SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh :
ANNISA FATHMAULIDA
NIM : 109101000005
‘’ 1. Skripsi ini merupakan karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu
2. Setnua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
Jakarta.
3. Jika dikemudiall hari terbukti bahwa karya ir‹i bukan hasil katya asli saya
atau merupakan plagiarism- dari karye orang lain, maka saya bersedia
Yuli Amé
Penguji 11,
Dewi U Kes Ph D.
enguji III,
Ir. Unt nq Su
V
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PRORAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Kata kunci: gangguan fungsi paru, pekerja batu kapur, faktor lingkungan, faktor individu
Daftar Bacaaan : 1986-2013
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergraduated Thesis, June 2013
Annisa Fathmaulida, NIM: 109101000005
Abstract
Pulmonary function impairment of the process of entry and exit of air into the lungs
is a restriction and obstruction. Lung problems generally occur due to individual factors and
environmental factors. Based on the results of preliminary studies as many as 19 of the 58
workers processing limestone pulmonary disorders such as asthma and bronchitis. Also
based on the results of measurements of ambient PM10 levels in limestone processing area,
obtained PM10 levels exceed a threshold value with the average number of 514 μg/m3. Then
the SiO2 content of the laboratory test was also performed on the limestone before it is
burned in excess of the OSHA limit of 3.46%.
The purpose of this study knowing what factors are associated with impaired lung
function in workers processing limestone. The time study was conducted in January-April
2013. This type of research is a epidemiology study with cross-sectional design, the number
of samples of 40 respondents and the sampling technique was quota sampling. Data obtained
from the questionnaires (data respondents), PM10 measurements with SKC-5000 EPAM and
temperature and humidity measurements with WBGT Quest. Statistical analysis using
independent t-test and Chi-square with degrees of 95% and alpha of 0.05.
The results, from 40 respondents limestone workers earned as much as 7 people in
diagnosis malfunction. Factors that have statistical significance for lung function impairment
is variable age (p:0.032). Other factors did not reach statistical significance are the tenure
variable (0,932) mean 10 years; nutritional status (0,842) in 32% thin,47% normal; cigarette
consumption (0,285) mean15/day; ambient PM10 levels (0,783) mean 514 µg/m 3;
temperature (0,963) mean 32oC and humidity (0,854) mean 79%.
This study is expected to be a reference for the study and review of some parties and
steakholder. First the workers more aware of the dangers to health and safety work. Both of
the owners are urged to pay attention to workers from hazards and contribute to the creation
of a healthy environment of limestone processing activity. Third to the UKK Puskesmas
Tamansari to monitor the health and increased knowledge of the dangers to workers, and
government area to monitor ambient air quality around the Castle Village Tamansari as
limestone processing centers that have a risk the occurrence of health workers and
surrounding communities.
Key Words: pulmonary function impairment, limestone processing workers, environment factors,
personal factors
Refferece : 1986-2013
v
CURRICULUME VITAE IDENTITAS PERSONAL
: Annisa Fathmulida
: Jl. Tampomas No. 15 D Perum Karang Indah, Karang Pawitan, Karawang.
Nama Alamt Asal : Subang, 16 September 1991
: Islam
TTL :O
Agama :
Golongan Darah Alamat
RIWAYAT Email
PENDIDIKAN
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Berkat Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’la yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang serta dorongan yang kuat, akhirnya saya dapat menyelesaikan proposal
skripsi dengan judul “ Faktor- faktor yang Berhubungan terhadap Gangguan Fungsi
Paru pada Pekerja Pengolahan Batu Kapur di Desa Tamansari Kecamatan Pangkalan
Kabupaten Karawang Tahun 2013”. Shalawat serta salam selalu terjunjun kepada
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang telah membawa umatnya dari
dari zaman kegelapan akan iman dan pengetahuan ke zaman terang benderang akan
ilmu dan pengetahun.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas saya ingin mengucapkan terima kasih yang
kepada berbagai pihak, antara lain :
vii
Yeni, Ratna, Rahmi, Maya, Cita, Aan, Risma, Dila, Moris, Udin, Nita, Zia,
Reni dan Ratna beserta adik-adik angkatan 2010&2011 Kesling.
5. Sahabat dan Saudara terdekat serta rekan-rekan seperjuangan yang telah
membantu memberikan senyuman dan doa yang telah mendukung
kelancaran penyusunan skripsi ini, terima kasih atas segala bantuan apapun,
yaitu Sarah, Fira, Depi, Tanjung, Heni, Lulu, Fahad, Dea, Lilik, Ka Ami, Ka
Egi, Vebria, Derie, Nurul, Iva dan lainnya yang tidak disebutkan satu
persatu.
6. Terakhir dan terpenting untuk papah yaitu Bpk.Rindu Putra, mamah ayi,
nenek Adung dan segenap keluarga yang mendukung, mendoakan dan
mencurahkan kasih sayangnya dari jauh dan tidak langsung di setiap
waktunya.
7. Especially for alm. Mamah yang sudah mendahului kami sekeluarga,
ketidak beradaan beliau menjadi kekuatan dan motivasi terbesar dalam
setiap prosesnya.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN i
ABSTRAK ii
CURRICULUME VITAE iv
LEMBAR PENGESAHAN v
LEMBAR PERSETUJUAN vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR BAGAN xiii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
BAB I PENDAHULUAN
1.4. Tujuan 8
1.5. Manfaat 9
3.2. Hipotesis 59
x
4.4. Metode Pengukuran Penelitian 68
5.1.1.Desa Tamansari 77
xi
BAB VI PEMBAHASAN PENELITIAN
7.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR BAGAN
xiii
DAFTAR TABEL
xv
BAB I
PENDAHULUAN
dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1997 dan Survei
Kesehatan Nasional Tahun 2000, dimana salah satu kelompok penyakit tidak
1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia,
sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke-3 setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker (WHO, 2002). Hasil survei penyakit tidak menular
oleh Direktorat Jendral PPM&PL di lima rumah sakit provinsi di Indonesia yaitu
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatra Selatan pada
kesakitan (35%), diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan
1
2
lebih dari 2 juta orang menderita emfisema dan 6,5 juta orang menderita asma.
pria (50-64 tahun) adalah sebesar 17% dari jumlah populasi pria dan pada wanita
penyakit paru tersebut adalah adanya paparan gas emisi, partikulat seperti silikat
( SiO2) pun zat toksik lain yang terjadi secara akut maupun kronik pada orang
yang terpajan yang bersumber dari aktivitas transportasi, paparan asap rokok dan
aktifitas industri.
kapur. Batu kapur atau limestone, adalah sedimen yang banyak mengandung
organisme laut yang telah mati yang berubah menjadi kalsium karbonat
(CaCO2). Agar digunakan sebagai bahan baku, batu kapur harus dibakar
sehingga dihasilkan kapur tohor (CaO). Saat proses pembakaran ini diemisikan
gas-gas hasil pembakaran seperti Particulate Matter (PM), Sulfur Dioksida (SO2)
(Nukman, 2005). Gas dan partikel pencemar udara ini lah yang dapat mengenai
dapat menimbulkan penyakit paru bila diatas ambang batas 2%. Keadaan ini
pekerja.
kadar rata-rata 0,282 mg/m3, sekitar 32% atau 107 responden mengalami
gangguan pernafasan. Dari hasil uji regresi logistik ganda menunjukan adanya
pernafasan. Pada penelitian kegiatan pengolahan batu kapur lainnya oleh Sucipto
sebesar 893,25 µg/m3 yang melebihi ambang batas baku mutu Kepala Gubernur
berukuran diameter diantara 1-10 mikron biasanya termasuk tanah, debu dan
Menurut Ikhsan (2001) debu dan gas-gas yang disebabkan oleh proses
pengolahan batu kapur yang berada di lingkungan kerja, akan berakibat pada
4
tenaga kerja yang terpapar debu kapur dan asap-asap pembakaran pada
Safety Data Sheet (MSDS) Calcium Carbonate, Solid bahaya debu batu kapur
mukosa di hidung dan sistem jalan nafas kemudian menyebabkan iritasi saluran
debu kapur terhadap tenaga kerja berupa gangguan fungsi paru baik bersifat akut
dan kronis. Gejala yang bersifat akut misalnya iritasi saluran pernapasan,
lapisan sel selaput lendir serta kesulitan bernapas. Selain itu dalam EPA (2001)
Dampak paparan debu yang terus menerus dapat menurunkan faal paru berupa
penurunan, maka dapat berpengaruh pada produktifitas kerja, mangkir jam kerja,
biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh pekerja dan angka harapan hidup
yang menurun bahkan akan menimbulkan tingkat risiko yang lebih berat pada
Kesehatan Kerja (UKK) Puskesmas setempat pada bulan Oktober 2012, bahwa
kegiatan pembinaan dan balai pengobatan setiap bulan dilakukan secara rutin ke
kelompok Lio setempat. Dari data laporan pemeriksaan rutin bulanan tersebut
pekerja berperilaku merokok dan tidak menggunakan alat pelingung diri (APD)
bakar berupa limbah karet dan bahan anorganik lainnya memicu zat-zat
pencemaran semakin berbahaya, karena asap dan debu yang dihasilkan berupa
asap hitam pekat. Hal ini memberikan gambaran bahwa kegiatan proses
pengolahan batu kapur Desa Tamansari Pangkalan ini menjadi perlu untuk
batu kapur di Desa Tamansari, dari hasil pemeriksaan kesehatan dan pengobatan
Kemudian diperkuat dengan telaah dokumen data dari unik UKK Puskesmas
Kec. Pangkalan didapatkan data pemeriksaan rutin bulanan dari September 2012
dan tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker dan
paru.Berdasarkan hal itu, maka perlu dilakukan penelitian secara lebih lanjut
status gizi dan konsumsi merokok) pada pekerja pengolahan batu kapur di
Desa Tamansari?
suhu, kelembaban) dan kadar SiO2 pada kandungan batu kapur sebelum dan
Desa Tamansari?
8
masa kerja, status gizi dan konsumsi merokok) terhadap gangguan fungsi
Tamansari?
6. Apakah ada hubungan antara komposisi kimia batu gamping sebagai bahan
1.4. Tujuan
1.4.1. Umum
1.4.2. Khusus
gizi dan konsumsi merokok) pada pekerja pengolahan batu kapur di Desa
Tamansari.
9
kelembaban) dan kadar SiO2 pada kandungan batu kapur sebelum dan
(umur, masa kerja, status gizi dan konsumsi merokok) pada pekerja
ambien PM10, suhu dan kelembaban) dengan gangguan fungsi paru pada
1.5.2. Bagi Pemilik dan Kelompok Penambangan dan Pengolahan Batu Kapur
pada pekerja yang masih berusia remaja maupun dewasa dapat menjadi
kesehatan ditingkat daerah pada kelompok usaha informal ini, agar usaha
batu kapur dapat tetap menjadi sumber pendapatan daerah yang berpotensi
besar, namun tetap memperhatikan kearifan local daerah dan risiko penyakit
yang hilang yaitu mineral kapur dan udara yang sehat dari aktivitas
berhubungan dengan kapasitas fungsi paru pada pekerja pengolahan batu kapur
tahun 2013. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret s.d. April 2013.
Sasaran penelitian ini adalah pekerja yang beraktivitas langsung dengan proses
Monitor (EPAM) 5000 Primer dan pengukuran suhu, kelembaban oleh WBGT
Quest Digital dari laboratorium OHS FKIK UIN Jakarta. Untuk mengetahui
Fungsi paru yang utama dalam Yunus (2006) adalah proses respirasi
yaitu pengambilan oksigen dari udara luar yang masuk ke dalam saluran napas
dan terus ke dalam darah. Oksigen digunakan untuk proses metabolisme dan
darah ke udara luar. Proses respirasi di bagi ke dalam tiga tahap, yaitu:
a. Ventilasi yaitu proses keluar dan masuknya udara ke dalam paru, serta
12
13
perkembangan umur dan pertumbuhan parunya (lung growth). Mulai pada fase
anak sampai kira – kira umur 22 – 24 tahun terjadi pertumbuhan paru sehingga
pada waktu itu nilai fungsi paru semakin besar bersamaan dengan pertambahan
secara gradual (pelan – pelan), biasanya umur 30 tahun sudah mulai penurunan,
berikutnya nilai fungsi paru (KVP = Kapasitas Vital Paksa dan FEV1 = Volume
ke dalam paru akan berkurang dari normal. Gangguan fungsi ventilasi paru
berlebihan mukus yang sangat kental; dan ketiga, penebalan dinding saluran
2. Emfisema
pelebaran normal dari ruang-ruang udara paru disertai dengan destruksi dari
dinding alveolus. Keadaan ireversibel ini dapat timbul melalui dua cara, yang
terutama yang ditandai dengan jelas pada dinding alveolar, proses dimulai
Akibat yang paling ditakutkan dari penyakit ini ialah penebalan fibrosis
penyebab utama paru menjadi kaku dan mengurangi kapasitas vital dan
kapasitas paru.
