I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Brunner and Suddarth, 2002).
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit
neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral
biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan.
Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008).
Stroke non hemoragik adalah stroke yang disebabkan karena sumbatan pada arteri sehingga suplai
glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai
1.2 Etiologi
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian otak atau dari
bagian tubuh lain).
3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam jaringan otak
atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak , menyebabkan kehilangan
gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang kadarnya
berlebihan dalam pembuluh darah.Selain dari endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin
1
karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang
kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa mengecilnya
pembuluh darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang menuju ke otak.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti: amfetamin dan
kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang
biasanya menyebabkan seseorang pingsan.Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan
menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane.dkk, 2000):
1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2. Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal dari jantung).
3. Kadar hematokrit normal tinggi (yang berhubungan dengan infark cerebral).
4. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35 tahun dan kadar
esterogen yang tinggi.
5. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat menyebabkan iskhemia
serebral umum.
6. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
7. Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah, tekanan darah, merokok kretek dan
obesitas.
8. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.
1.3 Tanda gejala
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat
daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain :
1. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
2. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
2
3. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia
4. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau afasia (kehilangan
berbicara)
5. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan penglihatan perifer dan
diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan kehilangan sensori.
6. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensia urinarius transier, inkontinensia urinarius
peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia
urinarius dan defekasi yang berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).
1.4 Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.Luasnya infark hergantung
pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat
atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah.Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang
sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif.Oklusi pada pembuluh darah serebral
oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas
pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada
3
pembuluh darah yang tersumbat .menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan
keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri
atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan batang otak
sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh
anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10
menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung
(Muttaqin, 2008)
4. MRI
4
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi
dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark
sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
1.6 Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
1.7 Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini diharapkan
mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak
ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
2. Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososial
5
1.8 Pathway
6
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan stroke non hemoragik (SNH)
2.1 Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
7
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat
stroke dari generasi terdahulu.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi dan orientasi
Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu
mengambil keputusan.
8
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan
mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan
otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu
hari-hari pertama.
7. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
8. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
9
a. Perubahan status mental
b. Perubahan perilaku
c. Perubahan respons motorik
d. Perubahan reaksi pupil
e. Kesulitan menelan
f. Kelemahan atau paralisis ekstremitas
g. Paralis
h. Ketidaknormalan dalam berbicara
2.2.3 Faktor yang berhubungan
a. Perubahan afinitas hemoglobin terhadap oksigen
b. Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
