulai dari
iritabilitas sampai agresivitas yang dialami oleh semua orang,
kemarahan emosi yang normal pada manusia yakni respons emosional
yang kuat dan tidak menyenangkan terhadap suatu provokator baik
nyata ataupun yang dipersepsikan individu. Perilaku kekerasan
merupakan suatu keadaan yang dapat timbul secara mendadak atau
didahului tindakan ritualistik atau meditasi pada seseorang (pria) yang
masuk dalam suatu kesadaran yang yang menurun atau perkabut
(Trance Like State) tanpa dasar epilepsi.
Tindak kekerasan adalah keadaan dimana individu melakukan atau
menyerang orang atau lingkungan, resiko menciderai diri sendiri adalah
suatu risiko perbuatan dimana seseorang berperilaku pada dirinya dapat
berupa fisik, emosi dan atau perbuatan seks yang berbahaya pada
dirinya menegaskan bahwa resiko perilaku kekerasan diarahkan pada
orang lain adalah kondisi dimana tingkah laku individu dapat menyakiti
orang lebih baik fisik, emosional atau seksual.
10

2.2.2 Rentang Respon Prilaku Kekerasan


Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif PK

Klien Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan


mampu menapai tidak dapat mengeks- marah dan
mengungka tujuan mengungkap presikan bermusuhan
pkan rasa kepuasan kan secara fisik, yang kuat
marah saat marah perasaannya, tapi masih dan hilang
tanpa dan tidak tidak berdaya terkontrol, kontrol
menyalahka dapat dn menyerah. mendorong disertai
n orang lain menemukan orang lain amuk,
dan alternatifnya. dengan merusak
memberika ancaman lingkungan
n kelegaan.

1. Respon Adaptif
Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-
norma sosial budaya yang berlaku, dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut, respon adaptif
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman
11

d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran
e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan

2. Respon Maladaptif
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain Perilaku
kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasiakn dalam bentuk fisik
b) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul
dari hati
c) Perilaku tidak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur

2.2.3 Faktor Predisposisi Prilaku Kekerasan

1) Kehilangan harga diri karena tidak dapat memenuhi kebutuhan


sehingga individu tidak berani bertindak, cepat tersinggung dan
lekas marah.

2) Frustasi akibat tujuan tidak tercapai atau terhambat sehingga


individu merasa cemas dan terancam. Individu akan berusaha
mengatasi tanpa memperhatikan hak-hak orang lain.

3) Kebutuhan aktualisasi diri yang tidak tercapai sehingga


menimbulkan ketegangan dan membuat individu cepat tersinggung.

Respon marah dapat diungkapkan dengan cara:

a. Mengungkapkan secara verbal atau langsung pada saat itu


sehingga dapat melegakan individu dan membantu orang lain
untuk mengerti perasaannya.

b. Menekan kemarahan atau pura-pura tidak marah. Hal ini


mempersulit diri dan mengganggu hubungan interpersonal.
12

c. Menentang atau melarikan diri. Cara ini akan menimbulkan rasa


bermusuhan dan bila dipakai terus menerus kemarahan dapat
diekspresikan pada diri sendiri atau orang lain sehingga akn
tampak sebagai psikomatis atau agresi/amuk.

Fungsi positif marah terdiri dari :

1) Energizing Function

Rasa marah akan menambah energi atau tenaga seseorang


karena emosi akan meningkatkan adrenalin dalam tubuh yang
mengakibatkan peningkatan metabolisme tubuh sehingga
terbentuk energi tambahan.

2) Expressive Function

Individu dengan mengekspresikan kemarahan dapat


memperlihatkan atau mengkomunikasikan pada orang lain
keinginan dan harapannya secara terbuka tanpa melalui kata-
kata. Ekspresi yang terbuka menandakan hubungan yang sehat.

3) Self Promotional Function

Marah dapat digunakan memproyeksikan konsep diri yang


positif atau meningkatkan harga diri.

4) Defensive Function

Kemarahan dapat meningkatkan pertahanan ego dalam


menanggapi kecemasan yang meningkat dalam konflik
eksternal.

5) Potienting Function

Kemampuan koping terhadap rasa marah akan meningkatkan


kemampuan mengontrol situasi, persaingan tidak sehat. 11

6) Discriminating Function
13

Dengan mengekspresian rasa marah individu dapat


membedakan keadaan alam perasaannya sedih, jengkel, marah,
ngamuk.

2.2.4 Faktor Presipitasi Prilaku Kekerasan


1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian misal dan sebagainya.
2) Ekspresi dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah dalam
cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan masalah.
4) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan keluarga.

2.2.5 Manifestasi Klinis Prilaku Kekerasan


1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot atau pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Wajah memerah dan tegang
6) Postur tubuh kaku
7) Pandangan tajam
8) Jalan mondar mandir
14

Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya :

1) Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam


2) Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna
3) Klien mengungkapkan perasaan jengkel
4) Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-
debar, rasa tercekik dan bingung
5) Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan
6) Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

2.2.6 Mekanisme Koping


1) Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat unutk suatu dorongan yang megalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang
marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas
remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah
untuk mengurangi ketegangan akibat rasa amarah.
2) Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
3) Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk
kedalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
15

4) Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakan sebagai rintangan misalnya sesorangan yang tertarik
pada teman suaminya,akan memperlakukan orang tersebut dengan
kuat.
5) Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu ,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-
perangan dengan temanya.

2.2.7 Penatalaksanaan umum Perilaku Kekerasan


1. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan
mempunyai dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang
berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat
bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya
trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan
transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi
meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang,anti
cemas,dan anti agitasi.
2. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk
melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan
berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan
pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran, main
catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka
16

melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang


pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ni
merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas
terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan
program kegiatannya.
3. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien.
Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas
kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan
tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan
sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai
kemampuan mengtasi masalah akan dapat mencegah perilaku
maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptif
(pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptif ke
perilakuadaptif (pencegahan tersier) sehinnga derajat kesehatan
pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal.
4. Terapi somatik
Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic
terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif
dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik
pasien,terapi adalah perilaku pasien
5. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah
bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall
dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang menangani
skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
6. Tindakan keperawatan untuk pasien
17

a) Pasien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan.


b) Pasien dapat mengidentifikasikan tanda – tanda perilaku
kekerasan.
c) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.
d) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya.
e) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya.
f) Pengkajian perilaku kekerasan di UPIP
Di UPIP pasien perilaku kekerasan yang biasanya datang dalam kondisi yang
sangat agitatif sehingga fokus penanganan adalah melindung pasien, orang lain,
dan lingkungan dari kemungkinan cedera atau kerusakan yang diakibatkan
perilaku pasien yang tidak terkontrol.

Pengkajian pada pasien perilaku kekerasan menggunakan  rentang skore 1 – 30


skala Respon Umum berdasarkan skala RUFA yaitu :

Skala RUFA Perilaku Kekerasan 

Domain Rufa 1-10 Rufa 11-20 Rufa 21-30

Pikiran Orang lain jahat, Orang lain jahat, Orang lain jahat,
mengancam, mengancam, mengancam,
melecehkan melecehkan melecehkan

Perasaan Labil, mudah Labil, mudah Labil, mudah


tersinggung,  tersinggung, ekspressi tersinggung, ekspressi
ekspressi tegang, tegang,dendam tegang, merasa tidak
marah- marah, merasa tidak aman aman
dendam, merasa
tidak aman.

