Anda di halaman 1dari 7

Tumbuhan Sebagai Antibiotik Alami

Berliana Mely Pratiwi

A. Pendahuluan

Latar belakang penulisan makalah ini adalah antibiotik mempunyai peranan

penting dalam dunia kesehatan, antibiotik diharapkan mampu membunuh bakteri

penyebab infeksi. Tetapi perlu disadari bahwa upaya membunuh bakteri penyebab

penyakit saja ternyata tidak cukup memadai, hal tersebut antara lain dimungkinkan

akibat kurang tepatnya pemilihan antibiotik, dan munculnya resistensi (Nasronuddin,

2007). Pemilihan antibiotik untuk mengatasi penyakit yang disebabkan bakteri perlu

mempertimbangkan beberapa hal termasuk antibiotik yang mempunyai spektrum

luas, mampu bekerja langsung terhadap bakteri penyebab infeksi, potensi

menginduksi resistensi minimal dan dapat dikombinasikan dengan antibiotik lain

(Nasronuddin, 2007). Munculnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik pada

penyakit yang disebabkan bakteri merupakan masalah penting. Resistensi bakteri

terhadap antibiotik menyebabkan angka kematian semakin meningkat. Selain itu cara

pengobatan dengan menggunakan kombinasi berbagai antibiotik juga dapat

menimbulkan masalah resistensi (Jawetz dkk,1991). Pengobatan penyakit yang

disebabkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik memerlukan senyawa baru yang

memiliki potensi tinggi. Penelitian zat yang berkhasiat sebagai antibakteri perlu

dilakukan untuk menemukan senyawa antibakteri baru yang berpotensi untuk

menghambat atau membunuh bakteri yang resisten terhadap antibiotik dengan harga

yang terjangkau. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah memanfaatkan zat

aktif pembunuh bakteri yang terkandung dalam tanaman.

Tanaman merupakan sumber utama dari senyawa obat dan lebih dari 1000

spesies tumbuhan dimanfaatkan sebagai bahan baku obat. Tumbuhan tersebut

menghasilkan metabolit sekunder (senyawa yang merupakan turunan dari metabolit

primer) dengan struktur molekul dan aktivitas biologi yang beranekaragam serta
memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat. Menurut

perkiraan Badan Kesehatan Dunia (WHO) 80% penduduk dunia masih

menggantungkan kesehatannya pada pengobatan tradisional termasuk penggunaan

obat yang berasal dari tanaman (Gholib, 2008).

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud

dengan antibiotik dan jenis-jenis tanaman yang berfungsi sebagai antibiotik alami.

B. Pembahasan

1. Pengertian Antibiotik

Antibiotika ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang

dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi jenis mikroba lain. Antibiotik

adalah zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki manfaat

mematikan atau menghambat pertumbhan kuman, sedangkan toksistasnya bagi

manusia relatif kecil (Tjay dan Rahardja, 2007).

2. Jenis-Jenis Tanaman yang Berfungsi Sebagai Antibiotik Alami

Obat tradisional banyak digunakan masyarakat menengah ke bawah

terutama dalam upaya pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan

(promotif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) (Selisiyah, 2011). Adapun

tanaman yang berfungsi sebagai antibiotik alami yaitu sebagai berikut:

a. Kayu manis

Menurut penjelasan dari pakar obat-obatan herbal, Prof. Hembing

Wijayakusuma, kayu manis berkhasiat untuk mengobati asam urat, tekanan

darah tinggi, maag, tidak nafsu makan, sakit kepala (vertigo), masuk angin,

diare, perut kembung, muntah-muntah, hernia, susah buang air besar, asma,

sariawan, sakit kencing, dan lain-lain. Selain mempunyai khasiat untuk

pengobatan, kayu manis juga ternyata mempunyai efek farmakologis yang

dibutuhkan dalam obat-obatan. Kulit batang, daun, dan akarnya dapat

dimanfaatkan sebagai obat antirematik, peluruh keringat (diaphoretic),


peluruh kentut (carminative), meningkatkan nafsu makan (istomachica), dan

menghilangkan sakit (Rismunandar dan Paimin, 2001). Kandungan kimia dari

kayu manis antara lain minyak atsiri, safrol, sinamadehide, eugenol, tanin,

damar, kalsium oksalat, dan zat penyamak. Minyak atsiri berkhasiat sebagai

senyawa antibiotik yang diekstrak dengan penyulingan atau destilasi uap

(Harris 1994).

