Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kejadian gangguan jiwa di Indonesia memperlihatkan kenaikan

yang signifikan. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 menunjukan

bahwa prevalensi gangguan jiwa naik menjadi 5 per seribu dari populasi

dibanding hasil Riset kesehatan dasar 2013 yang angkanya hanya mencapai

1,6 per seribu dari populasi penduduk.

Jenis gangguan jiwa paling banyak diderita adalah skizofrenia. Angka

kejadian Jenis penyakit ini terus mengalami kenaikan. Pada riset kesehatan

dasar 2013 , prevalensi skizofrenia di tingkat nasional mencapai angka 1,7 per

mil kemudian pada Riskesdas di tahun 2018 angkanya naik menjadi 7 per mil.

Adapun untuk provinsi Jawa Barat, prevalensi penderita skizofrenia pada

rikesdas 2013 skor nya 1,6 per mil kemudian pada hasil Riskesdas 2018

skornya naik menjadi 7 per mil.

Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat yang ditandai dengan perubahan

tingkah laku yang aneh, mengalami halusinasi panca indera (mendengar,

melihat, meraba, mengecap, mencium sesuatu yang tidak ada) dan waham

(merasa menjadi sesuatu yang tidak nyata seperti diikuti, diawasi, dibicarakan ).

(Yuliani, 2018).

Gejala yang sering terjadi pada pasien dengan skizofrenia adalah

halusinasi. Diperkirakan lebih dari 90 % pasien dengan skizofrenia mengalami

1
halusinasi. Adapun Halusinasi adalah persepsi pasien terhadap lingkungan

tanpa stimulus yang nyata, artinya pasien menginterpretasikan sesuatu yang

tidak nyata tanpa stimulus/rangsangan dari luar (Stuart dan Laraia , 2005 dalam

Trimelia, 2011)

Selama kami melakukan praktik keperawatan jiwa di Ruang halimun

Rumah Sakit (RS) Dustira, mayoritas pasien yang kami temui adalah pasien

dengan diagnose medis skizofrenia dengan masalah keperawatan halusinasi

Berdasarkan hal di atas maka kami tertarik untuk melakukan pembahasan

tentang asuhan keperawatan pada Tn S dengan masalah keperawatan

halusinasi di Ruang Halimun RS Dustira.

B. Batasan Masalah
1. Step 1 : Klarifikasi Istilah
2. Step 2 : Klarifikasi Masalah
3. Step 3 : Analisis Masalah
4. Step 4 : Konsep Teori

C. Rumusan Masalah
1. Faktor Predisposisi dan Presipitasi pada Kasus Halusinasi
2. Diagnosa Keperawatan pada Kasus Halusinasi
3. Tindakan Keperawatan pada Kasus Halusinasi
4. Pengaruh Obat pada Kasus Halusinasi
5. Etika keperawatan pada Kasus Halusinasi

D. Tujuan
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang :
1. Faktor Predisposisi dan Presipitasi pada Kasus Halusinasi
2. Diagnosa Keperawatan pada Kasus Halusinasi

2
3. Tindakan Keperawatan pada Kasus Halusinasi
4. Pengaruh Obat pada Kasus Halusinasi
5. Etika keperawatan pada Kasus Halusinasi

D. Manfaat
1. Sebagai informasi dalam meningkatkan tingkat kesehatan jiwa khususnya
pada keperawatan jiwa.
2. Sebagai tambahan pengetahuan mengenai Halusinasi.

E. Metode Penulisan
Penyusunan makalah ini menggunakan sistematika yang mudah yaitu
dengan cara mengkaji teori dari referensi buku dan beberapa website yang
telah kami baca.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kasus
Identitas Klien
Nama. : Tn. S
Usia. : 19 tahun
No. Rm. : 604493
Alasan masuk :
Tn. S dirawat di Ruang Halimun Rumah Sakit Dustira pada tanggal 21
desember 2019 oleh keluarga. Klien di bawa ke Rumah Sakit Dustira dengan
keluhan marah marah di rumah memukul ibunya. Sekitar satu minggu sebelum
masuk RS klien menunjukan gejala , tidak bisa tidur, mudah marah dan bicara
sendiri. Klien sudah mengalami gangguan jiwa sejak tahun 2016 dan kemudian
berobat ke psikiater namun tidak control secara rutin dan satu bulan sebelum
dirawat klien tidak minum obat. Menurut keluarga klien mulai mengalami
gangguan jiwa akibat gagal seleksi pemain bola kemudian klien sempat kurang
lebih satu tahun suka mengurung diri di kamar dan jarang bergaul sampai klien
putus sekolah.
Pada saat dikaji :
Klien tampak bingung, kontak mata kurang , afek tumpul, di kamar tampak
mondar-mandir, proses pikir blocking, pembicaraan terbatas seperlunya. Klien
mengatakan suka mendengar suara suara ghaib seperti orang memanggil
dirinya . suara suka muncul di malam hari ketika klien mau tidur. Persaan klien
takut jika mendengar suara tersebut. Badan bersih, pakaian melipat dan kedua
kuku kaki klien tampak panjang dan kotor, Klien tampak kurang minat
melakukan perawatan diri. Klien mendapat terapi obat clozapine 25 mg 1 x 1
( malam ), Risperidone 2mg 2x 1 tab, Triheksiphenidil 2 mg 2 x 1 tab