  Melukai diri sendiri,  Menentang,  Menentang Intonasi


18

orang lain,merusak mengancam, mata sedang, menghina


lingkungan,  melotot orang lain,      berdebat
mengamuk, Pandangan tajam,
Bicara kasar, Intonasi
menentang, tekanan darah menurun
sedang, menghina
mengancam, mata orang lain,    
meloto menuntut, berdebat
Bicara kasar, Pandangan tajam,
intonasi tinggi, tekanan darah
menghina orang meningkat
lain,     menuntut,
 
berdebat

Muka merah,
Pandangan tajam,
napas pendek, 
keringat (+), tekanan
darah meningkat

Hasil dari pengkajian akan menentukan tindakan keperawatan yang akan


diberikan terhadap klien. Tindakan keperawatan  dibagi dalam  3 kategori
yaitu :

  RUFA 01 – 10  masuk dalam tindakan intensif 1

  RUFA 11 – 20  masuk dalam tindakan intensif 2

  RUFA 21 – 30  masuk dalam tindakan intensif 3

2.2.8 KEMUNGKINAN DATA FOKUS PENGKAJIAN


Fokus pengkajian untuk perilaku kekerasan adalah
1. Faktor predisposisi
19

Pelaku Korban Saksi

Aniaya fisik ______ th _____th _____th

Aniaya seksual ______ th _____th _____th

Penolakan ______ th _____th _____th

Kekerasan dalam keluarga ______ th _____th _____th

Tindakan criminal ______ th _____th _____th

2. Status mental
a. Aktivitas motoric

[ ] Lesu [ ] Tegang [ ] Gelisah [ ] Agitasi

[ ] Tik [ ] Grimasen [ ] Tremor [ ] Kompulsif

b. Interaksi selama wawancara

[ ] Bermusuhan [ ] tidak kooperatif [ ] mudah tersinggung

[ ] kontak mata kurang [ ] defensive [ ] curiga

2.2.9 MASALAH KEPERAWATAN


1. Perilaku kekerasan
2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. Harga diri rendah kronis
5. Isolasi sosial
6. Berduka disfungsional
7. Inefektif proses terapi
8. Koping keluarga inefektif
20

2.2.10 ANALISA DATA

Data Masalah

Data subyektif : Perilaku Kekerasan


- Klien mengatakan ada yang
mengejek
- Klien mengatakan mengancam
orang yang telah mengejek
dirinya.
- Klien berbicara keras dan kasar

Data obyektif :

- Agitasi
- Meninju
- Membanting
- Melempar
- Menjauh dari orang lain

2.2.11 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perilaku kekerasan
21

2.2.12 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No Dx Rencana Tindakan
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1 Perilaku Pasien mampu SP 1 :


kekerasan mengendalikan - Identifikasi dan - Agar klien
perilaku kekerasan. diskusikan mengetahui apa
dengan klien penyebab dari
Kriteria evaluasi : penyebab, tanda perilaku, tanda dan
Setelah …. x dan gejala serta gejala serta akibat
pertemuan pasien akibat dari PK dari perilaku
mampu : kekerasan yang
- Mengidentifikasi selama ini
penyebab dan dilakukan dan
- Latih cara fisik
tanda perilaku terjadi klien.
I : tarik nafas
kekerasan. - Teknik tarik nafas
dalam
- Menyebutkan dalam akan
jenis perilaku menghasilkan
kekerasan yang hormone
pernah dilakukan. endorphin, dimana
- Menyebutkan hormone tersebut
akibat dari - Masukan dalam akan membuat
perilaku kekerasan jadwal harian seseorang lebih
yang dilakukan. klien. rileks dan lebih
- Menyebutkan cara tenang.
mengontrol - Agar menjadi
perilaku kekerasan kegiatan rutin yang
secara : bisa dilakukan
 Fisik klien jika gejala
tindak perilaku
22

 Sosial/verbal kekerasan mulai


 Spiritual muncul kembali.

 Patuh obat SP 2

- Evaluasi - Untuk mengetahui


kegiatan yang apakah intervensi
lalu ( SP 1) sebelumnya sudah
dilakukan atau
belum.
- Latih cara fisik
- Agar klien dapat
2 : pukul
melampiaskan
bantal/kasur
amarahnya pada
benda yang tidak
akan

- Masukan dalam menimbulkan

jadwal harian cedera pada klien.

pasien. - Agar menjadi


kegiatan rutin
yang bisa
dilakukan klien
jika gejala tindak
perilaku kekerasan
mulai muncul
kembali.

SP 3

- Evaluasi - Untuk mengetahui


kegiatan yang apakah intervensi
lalu ( SP 1,2) sebelumnya sudah
dilakukan atau
belum.
- Latih secara
23

sosial/verbal : - Agar klien dapat


menolak dengan bersosialisasi
baik, meminta dengan baik
dengan baik, dengan orang lain.
mengungkapka
n dengan baik.
- Masukan dalam - Agar menjadi
jadwal harian kegiatan rutin yang
pasien. bisa dilakukan
klien jika gejala
tindak perilaku
kekerasan mulai
muncul kembali.

SP 4

- Evaluasi - Untuk mengetahui


kegiatan yang apakah intervensi
lalu ( SP 1,2,3) sebelumnya sudah
dilakukan atau
belum.
- Latih cara
- Melatih klien
spiritual :
beribadah dapat
berdoa, sholat
membuat klien
lebih tenang, dan
dapat
mencurahkan

- Masukkan segala keluh kesah

dalam jadwal pada Tuhan Yang

harian pasien Maha Esa


- Agar menjadi
kegiatan rutin
24

yang bisa
dilakukan klien
jika gejala tindak
perilaku kekerasan
mulai muncul
kembali.

SP 5

- Evaluasi - Untuk mengetahui


kegiatan yang apakah intervensi
lalu ( SP 1,2,3 sebelumnya sudah
& 4) dilakukan atau
belum.
- Untuk
- Latih patuh obat
mensukseskan
:
program
 Minum obat
pengobatan klien.
secara
teratur
dengan
prinsip 5 B
 Susun - Agar menjadi
jadwal kegiatan rutin
minum obat yang bisa
secara dilakukan klien
teratur jika gejala tindak
- Masukan dalam perilaku kekerasan
jadwal harian mulai muncul
pasien. kembali.

2.3 Konsep Dasar Halusinasi


25

2.3.1 Pengertian Halusinasi


Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi
seluruh panca indra. Halusinasi merupakan suatu gelaja gangguan jiwa
yang seseorang mengalami perubahan sensori persepsi, serta merupakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan dan penciuman.
Seseorang merasakan stimulus yeng sebetulnya tidak ada.
Halusinasi dalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang lagi
berbicar. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana
pasien mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi
PALSU berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan
penghindu. Gangguan persepsi merupakan ketidakmampuan manusia
dalam membedakan antara rangsangan yang timbul dari sumber internal
(pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal.

2.3.2 Jenis-Jenis Halusinasi

1) Halusinasi non patologis

Halusinasi yang terjadi pada seseorang yang bukan penderita


gangguan jiwa, hanya pada seseorang yang mengalami stres yang
berlebih atau kelelahan.

2) Halusinasi patologis

a) Halusinasi pendengaran

Klien mendengar suara dan bunyi tidak berhubungan dengan


stimulasi nyata dan orang lain tidak mendengarnya.

b) Halusinasi penglihatan
26

Klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa stimulus


yang nyata dan orang lain tidak melihat.

c) Halusinasi penciuman

Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa


stimulus yang nyata dan orang lain tidak mencium.

d) Halusinasi pengecapan

Klien merasakan makan sesuatau yang tidak nyata dan


merasa makan tidak enak

e) Halusinasi perabaan

Klien merasakan sesuatu pada kulit tanpa stimulus yang nyata.

2.3.3 Fase Halusinasi

1. Fase comforting

Fase dimana memberikan rasa nyaman atau menyenangkan, tingkat


ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan suatu
kesenangan Karakteristik: mengalami ansietas kesepian,
rasa bersalah dan ketakutan, fokus pada pikiran yang
dapat mengatasi ansietas, pikiran dan pengalaman sensori masalah
ada dalam control kesadaran non psikotik. Perilaku yang mucul
tertawa / senyum yang tidak sesuai, gerakan bibir tanpa suara,
respon verbal lambat.

2. Fase condemning
Klien merasa halusinasi menjadi menjijikan, tingkat kecemasan
berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati.
Karakteristik mulai merasa kehilangan control menarik diri dari
orang lain. Prilaku ansietas terjadi peningkatan tanda – tanda vital,
kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realita.
27

3. Fase controlling

Tingkat kecemasan klien menjadi berat, halusinasi tidak dapat


ditolak lagi. Karakteristik klien menyerah dan menerima
pengalaman sendiri, kesepian bila pengalaman sensori berakhir
psycotik. Perilaku: perintah halusinasi ditaati sulit berhubungan
dengan orang lain.