b. Jahe

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) termasuk dalam famili Zingiberaceae

mempunyai kandungan senyawa fenolik diantaranya adalah gingerol, shogaol,

dan zingeron yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Micrococcus

varians, Leuconostoc sp., dan Bacillus subtilis, serta bersifat bakteristatik

terhadap Pseudomonas sp. dan Enterobacter aerogenes serta kapang

Penicillium citrinum thom. Penelitian terdahulu telah dibuktikan bahwa

oleoresin tanaman jahe memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus

dengan kadar hambat minimum 60 ppm, dan diameter zona hambat 19 mm.

Minyak Atsiri pada jahe dapat mencegah penyakit kolera dan tifus. Senyawa

aktif yang dominan terdapat di jahe yaitu gingerone dan gingerol memiliki

khasiat sebagai antibiotik. Komponen utama dalam minyak jahe adalah

zingiberen, dan gingerol yang menyebabkan bau khas minyak jahe (Aditia,

2015).

c. Kunyit

Kunyit (Curcuma domestica) merupakan salah satu jenis tanaman obat

yang banyak memiliki manfaat, di antaranya sebagai bumbu masak, pewarna

makanan, minuman, tekstil dan kosmetik. Kunyit juga dikenal sebagai aplikasi

obat. Namun baru- baru ini sifat kunyit telah diteliti yakni sebagai antioksidan,

anti-inflamasi, anti-karsinogenok, antimutagenik, tindakan anti-trombotik,

hepatoprotrktif, dan antimikroba, antivirus dan anti-parasit. Senyawa kimia


utama yang terkandung di dalam rimpang kunyit adalah minyak atsiri dan

kurkuminoid. Gugus hidroksil fenolat yang terdapat dalam struktur

kurkuminoid kemungkinan menyebabkan kurkuminoid mempunyai aktivitas

antibiotik (Aditia, 2015).

d. Lengkuas

Senyawa kimia yang terdapat pada lengkuas antara lain mengandung

minyak atsiri, minyak terbang, eugenol, seskuiterpen, pinen, metil sinamat,

kaemferida, galangan, galangol dan kristal kuning. Lengkuas berkhasiat anti

jamur, anti bakteri, menghangatkan, membersihkan darah, menambah nafsu

makan, mempermudah pengeluaran angin dari dalam tubuh, mengencerkan

dahak, mengharumkan, merangsang otot dan berkhasiat aprodisiak. Minyak

atsiri rimpang lengkuas dapat dikatakan aktif terhadap bakteri E. coli dan

S.aureus. Pada konsentrasi yang sama bahwa minyak atsiri menunjukkan

aktivitas lebih rendah terhadap kedua bakteri, hal ini disebabkan banyaknya

komponen senyawa yang kurang aktif pada minyak atsiri rimpang lengkuas.

Minyak atsiri yang aktif sebagai antibiotik pada umumnya mengandung

gugusfungsi hidroksil dan karbonil (Aditia, 2015).

e. Bawang putih

Dalam pengobatan, bawang putih digunakan sebagai expectorant,

antispasmodik, antiseptik, bakteriostatik, antiviral, antihelmintik, antihipertensi

dan sebagai promoter hipertensi. Secara tradisional, bawang putih biasa

digunakan untuk mengobati bronkhitis kronis, batuk whooping, respiratory

catarrh, asma bronkhitis, dan influenza. Sejak tahun 1858, Louis Pasteur telah

menyatakan bahwa bawang putih mempunyai sifat antibakteri (Aditia, 2015).