4. Bronkitis Kronik
bawah, yang umumnya dicetuskan oleh pajanan berulang dari asap rokok, udara
pengidap sering batuk karena iritasi kronik, mukus penyumbat sering tidak
dapat dikeluarkan, terutama karena ekskalator mukus lumpuh oleh bahan iritan.
Hal ini akan menyebabkan sering terjadi infeksi paru oleh bakteri, karena
bakteri.
16
napas banyak ditemukan secara luas dan berhubungan erat dengan lamanya
masih banyak orang yang bekerja pada sector informal seperti pertanian dan
dilingkungan kerjanya.
pekerja yang terpajan langsung dengan debu dibandingkan dengan pekerja yang
pajanan debu berada disekitar area pabrik maka kemungkinan terjadi perbedaan
morbiditas dan mortalitas. Infeksi pada saluran pernapasan jauh lebih sering
terjadi dibandingkan dengan infeksi pada sistem organ tubuh lain dan berkisar
dari flu biasa dengan gejala-gejala serta gangguan yang relatif ringan sampai
pneumonia berat.
17
urutan kematian akibat kanker baik pada pria maupun wanita di Amerika
prevalensinya saat ini kira-kira 25 kali lebih tinggi dibandingkan 25 tahun yang
sirkulasi paru atau menyatakan dua atau lebih volume paru yaitu volume alun
nafas, volume cadangan ekspirasi dan volume residu. Adapun kapasitas paru
a. Kapasitas total yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paruparu pada
tergantung dari beberapa hal yaitu kondisi paru, umur, sikap, dan bentuk
seseorang.
a. Kapasitas inspirasi
c. Kapasitas vital
vital paru yaitu jumlah terbesar yang dapat dikeluarkan dari paru setelah
2.5.Sistem Pernafasan
faring melalui hidung tetapi udara juga dapat masuk melalui mulut jika
hidung tersumbat.
Setelah faring, laring atau kotak suara yang terletak di pintu masuk
bagi laki-laku. Pada saat pita suara udara mengalir cepat melewati pita
bermacam-macam bunyi.
kanan dan kiri, yang masing-masing ke paru kanan dan kiri. Di dalam
. Fisiologi Pernafasan
m Lauralee (2001) fungsi paru-paru yang utama adalah untuk proses respirasi, yaitu pengambilan dari udara luar masuk ke dala
nafas dan terus ke dalam darah. Oksigen digunakan untuk proses metabolisme
dan korbondioksida yang terbentuk pada proses tersebut dikeluarkan dari dalam
1. Ventilasi adalah proses keluar dan masuknya udara ke dalam paru, serta
oleh peristiwa mekanik pernafasan yang dikenal sebagai inspirasi dan ekspirasi.
antariga eksternal dan otot leher. Proses inspirasi adalah proses yang aktif
karena dalam proses ini terjadi kontraksi otot dan mengeluarkan energi.
Gejala gangguan fungsi paru, seperti sesak nafas, nyeri dada dan penurunan
yang cepat dari kapasitas ventilasi pada hari pertama masuk kerja memberikan
Pada stadium lanjut edema ini akan bersifat menetap pada setiap hari kerja.
22
menyebabkan gangguan ventilasi atau aliran darah. Kelainan ventilasi yang biasa
terjadi adalah obstruktif dan restriktif. Keadaan fungsi paru ini dapat dinilai atau
Spirometer adalah alat untuk mengukur volume udara yang dihirup dan
dihembuskan. Alat ini terdiri dari tong berisi udara yang terapung pada sebuah
keluar-masuk tong melalui sebuah selang penghubung, tong akan naik atau turun
sebagai berikut:
FEV1). Volume udara yang dapat diekspirasi selama satu detik pertama
normal 80% udara yang dapat dipaksa keluar dari paru-paru yang
(Ganong, 1998).
23
FEV1
RESTRIKSI NORMAL
75%
RESTRIKSI OBSTRUKSI
OBSTRUKSI
0 80% KVP
Batu kapur adalah batuan sedimen berjenis khusus yang terbentuk dari
diantaranya untuk bahan kaptan, bahan campuran bangunan, industri karet dan
ban, kertas, dan lain-lain. Batuan kapur ini sangat penting artinya sebagai
bahan dasar dalam industri. Batuan kapur mempunyai sifat yang istimewa,
bila dipanasi akan berubah menjadi kapur yaitu kalsium oksida (CaO) dengan
diawali dengan proses pengolahan batu kapur. Adapun proses pengolahan batu
a. Kegiatan Penambangan
lainnya.
c. Kegiatan Pembakaran
kelompok, ada yang menggunakan limbah karet, limbah kayu, limbah oil
sludge dan sebagainya. Lamanya proses ini bekerja kurang lebih selama
hitam pekat.
d. Kegiatan Pemadaman
(bongkahan) maupun bubuk (powder) apabila sudah disiram oleh air yang siap dijual. Bentuk dari CaO tergantung perminta
e. Kegiatan Pengayakan dan Finishing Produk Kapur.
Batu kapur yang dipesan dalam bentuk bubuk perlu dilakukan pengayakan terlebih dahulu kemudian di masukan kedalam
pengemasan dan siap untuk dijual.
Pemadaman Kapur
Air
Pengayakan& Finishing
adalah air dalam bentuk bentuk uap H2O dan Karbon Dioksida (CO2). Jumlah
uap air yang terdapat di udara bervariasi dari cuaca dan suhu. Udara di alam
(SO2), Hidrogen sulfida (H2S), dan Karbon Monoksida (CO) selalu dibebaskan
Selain itu partikel-partikel padatan atau cairan berukuran kecil dapat tersebar
diudara oleh angin, letusan vulkanik atau gangguan alam lainnya. Selain
manusia.
komponen lain ke dalam udara, baik oleh kegiatan manusia secara langsung
atau tidak langsung maupun akibat proses alam sehingga kualitas udara turun
dapat disebabkan oleh karena peristiwa alamiah dan dapat pula disebabkan
oleh aktifitas manusia, melalui kegiatan industri dan teknologi. Partikel yang
mencemari udara banyak macam dan jenisnya, tergantung pada macam dan
bahan pencemar. Bahan pencemar yang yang menjadi perhatian adalah pencemar
utama (major air pollution) yaitu golongan oksida karbon (CO, CO2), Oksida
belerang (SO2 ,SO3), Oksida Nitrogen (N20, NO,NO3), senyawa hasil reaksi foto
kimia, partikel (asap, debu, asbestos, H2S, NH3, H2SO4, HNO3, Hidrokarbon
(CH4, C4H10), unsur radio aktif (Tritium, Radon), energi panas (suhu) dan
kebisingan.
bereaksinya bahan polutan dangan organ paru dan jika hal ini berlangsung terus-
meningkatkan kelainan faal paru obstruktif. Bahan pencemar udara yang dapat
menyebabkan gangguan pada saluran pernafasan dari udara ambien antara lain
29
gas SO2, O3, NO2 dan partikel debu (0,1-10µg. Bahan-bahan tersebut dapat
kelainan paru obstruktif. Berikut ini gambaran pencemaran partikel debu (PM10)
dan asap (SO2, NO2) yang dapat berpengaruh terhadap gangguan kesehatan.
2.9.2. Gambaran Pencemaran Partikel Debu (PM 10) dan Asap (SO2, NO2)
terhadap Gangguan Paru.
padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari
proses pemecahan suatu bahan, berukuran 0,1-25 mikron dan termasuk kedalam
golongan partikulat. Partikulat adalah zat padat/cair yang halus, dan tersuspensi
diudara, misalnya embun, debu, asap, fumes dan fog. Partikulat ini dapat
merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang
particulare metter adalah partikel halus di udara yang terbentuk saat proses
pembakaran bahan bakar minyak. Terutama partikulat halus yang disebut PM10.
Particulat Matter 10 (PM10) adalah jenis pencemaran yang terdiri dari partikel
cair dan padat yang sangat kecil berdiameter 10 mikron untuk dihirup kebagian
terdalam
30
manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan pernapasan dan
Solubity (mudah larut), komposisi kimia, konsentrasi debu dan ukuran partikel
debu
penyakit pada saluran pernapasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat
fisiknya.
31
memiliki tingkat kelolosan yang tinggi dari saringan pernafasan manusia dan
meningkat pada pagi dan malam hari karena asap bercampur dengan uap air.
PM10 tidak terdeteksi oleh bulu hidung sehingga masuk ke paru-paru. Jika
saluran pernapasan.
gejala asma dari kunjungan rumah sakit dan kematian akibat peningkatan PM10 di
konsentrasi PM10 sebesar 1,4% per 10 mg/m dan gangguan pernafasan sebesar
3,4% per 10 mg/m dengan gejala hidung berair, hidung tersumbat, sinusitis, sakit
tenggorokan, batuk kering dan berdahak, sesak napas dan dada tidak sakit.
namun berbeda dengan penyakit TBC paru. Partikel debu selain memiliki
berikut:
diinhalasi dalam bentuk partikel debu solid, atau suatu campuran dan asap.
yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan mengandung sel goblet.
Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat pada lubang
hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan
33
membentuk fokus dan berkumpul dibagian awal saluran limfe paru. Debu ini
akan difagositosis oleh magrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap magrofag
ikat kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat yang membentuk
fibrosis.
Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru yaitu pada dinding alveoli dan
jaringan ikat intertestial. Akibat fibrosis paru akan terjadi penurunan elastisitas
jaringan otak, jantung dan bagian-bagian tubuh lainnya sehingga hal ini
Hal ini dibuktikan secara studi epidemiologi dalam Pope et al. (2003)
menunjukkan bahwa partikulat halus (PM) polusi udara memiliki efek yang
pada titik akhir kesehatan pernapasan, ada bukti yang berkembang bahwa PM
merupakan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular. Bukti ini berasal dari
34
konsentrasi PM ambien.
dalam bahan bakar fosil. Selain itu kandungan sulfur dalam pelumas juga
Reaksi kimia:
S2 + O2- SO2
gangguan pada sistem pernapasannya. Hal ini karena gas SO 2 yang mudah
dan saluran napas yang lain sampai ke paru-paru. Serangan gas SO 2 tersebut
menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang terkena. Daya iritasi SO 2 pada
setiap orang ternyata tidak sama. Ada orang yang sensitif dan sudah akan
mengalami iritasi apabila terkena SO2 berkonsentrasi 1-2 ppm, namun ada
pula orang yang baru akan mengalami iritasi tenggorokan apabila terkena SO2
berkonsentrasi 6 ppm.
35
Gas SO2 merupakan bahan pencemar yang berbahaya bagi anak– anak,
orang tua dan orang yang menderita penyakit pernapasan kronis dan penyakit
bila teriritasi oleh SO2 dan spasme akan lebih berat bila konsentrasi SO2 lebih
tinggi sementara suhu udara rendah. Apabila waktu paparan dengan gas SO 2
cukup lama maka akan terjadi peradangan yang hebat pada selaput lendir yang
saluran udara pernapasan pada penderita asma dan individu sensitif lainnya.
membuat tidak aktifnya getaran atau denyut lapisan rambut getar dari saluran
infeksius dan partikel asing. SO2 merupakan senyawa yang cepat bereaksi
dengan jaringan paru dan menimbulkan efek yang sangat luas karena dapat
aplastik.