4. Fase conquering
Klien mengalami kepanikan, ketakutan, klien sudah di kuasai oleh
halusinasi. Karakteristik pengalaman sensori menakutkan
berlangsung lama dan intensitas lebih sering muncul. Perilaku
pasein panik, mencederai diri, orang lain dan lingkungan, amuk,
tidak mampu berespon terhadap petunjuk komplek, tidak mampu
berespon terhadap lebih dari satu orang.
28

2.3.4 Rentang Respon Halusinasi

Respon AdaftifRespon Maladaftif

Pikiran logis Gangguan pikiran


Pikiran kadang
Persepsi akurat Halusinasi
menyimpang
Emosi konsisten Ilusi
Sulit merespon
dengan Reaksi emosi emosi
pengalaman tidak stabil Perilaku
Perilaku sesuai
Perilaku aneh / disorganisasi
Berhubungan tidak biasa Isolasi sosial
sosial Menarik diri

2.3.5 Faktor Predisposisi Halusinasi


1. Faktor perkembangan
Perkembangan klien terganggu, misalnya kurangnya mengontrol
emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mendiri sejak kecil, mudah frustasi dan hilang percaya diri.

2. Faktor sosiokultural

Stess lingkungan dapat menyebabkan terjadinya respon maladaptif,


misalnya bermusuhan, kehilangan harga diri, kerusakan dalam
berhubungan interpersonal, tekanan dalam pekerjaan dan kemiskinan.

3. Faktor biokimia

Adanya stress yang berlebihan menyebabkan ketidakseimbangan


29

acetylcolin dan dopamin yang dapat menyebabkan cemas berlebih.

4. Faktor psikologis

Tipe kepribadian yang lemah dan tidak betanggung jawab akan mudah
terjerumus pada penyalahan gunaan zat adiktif. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.

5. Faktor genetik dan pola asuh


Faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini, anak sehat yang diasuh orang tua penderita skizofrenia
maka anak itu akan menderita skizofrenia

2.3.6 Faktor Presipitasi Halusinasi

1. Biologis

Abnormalitas otak menyebabkan respon neurologi ataupun stimulus


menjadi maladaptif sehingga tidak mampu di interpretasikan.

2. Stres lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis


berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.

3. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menangapi


stress.

2.3.7 Manifestasi Klinis Halusinasi

1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai

2. Sulit berkonsentrasi pada tugas

3. Mendengar suara atau bunyi, biasanya suara orang

4. Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, penglihatan


dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau menakutkan
30

5. Gerakan mata cepat

6. Respon verbal lambat atau diam

7. Terlihat bicara sendiri

8. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba – tiba berlari ke ruangan lain

2.3.8 Psikodinamika Halusinasi


Proses terjadinya halusinasi diawali dengan seseorang yang menderita
halusinasi akan menganggap sumber dari halusinasinya berasal dari
lingkungannya atau stimulus eksternal. Padahal sumber itu berasal dari
stimulus internal yang berasal pada dirinya tanpa ada stimulus dari luar.
Stimulus internal itu merupakan suatu bentuk perlindungan diri dari
psikologi yang mengalami trauma sehubungan dengan penolakan, stress,
kehilangan, kesepian, serta tuntutan ekonomi yang dapat meningkatkan
kecemasan. Pada fase awal masalah itu menimbul peningkatan kecemasan
yang terus menerus dan system pendukung yang kurang akan membuat
persepsi untuk membeda – bedakan apa yang dipikirkan dengan perasaan
sendiri menurun, klien sulit tidur sehingga terbiasa mengkhayal dan klien
terbiasa menganggap lamunan itu sebagai pemecah masalah.
Meningkat pada fase comforting, klien mengalami emosi yang
berkelanjutan seperti adanya cemas, kesepian, perasaan berdosa dan
sensorinya dapat diatur, pada fase ini klien cenderung merasa nyaman
dengan halusinasinya.Halusinasi menjadi sering datang, klien tidak
mampu lagi mengontrolnya dan berupaya menjaga jarak dengan objek lain
yang dipersepsikan. Pada fase condemning, klien mulai menarik diri dari
orang lain. Pada fase controlling dimulai klien mencoba melawan suara –
suara atau bunyi yang datang dan klien dapat merasa kesepian jika
halusinasinya berhenti, maka dari sinilah dimulai fase gangguan
psycotik.Pada fase conquering panic level of anxiety, klien lama –
kelamaan pengalaman sensorinya terganggu, klien merasa terancam
31

dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintah yang dari


halusinasinya
2.3.9 Mekanisme Koping Halusinasi

Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari


pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologist.
Pada halusinasi ada 3 mekanisme koping:

1) With drawal : menarik diri dan klien sudah asik dengan pengalaman
internalnya

2) Proyeksi : mengambarkan dan menjelaskan persepsi yang


membingungkan

3) Regresi : berhubungan dengan masalah proses informasi dan


upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energy
untuk aktivitas sehari – hari.

2.3.10 Penatalaksanaan Halusinasi


Obat–obat antipsikotik konvensional (seperti klorpromazin,
flufenazin, haloperidol, loksapin, perfenazin, trifluoperazin dan tioridazim)
terbukti mampu mengurangi gejala skizofrenia dan secara signifikan
menurunkan risiko simtomatik dan dirawat inap ulang. Namun efek
samping neurologis yang serius menyebabkan obat ini sulit ditoleransi
oleh banyak pasien dengan skizofrenia. Berikut adalah golongan obat
berdasarkan fungsinya:
1. Anti psikotik (clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP)

Bekerja menahan kerja reseptor dopamine dan otak sebagai penenang,


menurunkan aktivitas motorik, mengurangi insomnia, sangat efektif
untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi dan gangguan proses
berpikir.
Efek samping :
a) Gejala ekstrapiraidal, kekakuan atau spasme otot, berjalan
32

menyeret kaki, postur condong kedepan, banyak keluar air liur,


wajah seperti topeng, disfagia, akatisia (kegelisahan motorik),
sakit kepala, kejang
b) Takikardi, aritmia, hipertensi, hipotensi,
pandangankabur, glaucoma
c) Gastrointestinal : mulut kering, anoreksia, mual, muntah,
konstipasi, diare, berat badan berkurang Sering berkemih, retensi
urine, impotensi, amenoreanAnemia, leukopenia, dermatitis
Kontraindikasi : gangguan kejang, glaukoma, klien lansia,
hamil dan menyusui.
2. Anti ansietas (atarax, diazepam (chlordiazepoxide)
Mekanisme kerja : meredamkan ansietas atau ketengangan yang
berhubungan dengan stimulus tertentu
Efek samping
a) Pelambatan mental, mengantuk, vertigo, binggung, tremor, letih,
depresi, sakit kepala, ansietas, insomnia, kejang, delirium, kaki
lemas, ataksia, bicara tidak jelas.
b) Hipotensi, takikardi, perbuahan EKG, pandangan kabur.
c) Anoreksia, mual mulut kering, muntah,
diare,konstipasi, kemerahan dermatitis, gatal – gatal.
Kontaindikasi : penyakit hati, klien lansia, penyakit ginjal,
glaucoma, kehamilan, menyusui, penyakit pernafasan

3. Anti depresan ( asendin, anafranil, norpramin, sinequan, tofranil,


pamelor, vivactil, surmontil).
Mekanisme kerja : mengurangi gejala depresi, sebagai penenang Efek
samping :
a) Tremor, gerakan tersentak – sentak, ataksia, kejang, pusing,
ansietas, lemas, insomnia.
b) Takikardi, aritmia, palpitasi, hipotensi, hipertensi.
c) Pandangan kabur, mulut kering, nyeri epigastrik, mual, muntah,
diare, ikterus.
33

4. Anti manik (lithobid, klonopin lamictal)

Mekanisme kerja : menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi


sensifitas reseptor dopamine.
Efek samping : sakit kepala, tremor, gelisah, kehilangan memori,
suara tidak jelas, otot lemas hilang koordinasi, letargi, stupor.
Kontaindikasi : hipersensitif, penyakit kardiovaskular, gangguan
kejang, dehidrasi, penyakit ginjal, hamil atau menyusui.
5. Anti Parkinson (levodova, tryhexipenidil (THP)
Mekanisme kerja : meningkatkan reseptor dopamine, untuk mengatasi
gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik,
menurunkan ansietas, iritabilitas
Efeksamping : sakit kepala, mual, muntah dan
hipotensi

2.3.11 KEMUNGKINAN DATA FOKUS PENGKAJIAN


Fokus pengkajian klien dengan kasus halusinasi berada pada status
mental yaitu :
Persepsi

[ ] Pendengaran [ ] Penglihatan [ ] Perabaan

[ ] Pengecapan [ ] Penghidu

2.3.12 MASALAH KEPERAWATAN


1. Gangguan sensori persepsi : halusinasi.
2. Risiko bunuh diri
3. Isolasi sosial

2.3.13 ANALISA DATA


34

Data Masalah

Data subyektif : Gangguan sensori persepsi :


- Klien mengatakan mendengar Halusinasi
suara bisikan seseorang.
- Klien mengatakan senang dengan
suara-suara tersebut.