4
B. Pembahasan
1. STEP 1 (Klasifikasi Istilah)
a. Clozapine (Laras )
Jawaban:

Clozapine adalah salah satu obat anti psikosis yang


diberikan pada klien skizoprenia Clozapine adalah obat yang
digunakan untuk mengurangi gejala psikosis. Psikosis adalah
kondisi di mana penderitanya tidak dapat membedakan kenyataan
dengan khayalan. Salah satu gejala psikosis adalah halusinasi,
yaitu mendengar atau melihat sesuatu yang tidak nyata. Gejala
psikosis ini muncul pada penderita skizofrenia, dan terkadang
dapat muncul juga pada penderita penyakit Parkinson. Clozapine
bekerja dengan cara menyeimbangkan dan menekan efek dari
reaksi kimia yang terjadi di dalam otak, sehingga membantu
mengurangi gejala psikosis. (Alfian)

b. Blocking (Adik)
Pembicaraan Blocking adalah pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa
gangguan faktor eksternal dan dilanjutkan kembali. (Dayarni)

2. STEP 2 (Klarifikasi Masalah)


a. Pertanyaan
1) Apa faktor predisposisi dan presipitasi pada kasus diatas ?
2) Apa saja diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus diatas?
3) Bagaimana tindakan keperawatan untuk pasien dengan halusinasi ?
4) Jelaskan pengaruh obat terhadap klien ?
5) Etika keperawatan apa yang digunakan pada kasus tersebut?

5
3. STEP 3 (Analisis Masalah)
a. Faktor predisposisi dan presipitasi dari kasus diatas adalah
Predisposisi :
Riwayat gangguan jiwa sejak tahun 2016 dan klien mengalami
kegagalan berupa tidak lulus seleksi mengurung diri
Presipitasi : Putus obat
Analisa data :
DS :
Keluarga mengatakan satu bulan sebelum dirawat klien tidak minum
obat
(Mira)
b. Diagnosa Keperawatan yang muncul
1) Halusinasi
DS :
“ klien mengatakan mendengar suara suara ghaib seperti
memanggil ”.
Riwayat di rumah klien bicara sendiri, tidak bias tidur, mudah
tersinggung
DO :
Kontak mata kurang, blocking, klien suka mondar mandir
( Rully)
2) Resiko Perilaku Kekerasan
DS : -
Riwayat di rumah memukul ibu, mudah tersinggung
DO :
Klien tampak mondar mandir.
(Dindin )
3). Defisit Perawatan Diri
Data Objektif :
pakaian melipat dan kedua kuku kaki klien tampak panjang dan
kotor, Klien tampak kurang minat melakukan perawatan diri
( Dayarni )