Pada konsentrasi 6-12 ppm, SO2 mudah diserap oleh selaput lendir
saluran pernapasan bagian atas (tidak lebih dalam daripada larynx). Dalam
36
kadar rendah, SO2 dapat menimbulkan spasme temporer otot-otot polos pada
bronchioli. Spasme ini dapat menjadi lebih hebat pada keadaan dingin. Pada
bagian atas dan apabila kadar SO2 bertambah tinggi lagi, maka akan terjadi
reaksi peradangan yang hebat pada selaput lendir yang disertai dengan
paralysis cilia dan kerusakan lapisan epithelium. Bila kadar SO2 (6 - 12 ppm)
tetapi pemaparan terjadi berulang kali, maka iritasi selaput lendir yang
(NO2) berasal dari gas-gas yang dihasilkan oleh buangan kendaraan bermotor
dan pusat-pusat tenaga listrik. Tidak seperti carbon dan sulfur, NO tidak
terdapat dalam bahan bakar minyak, akan tetapi berasal dari udara dimana
jelas, akan tetapi NO dalam kadar yang cukup tinggi dapat bereaksi dengan Hb
dan mempunyai sifat yang sama dengan CO, karena dapat menghalangi fungsi
pembengkakan pada paru-paru karena waktu paparan yang cukup lama pada
peradangan saluran pernapasan bagian atas dan iritasi pada mukosa mata
(Soedomo, 2001).
gas NO2 akan membengkak sehingga penderita sulit bernapas yang dapat
sistem pernapasan dan dapat menjadi emfisema, bila kondisinya kronis dapat
berpotensi menjadi bronkhitis serta akan terjadi penimbunan NO2 dan dapat
Sifat bahayanya terletak pada gejala yang tidak segera tampak setelah
Baku mutu udara ambien (BMUA) merupakan ukuran batas atau kadar
zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau seharusnya ada dan/atau unsur
38
1999 Baku Mutu Udara Ambien Nasional, menyatakan bahwa kadar debu
partikel 10 mikron di udara yang memenuhi syarat adalah tidak melebihi dari
150 μg/m3. Sedangkan konsentrasi suhu dan kelembaban diatur dalam Kepmenkes
Kesehatan Lingkungan Kerja Industri persyaratan suhu adalah 18-30 oC dan untuk
Selain dari paparan debu partikel dan asap dari faktor lingkungan, faktor-
faktor lain yang dapat meningkatkan risiko gangguan fungsi paru pada pekerja
a. Umur
gangguan saluran pernapasan pada tenaga kerja (Yunus,F, 1997). Faktor umur
paru tetapi rata-rata telah memberikan suatu perubahan yang besar terhadap
volume paru. Hal ini sesuai dengan konsep paru yang elastisitas.
bermakna antara paparan debu terhirup dengan gangguan fungsi paru pada
kelompok umur 31-40 tahun. Sedangkan pada kelompok umur 20-30 tahun
tidak ada hubungan antara paparan debu dengan gangguan fungsi paru.
b. Jenis Kelamin
(2003) dalam Sucipto (2007) jumlah wanita yang mengalami serangan asma
Selain itu dalam Sucipto (2007) penyakit paru dapat menjadi perhatian
penyakit paru-paru. Ada 3 jenis penyakit paru-paru yang sangat umum pada
wanita: asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan kanker paru-paru.
daripada laki-laki menurut H.M Boezen dkk (1994) dalam Sucipto (2007).
Kecenderungan bahwa asma lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria
University of California and the Allergy & Asthma Medical Group and
Research Center di San Diego, wanita berusia antara 20-50 tahun ternyata 3
kali lebih sering dibanding pria untuk dirawat di Rumah Sakit akibat asma.
c. Masa Keja
Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu kantor,
badan dan sebagainya (KBBI, 2001). Menurut (Suma’mur, 1996) masa kerja
adalah lamanya seorang tenaga kerja dalam (tahun) dalam satu lingkungan
Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar
kerja 5-10 tahun ada hubungan yang bermakna antara paparan debu terhirup
d. Lama Paparan
penyakit atau gangguan pada saluran napas akibat debu. Faktor itu antara lain
adalah faktor debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya
seseorang berada dalam lingkungan kerja dalam waktu sehari. Kemudian dalam
Suma’mur (1998) menyatakan bahwa salah satu variabel potensial yang dapat
tersebut dalam suatu lingkungan tertentu, selain itu menurut Bannet (1997)
dalam Nugraheni (2004) bahwa konsentrasi debu dan lama paparan terhadap
e. Kebiasaan merokok.
polutan partikel padat dan gas. Asap rokok merangsang sekresi lender
banyak jumlah batang rokok perhari yang dihisap, maka akan terjadi penurunan
hubungan dose respon antara kebiasaan merokok dengan dan rendahnya leval
f. Status Gizi
terhadap efek debu, sehingga pada seseorang dengan status gizi baik
Indeks Masa Tubuh (IMT), dengan IMT akan diketahui apakah berat badan
seseorang dinyatakan normal, kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk
orang dewasa berumur lebih dari 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi,
berikut :
IMT Kategori
g. Aktifitas Fisik
jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan ; denyut nadi istirat
h. Riwayat Penyakit
pernapasan dapat berkurang akibat sakit, seperti asma, pasca Tb, PPOK
suprasystem. Variabel ini dengan kata lain juga harus diperhitungkan dalam
Iklim menjadi salah satu peran dalam proses kejadian penyakit. Iklim
a. Temperatur
dapat menimbulkan temperature tinggi. Dengan kata lain, udara dingin akan
terperangkap dan titik dapat keluar dari kawasan tersebut dan cenderung
sekali. Oleh karena itu, udara yang penuh dengan polutan dengan kondisi
bagi kesehatan.
b. Kecepatan Angin
Kecepatan angin yang kuat akan membawa polutan terbang kemana-mana dan
dapat mencemari udara ke wilayah lain. Alat pengukur kecepatan angin yang
c. Arah Angin
Massa udara yang bergerak disebut angin. Angin selalu bertiup dari
tempat dengan tekanan udara tinggi ke tempat yang tekanan udara rendah. Jika
tidak ada gaya lain yang mempengaruhi maka angin akan bergerak secara
46
mbunya akan menimbulkan gaya yang akan mempengaruhi arah pergerakan angin. Pola arah angin ini akan menentukan kema
hujan pembersihan atmosfer lebih efektif karena terjadi pengendapan bahan polutan yang lebih cepat (dengan adanya gaya g
e. Kelembaban Udara
perbandingan antara tekanan uap air actual (yang terukur) dengan tekanan uap
air pada kondisi jenuh, umumnya dinyatakan dalam persen. Kelembaban udara
yang relative rendah di daerah tercemar akan mengurangi efek korosif dari
bahan kimia pencemar. Pada kelembaban relatif tinggi didaerah tercemar akan
topografi, sehingga dapat diduga semakin jauh jarak dengan sumber semakin
TSP dan PM10 menurun jaraknya dari sumber (pengolahan kapur mulai jarak
dihindarkan asal saja tenaga kerja mempunyai kemauan dan itikad yang baik
dalam menghindarkan penyakit akibat kerja. Untuk penyakit akibat kerja yang
debu yang ada dalam ruangan kerja menjadi lebih rendah dari kadar
c. Isolasi yaitu menutup proses, bahan atau alat kerja yang merupakan
yang diperkenankan
titik mana atau simpul mana kita bisa melakukan pencegahan. Tanpa
variable kependudukan.
dapat digambarkan dalam teori Simpul oleh Achmadi (2008) pada Gambar 2.2.
sehat atau sakit setelah mengalami inteaksi atau exposure dalam komponen
Manajemen Penyakit
Manajemen Penyakit
Simpul 2
Simpul 1: Sumber Penyakit (Alamiah/ Antropogenik) Udara Air
Simpul 3:
Agent Penyakit
Lingkungan Strategis/Politik, Iklim, Topografi, Suhu,dll.
penyakit, kita dapat mencegah pada proses kejadian hingga simpul 3,4 atau 5.
lingkungan yang dapat memindahkan agen penyakit pada hakikatnya ada lima
cara tidak langsung yang disebut dengan biomarker atau tanda biologis pada
tubuh.
penduduk. Ada tiga gradasi penderita penyakit, yaitu akut, subklinik dan
penderita penyakit kategori samar dan masyarakat sehat yang harus dilindungi.
manusia dalam sebuah teori simpul maka berdasarkan Ikhsan (2002), Rahman
dan Suryaman (2009), Pudjiastuti (2002), Soedomo (2001), dan Sunu (2001)
53
pembakaran seperti SO2 dan NO2 melalui udara ambien menjadi pencetus
dengan gangguan fungsi paru adalah umur, jenis kelamin, status gizi, perilaku
merokok, masa kerja, lama paparan, penggunaan APD, riwayat penyakit dan
aktifitas fisik atau olahraga. Selain itu menurut Laktin (2002) adanya faktor-
Bagan 2.2.
Kerangka Teori
Manajemen Pengendalian
Simpul 2
Simpul 1: Aktivitas penambangan dan pengolahan Batu Kapur
Simpul 3: Jumlah Kontak Pemajanan dan Faktor Host lainnya.
Media Transmisi Penyakit:
Udara Ambien
Agent
PM10, SO2, NO2
Faktor Meteorologi: Temperatur, Kelembaban, Curah Hujan, Arah angin
KERANGKA KONSEP
gangguan fungsi paru. Adapun bahan pencemar dari aktivitas tersebut salah
satunya adalah partikel debu (PM10). Debu yang berukuran 5-10 mikron
di udara dan terhirup secara terus menerus maka partikel debu akan
tertimbun dalam paru untuk terdeposit didalam alveoli. Akibat PM10 yang
fungsi paru. Faktor meteorologi tersebut antara lain suhu, kelembaban dan
arah angin.
55
56
vital paru menurun dan dapat mengakibatkan suplai oksigen dalam tubuh
berkurang.
Konsumsi merokok, efek dari ribuan zat kimia yang terkandung olah
dapat menyebabkan iritasi dan sekresi mukus yang berlebih pada bronkus,
expossure duration dari agent yaitu PM10 yang terhirup dari udara bebas
gangguan paru.
bahan polutan di lingkungan kerja, saat suhu lingkungan tinggi akan terjadi
57
tersebut juga akan tidak terjadi pertukaran udara, hal ini akan menimbulkan
kondisi lingkungan kerja yang kritis dan berisiko bagi kesehatan respirasi
pekerja.
dari polutan pencemar yaitu debu terhadap tubuh. Kondisi yang tidak baik
yaitu saat kelembaban relative rendah, hal ini akan berisiko juga jangkitnya
bakteri yang berektif dengan bahan polutan yang dapat masuk ke saluran
udara ambien SO2 dan NO2, karena keterbatasan alat pengukuran dari
APD juga tidak diteliti karena saat studi pendahuluan pekerja tidak ada yang
prioritaskan untuk bekerja dan beristirahat saja, hal ini kan terlihat ketidak
beragaman data, serta variabel lama paparan tidak diteliti karena para
Bagan 3.1.
Umur
Status Gizi
Gangguan Fungsi Paru
Masa Keja
Konsumsi Merokok
Suhu
Kelembaban
59
3.2. Hipotesis
1. Ada hubungan antara umur terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja
2. Ada hubungan antara masa bekerja terhadap gangguan fungsi paru pada
3. Ada hubungan antara status gizi terhadap gangguan fungsi paru pada
6. Ada hubungan antara suhu terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja
ara kelembaban terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja penambangan dan pengolahan batu kapur di Desa Tamansar
61
3.3. Definisi Operasional
Variable Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Variabel Dependen
Gangguan Hasil pengukuran ventilasi paru Pengukuran Sprirometer 0. Ada, (Restriktif, Ordinal
Fungsi Paru yang dinilai dengan menggunakan menggunakan Obstruktif,
parameter alat spirometer Mixed) jika FEV1
Normal : KVP > 80 %, oleh badan > 75 % dengan
nilai prediksi untuk semua teknis khusus. semua nilai KVP
umur, (RSUD atau KVP < 80 %
Restriksi : KVP < 80 %, Karawang/ dengan semua
FEV1 > 75, Biomedilab) nilai FEV1.
Obstruksi : KVP > 80 %, FEV1 < 1. Tidak ada
75%. (normal) jika
FEV1 < 75 %
dan KVP > 80%.
(Lauralee, 2001).
62
Variabel Independen
Umur Usia responden yang terhitung Kuesioner oleh Kuesioner dan Tahun Rasio
sejak tanggal lahir sampai waktu peneliti pengecekan
penelitian berlangsung dengan KTP.
wawancara
terpimpin
Masa kerja. Lamanya pekerja bekerja di Pengisian Kuesioner Tahun Rasio
pengolahan batu kapur, yaitu koesioner oleh
tahun di mulai bekerja sampai peneliti dengan
waktu wawancara dilakukan wawancra
dalam hitungan tahun. terpimpin.
Status Gizi Hasil penimbangan berat badan Pengukuran Timbangan 0. Kurus jika IMT Interval
dan pengukuran tinggi badan, perhitungan Digital, < 18,5
dimana datanya digunakan IMT Microtoice dan 1. Normal, jika
sebagai pengukuran indeks masa IMT= Berat lembar isian. IMT 18,5-25
tubuh. badan/Tinggi 2. Gemuk, jika
badan2 IMT > 25
(FAO, 2003)
Kualitas debu Partikel padat yang dihasilkan Pengukuran EPAM - 5000 µg/m3 Rasio
partikulat metter dari kegiatan pengolahan batu menggunakan
(PM10) kapur, mulai dari penghancuran, alat EPAM pada
pembakaran, pembongkaran dan 2 titik berbeda
pengepakan (finishing), yang berdasarkan
diambil berdasarkan titik jangka waktu
aktivitasnya tersebut. pagi, siang dan
sore dalam
interval waktu
satu jam
pengukuran.
Suhu Drajat panas atau dingin di Tingkat suhu Wbgt Quest O
C Rasio
lingkungan kerja yang tercatat dalam satuan OC
pada alat ukur.