Data obyektif :

- Klien tertawa sendiri.


- Klien berbicara sendiri

2.3.14 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perilaku kekerasan
2. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi penglihatan dan pendengaran
35

2.3.15 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No Dx Rencana Tindakan
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1 Gangguan Pasien mampu SP 1


persepsi sensori mengontrol - Bantu pasien - Untuk
: Halusinasi halusinasinya. mengenali mengidentifikasi
halusinasi : isi, halusinasi pasien.
Kriteria evaluasi : waktu terjadinya,
Setelah ….x frekuensi, situasi
pertemuan, pasien pencetus, - Untuk mengontrol
mampu : perasaan saat halusinasi yang

- Mengenali terjadi halusinasi. dialami pasien.

halusinasi yang - Latih mengontrol - Agar menjadi

dialaminya. halusinasi dengan rutinitas wajib

- Mengontrol cara menghardik. yang perlu

halusinasinya - Masukkan dalam dilakukan pasien

dengan cara kegiatan harian

menghardik, pasien.

Pasien mampu SP 2
mengontrol - Evaluasi kegiatan - Untuk mengetahui
halusinasinya. yang lalu (SP 1) bagaimana
perkembangan
Kriteria evaluasi : kegiatan
Setelah ….x sebelumnya
- Latih
pertemuan, - untuk mengontrol
berbicara/bercakap
pasien mampu : halusinasi yang
dengan orang lain
36

- Mengontrol saat halusinasi dialami pasien


halusinasinya muncul. - Untuk mengetahui
dengan, - Masukkan dalam koping pasien
bercakap- jadwal kegiatan
cakap. harian pasien.

Pasien mampu SP 3
mengontrol - Evaluasi kegiatan - Untuk mengetahui
halusinasinya. yang lalu (SP 1 & bagaimana respon
2) dan perkembangan
Kriteria evaluasi : atas kegiatan yang
Setelah ….x telah dilakukan
pertemuan, - Latih kegiatan agar sebelumnya
pasien mampu : halusinasi tidak - agar pasien tidak

- Mengontrol muncul berfokus pada

halusinasinya Tahapannya : halusinasinya.

dengan cara  Jelaskan

melakukan pentingnya

kegiatan. aktivitas yang


teratur untuk
mengatasi
halusinasi
 Diskusikan
kegiatan yang
biasa dilakukan.
 Latih pasien
dalam
melakukan
aktivitas.
37

 Susun jadwal - Agar menjadi


kegiatan sehari- rutinitas wajib
hari sesuai yang perlu
dengan dilakukan pasien
aktivitas yang
telah dilatih
(dari bangun
pagi-tidur
malam).
- Pantau pelaksanaan
kegiatan tersebut,
berikan penguatan
pada pasien.

Pasien mampu SP 4 :
mengontrol - Evaluasi kegiatan - Untuk mengetahui
halusinasinya. lalu (SP 1,2,3) bagaimana respon
dan pengembangan
Kriteria evaluasi : atas kegiatan yang
Setelah ….x - Tanyakan program telah dilakukan
pertemuan, pengobatan. - Agar Pasien tahu
pasien mampu : dan kembali

- Mengikuti mengingat program

program pengobatan apa

pengobatan saja yang akan


- Jelaskan pentingya
secara dilakukan
penggunaan obat
optimal
pada gangguan
- Agar Pasien dapat
jiwa.
memahami
38

pentingnya
- Jelaskan akibat bila pengobatan bagi
tidak digunakan dirinya.
sesuai program. - Agar Pasien
mengetahui akibat
dari ketidakaturan
- Jelaskan akibat
dalam pengobatan
putus obat.
- Agar Pasien
mengetahui efek

- Jelaskan cara dari putus obat

mendapatkan - Agar Pasien

obat/berobat. mengetahui dimana


dan bagaimana cara
mendapatkan obat
atau pengobatan

- Jelaskan - Agar Pasien

pengobatan (5B). mengetahui


prosedur

- Latih pasien minum pengobatan

obat. - Agar Pasien dapat


minum obat secara
mandiri dan teratur
- Masukkan dalam - Agar menjadi
jadwal harian rutinitas wajib
pasien. yang perlu
dilakukan dalam
kehidupan sehari-
hari
39

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS
SKIZOFRENIA DI RUANG KESWARA RUMAH SAKIT JIWA CISARUA
40

PROVINSI JAWA BARAT

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

Ruang rawat : Ruang Keswara Rumah Sakit Jiwa Cisarua Provinsi Jawa
barat
Tanggal dirawat : 28 November 2019
I. Identitas Klien
Nama : An. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 16 Tahun
No. RM : 078028
Informan : Pasien dan Rekam Medis

Identitas Penanggung Jawab :


Nama : Tn. R
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur :-
Hubungan dengan pasien : Kaka Klien

II. Alasan Masuk


Berdasarkan data rekam medis klien di bawa ke rumah sakit jiwa karena
kurang lebbingung, gelisah, marah-marah, merusak jendela, tembok, pintu,
keluyuran, bicara dan tertawa sendiri.
Saat melakukan pengkajian pada tanggal 28 november 2019 hari kamis jam
14.30 WIB klien mengatakan dibawa ke RSJ karena marah-marah, merusak
barang-barang dirumah. Klien mengatakan tidak mengetahui akan di bawa ke
rumah sakit jiwa. Pada saat pengkajian klien dalam keadaan kedua tangan dan
kakinya diikat karena sebelumnya klien merobek-robek bajunya sendiri, dan
41

selalu mengedor-ngedor pintu selain itu klien mengatakan melihat seorang


perempuan yang bernama aulia dan sosok kuntilanak. Klien berbicara dengan
nada yang tinggi, berbicara kasar, berbicara sendiri serta teriak-teriak tidak jelas,
seringkali menyebutkan nama binatang. Klien mengatakan “ saya frustasi, saya
mabuk, aaaaarggh saya ngefly”.
Masalah Keperawatan : Prilaku Kekerasan, Gangguan Sensori Persepsi :
Halusinasi Penglihatan Dan Pendengaran

III. Faktor Predisposisi


1. Riwayat gangguan jiwa masa lalu
Klien mengatakan “Pertama kali dibawa kesini (rumah sakit jiwa)”.
2. Riwayat pengobatan sebelumnya
Klien mengatakan “Belum pernah periksa ke dokter”.
3. Trauma
Klien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya fisik, seksual,
penolakan kekerasan dalam keluarga ataupun tindakan kriminal baik
sebagai saksi, pelaku ataupun korban.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
4. Anggota keluarga yang gangguan jiwa?
Klien mmengatakan tidak ada keluarga yang pernah mengalami gangguan
jiwa
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Klien mengatakan bahwa pengalaman yang tidak menyenangkan adalah
saat kedua orang tuanya meninggal dunia.
Masalah Keperawatan : Prilaku Kekerasan