Kemampuan bawang putih sebagai antibiotik juga didukung oleh penelitian

Yamada dan Azama (1977) yang menyatakan bahwa selain bersifat antibiotik,

bawang putih juga bersifat anti jamur. Kemampuan bawang putih ini berasal
dari zat kimia yang terkandung di dalam umbi. Komponen kimia tersebut

adalah Allicin.

f. Daun Beluntas

Daun beluntas menurut hasil penelitian mempunyai fungsi antibiotik

dan antioksidan serta berpotensi untuk dikembangkan sebagai pengawet

makanan dan obat. Secara tradisional daun beluntas digunakan sebagai obat

untuk menghilangkan bau badan, obat turun panas, obat batuk, dan obat diare.

Daun beluntas yang telah direbus sangat baik untuk mengobati sakit kulit.

Disamping itu, daun beluntas juga sering dikonsumsi oleh masyarakat sebagai

lalapan. Daun beluntas dalam bentuk ekstrak sebagai komponen antibiotik dan

minyak atsiri sebagai zat antioksidan (Aditia, 2015).

g. Daun Sirih

Daun sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betlephenol,

kavikol, seskuiterpen, hidroksikavikol, cavibetol, estragol, eugenol, dan

karvakrol. Komponen aktif dari daun sirih terdapat dalam minyak atsiri

tersebut. Selain itu, sirih juga mengandung terprnnena, fenil propana, tannin,

diastase, gula dan pati. Pemanfaatan daun sirih dalam pengobatan tradisional

ini disebabkan adanya sejumlah senyawa zat kimia atau bahan alami sehingga

daun sirih juga mempunyai kekuatan sebagai antioksidasi dan fungisida.

Ekstrak daun sirih efektif menghambat bakteri gram positif dan gram negatif

dengan diameter penghambatan bervariasi antara 7 mm sampai 24 mm.

Kandungan eugenol dan hidroksikavikol dalam daun sirih memiliki aktivitas

antimikroba, dan kandungan lain seperti kavikol, kavibetol, tannin, karvakrol,

kariofilen dan asam askorbat juga mempunyai aktivitas antibiotik (Aditia,

2015).
C. Penutup

1. Kesimpulan

a. Antibiotika ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang

dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi jenis mikroba lain.

b. Adapun tanaman yang digunakan sebagai antibiotik alami yaitu kayu

manis, jahe, kunyit, lengkuas, bawang putih, daun beluntas, daun sirih dan

tanaman lainnya.

c. Zat kimia yang terkandung dalam tanaman yang biasa digunakan sebagai

antibiotik alami yaitu, minyak atsiri, flavonoid, isodorik, laksan, lestisin,

limmean, kalium oksalat dan pektin.

d. Penyakit yang bisa disembuhkan dengan menggunakan antibiotik alami

yaitu, demam, gatal-gatal, gangguang pencernaan, sariawan dan lain

sebagainya.

2. Saran

Adapun saran dari penulis yaitu semoga semakin banyak jenis

tumbuhan yang ditemukan berpotensi untuk dijadikan antibiotik lagi dan terus

dilakukan pengkajian sampai menjadi suatu produk.

DAFTAR PUSTAKA

Aditia, L. 2015. Mikrobiologi Kesehatan Tumbuhan Sebagai Antibiotik Alami.


Makasar: Samata Gowa.

Gholib. 2008. Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Jahe Merah (Zingiber officinale var.
rubrum) dan Jahe Putih (Zingiber officinale var. amarum) Terhadap
Trichophyton mentagrophytes dan Cryptococcus neoformans. Bogor:
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Haris, R. 1994. Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya.

Jawetz, E. Melnick, J.L. Adelberg, E.A. 1991. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan
(Review of Medical Microbiology). Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Nasronudin. 2007. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler Klinis dan Sosial.
Surabaya: Airlangga University Press.
Rismunandar dan Paimin. 2001. Kayu Manis Budidaya dan Pengolahan. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Selisiyah, A. 2011. Kelayakan Usaha Kapulaga (Amomum cardamomum) di Desa


Sedayu Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo, Wilayah KPH Kedu Selatan
Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.

Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Yamada, Y. dan Azama, K. 1977. Antimicrobe Agents Chemotheraphy. (Online).


(http://www.sirisimpex.com/garlic.html. Diakses tanggal 8 Desember 2019).

Anda mungkin juga menyukai