64
Kelembaban Jumlah uap air yang terkandung Tingkat Wbgt Quest % Rasio
didalam campuran air-udara kelembaban
dalam fase gas di lokasi kerja. dalam %.
56
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
cross sectional study (potong lintang). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan risiko kejadian gangguan fungsi paru pada
pekerja pengolahan batu kapur di Desa Tamansari, dimana data variabel bebas
(faktor risiko) dan terikat (efek) diamati pada waktu yang sama.
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach).
Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran
dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal
ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama.
(Notoatmodjo, 2002).
4.2.1. Lokasi
65
66
Sampel dalam penelitian ini adalah semua pekerja pengolahan batu kapur
di industri batu kapur tidak diketahui secara pasti karena sifat pekerja tidak tetap.
proporsional, berdasarkan peneliti saja dan besaran sampel dan kriteria telah
ditentukan terlebih dahulu namun tidak dipilih secara acak (Nasution, 2003),
dengan kata lain sampel penelitian ini ditentukan oleh peneliti sendiri sesuai
perincian 20 responden dari titik sampel A dan 20 lainnya dari titik sampel B.
yaitu kadar suatu debu dan kondisi fungsi paru pekerja batu kapur adalah :
injak standart.
masa kerja.
68
dalam dua kategori yaitu teknik sampling udara emisi dan teknik sampling udara
kualitas udara ambien saat ini terbagi dalam dua kelompok besar yaitu
pemantauan kualitas udara secara aktif (konvensional) dan secara pasif. Dari sisi
parameter yang akan diukur, pemantauan kualitas udara terdiri dari pemantauan
gas, yang perlu diperhatikan adalah ukuran diameter dari partikulat tersebut.
sampai ukuran lebih besar. Pada penelitian ini mengkhususkan pengukuran PM 10,
yaitu debu partikel yang berukuran 10 mikron menggunakan alat SKC EPAM-
5000.
secara in situ (real time) di lingkungan maupun ruangan secara ambien. Unit dari
pemantauan secara in situ (real time). Partikel debu akan tergambarkan kedalam
sensor dan terdeteksi setiap detiknya. Konsentrasi debu dengan cepat akan
terkalkulasi dan terlihat di layar EPAM-5000. Semua data akan tersimpan dalam
dapat ditangkap mulai 1µg/m3 sampai 2000 µg/m3 . Data akan tersimpan dalam
interval waktu setiap 1 detik, 1 menit, 10 detik atau 30 menit, ini disesuaikan dengan
kebutuhan penggunanya.
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan meliputi studi literatur awal terhadao objek yang akan
dibahas, dilanjutkan dengan survey lokasi studi dan persiapan alat yang
digunakan
Gambar 4.2. Peta Wilayah Desa Tamansari dan Titik Pengambilan Sampel udara
Ambien
Keterangan :
(4 km2 )
Untuk mendapatkan data/nilai harian (24 jam) dilakukan pada salah satu
interval waktu seperti dibawah ini. Masing-masing interval waktu diukur 1 (satu)
pengukuran udara ambien partikulat (24 jam). Adapun waktu pengukuran selama 1
jam pada masing-masing titik dengan pencatatan setiap 1 menit sekali pada data
yang tercatat oleh alat. Kemudian dilakukan pencatatan mean, median, lower dan
upper data.
Batu kapur yang terdiri dari komponen kasium karbonat (CaCO3) dan
Silika (Si) (MSDS Brentag Canada, 2007). Untuk mengetahui risiko kesehatan
lainnya dari material batu kapur ini perlu dilakukan pengujian kandungan mineral
dari batu kapur, khususnya parameter Silika. Silika yang sudah teroksidasi di
Pada penelitian ini ingin mengatahui kandungan silika dari batu kapur yang
standar nilai ambang batas berdasarkan standar National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) yaitu tidak le
Pengukuran kandungan SiO2 di lakukan oleh laboratorium khusus
pertambangan dan mineral dengan standar ISO 11535-2010 oleh PT.CCIC Jakarta, Member of China Certification and Inspec
4.
olahan data secara statistik. Pengolahan data terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk dilakukan uji, analisis d
b. Coding
c. Scoring
berdasarkan skor, yaitu skor 1 untuk index category (kategori indeks) dan skor 0
d. Cleaning
data, artinya sebelum dilakukan pengolahan, dilakukan pengecekan data agar tidak
karakteristik individu pekerja seperti umur, masa kerja, status gizi dan konsumsi
merokok.
mengalami gejala gangguan fungsi paru, umur, masa kerja, konsumsi merokok
kenormalan suatu data numerik. Jika setelah dilakukan uji normalitas data
75
terhadap variabel diperoleh nilai p ≥ 0,05 maka sebaran data berdistribusi normal
dan nilai tengah yang digunakan adalah nilai rata-rata, namun jika sebaran data
tidak berdistribusi normal maka nilai tengah yang digunakan adalah nilai median.
menggunakan uji t-test independen dan chi square dengan derajat kepercayaan
independen. Kemudian tabulasi silang dilakukan pada semua variabel yang akan
dianalisis. Adapun analisis uji bivariat ini pada variabel faktor lingkungan yaitu
konsentrasi PM10, suhu dan kelembaban serta variabel faktor individu pekerja
yaitu umur, masa kerja, konsumsi merokok dan status gizi terhadap gangguan
fungsi paru pada pekerja pengolahan batu kapur di Desa Tamansari Kab.
HASIL PENELITIAN
Pangkalan Kabupaten Karawang. Luas wilayah Desa Taman sari kurang lebih
5.320 m2 dengan kondisi geografis sebagian besar memiliki sumber daya alam
yang sangat berpotensi secara ekonomi dan sosial yaitu dengan adanya gunung
kapur, hutan negara, sungai dan pesawahan. Adapun batas wilayah Desa
penduduk sebagian besar lulus sekolah dasar sampai sekolah menengah pertama.
batu kapur yang ada diwilayah Desa Tamansari yang sudah ada sejak puluhan
tahun lalu.
77
78
dengan istilah “Lio” sudah ada sejak tahun 1960-an. Sumber batu kapur berasal
dari gunung batu kapur yang menjadi milik negara yang menjadi batas wilayah
sebelah timur desa taman sari. Kurang lebih luas pegunungan batu kapur
mencapai 4.500 m2. Aktivitas pengolahan batu kapur yang ada di Tamansari
adalah sekala industri non formal yang masih jauh dari kemajuan teknologi,
dan pengolahan batu kapur sendiri masih menjadi aktivitas yang menjadi salah
yang didapatkan dari hasil retribusi pemilik pengolahan batu kapur. Adapun
jumlah pemilik Lio yang ada di desa Tamansari adalah 18 orang, dengan
Usaha pengolahan batu kapur ini tidak hanya menjadi mata pencaharian
penduduk asli Desa Tamansari namun banyak juga penduduk luar daerah Kab.
Karawang seperti dari Kab. Garut dan Kab. Berebes. Masa kerja para buruh
batu kapur juga cukup lama bertahan sebagai penghasilan sehari-harinya, rata-
rata pekerja ada yang sudah bekerja lebih dari 5-20 tahun. Para pekerja buruh
yang cenderung untuk bertempat tinggal di area pembakaran batu kapur, karena
bahan bakar saat pembakaran. Oleh karena itu rata-rata pekerja pada bagian
sekitar 7-8 orang yang bekerja bergantian mulai dari tahap penghancuran
empat hari. Namun, dikarenakan aktivitas pengolahan batu kapur ini masih
bersifat illegal, maka jumlah pasti dari buruh tenaga yang ada di desa
Tamansari ini tidak tercatat oleh petugas setempat maupun pemerintah daerah.
Selain itu sifat kerja para buruh ini tidak memiliki sistem kontrak kerja dengn
sebanyak 40 pekerja, rata-rata asal daerah pekerja yang banyak terlibat dalam
aktivitas pengolahan batu kapur adalah warga setempat yaitu dari Kab.
Karawang sebanyak 30 orang (71,4%) dan dari luar daerah Kab. Karawang
itu, saat proses pembakaran membutuhkan komponen material dan bahan bakar.
Adapun material yang digunakan masih sangat sederhana yaitu seperti kapak
sebagai penghancur, katrol sumur dan ember sebagai alat pengangkut hasil
pembakaran dan scope. Bahan bakar yang digunakan saat proses pembakaran
adalah limbah padat seperti limbah ban, kain dan karet yang dibeli oleh pemilik
dari sentra-sentra limbah padat. Tidak ada kandungan bensin atau oli yang
2. Pengisian batu
3. Pembakaran ba
4. Pemadaman ka
5. Pembongkaran
6. Pengayakan dan
Permintaan hasil pengolahan batu kapur yang hasil akhirnya menjadi semen putih dan bongkahan
dan Banten yang akan diolah kembali menjadi bahan campuran pembuatan
besi, baja, kaca dan material lainnya. Berdasarkan hasil wawancara salah satu
pemilik Lio, usaha pengolahan batu kapur ini bersifat “borongan” atau
berdasarkan pesanan dari pelaku usaha kapur lain. Biasanya dalam satu minggu
bisa menghasilkan produksi 13 ton/miggu dengan harga jual per kilo gram hasil
paru yaitu kategori normal ≥ 80% dan kategori tidak normal < 80 % dari Force
dengan kategori restriksi ringan dan sedang sedangkan 33 orang (82,5%) tidak
ada gangguan fungsi paru dengan kapasitas vital paksa ≥ 80%. Daftar kapasitas
paru responden dan karakteristik individu ada pada lampiran 6. Hal ini
tersajikan pada tabel distribusi gangguan fungsi paru pada tabel 5.1. dibawah
ini :
Tabel 5.1.
Distribusi Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Pengolahan Batu Kapur
di Desa Tamansari Tahun 2013
pekerjaan dapat dilihat pada tabel 5.2. Dari 40 responden yang bekerja pada
18 orang (45%) dan bagian akhir yaitu pengepakkan hasil pembakaran dan
pengayakan batu kapur yang sudah menjadi seperti tepung atau semen putih
Tabel. 5.2
Distribusi Frekuensi Jenis Pekerjaan di Pengolahan Batu Kapur Desa Taman
Sari Tahun 2013
karakteristik individu pekerja yaitu umur, masa kerja, status gizi dan perilaku
dikategorikan adalah umur, masa kerja dan jumlah batang konsumsi rokok
Tabel 5.3.
Distribusi Karakteristik Individu (Umur, Masa Keja, Konsumsi Rokok dan
Status Gizi) pada Pekerja Pengolahan Batu Kapur di Desa Tamansari
Tahun 2013
Tamansari yang tidak dikategorikan adalah umur, masa kerja dan konsumsi
KTP responden. Distribusi data dapat dilihat pada tabel 5.3. yang
diketahui rata-rata usia responden adalah 37 tahun, usia pekerja termuda adalah
dengan wawancara terpimpin. Satuan masa kerja dihitung dalam satuan tahun.
Distribusi dapat dilihat pada tabel 5.3, menunjukan rata-rata masa kerja responden
adalah 10 tahun, dengan standar deviasi 9,03. Masa kerja minimum adalah 0 tahun
atau dari hasil wawancara baru 2 (dua) bulan dan masa kerja maksimum adalah 46
tahun.
Selain itu, data konsumsi rokok perhari pada 40 responden yang diperoleh
dari kuesioner dengan wawancara terpimpin. Satuan konsumsi rokok perhari dalam
satuan batang. Distribusi dapat dilihat pada Tabel 5.3. Diperolehnya rata-rata jumlah
konsumsi rokok per hari oleh responden sebanyak 13 batang/hari, dengan standar
masing berat badan dan tinggi badan pekerja sebagai indikator IMT. Berdasarkan
hasil kategorisasi status gizi dalam 3 kelompok yaitu kurus jika IMT < 18,5, normal
jika IMT 18,5-25 dan gemuk jika IMT > 25, didapatkan kelompok status gizi kurus
gangguan fungsi paru pada pekerja pengolahan yang meliputi aktivitas penghancuran,
pembakaran, pembongkaran dan pengepakan batu kapur. Dibawah ini adalah hasil
pengukuran kualitas udara ambien berdasarkan jumlah responden dapat dilihat pada
Tabel 5.4.