IV. Pemeriksaan Fisik


42

1. Tanda vital : TD 130/80 mmHg N : 102 x/min S : 36,7℃ P : 26 x/min BB


50kg TB 148cm
2. Keluhan fisik : tidak ada keluhan
3. Pemeriksaan fisik Persistem
a. Sistem pernapasan
Bentuk hidung simetris, tidak ada sekret ataupun sumbatan, sinus tidak
nyeri, tidak ada polip, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pernapasan
cuping hidung, bentuk dada simetris, bunyi napas vesikuler tidak ada
suara napas tambahan seperti wheezing maupun ronkhi, irama napas
regular, respirasi 22x/menit, tidak ada nyeri tekan pada dada
b. Sistem kardiovaskuler
Konjungtiva merah muda, tidak ada distensi vena jugularis, bunyi
jantung normal S1 lup & S2 dup CRT < 3 detik, akral terasa hangat,
tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 96x/menit.
c. Sistem pencernaan
Bentuk bibir simetris, mukosa bibir lembab, fungsi pengecapan baik,
tidak ada nyeri menelan, bentuk abdomen simetris, tidak ada asites.
Tidak ada massa ataupun nyeri tekan
Perkusi : Tympani (-)
Auskultasi : Bising usus 11x/menit
d. Sistem Genitourinaria
Warna urine kuning jernih, ginjal tidak teraba, tidak terdapat distensi
kandung kemih, tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih, tidak
terdapat nyeri saat perkusi ginjal, genetalia tidak terkaji, frekuensi BAK
7x sehari
e. Sistem endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid serta kelenjar getah bening,
tidak ada nyeri tekan pada leher.
43

f. Sistem persyarafan
 Test fungsi cerebral Kesadaran
Klien composmentis, GCS 15 (E4V5M6), klien mampu merespon
terhadap rangsangan verbal dan klien dapat berbicara, orientasi
terhadap orang dan tempat baik terbukti klien mengenali anggota
keluarganya, mengetahui bahwa klien sedang di rumah sakit.
Orientasi terhadap waktu juga baik, terbukti klien mengetahui saat
pagi dan sore.
 Test fungsi nervus (cranialis)
Nervus I (Olfaktorius) Klien mampu membedakan bau minyak kayu
putih dan parfum.
Nervus II (Optikus) Klien dapat membaca papan nama perawat
dengan jarak ± 30 cm, pergerakan bola mata bebas, konjungtiva
merah muda, sklera putih, kedua mata simetris, respon pupil baik
terhadap cahaya, dilatasi saat pencahayaan kuurang dan kontriksi saat
diberikan cahaya.
Nervus III (Okulomotorius) Reflek pupil mengecil saat diberi
rangsang cahaya, dapat berkedip dengan spontan.
Nervus IV (Troklearis) Klien dapat menggerakkan bola mata keatas
dan kebawah dengan mengikuti obsent, klien dapat menggerakkan
mata ke segala arah.
Nervus V (Trigeminus) Klien dapat menggerakan rahangnya
Nervus VI (Abdusen) Klien dapat menggerakan mata secara lateral
ke kiri dan ke kanan dengan mengikuti objek.
Nervus VII (Fasialis)
Klien dapat mengangkat alis secara bersamaan, menggerakan dahi,
menutup kedua mata dengan rapat.
Nervus VIII (Vestibulokoklearis)
Klien dapat mendengar bisikan dari perawat
44

Nervus IX (Glosofaringeus)
Klien bisa membuka mulut
Nervus X (Vagus)
Reflek menelan baik, dan tidak ada nyeri ketika menelan.
Nervus XI (Aksesorius)
Klien dapat menggerakkan kedua bahu kesemua arah tanpa rasa
nyeri.
Nervus XII (Hipoglosus)
Klien bisa menjulurkan lidah keluar
g. Sistem integument
Kulit kepala bersih, rambut bersih, warna rambut hitam, warna kulit
sawo matang, turgor kulit baik dan kembali dalam 2-3 detik ketika
dicubit.
h. Sistem musculoskeletal
Ekstremitas atas
Bentuk simetris, ROM tangan dapat bergerak abduksi, fleksi, ekstensi,
dan rotasi. Tidak terdapat nyeri tekan pada persendian dan tulang, tidak
ada udema, reflek bisep +/+, reflek trisep +/+, reflek radius +/+.
Ekstremitas bawah
Bentuk kaki simetris, reflek patella +/+, reflek babinski+/+,reflek
archilles +/+,gerakan aktif dan dapat melawan tahanan penuh 5|5.
i. Sistem penglihatan
Bentuk mata simetris, konjungtiva merah muda, sklera berwarna putih,
reflek pupil terhadap cahaya (+) yaitu mengecil saat terkena
cahaya, bola mata dapat bergerak mengikuti jari pemeriksa, klien dapat
membaca papan nama perawat pada jarak ± 30 cm, dan tidak
menggunakan kacamata.
j. Wicara dan THT
45

Klien dapat berbicara dengan jelas, tidak terdapat gangguan saat


berbicara, dan klien dapat menjawab pertanyaan perawat dengan baik.
Bentuk telinga simetris, pendengaran baik, telinga tampak sedikit kotor.

V. Psikososial
1. Genogram

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan : Hubungan Keluarga
K : Klien : Tinggal satu rumah
/ : Sudah Meninggal

Klien mengatakan tinggal satu rumah dengan neneknya dan kedua


adiknya, ibu klien sudah meninggal sejak tahun 2011 yang lalu dan
ayah klien meninggal pada tahun 2019, klien mengatakan sejak kecil
sudah di asuh oleh neneknya dengan kasih sayang, dan pengambil
keputusan di keluarganya adalah neneknya.

2. Konsep diri
a. Gambaran diri :
Klien mengatakan “saya suka semua yang ada di badan saya”.
b. Identitas diri
46

Klien mengatakan bahwa dirinya seorang laki-laki dan klien menyukai


dirinya sebagai laki-laki.

c. Peran
Klien mengatakan peran klien dirumah adalah seorang cucu dan kaka
bagi kedua adiknya
d. Ideal diri
Klien ingin segera pulang dan ingin cepat sembuh dan bercita-cita
menjadi pemain bola
e. Harga diri
Klien mengatakan bahwa dirinya berharga untuk keluarganya
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti :
Klien mengatakan bahwa neneknya adalah orang yang berarti bagi klien.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat :
Klien mengatakan jika dirumah sering bermain dengan teman-temannya,
saat di rumah sakit klien mengatakan “tidak kenal tahu nama pasien lain
tapi sesekali ngobrol”
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien mengatakan “karena saya di kurung jadi jarang ketemu”
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
4. Spiritual
Klien beragama islam dan meyakini bahwa Allah SWT adalah tuhannya,
akan tetapi klien tampak jarang melaksanakan sholat 5 waktu, klien tampak
sering melatunkan adzan dan bersholawat.
47

VI. Status Mental


1. Penampilan
Klien memakai baju dengan sesuai dan rapi, kuku klien pendek tidak kotor,
kulit dan wajah klien tampak bersih kepala botak.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
2. Pembicaraan
Klien menjawab sesuai dengan pertanyaan perawat, klien berbicara dengan
nada suara tinggi
Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan
3. Aktivitas motorik
Klien dalam kondisi kedua tangan dan kaki terfiksasi
Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan
4. Alam perasaan
Klien mengatakan kesal dan frustasi
Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan
5. Afek
Afeks labil terbukti dengan klien terkadang berteriak,tertawa, kesal.
Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan
6. Interaksi selama wawancara
Pada saat klien di wawancara klien harus selalu di fokuskan terlebih dahulu,
kontak mata tidak fokus, klien tidak kooperatif.
Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan
7. Persepsi
48

Klien mengatakan mendengar dan melihat seorang perempuan yang bernama


aulia dan sosok kuntilanak, klien tampak berbicara sendiri seperti sedang
berbicara dengan temannya.
Masalah Keperawatan : Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
Penglihatan Dan Pendengaran

8. Proses berfikir
Ketika pengkajian pembicaraan klien langsung sampai pada tujuannya, tetapi
terkadang klien selalu berbicara aneh di tengah-tengah obrolan, yaitu ”saya
mabuk, saya frustasi”.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
9. Isi pikir
Tidak
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
10. Tingkat kesadaran
Klien tampak bingung saat pengkajian klien mampu mengakatan waktu
“sekarang siang”. Klien mengatan bahwa dirinya berada di rumah sakit
jiwa, dan klien mengenal kakanya “kaka saya namanya rahmat”. Klien
tampak seperti orang yang sedang mabuk terlihat bingung
Masalah Keperawatan : Prilaku Kekerasan
11. Memori
a. Gangguan daya ingat jangka panjang : Klien dapat mengingat tahun klien
lahir ”kelahiran tahun 2003”
b. Gangguan daya ingat jangka pendek : Klien dapat mengingat 4 hari yang
lalu sudah dijenguk kakanya ”sudah dijenguk kaka 4 hari yang lalu
c. Gangguan daya ingat jangka saat ini: Klien dapat mengingat kegiatan
pagi ”mandi, makan”
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
49

Saat pengkajian konsentrasi klien mudah beralih, klien mampu menjawab


soal-soal matematika yang diberikan, 3000-2000 klien bias menjawab
dengan benar yaitu 1000.
Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan, Gangguan presepsi
sensori : Halusinasi pendengaran dan penglihatan

13. Kemampuan penilaian


Ketika di beri pilihan mandi terlebih dahulu atau makan terlebih dahulu klien
mengatakan mandi terlebih dahulu.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
14. Daya tilik diri
Klien mengatakan ”Saya sedang sakit jiwa”.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