c. Tindakan Keperawatan
1) Membantu klien mengenal halusinasinya. ( Rully

6
2) Melatih klien mengendalikan halusinasiya seperti dengan cara
menghardik, bercakap-cakap dan kegiatan serta patuh obat
( laras )
3) Melibatkan klien dalam TAK orientasi realita
( Alfian)
d. Pengaruh obat terhadap klien
Clozapin adalah obat antipsikotik atipikal yang pertama kali ditemukan
dan tidak menyebabkan EPS tidak menyebabkan terjadinya tardive
dyskenesia dan tidak terjadi peningkatan prolaktin. Clozapin
mempunyai efikasi yang besar tetapi mempuntai efek samping yang
banyak (misal agranulositosis, kejang, sedasi, dan peningkatan berat
badan) dibandingkan jenis antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine
bekerja dengan cara memblokade reseptore 5HT2A, D1,
D2,D3,D4,5HT1A, 5HT2c,5HT3,5HT7,M1 ( Masoudzadeh el al., 2007)
Interaksi obat clozapine terhadap tubuh :
1) Meningkatkan risiko neuroleptic malignant syndrome yang
menyebabkan gangguan fungsi organ serta gangguan kesadaran,
jika digunakan dengan lithium.
2) Menurunkan konsentrasi phenytoin dalam darah.
3) Meningkatkan konsentrasi digoxin dan warfarin dalam darah.
4) Meningkatkan risiko berhentinya sistem pernapasan dan jantung,
jika digunakan dengan obat penenang jenis benzodiazepine.
5) Berisiko menekan sumsum tulang, jika digunakan dengan
carbamazepine, chloramphenicol, kotrimoksazol, phenylbutazone,
dan penisilin. Hal ini mengakibatkan penurunan produksi jumlah sel
darah.
6) Clozapine juga dapat menimbulkan efek samping berupa gangguan
pada jantung dan sel darah, sehingga pasien perlu dimonitor
melalui pemeriksaan kesehatan secara berkala. Selain itu,
beberapa efek samping lain yang bisa ditimbulkan oleh obat ini
adalah: Sakit kepala, Mengantuk, Pandangan kabur, pusing, Mual,
Gangguan buang air kecil, Konstipasi, Tubuh merasa panas dan
berkeringat, Mulut kering, namun produksi air liur meningkat, Berat
badan bertambah, namun nafsu makan berkurang, Tremor, Merasa
sangat lelah, Sesak napas, Jantung berdebar.
(Laras , Dindin )

7
e. Etika Keperawatan
1) Autonomy (Kemandirian)
Klien memiliki hak untuk memutuskan sesuatu dalam pengambilan
tindakan terhadapnya. Seorang perawat tidak boleh memaksakan
suatu tindakan pengobatan kepada klien.
2) Beneficence (Berbuat Baik)
Semua tindakan dan pengobatan harus bermanfaat bagi klien. Oleh
karena itu, perlu kesadaran perawat dalam bertindak agar
tindakannya dapat bermanfaat dalam menolong klien.
3) Non Maleficence (Tidak Merugikan)
Setiap tindakan harus berpedoman pada prinsip primum non
nocere ( yang paling utama jangan merugikan). Resiko fisik,
psikologis, dan sosial hendaknya diminimalisir semaksimal
mungkin.
4) Veracity (Kejujuran)
Dokter maupun perawat hendaknya mengatakan sejujur-jujurnya
tentang apa yang dialami klien serta akibat yang akan dirasakan
oleh klien. Informasi yang diberikan hendaknya sesuai dengan
tingkat pendidikan klien agar klien mudah memahaminya.
5) Confidentiality (Kerahasiaan)
Perawat maupun dokter harus mampu menjaga privasi klien
meskipun klien telah meninggal dunia.
6) Justice (Keadilan)
Seorang perawat profesional maupun dokter harus mampu berlaku
adil terhadap klien meskipun dari segi status sosial, fisik, budaya,
dan lain sebagainya.
7) Fidelity (Menepati Janji)
Tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan
meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus
memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya
kepada orang lain.
( Mira, Alfian)

8
4. STEP 4 (Konsep Teori Halusinasi)
a. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapaun

pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan

sadar/bangun, dasarnya mungkin organik,fungsional, psikotik ataupun

histerik (Maramis,2000 dalam Trimela, 2011)

Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus

yang nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyatatanpa

stimulus/rangsang dari luar. Halusinasi merupakan distorsi persepsi yang

muncul dari berbagai indera (Stuart dan Laraia,2005 dalam Trimela, 2011)

Halusinai adalah terganggunya persepsi sensori seseorang dimana

tidak terdapat stimulus (varcarolis,2006 dalam Trimela, 2011)

b. Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran (pikiran Gangguan


Persepsi akurat kotor) pikir/delusi
Emosi konsisten Reaksi emosi Halusinasi
Perilaku sesuai berlebihan atau kurang Perilaku
Hubungan sosial Prilaku aneh disorganisasi
Isolasi sosial
Sumber : Stuart dan Laraia,1998 dalam Trimelia 2011 )

c. Etiologi

1) Faktor Presdisposisi

Menurut Stuart dan Laraia (2005 dalam Yosep, 2016) faktor

predisposisi klien dengan halusinasi adalah :

a ) Fakor Perkembangan

9
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan

kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak

kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap

stress.

b) Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak bayi

akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada

lingkungannya.

c) Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya

stress yang berebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan di

hasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat

stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinnya neurotransmiter

otak.

d) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada

ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi

masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari

alam nyata menuju alam khayal.

e) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang di asuh oleh orang tua

skizofrenia cenderung megalami skizofrenia. Hasil studi menunjukan

bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat

berpengaruh pada penyakit ini.