Hasil Pengukuran Kualitas Udara Ambien (PM10, Suhu dan Kelembaban ) di
Area Pengolahan Batu Kapur Desa Tamansari Tahun 2013
kerja pengolahan batu kapur, mulai dari kadar PM10, suhu dan kelembaban. Data
kadar PM10 diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan alat EPAM SKC-5000,
pengukuran dilakukan selama 1 jam pada dua lokasi pengolahan batu kapur, pada
pagi hari antara pukul 06.00-10.00, siang hari antara pukul 10.00-14.00 dan sore hari
u dan kelembaban menggunakan alat Wbgt Quest Digital berdasarkan aktivitas pengolahan batu kapur dengan jumlah total 40
Tabel 5.5.
ra Ambien di Area Pengolahan Batu Kapur Desa Tamansari Tahun 2013 dan dibandingkan dengan NAB PP No.41 Tahun 1999
pengolahan batu kapur. Dari hasil pengukuran kualitas udara ambien debu didapatkan
rata-rata kadar PM10 dari seluruh 6 titik lokasi tempat pengukuran berdasarkan
aktivitas kegiatannya adalah sebesar 524 µg/m3 dengan nilai standar deviasi 502,14
dengan standar deviasi sebesar 2,40, sedangkan suhu minimum 30 oC dan suhu
lingkungan pengolahan batu kapur adalah 80,3% dengan standar deviasi 6,86,
95%.
5.2.4. Gambaran Kandungan Silika Dioksida (SiO 2) dari Material Batu Kapur
(Calcium Carbonate) di Desa Tamansari
Pengujian kadar SiO2, diperolah dari hasil pengujian laboratorium
pertambangan dan kandungan mineral oleh PT. CCIC dengan standar ISO 11535-
2010 yang tertera pada Tabel 5.6. Pengujian pada tiga sampel batu kapur yaitu sampel
adalah batu kapur setelah dilakukan pembakaran secara sempurna, dimana batu yang
dibakar di dasar tungku. Jenis batu kapur ini, diolah menjadi tepung kapur yang
kemudian dimanfaatkan sebagai bahan baku semen, yang pengujian di beri kode satu
(I). Kemudian sampel ketiga yaitu batu kapur yang sudah dibakar namun tidak
sempurna karena pada saat diproses diletakan diatas tungku, batu kapur jenis ini tidak
bisa dijadikan tepung kapur karena pembakarannya tidak sempurna yang dapat dijual
sebagai bahan baku kaca, besi dan logam, diberi kode dua (II).
89
Tabel 5.6.
Hasil Pengujian kadar SiO2 pada Material Batu Kapur dari Pengolahan Batu
Kapur di Desa Tamansari Tahun 2013
dalam Material Safety Data Sheet (MSDS) Calcium Carbonate, Solid bahwa ambang
batas dari Silika tidak boleh lebih dari 2%. Berdasarkan hasil pengujian SiO 2 dari
batu kapur yang sebelum dibakar diperoleh sebesar 3,46%, batu kapur setelah di
bakar (I) sebesar 1,03% dan batu kapur setelah di bakar (II) sebesar 0,60%. Maka
dapat di simpulkan jenis batu kapur yang memiliki bahaya kesehatan secara kronis
atau pun akut dari adanya paparan kandungan silika yang berlebih adalah berasal dari
batu kapur sebelum dibakar. Sedangkan pada batu kapur yang telah mengalami
pembakaran kadarnya menurun sampai 1%, dan dapat di simpulkan bahwa batu yang
telah mengalami pembakaran masih berada pada nilai ambang batas yang ditetapkan.
Silika bebas (SiO2) yang terdapat pada debu dari bahan material yang
termasuk dalam golongan pneumoconiosis. Penyakit silicosis ini sering ditemui pada
silica bebas di dalamnya. Masa inkubasi silicosisi adalah 2-4 tahun, dan sangat
tergantung dengan banyaknya debu dan kadar yang terhirup (Suma’mur, 1996).
parah dari silicosis dapat menimbulkan gejala demam, penurunan berat badan yang
drastis, menumbuhkan bakteri yang mungkin terjadi seperti TBC, atau pada tingkat
yang lebih parah lagi gejala klinis dapat terlihat hypertrofi jantung kanan menjadi
karena komplikasi penyakit. Untuk mengetahui gejala yang lebih spesifik perlu
dilakukan pemeriksaan foto toraks oleh sinar-X (Brenntag Canada Inc., 2007).
Analisis uji bivariat pada variabel yang berskala rasio dilakukan uji normalitas
terlebih dahulu dengan uji non-parametrik one sampel K-S, hasilnya semua variabel
memiliki nilai Kolmogorov Smirnov-Z p value > 0,05 yang artinya variabel
berdistribusi normal. Selanjutnya untuk uji hipotesis pada variabel umur, masa kerja,
konsumsi merokok dilakukan uji T Independen sedangkan pada variabel status gizi
dilakukan uji chi square. Dibawah ini adalah hasil uji statistik variabel independen
yaitu umur, masa kerja, status gizi, kadar PM10 ambien, suhu dan kelembaban
91
terhadap variabel independed yaitu gangguan fungsi paru pada pekerja pengolahan
Tabel 5.7.
bungan antara Karakteristik Lingkungan (PM10 Ambien, Suhu dan Kelembaban) dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Variabel Independen
Variabel Dependen N Mean SD
No. P value
Ada 7 0,783 514 591,682
Kadar PM10 Gangguan (µg/m3) 490,958
1. Ambien Tidak Ada 33 572
Gangguan (µg/m3)
Ada 7 0,963 32 oC 2,288
Gangguan 32 oC 2,457
2. Su hu Tidak Ada 33
Gangguan
Ada 7 0,854 79,8% 7,267
Gangguan 80,3% 6,878
3. Kelembaban Tidak Ada 33
Gangguan
gangguan fungsi paru yaitu nilai p value kadar ambien PM10 adalah sebesar 0,783,
variabel suhu sebesar 0,963 dan kelembaban sebesar 0,854, maka dapat disimpulkan
semua nilai p value > 0,05 yang berarti secara statistik tidak memiliki hubungan
kemaknaan.
92
Tabel. 5.8.
Analisis Hubungan antara Karakteristik Individu Pekerja menurut (Usia, Status
Gizi, Masa Kerja, Konsumsi Rokok) dengan Gangguan Fungsi Paru pada
Pekerja Pengolahan Batu Kapur di Desa Tamansari Tahun 2013
tahun dengan standar deviasi 3,192. Sedangkan pada responden tidak ada gangguan,
rata-rata usia adalah 35 tahun dengan standar deviasi 1,690. Berdasarkan hasil uji
statistik t- test independen antara usia dengan gangguan fungsi paru didapatkan nilai
probabilitas atau pvalue yang dihasilkan adalah sebesar 0,032, artinya pada alpha 5%
terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan gangguan fungsi paru. Hasil uji
Berdasarkan hasil uji cross tabs antara variabel status gizi dan gangguan
fungsi paru dari pekerja sebagai responden, didapatkan responden yang mengalami
gangguan fungsi paru pada kelompok status gizi kurus sebanyak 2 orang (15,4 %),
normal sebanyak 4 orang (21,1%) dan status gizi gemuk sebesar 1 orang (12,5%).
Kemudian berdasarkan analisis uji bivariat chi square didapatkan nilai pvalue sebesar
0,842. Maka dapat disimpulkan pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara status gizi dengan gangguan fungsi paru pada pekerja batu kapur di
Desa Tamansari. Hasil uji statistik tersebut tersaji dalam Tabel 5.7.
94
2. Hubungan Antara Masa Kerja dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja
Pengolahan Batu Kapur di Desa Tamansari Tahun 2013
adalah 10 tahun dengan standar deviasi 3,192. Sedangkan pada responden tidak
ada gangguan, rata-rata masa kerja adalah 10 tahun dengan standar deviasi 9,167.
Berdasarkan hasil uji t- test independen antara variabel masa kerja dan gangguan
fungsi paru dari pekerja sebagai responden, didapatkan nilai pvalue sebesar 0,932.
Maka dapat disimpulkan pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara status gizi dengan gangguan fungsi paru pada pekerja batu kapur di Desa
kelompok responden yang tidak ada gangguan, rata-rata konsumsi rokok adalah 13
batang/hari dengan standar deviasi 6,60. Berdasarkan hasil uji t- test independen
antara variabel konsumsi rokok dan gangguan fungsi paru dari pekerja pengolahan
batu kapurberdasarkan analisis uji bivariat didapatkan nilai pvalue sebesar 0,567.
Maka dapat disimpulkan pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara lama paparan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja batu kapur di Desa
5.3.2. Hubungan antara Faktor Lingkungan terhadap Gangguan Fungsi Paru pada
Pekerja Pengolahan Batu Kapur di Desa Tamansari Tahun 2013
Rata-rata kadar PM10 pada kelompok ada gangguan adalah 514 (µg/m3)
dengan standar deviasi 391,68. Sedangkan untuk responden yang tidak ada
gangguan, rata-rata kadar PM10 adalah 572 (µg/m 3) dengan standar deviasi
490,95. Hasil uji statistik t- test independen didapatkan hasilnya Pvalue yang
didapatkan dari hasil analisis antara suhu dengan gangguan fungsi paru adalah
sebesar 0,783. Hal ini berarti pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang
dengan standar deviasi 2,28. Sedangkan pada responden tidak ada gangguan,
rata-rata suhu sama yaitu 32 oC dengan standar deviasi 2,245. Hasil uji statistik t-
test independen analisis antara suhu dengan gangguan fungsi paru di dapatkan p
value sebesar 0,287. Hal ini berarti pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang
3. Tahun 2013
tu Kapur di Desa Tamansari
responden tidak ada gangguan adalah 80,3% dengan standar deviasi 6,87. Hasil uji statistik t-test independen analisis antara k
BAB VI
PEMBAHASAN
1. Desain penelitian ini cross sectional study, yang mempunyai keterbatasan tidak
mampu menganalisi hubungan sebab atau akibat. Hal ini dikarenakan variabel
bebas dan terikat dilakukan pengukuran dalam satu waktu yang sama. Sehingga
antara sebab dan akibat sulit diketahui, mana yang mendahului sebab atau akibat
terlebih dahulu.
2. Pada variabel masa kerja, umur dan konsumsi merokok sebagai variabel
ada atau tidaknya gangguan fungsi paru, untuk lebih memperkuat diagnosis
4. Pada pengukuran kadar debu PM10 tidak dilakukan secara personal atau hanya
97
98
Fungsi paru yang utama adalah proses respirasi yaitu pengambilan oksigen
dari udara luar yang masuk ke dalam saluran pernafasan dan terus ke dalam darah.
Salah satu fungsi paru tersebut adalah ventilasi yaitu proses keluar dan masuknya
udara ke dalam paru serta keluarnya karbondioksida dari alveoli ke udara luar.
Kelainan ventilasi yang termasuk dalam gangguan fungsi paru biasa terjadi adalah
perlambatan atau gangguan kecepatan aliran udara yang masuk atau keluar dari
dalam paru.
penunjang alat spirometri untuk melihat volume dan kapasitas paru, diperoleh
gangguan sebanyak 7 orang (17,5%) dengan kategori restriksi ringan dan sedang
dengan nilai kapasitas vital paksa (KVP/FVC) < 80% , sedangkan 33 orang (82,5%)
responden tidak ada gangguan fungsi paru dengan nilai KVP/FVC ≥ 80%.
penunjang paru seperti spirometri dan foto toraksbertujuan untuk diagnosa kelainan
dari fungsi paru, selain itu juga berguna untuk menilai perkembangan dan
99
perjalanan penyakit serta deteksi dini penyakit paru tertentu juga untuk menilai
riwayat asma dengan gejala sesak nafas. Menurut Curry (1946) dalam Yunus (1992)
selain terjadi pada penderita asma, ditemukan juga pada penderita fibrosis kistik,
episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama pada malam menjelang dini hari. Sedangkan Menurut Deal et al. (1980)
dalam Yunus (1992) pada umumnya diagnosis asma dan penyakit obstruksi kronis
dapat mudah ditegakkan oleh karena penderita biasanya mempunyai gejala dan
tanda yang khas, dan obstruksi kronik dapat diketahui tanda dan gejala seperti sesak
berbahaya, disertai dengan pemeriksaan faal paru. Namun, apabila penderita tidak
dalam keadaan hiper responsif jalan nafas, pemeriksaan fisik dan spirometri dapat
orang (11,4%) dan restriksi ringan 2 orang (4,5%). Sedangkan dari jumlah total
asma. Hal tersebut ada kecenderungan responden yang sedang tidak mengalami
rangsangan hipereaktivitas bronkus oleh bahan yang bersifat alergan tidak reaktif
atau yang memiliki riwayat penyakit asma tidak menunjukan adanya gangguan
fungsi paru, sehingga saat pemeriksaan spirometri kapasitas vital paksa responden ≥
80%.
pada pekerja pabrik semen sebanyak 18 orang (9,9%) ada kelainan klinis yang
ditemukan pada subjek penelitian, dan sebanyak 164 orang (90,1%) pekerja semen
ini tanpa kelainan. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan kelainan foto toraks,
Sedangkan , komponen eksogen adalah rangsangan dari luar seperti infeksi, alergan,
101
mekanis, panas dan bahan-bahan kimia seperti sulfur dioksida, aldehid, ozon, debu
disebabkan karena menurunkan kapasitas vital paru seseorang. Curry (1946) dalam
Yunus (1992) gangguan restriksi paru ini menjadi prognosis terjadinya kelainan
saluran paru yang diakibatkan oleh bahan yang bersifat alergi seperti debu, spora,
jamur yang mengganggu saluran pernafasan dan kerusakan jaringan paru, gejala-
gejalanya antara lain batuk kering, sesak nafas, kelelahan umum, banyak dahak dan
lain-lain. Paparan debu mineral seperti batu bara, tembaga dan lainnya diketahui
dapat menimbulkan perubahan khas dalam mekanik pernafasan dan volume paru
dengan pola restriktif. Sedangkan paparan debu organik seperti jamur, bakteri,
sayuran, binatang dapat menimbulkan asma dengan pola kerja obstruktif dengan
1 dari 18 orang.