VII. Kebutuhan Persiapan Pulang


1. Makan : Klien dapat makan sendiri
2. BAB/BAK : klien dapat BAB/BAK sendiri
3. Mandi : klien mampu mandi sendiri
4. Berpakaian / berhias : Klien mampu memakai pakaian sendiri dan berhias
sendiri
5. Istirahat dan tidur
Tidur siang : klien selalu tidur siang
Tidur malam : klien mengatakan tidur malamnya selalu nyenyak
6. Penggunaan obat
Nama Dosis Waktu Cara Indikasi
pemberian pemberian
Zyprexa 5gr 1x1 Inj (IM) Meredakan skizofrenia
dan gangguan bipolar,
50

mampu mengurangi
halusinasi dan
kegelisahan, membuat
pikiran lebih tenang,
berfikir positif dan
membuat pasien merasa
lebih berani untuk ikut
serta dalam atifitas
sosial.
Diazepam 5mg 2x1 Oral Mengatasi kejang
gangguan kecemasan,
untuk mengatasi zat
akibat alcohol, otot yang
tegang.
Risperidone 2 mg 2x1 Oral Mengatasi gangguan
mental/mood tertentu,
seperti schizophrenia,
gangguan bipolar dan
membantu untuk berfikir
lebih jernih dan
beraktivitas normal
dalam kehidupan sehari-
hari.

Trihexyphenidy 2mg 2x1 Oral Mengobati gejala


l penyakit Parkinson atau
gerakan lainnya yang
tidak bisa dikendalikan,
yang disebabkan oleh
51

efek samping dari obat


psikiatri tertentu

VIII. Mekanisme Koping


Klien mengatakan jika memiliki masalah klien sering bercerita kepada
neneknya
Masalah Keperawatan : Koping efektif

IX. Masalah Psikososial Dan Lingkungan


Klien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga maupun tetangga-
tetangganya, klien memiliki pendidikan yang selesai sampai akhir SMP, klien
mengatakan tidak memiliki masalah di lingkungannya, tetapi klien salah
bergaul sehingga akhirnya klien sering meminum minuman beralkohol,
memakai narkoba dan sejak saat itu klien sering ngelantur serta teriak-teriak,
marah-marah hingga merusak barang.
Masalah Keperawatan : Prilaku Kekerasan

X. Pengetahuan Tentang Penyakit


Klien mengetahui tentang penyakitnya
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

XI. Aspek Medik


Diagnosa medik : Psikotik
Terapi Medik :
1. Zyprexa 5gr 1x1Inj (IM)
2. Diazepam 5mg 2x1 Oral
3. Risperidon 2 mg 2x1 Oral
52

4. Trihexyphenidyl 2mg 2x1 Oral

XII. Daftar Masalah Keperawatan


1. Prilaku Kekerasan
2. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Penglihatan dan Pendengaran

ANALISA DATA

Data Masalah
Subjektif
“Saya frustasi” Prilaku Kekerasan
“Saya marah, saya mabuk”
“Aarghhh saya ngefly”
“Saya di borgol gara-gara merobek baju, gedor-gedor
pintu”
Objektif
- Klien berbicara dengan nada suara yang tinggi
- Klien mengeluarkan kata-kata kasar dan seringkali
menyebutkan nama binatang
- Klien bersikap seperti orang yang sedang mabuk
- Klien berbicara sendiri serta teriak-teriak tidak jelas
- Klien dalam keadaan tangan dan kaki terfiksasi
Subjektif
”Disini ada aulia pacar saya” Halusinasi Penglihatan dan
”Saya melihat kuntilanak” Pendengaran
”Saya mendengar bisikan”
Objektif
- Klien tampak memanggil-manggil nama aulia
- Klien tampak tertawa dan bebicara sendiri
53

Daftar Diagnosis Keperawatan


1. Prilaku kekerasan
2. Gangguan Sensori Persepri Halusinasi: pendengaran dan penglihatan
54

RENCANA KEPERAWATAN

NAMA KLIEN : An. S RUANGAN : Keswara NO.RM : 078028


Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosis Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Perilaku Pasien mampu: Setelah 1x pertemuan SP.1  Mengetahui penyebab
kekerasan Mengidentifikasi peyebab selama 15 menit pasien  Identifikasi penyebab, tanda dari perilaku, tanda
dan tanda perilaku mampu: dan gejala serta akibat dan gejala serta akibat
kekerasan Menyebutkan perilaku kekerasan dari perilaku
Menyebukan jenis perilaku penyebab, tanda, gejala  Latih cara fisik 1: kekerasan yang
kekerasan yang pernah dan akibat perilaku - Tarik napas dalam selama ini dilakukan
dilakukan kekerasan - Masukan dalam jadwal dan terjadi pasien.
Menyebutkan akibat dari Memperagakan cara harian pasien  Teknik tarik nafas
perilaku kekerasan yang fisik 1 untuk dalam akan
dilakukan mengontrol perilaku menghasilkan

Menyebutkan cara kekerasan hormone endorphin,

mengontrol perilaku dimana hormone

kekerasan tersebut akan

Mengontrol perilaku membuat lebih rileks

kekerasan secara: dan lebih tenang.


 Membiasakan
kegiatan rutin yang
55

- Fisik Social/verbal bisa dilakukan pasien


- Spiritual jika gejala muncul
- Terapi psikofakmaka

Setelah 1x pertemuan SP.2)  Untuk mengetahui


selama 15 menit pasien  Evaluasi kegiatan yang lalu apakah intervensi
mampu: SP.1 sebelumnya sudah
 Menyebutkan  Latih cara fisik 2: dilakukan atau belum.
kegiatan yang sudah  Pukul kasur/bantal
dilakukan  Masukan dalam jadwal  Agar pasien dapat
 Memperagakan cara harian pasien melampiaskan
fisik untuk amarahnya pada benda
mengontrol perilaku yang tidak akan
kekerasan menimbulkan cedera
pada pasien.

 Agar menjadi kegiatan


rutin yang bisa
dilakukan pasien jika
gejala tindak perilaku
kekerasan mulai
muncul kembali.
56

Setelah 1x pertemuan SP.3  Untuk mengetahui


selama 15 menit pasien Evaluasi kegiatan yang lalu (SP apakah intervensi
mampu: 1 dan 2) sebelumnya sudah
 Menyebutkan  Latih secara sosial/verbal dilakukan atau belum.
kegiatan yang sudah  Menolak dengan baik  Agar pasien dapat
dilakukan  Meminta dengan baik bersosialisasi dengan
 Memperagakan cara  Mengungkapkan dengan baik dengan orang
sosial/verbal untuk baik lain.
mengontrol perilaku  Masukan dalam jadwal  Kegiatan rutin
kekerasan harian pasien dilakukan pasien
gejala tindak perilaku
kekerasan mulai
muncul kembali
Setelah 1x pertemuan SP.4  Untuk mengetahui
selama 15 menit pasien Evaluasi kegiatan yang lalu (SP apakah intervensi
mampu: 1, 2 dan 3) sebelumnya sudah
 Menyebutkan  Latih secara spiritual: dilakukan atau belum.
kegiatan yang sudah  Berdoa  Melatih pasien
dilakukan  Shalat beribadah dapat
 Memperagakan cara  Masukan dalam jadwal membuat pasien lebih
spiritual harian pasien tenang, dan dapat
mencurahkan segala
keluh kesah pada
57

Tuhan Yang Maha


Esa
 Agar menjadi
kegiatan rutin yang
bisa dilakukan pasien
jika gejala tindak
perilaku kekerasan
mulai muncul kembali
Setelah 1x pertemuan SP.5  Untuk mengetahui
selama 15 menit pasien Evaluasi kegiatan yang lalu apakah intervensi
mampu: (SP.1, 2 ,3 dan 4) sebelumnya sudah
 Menyebutkan  Latih patuh obat: dilakukan atau belum.
kegiatan yang sudah  Minum obat secara teratur  Untuk mensukseskan
dilakukan dengan prinsip 5 B program pengobatan
 Memperagakan cara  Susun jadwal minum obat pasien.
patuh obat secara teratur  Agar menjadi kegiatan