10
2) Faktor Presipitasi

Rawlims dan Heacock (1993 dalam Iyus Yosep ,2016), mencoba

memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat

keberadaan seseorang individu sebagai mahkluk yang dibangun

atas dasar undur unsur bio, psiko, sosio, dan spiritual. Sehingga

halusinasi dapat di lihat dari lima dimensi yaitu :

(a) Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti

kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat obatan, demam

hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam

waktu yang lama.

(b) Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi dari

halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien

tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan

kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

(c) Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan

halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunnan fungsi ego

sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan

suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil

seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua

prilaku klien.

(d) Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial adalam fase awal dan

comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam

nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,

11
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan

interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri tidak di dapatkan dalam

dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut,

sehingga jika perintah halusinasi di jadikan ancaman, dirinya atau

orang lain individu cenderung keperawatan klien dengan

mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan

pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan

klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinterkasi dengan

lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.

(e) Dimensi spiritual

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,

rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang

brupaya secara spiritual untuk mensucikan diri, irama sirkardiannya

terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat

siang. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya

menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang

meyebabkan takdirnya memburuk.

d. Tanda dan Gejala Halusinasi

Menurut Stuart dan Sundeen (1998 dalam Trimela,2011) dan Hamid

(2010), data subyektif dan obyektif klien halusinasi adalah sebagai berikut :

 Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.

 Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara.

 Respon verbal lamban atau diam.

 Gerakan mata cepat.

 Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikan.

 Terlihat bicara sendiri.

 Menggerakan bola mata dengan cepat.

12
 Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu.

 Duduk terpaku ,memandang sesuatu, tiba tiba berlari ke ruangan lain.

 Disorientasi (waktu,tempat,orang).

 Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah

 Perubahan perilaku dan pola komunikasi .

 Gelisah,ketakutan,ansietas.

 Peka rangsang.

 Melaporkan adanya halusinasi.

 Tidak dapat mengikuti perintah dari perawat.

 Tampak tremor dan berkeringat.

 Perilaku panik.

 Agitasi dan kataton.

 Curiga dan bermusuhan.

 Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.

 Tidak dapat mengurus diri.

e. Masalah keperawatan Yang sering Muncul

1) Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

2) Risiko Perilaku Pekerasan (Pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan)

3) Isolasi Sosial

4) Harga diri rendah

5) Ketidakberdayaan

6) Koping Individu tidak efektif

7) Defisit Perawatan diri

13
f. Pengendalian Halusinasi

Pengendalian halusinasi adalah kemampuan klien dalam mengendalikan

stimulus yang datang dikaitkan dengan penurunan, berlebihan, distorsi atau

kerusakan terhadap stimulasi (Nurjannah, 2001 dalam Yusuf, dkk. 2007).

Menurut Akh Yusuf, dkk. (2015) tindakan keperawatan untuk pasien

halusinasi adalah membantu klien mengenal halusinasinya dan melatih klien

mengontrol (mengendalikan) halusinasinya.

Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi, perawat dapat

melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan

halusinasi, yaitu sebagai berikut.: 1) Menghardik halusinasi.2) Bercakap-

cakap dengan orang lain.3) Melakukan aktivitas yang terjadwal 4)

Menggunakan obat secara teratur.

Menurut Yosep, klien dianjurkan untuk dilibatkan dalam terapi modalitas

untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi . Menurut Videbeck (2008,

dalam Hidayati,dkk. 2014) untuk meminimalkan komplikasi atau dampak

halusinasi dibutuhkan pendekatan dan memberikan penatalaksanaan untuk

mengatasi gejala halusinasi. Penatalaksanaan yang diberikan meliputi terapi

farmakologi,ECT dan non farmakologi. Sedangkan terapi farmakologi lebih

mengarah pada pengobatan antipsikotik dan pada terapi non farmakologi

lebih pada pendekatan terapi modalitas.

14

Anda mungkin juga menyukai