102
diprediksikan karena adanya paparan SiO2 dari material batu kapur yang belum
melalui tahap pembakaran. Berdasarkan hasil uji laboratotium dari kadar SiO 2 pada
batu kapur ditunjukan dalam tabel 5.6. bahwa pada batu kapur yang belum
kapur yang sudah melalui proses pembakaran. Oleh karena itu, risiko gangguan paru
Karena menurut Suma’mur (1996) silika bebas (SiO2) yang terdapat pada debu dari
bahan material yang mengandung SiO2 dapat terhirup yang dapat menyebabkan
batu- batuan yang mengandung silica bebas di dalamnya. Masa inkubasi silicosisi
adalah 2-4 tahun, dan sangat tergantung dengan banyaknya debu dan kadar yang
terhirup.
Selain itu, hasil pengukuran udara ambien didapatkan kadar PM10 dilokasi
pembakaran sampel A sebesar 1.427 µg/m3 dengan nilai rata-rata keadaan suhu 35
µg/m3 dengan nilai rata-rata keadaan suhu 30 OC dan kelembaban 74% serta
batu kapur tersebut, didapatkan kadar PM10 yang sudah melebihi NAB parameter
103
PM10 menurut PP No.41 Tahun 1999 yaitu sebesar 150 µg/m3. Hal ini yang
menjadi asumsi peneliti bahwa pekerja yang didiagnosis restriksi paru adalah
pekerja yang beraktivitas pada bagian pembakaran, dimana faktor lingkungan yaitu
udara ambien dari kadar PM10 sebagai faktor pemicu terjadinya gangguan restriksi
paru. Jenis gangguan restriktif ini akan mengarah pada jenis penyakit akibat kerja
bertahap dan bersifat kronis sebagai akibat frekuensi lamanya seseorang bekerja
pada lingkungan yang memiliki kadar debu tinggi dan faktor-faktor internal yang
terdapat dalam pekerja seperti jenis kelamin, usia, masa kerja, paparan debu, status
gizi, kebiasaan merokok, alat pelindung diri, kebiasaan olahraga dan lama paparan.
penelitian, seperti usia, status gizi, konsumsi merokok, masa kerja untuk diketahui
apakah ada hubungan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja pengolahan batu
kapur di Desa Tamansari tahun 2013. Adapun karakteristik jenis kelamin, kebiasaan
olahraga, kebisaan menggunakan alat pelindung diri dan lama paparan tidak
dimasukan dalam variabel peneltian akan bersifat homogen, karena semua pekerja
menggunakan alat pelindung diri dan memiliki keterpaparan yang sama berdasarkan
keberadaan pekerja di lingkungan kerja yaitu rata-rata selama 24 jam karena pekerja
tinggal di sekitar pengolahan batu kapur. Dibawah ini adalah hasil uji statistik
analisis bivariat hubungan antara variabel karakteristik pekerja yaitu umur, status
gizi, konsumsi merokok dan masa kerja terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja
antara umur dengan pemenuhan volume paru tetapi rata-rata telah memberikan
suatu perubahan yang besar terhadap volume paru. Hal ini sesuai dengan konsep
paru yang elastisit. Selain itu meningkatnya umur seseorang maka kerentanan
dengan standar deviasi 10,14 dan usia minimum responden adalah 19 tahun serta
usia maksimum responden adalah 59 tahun. Hasil uji statistik antara usia dengan
gangguan fungsi paru didapatkan P value sebesar 0,032, artinya pada alpha 0,05
105
ngan gangguan fungsi paru pada pekerja pengolahan batu kapur di Desa Tamansari tahun 2013.
ngalami gangguan fungsi paru berdasarkan umur, didapatkan bahwa kelompok responden yang mengalami gangguan fungsi pa
Tabel 6.1.
Distribusi Responden yang Mengalami Gangguan Fungsi Paru berdasarkan Umur pada pekerja Pengolahan Batu Kapur di De
Tahun 2013
udara (alveoli) pada lanjut usia akan berkurang dibanding pada saat usia dewasa.
Penurunan daya tahan paru-paru karena merokok, polusi udara menjadikan lanjut
usia rentan terhadap berbagai gangguan paru-paru, seperti penyakit paru obstruksi
kronik dan bronkhitis. Selain itu, Guyton (2007) dalam Budiono (2007) dalam
umur 30-40 tahun seseorang akan mengalami penurunan fungsi paru. Pada usia 30
106
akan menurun seiring bertambahnya usia, dan pada usia 50 tahun kapasitas paru
akan semakin berkurang hingga dibawah 3.000 ml. Oleh karena itu, hal ini yang
fungsi paru.
gangguan fungsi paru dan 15 orang tidak mengalami gangguan fungsi paru, dari
hasil uji statistik antara usia dengan gangguan fungsi paru menunjukan adanya
hubungan yang bermakna dengan nilai p value 0,015. Hal ini menunjukan umur
merupakan faktor risiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru pada karyawan.
Kemudian, penelitian ini juga sejalan dengan Yuliani (2010) yaitu pada responden
pekerja industri tenun di Jepara tahun 2010 didapatkan bahwa ada hubungan
antara usia dengan kapasitas vitas paru dengan nilai p value sebesar 0,006.
(1998) dalam Yuliani (2010) pada usia diatas 40 tahun organ-organ tubuh
cenderung mengalami penurunan fungsi pada saluran pernafasan seperti trakea dan
penurunan elastisitas bronkus yang akan berpengaruh pada fungsi dan kapasitas
paru seseorang.
Pada penelitian ini apabila variabel usia pekerja pengolahan batu kapur
kelompok usia ≥ 40 tahun sebanyak 21 orang (47%) dan kelompok usia < 40 tahun
(43,2%). Dari hasil penelitian kelompok usia ≥ 40 tahun memiliki risiko lebih
Selain itu didapatkan 15 orang (37,5%) pekerja dengan kelompok usia yang
berisiko yaitu ≥ 40 tahun di analisis uji crosstab dengan masa kerja yang berisiko
yaitu masa kerja ≥ 10 tahun. Dari hasil analisis uji menunjukan sebayak 37,5%
pekerja memiliki risiko gangguan paru akibat lama paparan dari masa kerja.
memperhatikan kelompok umur untuk bisa bekerja di pengolahan batu kapur. oleh
karena itu sebaiknya pekerja yang sudah memiliki usia risiko ≥ 40 tahun untuk
seperti gaya hidup yaitu memproporsikan waktu kerja agartidak melebihi jam
dengan menggunakan masker sebagai pelindung diri serta menjaga pola hidup
sehat lainnya. Hal tersebut akan membantu menjaga kesehatan dan meningkatkan
kualitas hidup untuk lebih produktif baik di usia tua maupun produktif.
berasal dari kata asrafa-yusrifu yang dapat di artikan dengan melampaui batas atau
dengan sikap yang tidak wajar dan melebihi batas yang normal, dapat dikatakan ia
telah bersikap isra’f, demikian Allah swt. membolehkan manusia untuk makan dan
minum sesuai dengan ukurannya dan kemudian diikuti dengan celaan terhadap
orang yang makan dan minum secara berlebihan. Hal ini tentu disesuaikan dengan
kondisi masing-masing orang, karena kadar tertentu. Atas dasar itu dapat
responden terhadap efek debu, sehingga pada seseorang dengan status gizi baik
kemungkinan menderita penyakit pernafasan lebih kecil dari pada seseorang yang
mempunyai gizi kurang. Menurut Almeitser (2002) salah satu akibat dari
kekurangan gizi dapat menurunkan sistem imunitas dan anti bodi sehingga orang
mudah terangsang infeksi seperti batuk, pilek, diare dan juga berkurangnya
debu yang masuk dalam tubuh. Kemudian, menurut Karim (2002) dalam Mengkidi
(2006) status gizi tenaga kerja erat kaitannya dengan tingkat kesehatan tenaga
109
status gizi memiliki pengaruh terhadap status kesehatan seseorang yang akan
Pada penelitian ini status gizi diperoleh dari standar indeks masa tubuh
(IMT) responden, dimana berat badan dan tinggi badan sebagai indikator
gizi normal. Sedangkan dari hasil crosstab dari 7 pekerja yang mengalami
paru pada kelompok status gizi kurus sebanyak 2 orang (15,4 %), normal
sebanyak 4 orang (21,1%) dan status gizi gemuk sebesar 1 orang (12,5%).
Kemudian hasil analisis statistik didapatkan nilai pvalue sebesar 0,842, maka dapat
disimpulkan pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status
gizi dengan gangguan fungsi paru pada pekerja batu kapur di Desa Tamansari.
Oleh karena itu, status gizi tidak menjadi variabel yang signifikan berhubungan,
karena rata-rata pekerja memilki status gizi normal. Namun, hal ini dapat
menunjukan bahwa kelompok status gizi kurus, normal dan gemuk memiliki risiko
secara epidemiologi bahwa status gizi dan asupan makanan yang berhubungan
110
Faktor risiko dari status gizi terhadap gangguan fungsi paru sejalan dengan
teori menurut Sridhar (1999) dalam Budiono (2007) bahwa secara fisiologis
seseorang dengan status gizi yang kurang maupun lebih dapat mengalami
penurunan kapasitas vital paru yang pada akhirnya akan mempengaruhi terjadinya
gangguan fungsi paru. Penelitian Benedict (1991) pada seseorang dalam keadaan
starvation yaitu keadaan dimana satu atau beberapa proses keadaan kelaparan
karena terus dan terus menunggu kebutuhan sumber dayanya dipenuhi , namun
energy expenditure sebesar 20% dan dapat menurukan konsumsi O2 sebesar 18%.
Penelitian ini sejalan dengan Triatmo dkk (2006) yaitu berdasarkan hasil uji
statistik hubungan antara status gizi dengan gangguan fungsi paru pada pekerja
mebel didapatkan nilai p value sebesar 0,537, bahwa status gizi tidak memiliki
juga dengan penelitian Yuliani (2010) yaitu berdasarkan hasil uji statistik,
hubungan antara status gizi dengan kapasitas vital paru pada pekerja tenun
didapatkan nilai p value 0,154, ini berarti tidak ada hubungan signifikan antara
111
status gizi dengan kapasitas vital paru. Selanjutnya sejalan juga dengan penelitian
Khumaidah (2009) pada pekerja furniture, hasil penelitian menunjukan tidak ada
hubungan antara status gizi pekerja dengan gangguan fungsi paru dengan nilai p
value 0,667.
Efek negatif dari penurunan status gizi terhadap fungsi ventilasi paru ini juga
diperkuat dalam penelitian Minesota oleh Keys et al (1950), kapasitas vital paru
penyakit tuberkulosis dan pneumonia apabila disertai keadaan kurang gizi tingkat
berat.
Hal ini diperkuat dari hasil perhitungan angka kebutuhan gizi (AKG)
berdasarkan kebutuhan energi kalori/hari pada responden. Data ini didapatkan dari
hasil wawancara terpimpin dengan menggunakan lembar food recall dalam 1x24
jam, kemudian jumlah kalori harian dihitung dengan panduan kalori makan dari
kalori/hari (> 2000 kkalori/hari), kemudian dari hasil crosstab antara AKG
kurang (< 2000 kkalori/hari) sebanyak 5 orang (18,5%) dan responden dengan
status gizi tidak normal dan angka kebutuhan energi kurang memiliki risiko untuk
ekonomi pekerja pengolahan batu kapur di Desa Tamansari ini berdasarkan hasil
upah dari hasil pembakaran batu kapur yang bersifat borongan diatas upah
minimum regional Kab. Karawang yaitu sebesar Rp. 1.269.000, dengan upah
harian rata-rata mendapat Rp. 75.000, apabila dikali hari aktif bekerja selama 20
hari atau dikurangi hari libur 10 hari maka rata-rata pekerja pengolahan batu kapur
tersebut tidak hanya untuk kebutuhan primer pada makanan saja, namun
masing-masing dan pengeluaran pada konsumsi rokok juga oleh pekerja menjadi
mencapai 85% dari jumlah responden, sedangkan proporsi kebutuhan energi yang
masih belum mencukupi (AKG < 2000 kkalori/hari) sebanayk 67,5% dari jumlah
responden, dimana dari AKG tersebut menjadi gambaran pola konsumsi makan
sehari-hari.