 Masukan dalam jadwal rutin yang bisa

harian pasien dilakukan pasien jika


gejala tindak perilaku
kekerasan mulai
muncul kembali
Keluarga mampu: Setelah….pertemuan SP.1  Keluarga akan
58

merawat pasien dirumah keluarga mampu: membantu dalam


 Identifikasi masalah
menjelaskan penyebab, penyelesaian
yang dirasakan
tanda/gejala, akibat masalahnya
keluarga dalam merawat
serta mampu  Memberikan
pasien
memperagakan cara pengetahuan dan
 Jelaskan tentang P-K dari:
merawat wawasan mengenai
- Penyebab
kondisi klien saat ini
- Akibat  Membantu dalam
proses penyembuhan
- Cara merawat
dan pemeliharaan
 Latih 2 cara merawat
kondisi klien
 RTL keluarga/jadwal  Membiasakan keluarga
untuk merawat pasien dalam membantu
penyembuhan klien
secara komperhensif
dan berkelanjutan
Setelah….pertemuan SP.2  Mengethaui sejauh
keluarga mampu: mana perkembangan
 Evaluasi kemampuan
kondisinya
 Menyelesaikan keluarga (SP.1)
 Membiasakan dan
kegiatan yang
 Latih keluarga merawat
melatih kemampuan
sudah dilakukan
pasien
keluarga dalam
 Memperagakan
59

cara merawat merawat klien


 RTL keluarga/jadwal
pasien serta  Memberikan acuan dan
keluarga untuk merawat
mampu membuat RTL pembiasaan keluarga
pasien
dalam menyebuhkan
klien
Setelah…….pertemua SP.3  Mengetahui sejauh
n keluarga mampu: mana kemampuan klien
 Evaluasi kemampuan
 Keluraga menjadi salah
 Menyebutkan keluarga (SP.2)
satu kunci keberhasilan
kegiatan yang
 Latih keluarga merawat
penyembuhan klien
sudah dilakukan
pasien
 Memberikan perawatan
 Memperagakan
 RTL keluarga/jadwal dan pemeliharaan
cara merawat
keluarga untuk merawat kesehatan secara
pasien serta
pasien komperhensif
mampu membuat
RTL
Setelah….pertemuan SP.4  Membantu
keluarga mampu: menyesuaikan tindakan
 Evaluasi kemampuan
yang bias dilakukan
 Menyebutkan keluarga
keluarga untuk klien
kegiatan yang
 Evaluasi kemampuan
 Memberikan perawatan
sudah dilakukan
pasien
secara komperhensif
 Melaksanakan
 RTL keluarga dan berkelanjutan
60

 Memantau dan
Follow up rujukan  Follow Up
mengkaji ulang kondisi
 Rujukan
klien
 Memberikan
pengobatan tahap
lanjutan dalam
beraktivitas
Halusinas Pasien mampu: Setelah….,pertemuan SP.1  Mengidentifikasi jenis
i  Mengenali yang pasien dapat  Bantu pasien mengenal halusinasi yang klien
dialaminya menyebutkan: halusinasi alami dan klien
 Mengontrol halusinasinya  Isi, waktu, frekuensi, - Isi rasakan.
 Mengikuti program situasi pencetus, - Waktu terjadinya  Agar mampu
program pengobatan perasaan - Frekuensi mengontrol halusinasi
secara optimal  Mampu - Situasi pencetus yang dialami oleh
memperagakan cara - Perasaan saat terjadi pasien.
dalam mengontrol halusinasi  Supaya klien dapat
halusinasi.  Latih mengontrol halusinasi menjadikan hal tersebut
dengan cara menghardik sebagai kegiatan rutin
yang menjadi kebiasaan
Tahapan tindakannya meliputi:
- Jelaskan cara menghardik
halusinasi
61

- Peragakan cara menghardik


- Minta pasien memperagakan
ulang
- Pantau penerapan cara ini,
beri penguatan perilaku pasien
- Masukan dalam jadwal harian

Setelah….pertemuan SP.2  Mengetagui bagaimana


pasien mampu:  Evaluasi kegiatan yang lalu perkembangan kegiatan
 Menyebutkan (SP1) sebelumnyya
kegiatan yang sudah  Latih berbicara/bercakap  Mengntrol halusinasi
dilakukan dengan orang lain saat yang dialami pasien
 Memperagakan cara halusinansi muncul  Mengetahui bagaimana
bercakap-cakap masukan dalam jadwal koping yang dimiliki
dengan orang lain kegiatan klien

Setelah….pertemuan SP.3  Mengetahui bagaimana


pasien mampu:  Evaluasi kegiatan yang respon dan
 Menyebutkan lalu (SP 1 dan 2) perkembangan terhadap
kegiatan yang sudah  Latih kegiatan agar kegiatan yang telah
dilakukan dan halusinasi tidak muncul dilakukan sebelumnya
 Membuat jadwal  Tahapannya:  Agar klien tidak
kegiatan sehari-hari dan - Jelaskan pentingnya berfokus pada
62

mampu aktivitas yang teratur halusinasi


memperagakannya untuk mengatasi
halusinasi
- Diskusikan aktivitas yang
biasa dilakukan oleh
pasien
- Latih pasien melakukan
aktivitas
- Susun jadwal aktivitas
sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah
dilatih.
- Pantau pelaksanaan
jadwal kegiatan, berikan
penguatan terhadap
perilaku pasien yang
positif

Setelah…..pertemuan SP.4  Melihat mekanisme


pasien mampu:  Evaluasi kegiatan yang lalu koping klien dalam
 Menyebutkan (SP 1, 2 dan 3) menyelesai kan masalah
kegiatan yang sudah  Tanyakan program yang dihadapi
dilakukan pengobatan  Program pengobatan
63

 Jelaskan pentingnya yang terencana dan


pentingnya penggunaan obat tersusun menjadi faktor
 Menyebutkan pada gangguan jiwa utama proses
manfaat dari  Jelaskan akibat bila tidak penyembuhan
program pengobatan digunakan sesuai program  Minum obat teratur
 Jelaskan akibat bila putus sangat penting karena
obat tanpa obat teratur klien

 Jelaskan cara mendapatkan tidak dapat sembuh

obat/berobat secara optimal

 Jelaskan pengobatan (5B)


 Latih pasien minum obat
 Masukan dalam jadwal
harian pasien

Keluarga mampu: Merawat Setelah…..pertemuan, SP.1  mengetahui apa yang


pasien di rumah dan keluarga mampu: klien alami dan
 Identifikasi masalah
menjadi Menjelaskan tentang rasakan
keluarga dalam
sistem pendukung halusinasi  pengetahuan penting
merawat pasien
yang efektif untuk pasien dalam mengetahui dan
 Jelaskan tentang
mencari tahu jenis
halusinasi :
gangguan yang klien
- Pengertian halusinasi
alami
64

 peran keluraga sangat


- Jenis halusinasi yang
penting dalam
dialami pasien
membantu
- Tanda dan gejala
mempertahankan dan
halusinasi
memelihara kondisi
- Cara merawat pasien klien
halusinasi (cara
berkomunikasi,
pemberian obat &
pemberian aktivitas
kepada pasien)
- Sumber-sumber
pelayanan kesehatan
yang bisa dijangkau
- Bermain peran cara
merawat Rencana
tindak lanjut keluarga,
jadwal
- keluarga untuk
merawat pasien
Setelah……pertemuan SP.2 (Tgl…...........................................
keluarga mampu:
 Evaluasi kemampuan
65

 Menyelesaikan keluarga (SP 1)


kegiatan yang
 Latih keluarga merawat
sudah dilakukan
pasien
Memperagakan cara
RTL keluarga / jadwal keluarga
merawat pasien
untuk merawat pasien
Setelah…..pertemuan  Menilai dan memantau
SP.3 (Tgl…...........................................
keluarga mampu: perkembangan kondisi
 Evaluasi kemampuan
klien saat ini
 Menyebutkan keluarga (SP 1 dan 2)
 Keluarga berperan
kegiatan yang
 Latih keluarga merawat
penting dalam
sudah dilakukan
pasien
membantu proses
 Memperagakan
 RTL keluarga/jadwal penyembuhan
cara merawat
keluarga untuk merawat  Rencana tindak lanjut
pasien serta
pasien penting dalam
mampu membuat
memelihara kondisi
RTL
klien agar tidak terjadi
kekambuhan
Setelah……pertemuan  Menilai
SP.4 (Tgl…......................................... rencana
keluarga mampu: tindakan apa yang
 Evaluasi kemampuan
dapat keluarga lakukan
 Menyebutkan keluarga
 Menentukan tindakan
kegiatan yang
 Evaluasi kemampuan
apa yang harus klien
sudah dilakukan
pasien
66

lakukan
 Melaksanakan  RTL Keluarga :
 Rencana tindak lanjut
Follow Up
 Follow Up
dibutuhkan dalam
rujukan
 Rujukan membantu
memulihkan kondisi
klien