c. Keracunan enzim
d. Gangguan pertukaran
e. Hipervolemia
f. Hipoventilasi
g. Hipovolemia
h. Gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membrane kapiler
i. Gangguan aliran arteri atau vena
j. Ketidaksesuaian antara ventilasi dan aliran darah
10
3 : memerlukan bantuan dari orang lain dan peralatan
4 : ketergantungan total
11
o. medikasi
p. gangguan musculoskeletal
q. gangguan neuromuscular
r. Nyeri
s. program pembatasan pergerakan
t. keengganan untuk memulai pergerakan
u. gaya hidup yang kurang gerak atau disuse atau melemah
v. malnutrisi
w. gangguan sensori persepsi
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Perfusi jaringan cerebral tidak efektif
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil
Status sirkulasi; aliran darah yang tidak obstruksi dan satu arah, pada tekanan yang sesuai melalui
pembuluh darah besar sirkulasi pulmonal dan sistemik
Kognisi; kemampuan untuk menjalaknan proses mental yang kompleks
Status neurologis; kemampuan system saraf perifer an system saraf pusat untuk menerima,
merespon an berespon terhaap stimulus internal dan eksternal
System neurologis: kesadaran; bangkitan, orientasi, dan perhatian terhadap lingkungan
Perfusi jaringan:serebral ; keadekuatan aliran darah melewati susunan pembuluh darah untuk
mempertahankan fungsi otak
Kriteria hasil :
Pasien akan:
Mempunyai system saraf pusat dan perifer yang utuh
Menunjukkan fungsi sensorimotor cranial yang utuh
Menunjukkan fungsi otonom yang utuh
Mempunyai pupil yang sama besar dan reaktif
Terbebas dari aktivitas kejang
Tidak mengalami sakit kepala
12
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional:
Diagnosa
Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
Perfusi jaringan cerebral Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC)
tidak efektif b.d O2 otak Gangguan perfusi jaringan dapat 1. Peningkatan tekanan darah sistemik
menurun tercapai secara optimal 1. Pantau TTV tiap jam dan yang diikuti dengan penurunan
catat hasilnya tekanan
Kriteria hasil : darah diastolik merupakan tanda
2. Kaji respon motorik peningkatan TIK. Napas tidak teratur
Mampu mempertahankan terhadap perintah sederhana menunjukkan adanya peningkatan
tingkat kesadaran 3. Pantau status neurologis TIK
Fungsi sensori dan motorik secara teratur 2. Mampu mengetahui tingkat respon
membaik 4. Dorong latihan kaki aktif/ motorik pasien
pasif 3. Mencegah/menurunkan atelektasis
5. Kolaborasi pemberian obat 4. Menurunkan statis vena
sesuai indikasi 5. Menurunkan resiko terjadinya
komplikasi
13
Ambulasi; kemampuan untuk berjalan dari satu tempat
ketempat lain secara mandiri atau dengan alat bantu
Ambulasi: kursi roda; kemampuan untuk berjalan dari satu tempat ketempat lain dengan
kursi roda
Keseimbangan; kemampuan untuk mempertahankan keseimbangkan postur tubuh
Performa mekanika tubuh; tindakan individu untuk mempertahankan kesejajaran tubuh
yang sesuai dan untuk mencegah peregangan otot skeletal
Gerakan terkoordinasi; kemampuan otot untuk bekerjasama secara volunteer dalam
menghasilkan suatu gerakan yang terarah
Pergerakan sendi: aktif (sebutkan sendinya); rentang
pergerakan sendi aktif dengan gerakan atas inisiatif sendiri
Mobilitas; kemampuan untuk bergerak secara terarah dalam lingkungan sendiri dengan
atau tanpa alat bantu
Fungsi skeletal; kemampuan tulang untuk menyokong tubuh dan memdasilitasi
pergerakan
Performa berpindah; kemmapuan untuk mengubah letak tubuh
Diagnosa
Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
Hambatan mobilitas Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :
fisik b.d penurunan Klien diminta menunjukkan tingkat
kekuatan otot mobilitas, ditandai dengan indikator Terapi aktivitas, ambulasi
berikut (sebutkan nilainya 1 - 5 : Terapi aktivitas, mobilitas sendi.
ketergantungan (tidak berpartisipasi) Perubahan posisi
membutuhkan bantuan orang lain
atau alat membutuhkan bantuan Aktivitas Keperawatan : 1. Mengajarkan klien tentang dan pantau
orang lain, mandiri dengan penggunaan alat bantu mobilitas klien
pertolongan alat bantu atau mandiri 1. Ajarkan klien tentang dan pantau lebih mudah.
penuh). penggunaan alat bantu mobilitas. 2. Membantu klien dalam proses
Kriteria Evaluasi : perpindahan akan membantu klien
2. Ajarkan dan bantu klien dalam proses latihan dengan cara tersebut.
1. Menunjukkan penggunaan alat 3. Pemberian penguatan positif selama
14
aktivitas akan mem-bantu klien
bantu secara benar dengan perpindahan. semangat dalam latihan.
pengawasan. 3. Berikan penguatan positif selama beraktivitas. 4. Mempercepat klien dalam mobilisasi
2. Meminta bantuan untuk dan mengkendorkan otot-otot
beraktivitas mobilisasi jika 4. Dukung teknik latihan ROM 5. Mengetahui perkembngan mobilisasi
diperlukan. klien sesudah latihan ROM
3. Menyangga BAB 5. Kolaborasi dengan tim medis tentang
4. Menggunakan kursi roda secara mobilitas klien
efektif.
Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2 Penerbit Jakarta: EGC
.
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih
bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC
15
Banjarmasin, Desember 2016
(.................................................................) (......................................................)
16