113
Dari proporsi antara pengeluaran bulanan yaitu rata-rata diatas UMR, AKG
yang rata-rata < 2000 kkalori/hari, serta status gizi sebesar 40% tidak normal
para pekerja pengolahan batu kapur ini memiliki tingkat ekonomi yang cukup,
namun terdapat faktor sosial lainnya seperti kebisaan merokok, pengeluaran untuk
makan sehari-hari pada pekerja. Oleh karena itu, sebaiknya pekerja bisa
energi dan kalori tinggi pada kelompok pekerja yang memiliki IMT kurus dan
menjaga pola makan dan aktivitas fisik pada pekerja yang memiliki IMT gemuk.
halal juga baik (Halalan Thoyyiban), sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S.
“dan makanlah makanan yang halal lagi baik, dari apa yang telah di
rizkikan kepada mu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman
kepadaNya”
Dalam tafsir Syaikh Nashir as-Sa’dy (2005) makanan yang halal adalah yang
diproses maupun diperoleh atau sumbernya dengan cara yang halal, yaitu tidak
114
dari hasil curian, korupsi dan mendzlimi orang lain atau apabila hewan potong
harus menyebut asma Allah swt. saat dilakukan pemotongan. Selain itu makanan
juga harus baik, yaitu cukup bergizi, makanan yang lengkap dan seimbang porsi
banyak dahak dan sesak napas. Gejala tersebut dapat disebabkan karena paparan
Penggunaan tembakau saat ini pada populasi umum maupun pekerja terjadi
menurut berita online yaitu Kompas.com yang diakses pada Mei 2013, pada tahun
2011 sekitar 270 milyar batang konsumsi rokok di Indonesia, angka ini terus
meningkat dari tahun 1970 dimana konsumsi rokok masih sekitar 30 miliar batang,
hal ini menunjukan terjadi peningkatan 7 kali lipat dalam kurun waktu 40 tahun.
115
terutama pada organ paru-paru dan pernafasan. Berbagai penyakit paru timbul
akibat rokok antara lain kanker paru dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
hubungan dose respon antara kebiasaan merokok dengan dan rendahnya leval
FEV1/FVC dan FEF 25-75% dengan jumlah konsumsi rokok sebanyak 10 batang
Hasil penelitian uji statistik analisis uji T independen pada responden dengan
nilai p value sebesar 0,283, maka dapat disimpulkan pada alpha 5% tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara konsumsi merokok dengan gangguan fungsi paru
pada pekerja batu kapur di Desa Tamansari. Apabila nilai p value variabel
tidak berhubungan lainnya yaitu status gizi (p=0,504), masa kerja (p=0,932), p
value dari kebisaan merokok lebih kecil dari status gizi dan masa kerja, maka
meskipun secara statistik tidak memiliki hubungan yang bermakna dan signifikan
antara variabel kebiasaan merokok terhadap gangguan fungsi paru, mamun secara
rokok < 10 batang/hari hanya 6 orang (15%). Meskipun hanya 7 orang yang sudah
Selain itu, dari hasil analisis uji crosstab antara variabel usia berisiko yaitu ≥
fungsi paru.
Berdasarkan hal itu, asumsi peneliti bahwa prevalensi pekerja yang memiliki
pekerja memiliki risiko lingkungan dari aktivitas pembakaran batu kapur yang
timbulnya gangguan paru, karena partikel dan asap rokok seperti karbon dioksida,
nitrogen dioksida, tar dan bahan kimia lainnya akan merangsang sekresi lendir
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ikhsan dkk (2007) pada pekerja
terpajan debu semen, didapatkan tidak memiliki hubungan yang bermakna antara
variabel kebiasaan merokok dengan kelainan faal paru dengan nilai p value
117
sebesar 0,396. Kemudian sejalan juga dengan penelitian Yuliani (2010) pada
kelainan paru restriksi, namun dari hasil uji statistik tidak ada hubungan antara
kebiasaan merokok dengan gangguan kapasitas vital paru pada pekerja di industri
tenun dengan nilai p value sebesar 0,682. Selain itu juga sejalan dengan penelitian
Aviandari dkk (2008) bahwa tidak ada hubungan anatara variabel kebiasaan
merokok dengan gangguan obstruksi paru dengan nilai p value sebesar 0,567.
Meskipun secara statistik tidak memiliki hubungan, namun secara teori dari
penelitian ini bahwa kebiasaan merokok menjadi faktor risiko untuk terjadinya
gangguan pernafasan yaitu fungsi paru, khususnya pada proporsi responden yang
(67,5%).
memicu terjadinya suatu penyakit. Dalam Komisi Fatwa MUI ke III menetapkan
dugaan yang bersifat anni (dugaan/masih umum) merokok untuk golongan yang
tidak termasuk pada anak-anak, ibu hamil dan perokok di tempat umum tidak
perbuatan yang dapat membahayakan diri, salah satunya adalah merokok. Allah
......هل َكة
ُ ْ تjَ َواَل ُتْلُقىا ِبأٌَِْدٌُكْم إَِلى ال.…
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”
Dalam tafsir Syaikh Nashir as-Sa’dy (2005) atas ayat tersebut, firman Allah
konsekuensi atau hampir mendekati binasanya badan atau jiwa. Kebinasaan yang
termasuk disini adalah melakukan maksiat terhadap Allah swt. dan perbuatan yang
dapat merugikan diri secara jasmani maupun rohani, serta berputus asa untuk
bertaubat.
Oleh karena itu meninggalkan sesuatu yang dapat merugikan diri sendiri
khususnya pada kesehatan jasmani seperti mengkonsumsi rokok lebih baik untuk
akan datang.
sayuran yang mengandung antioksida yang mudah dan murah untuk didapatkan,
dari kelompok buah dapat juga mengkonsumsi jeruk, apel dan manggis, dari
kelompok sayuran seperti tauge, tomat dan bahan kacang-kacangan seperti kedelai
dan makanan olahan seperti tempe dan tahu. Hasil penelitian pada artikel online di
Jepang tim studi di pimpin oleh Fumi Hirayana pada 300 pasien sesak nafas dan
119
340 orang sehat yang mengkonsumsi kedelai, ditemukan hasil bahwa mereka yang
membaiknya fungsi paru dan turunnya risiko terkena sesak nafas. selain itu banyak
mengkonsumsi air minum akan membantu mengeluarkan racun dan nikotin yang
dalam (tahun) dalam satu lingkungan perusahaan, dihitung mulai saat bekerja
semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja
tersebut.
Selain itu, menurut Morgan dan Parkes dalam Faidawati (2003) dalam
Budiono (2007), waktu yang dibutuhkan seseorang terpapar oleh debu untuk
terjadinya fungsi paru lebih dari 10 tahun. Kemudian, penelitian Sumanto (1999)
dalam Budiono (2007) menunjukan bahwa semakin lama seseorang bekerja pada
lingkungan berdebu, maka dapat menurunkan kapasitas vital paru. Dimana setiap
penambahan masa kerja dalam satu tahun akan terjadi penurunan kapasitas paru
sebesar 35,39 ml. Diperkuat dengan peneltian Sugeng dkk (2003) dalam Yulaekah
(2007) berdasarkan studi menunjukan bahwa masa kerja lebih dari 10 tahun
mempunyai risiko terjadinya obstruksi paru pada pekerja industri yang berdebu.
120
Pada penelitian ini hasil analisis uji t-test independen pada variabel masa
kerja terhadap gangguan fungsi paru dengan nilai p value sebesar 0,932, maka
pada alpha 5% menunjukan tidak ada hubungan antara variabel masa kerja dengan
gangguan fungsi paru pada pekerja pengolahan batu kapur di Desa Tamansari
tahun 2013. Dari hasil crosstab antara kategori masa kerja ≥ 10 Tahun sebanyak 3
orang (16,7%) di diagnosis adanya gangguan fungsi paru dan 15 orang (83,3%)
tidak mengalami gangguan fungsi paru, sedangkan pada katagori lama paparan <
orang (81,8%) tidak mengalami gangguan fungsi paru. Hasil crosstab tersebut
menggambarkan proporsi pekerja dengan masa kerja < 10 tahun dan masa kerja ≥
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yulaekah (2007) yaitu tidak adanya
hubungan antara masa kerja terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja industri
batu kapur dengan nilai p value sebesar 0,192. Kemudian penelitian ini sejalan
dengan penelitian Aviandari (2008) yaitu tidak adanya hubungan antara masa kerja
dengan riwayat asma pada pekerja pabrik gandum dengan nilai p value 0,520.
paru pada pekerja pengolahan batu kapur di Desa Tamansari tahun 2013 bahwa
kategori masa kerja kerja < 10 tahun dan masa kerja ≥ 10 sama-sama memiliki
risiko terkena gangguan fungsi paru, meskipun pada hasil uji statistik tidak
adalah penduduk asli daerah setempat yang juga jarak rumah dengan aktivitas
pembakaran batu kapur cukup berdekatan, dimana jarak antara rumah dan tempat
pembakaran kurang lebih berjakar ≤ 1.000 m2, sehingga aktivitas pengolahan batu
kapur di Desa Tamansari ini memiliki risiko paparan polutan partikel debu tinggi,
teknologi, dibuktikan dengan hasil pengukuran udara ambien PM10, rata-rata semua
titik pengolahan batu kapur melebihi NAB berdasarkan PP No.41 Tahun 1999
kerja ini akan terjadi bias analisis dengan lama tinggal pekerja yang berjarak
≤ 1.000 m2 dari aktivitas pengolahan batu kapur, karena menurut Rahman (2009)
menyebutkan kadar TSP dari PM10 menurun jaraknya dari sumber mulai jarak 500
dari lingkungan kerjanya, maka akan ada risiko paparan dari lama tinggal dan
jarak rumahnya. Hal ini dapat dijadikan studi lanjutan mengenai analisis risiko
Desa Tamansari.
122
6.4. Hubungan Antara Faktor Lingkungan terhadap Gangguan Fungsi Paru pada
Pekerja Pengolahan Batu Kapur di Desa Tamansari Tahun 2013
6.4.1. Hubungan Antara Kadar PM10 Ambien terhadap Gangguan Fungsi Paru
Aktivitas pengolahan batu kapur di Desa Tamansari ini merupakan proses
pengolahan batu kapur yang bersifat industri non formal, yaitu hasil tambang
batu kapur kemudian dilakukan pemecahan menjadi bongkahan yang lebih kecil,
tepung atau semen. Dari aktivitas pengolahan tersebut lah menjadi sumber utama
dihasilkannya polutan udara yang salah satunya adalah komponen debu berjenis
pencemaran yang terdiri dari partikel cair dan padat yang sangat kecil berdiameter
rambut manusia adalah 60 mikron, maka PM 10 adalah 6 kali lipat dari sehelai
rambut. Dalam Pope III et al. (2006) partikel PM10 yang berdiameter 10 mikron
memiliki tingkat kelolosan yang tinggi dari saringan pernafasan manusia dan
meningkat pada pagi dan malam hari karena asap bercampur dengan uap air.
PM10 tidak terdeteksi oleh bulu hidung sehingga masuk ke paru-paru. Jika partikel
pernapasan.
123
Data epidemiologi dalam Sydbom et al. (2001) dalam Ikhsan dkk (2010)
termasuk gejala respirasi, eksaserbasi alegi, asma, menurunnya fungsi paru dan
perawatan pada pasien PPOK. Di Eropa dalam artikel The Air Pollution and
Health menunjukan angka rawat asma dan PPOK meningkat 1,0% per 10 mg/m 3
pertama debu diinhalasi dalam bentuk partikel debu solid, atau suatu campuran
dan asap. Kedua udara masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan
pernapasan yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan mengandung sel
goblet. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat pada
lubang hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan
fokus dan berkumpul dibagian awal saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis
oleh magrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap magrofag akan merangsang
Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru yaitu pada dinding alveoli dan
jaringan ikat intertestial. Akibat fibrosis paru akan terjadi penurunan elastisitas
penurunan elastisitas paru yang menyebabkan kapasitas vital paru menurun dan
bagian tubuh lainnya sehingga ini menjadi faktor risiko terjadinya serangan
penyakit kardiovaskular.
tahapan proses aktivitasnya dan waktu representatif selama 24 jam yaitu pada
pagi hari, siang hari dan sore hari, masing-masing pengambilan sampel PM 10
diukur selama 1 jam dan direkama setiap 10 detik yang kemudian data rata-rata
Tabel 6.2.