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI TINDAKAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP
RUMAH SAKIT JIWA
Nama : An. S Ruangan : Keswara RM No : 078028

Dx Kep. Tindakan Keperawatan Evaluasi (SOAP) TTD


Prilaku SP 1 30 November 2019 (09.00) 30 November 2019 (09.20)
kekerasan  Mengidentifikasi penyebab, tanda dan S :
gejala ,tindakan serta akibat perilaku  ” Saya frutasi ”
kekerasan  ” Saya stress ”
 Melatih cara fisik 1:  ” Caranya tarik nafas dari hidung, keluar dari mulut ”
- Tarik napas dalam  ”Iya teh saya akan mempraktekannya diwaktu akan
- Memasukan dalam jadwal harian pasien tidur dan bangun tidur
O:
 Klien kooperatif dan mau di ajarkan tentang cara fisik
1
67

 Klien tampak dapat memperagakan kembali tarik nafas


dengan bimbingan
A : Masalah teratasi
 Klien mampu mengidentifikasi tentang tanda dan
gejala serta tindakan dan akibatnya
 Klien bisa memperagakan tentang latihan cara fisik 1
P:
Evaluasi pasien :
 Lakuan tarik nafas dalam secara terjadwal
Evaluasi perawat :
 Evaluasi kegiatan yang lalu kepada klien (Tarik Nafas
Dalam)
 Latih kembali SP 1 secara berulang
 Intervensi dilanjutkan pada SP 2 Perilaku Kekerasan
SP 2 05 Desember 2019 (09.30) 05 Desember 2019 (11.00)
 Mengevaluasi kegiatan yang lalu SP.1 S:
 Melatih cara fisik 2:  ”Kemarin sudah latihan nafas dalam”
 Pukul kasur/bantal  ”Oh, begitu teh saya mengerti”
 Memasukan dalam jadwal harian  ”Saya bisa memukul bantal”
pasien  ”Kalau marah harus tarik nafas terus pukul bantal”
 ”Dilakuinnya seudah tarik nafas”
O:
 Klien tampak kooperatif dan mau untuk belajar
68

latihan cara fisik 2


 Klien tampak dapat memperagakan kembali latihan
memukul bantal
 Klien tampak lebih lega
A:
Masalah teratasi

P:
Evaluasi pasien :
 Lakukan latihan cara fisik ke 2 pukul bantal secara
terjadwal
Evaluasi perawat :
 Evaluasi kegiatan yang lalu kepada klien (Tarik Nafas
Dalam & Pukul bantal)
 Latih kembali SP 2 secara berulang
Intervensi dilanjutkan pada SP 3 Perilaku Kekerasan
06 Desember 2019 (16.00)
SP 3 06 Desember 2019 (15.20)
S:
 Mengvaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan
 ”Kemarin udah latihan tarik nafas sama pukul
2)
bantal”
 Melatih secara sosial/verbal  ”Harus meminta dengan baik, menolak dengan baik.
Mengungkap dengan baik”.
 Menolak dengan baik
O:
69

 Klien tampak sudah dapat memperagakan cara


 Meminta dengan baik
meminta dan menolak dengan baik kepada
 Mengungkapkan dengan baik
temannya.
Memasukan dalam jadwal harian pasien
 Klien tampak mempraktekannya dalam kegiatan
selama di ruangan
A:
Masalah Teratasi

P:
Evaluasi pasien :
 Lakukan latihan cara fisik 3
Evaluasi perawat :
 Evaluasi kegiatan yang lalu kepada klien (Tarik Nafas
dalam, pukul bantal, meminta dengan baik, menolak
dengan baik. Mengungkap dengan baik)
 Latih kembali SP 1 dan SP 2 secara berulang
Intervensi dilanjutkan pada SP 4 Perilaku Kekerasan
07 Desember 2019 (16.00)
SP 4 07 Desember 2019 (15.20)
S:
 Mengvaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, 2
 ”Saya sudah mengerti tentang cara fisik ke 3”
dan 3)
 ”Harus meminta dengan baik, menolak dengan baik.
 Melatih secara spiritual: Mengungkap dengan baik”.
 ”Belum bisa cara fisik ke 4”
70

O:
- Berdoa
 Klien tampak sudah dapat memperagakan cara
- Sholat
meminta dan menolak dengan baik kepada
 Memasukan dalam jadwal harian pasien temannya.
 Klien tampak masih kebingungan saat ditanya
tantang cara fisik ke 4”
A : Masalah belum teratasi
Masalah Teratasi

P : Reasisment intervensi ulang

 Mengvaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, 2 dan 3)

 Melatih secara spiritual:

- Berdoa

- Sholat
 Memasukan dalam jadwal harian pasien

10 Desember 2019 (16.00)


SP 4 10 Desember 2019 (15.20)
S:
 Mengvaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, 2
 ”Kemarin udah latihan tarik nafas sama pukul
dan 3)
bantal”
 Melatih secara spiritual:  ”Harus meminta dengan baik, menolak dengan baik.
71

Mengungkap dengan baik”.


- Berdoa
 ”Cara fisik ke 4 beribadah”
- Sholat
O:
 Memasukan dalam jadwal harian pasien  Klien tampak sudah dapat memperagakan cara
meminta dan menolak dengan baik kepada
temannya.
 Klien bisa menyebutkan kembali tentang cara fisik
ke 4
A:
Masalah Teratasi

P:
Evaluasi pasien :
 Lakukan latihan cara fisik 4
Evaluasi perawat :
 Evaluasi kegiatan yang lalu kepada klien (Tarik Nafas
dalam, pukul bantal, meminta dengan baik, menolak
dengan baik. Mengungkap dengan baik, latih secara
spiritual)
 Latih kembali SP 1, 2, 3 dan SP 4 secara berulang
Intervensi dilanjutkan pada SP 5 Perilaku Kekerasan
10 Desember 2019 (16.00)
SP 5 11 Desember 2019 (10.00)
S:
72

 ”Kemarin udah latihan tarik nafas sama pukul


 Mengvaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, 2,3
bantal”
dan 4)
 ”Harus meminta dengan baik, menolak dengan baik.
 Melatih patuh obat:
Mengungkap dengan baik”.
- Minum obat secara teratur dengan  ”Cara fisik ke 4 beribadah”
prinsip 5 B  ”Sekarang teratur minum obat”
O:
- Susun jadwal minum obat secara
 Klien tampak sudah dapat memperagakan cara fisik
tertaur
ke 1,2,3 dan 4.
 Memasukan dalam jadwal harian pasien
 Klien bisa menyebutkan kembali tentang cara fisik
ke 5
A:
Masalah Teratasi

P:
Evaluasi pasien :
 Lakukan latihan cara fisik 5
Evaluasi perawat :
 Evaluasi kegiatan yang lalu kepada klien (Tarik Nafas
dalam, pukul bantal, meminta dengan baik, menolak
dengan baik. Mengungkap dengan baik, latih secara
spiritual, cara patuh minum obat)
73

 Latih kembali SP 1, 2, 3, 4 dan SP 5 secara berulang


Intervensi dihentikan
74

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Skizofrenia merupakan gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang mempengaruhi
fungsi otak manusia, mempengaruhi fungsi normal kognitif, mempengaruhi emosional dan
tingkah laku (Depkes RI, 2015).
Gangguan jiwa skizofrenia sifatnya adalah ganguan yang lebih kronis dan melemahkan
dibandingkan dengan gangguan mental lain (Puspitasari, 2009). Stuart (2007) menjelaskan
bahwa skizofrenia merupakan penyakit otak yang persisten dan juga serius yang bisa
mengakibatkan perilaku psikotik, kesulitan dalam memproses informasi yang masuk,
kesulitan dalam hubungan interpersonal, kesulitan dalam memecahkan suatu masalah.

4.2 Saran
1. Mahasiswa diharapkan lebih memahami konsep dari Skkizofrenia dan Asuhan
Keperawatan Jiwa sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan yang
berkualitas.
2. Mahasiswa harus mampu memberikan pengarahan dan motivasi pada keluarga dengan
klien yang menderita masalah gangguan jiwa

Anda mungkin juga menyukai