Hasil Pengukuran Udara Ambien PM10 di Lingkungan Kerja Pengolahan Baru Kapur Desa Tamansari Tahun 2
ra dapat dilihat pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.13 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergera
9 tentang
adalah sebesar 10 mg/m3 berdasarkan Kemenakes No. 1405 Tahun 2002 Tentang
tabel 6.2. hasil pengukuran udara ambien PM10 di lingkungan pengolahan batu
kapur di Desa Tamansari melebihi nilai ambang batas secara kadar udara ambien
melebihi NAB yang di tetapkan. Hal ini dikarenakan aktivitas pengolahan batu
kapur tidak pada suatu industri atau pabrik yang memiliki tempat khusus,
126
karena itu, variebl kadar PM10 ambien tidak memiliki hubungan dengan terjadinya
kapur dan area Desa Tamansari ini memiliki risiko paparan debu tidak hanya pada
kecepatan angin, hasil pengukuran cukup fluktuatif, mimum kecepatan mulai 0,5
sampai maksimum 1,9 m/s, artinya udara di lingkungan kerja terjadi pergerakan
mengikuti arah angin yaitu ke arah timur dengan arah menjauh dari pemukiman
Desa Tamansari.
PM10 dengan gangguan fungsi paru adalah sebesar 0,783. Hal ini berarti pada alpha
fungsi paru.
adanya hubungan kadar TSP ambien semen dengan gangguan fungsi paru dengan
nilai p value sebesar 0,244. Kemudian penelitian ini sejalan dengan Ikhsan (2007)
pada pekerja pabrik semen, hasil uji statistik menunjukan tidak adanya hubungan
antara kadar pajanan debu dengan kelainan klinis paru dengan nilai p value 0,298.
Untuk mengetahui adanya dampak paparan debu dari tempat kerja terhadap
gangguan fungsi paru pada individu pekerja, banyak variabel yang harus lebih
127
spesifik di teliti, yaitu kadar debu terhirup menggunakan personal dust sampler
untuk mengetahui secara spesifik jumlah paparan debu terhirup, kemudian faktor
kerentanan dan imunitas serta fisiologis dari individu pekerja yang sulit untuk
diukur harus melalui penelitian yang lebih medis dan kedokteran kesehatan kerja,
hal ini juga menjadi keterbatasan dari penelitian pekerja batu kapur di Desa
Tamansari.
gangguan pernafasan dan risiko penyakit kronik yang mematikan, namun seorang
pekerja yang berada di lingkungan kerja dengan konsentrasi yang sama, durasi
paparan dan karakteristik perilaku lainnya yang sama namun akan mengakibatkan
kelainan klinis yang berbeda. Menurut asumsi peneliti hal ini disebabkan karena
kerentanan tubuh dan fungsi organ masing-masing individu yang berbeda dan
paparan kadar udara ambien ini di lingkungan kerja pengolahan batu kapur ini
tidak bergerak ditempat seperti dalam sebuah ruangan, tetapi pergerakan debu dan
arah angin menjauh dari aktivitas pembakaran dan proses lainnya, karena sifat
Namun, yang dapat dicanangkan dari aktivitas pengolahan batu kapur ini
sebaiknya lebih ramah lingkungan dan melindungi pekerja dan masyarakat sekitar,
agar selain menjadi mata pencaharian, asset daerah juga menjadi kegiatan kearifan
lokal daerah. Sebagimana dalam Firman Allah swt. dalam Q.S. Al-A’raaf : 56 :
128
dengan baik.”
Dalam Al-Quran dan Tafsirnya (2011) menerangkan ayat ini Allah melarang
kerusakan ini mencakup semua bidang, seperti pergaulan, jasmani, rohani orang
lain, kehidupan dan sumber penghidupan, lingkungan dan sebaginya. Bumi ini
lautan dan sebagainya, yang semuanya ditujukan untuk keperluan manusia, agar
manusia, maka dapat ditegaskan adanya larang pada manusia untuk membuat
Oleh karena itu, segala bentuk penciptaan yang ada di muka bumi seperti
salah satunya dalam bentuk pertambangan sumber daya alam dapat diolah dan
kelestarian lingkungan.
sama yang baik antara Pemda Kab. Karawang dan pemilik pengolahan batu kapur
perlu segera direalisasikan dengan teknologi tepat guna dan sederhana. Menurut
Soerjani dkk (1987) dalam Hadi dkk (2008) bahwa dalam pembangunan
129
modern. Oleh karena itu, pelatihan dan kunjungan lapangan yang dapat disediakan
oleh Pemda setempat maupun lembaga lainnya baik dari akademis maupun sosial
pada Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup Daerah Kab. Karawang dan lintas
Tamansari ini dengan melakukan pemantauan kualitas udara di area kerja maupun
pembangunan daerah.
penyebab polusi udara, tetapi keadaan atmosfer mempunyai pengaruh yang besar
penyebaran bahan pencemar di udara adalah faktor angin (kecepatan dan arah),
turbulensi, stabilitas atmosfer dan inversi. Selain itu ada pula faktor-faktor
130
meteorologi sekunder yang mempengaruhi polusi udara, antara lain hujan, kabut
dan radiasi surya. Maka, dapat disimpulkan bahwa faktor iklim dan meteorologi
Dalam Ikhsan (2010) suhu yang ekstrim baik dingin maupun panas berada
pada kondisi perubahan polusi udara seperti kebakaran hutan dan hujan debu,
Penelitian di Itali oleh Atkinson et al. (2001) dalam Ikhsan (2010), selama
musim panas tahun 2003, penduduk yang berusia > 65 tahun mempunyai risiko
34% kematian dan risiko penyakit respirasi. Angka kematiannya cukup tinggi pada
pasien PPOK dan pada kelompok gender perempuan. Polusi udara seperti debu
partikel, NO2, SO2 dan ozon dibumi dapat meningkat sebagai adaptasi terhadap
suhu yang memanas. Polusi udara seperti ozon dan partikel menyebabkan
kerja suatu industri atau tempat tertentu yang memiliki sumber pencemar udara,
lingkungan kerja pada uji t-test independent diperoleh nilai p value antara suhu
131
dengan gangguan fungsi paru adalah sebesar 0,963. Hal ini berarti pada alpha 5%
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara suhu lingkungan dengan gangguan
fungsi paru. Apabila dari hasil uji statistik univariat di dapatkan dengan melakukan
pengukuran PM10 berlangsung, dari dua titik sampel di dapatkan nilai rata-rata
suhu di aktivitas pengolahan batu kapur sebesar 32 oC, di peroleh suhu minimal 30
o
C dan suhu maksimal 36 oC. Berdasarkan baku mutu Kepmenkes No. 1405 Tahun
2002 NAB suhu lingkungan industri adalah antara 18-30 oC, dapat disimpulkan
bahwa suhu lingkungan di aktivitas pengolahan batu kapur juga melebihi ambang
batas, yang akan menjadi bahaya untuk terjadinya gangguan kesehatan lainnya.
Namun, faktor suhu juga dapat dipengaruhi oleh keberadaan dan turbulensi
rata-rata kecepatan angin 1,1 m/s dengan kecepatan minimum 0,5 m/s dan
kecepatan maksimum 1,9 m/s, kecepatan angina cukup kuat karena area
pengolahan batu kapur berada pada ruang terbuka bukan pada suatu ruangan
khusus. Keberadaan angin ini akan menurunkan suhu yang cukup tinggi di
sumber polutan. Hal ini lah yang menjadi asumsi peneliti bahwa suhu lingkungan
eksperimental pada infeksi bakteri yang ditularkan melalui udara dan virus telah
pernapasan dari kehadiran bekerja dan kelembaban relatif di kantor, tempat tinggal,
atau sekolah. Didapatkan insiden infeksi pernafasan dengan melihat absensi harian
di kantor, ditemukan kejadian infeksi pernafasan lebih rendah di antara orang yang
dibandingkan dengan orang bekerja dengan kelemababan relatif tinggi. Hal ini akan
kelembaban relatif di bawah 50% dan mencapai ukuran maksimal pada kelembaban
133
relatif 80%. Sebagian besar spesies jamur tidak bisa tumbuh kecuali kelembaban
minimal sebesar 71% dan kelembaban maksimal 87%. Dalam Kepmenkes No. 405
Tahun 2009 tentang NAB Faktor Fisik dan Kimia di Tempat Kerja, kelembaban di
lingkungan pengolahan batu kapur masih di antara batas ambang batas yaitu 65-
95%. Kemudian, dari hasil analisis uji statistik t-test independent, nilai Pvalue yang
didapatkan dari hasil analisis antara kelembaban dengan gangguan fungsi paru
adalah sebesar 0,854. Hal ini berarti pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang
meningkat maka densitas atau massa jenis udara meningkat, maka udara tidak
Penjelasan lain bahwa ketika kelembaban meningkat, maka jumlah alregan udara
ikut meningkat, seperti debu, jamur bahkan tungau meningkat pada kelembaban
yang tinggi.
134
pada dua titik sampel didapatkan rata-rata sebesar 80,3% dengan kelembaban
minimal 71% dan kelembaban maksimal 87%, maka kadar kelembaban masih
pengolahan batu kapur tidak menjadi faktor yang berhubungan langsung terhadap
gangguan fungsi paru pada pekerja, karena saat penelitian dilakukan pada bulan
April, dimana keberadaan cuaca tidak dalam curah hujan yang tinggi. Namun,
ketika kondisi kelembaban meningkat yaitu pada saat curah hujan sedang tinggi
maka hal ini perlu diwaspadai turbulensi udara yang sedikit sehingga kondisi udara,
debu dan asap di sekitar pengolahan batu kapur akan meningkat, kondisi seperti ini
menjadi faktor pemicu gangguan pernafasan seperti sesak nafas dan terjadinya
reaksi hipereaktivitas dari bahan alergan yang meningkat pada pekerja yang
7.1. Simpulan
merokok dan status gizi) pada pekerja pengolahan batu kapur di Desa
maksimum 24 batang/hari.
135
136
(29,55), gizi normal 24 orang (54,5%) dan gizi lebih atau gemuk (3
orang (6,8%).
total kadar PM10 di area pengolahan batu kapur adalah 524 µg/m3
yang tidak melebihi NAB faktor fisik yaitu pada 65-95% berdasarkan
Tamansari adalah :
c. Sebanyak 0,60% SiO2 pada batu kapur yang belum dibakar II.
sebagai berikut :
g. Tidakadahubunganantarafaktorkelembabandengan
7.2. Saran
paru yaitu pada kelompok > 40 tahun dapat menjaga pola aktivitas kerja
yaitu dengan melakukan aktivitas kerja sesuai jam kerja harian yaitu
pemakaian masker saat bekerja dan memilih bagian pekerjaan yang tidak
atau pembakaran.
gangguan par dan penyakit kronis lainnya seperti stroke, hipertensi dan
serangan jantung, dimana pada kelompok usia yang masih produktif dapat
atau pembakaran yang lebih ramah lingkungan agar paparan debu yang
140
Puskesmas setempat.
pengolahan batu kapur ini menjadi kearifan lokal setempat dan daerah,
Pengukuran kadar debu pada pekerja sebaiknya dilakukan pengukuran dengan personal dust samp
Diagnosa gangguan fungsi paru pada pekerja yang sudah diindikasi memiliki riwayat gangguan par
lebih lanjut dengan sinar-X atau foto toraks.
Lampiran 1
DAFTAR RESPONDEN PENELITIAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA PENGOLAHAN BATU KAPUR DI DESA TAMANSARI TAHUN
2013
Pelaksana : Prodi. Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jkt & PKM Pangkalan
Sabtu, 6 April 2013
FEV/KVP
Stat. Masa Kerja
No. Nama Alamat TB BB Umur (Kapasitas Ket. Fungsi
Gizi/IMT (Tahun)
Vital Paru) Paru
1 KOSIM CIBIUK 159 41,5 16,4 54 83 Normal 46
2 DEDE BUNDER 158 51,5 20,6 32 121 Normal 7
3 IKANG PARUNGLAKSANA 140 45,7 23,3 45 73 Restriksi ringan 7
4 AMIN CIBIUK 167,5 50,5 18,0 35 84 Normal 25
5 SARIFUDIN CITAMAN 159 70 27,9 37 111 Normal 0
6 ENDANG SONGGONG 166 52,5 19,1 37 101 Normal 5
7 SLAMET CITAMAN 164 50,4 18,7 19 117 Normal 6
8 IDAN BOJONG 169 58,2 20,4 23 95 Normal 0
9 MEMED PANGKALAN 161,2 57,7 22,2 40 105 Normal 1
10 OTOY BEKASI 157 59 23,9 38 99 Normal 9
11 AHMAD TAMANSARI 169 57,7 20,2 42 69 Restriksi 15
Sedang
12 OCEN TAMANSARI 158 66,5 26,6 40 85 Normal 8
13 ENDANG KARAWANG 163,8 49,7 18,5 51 62 Restriksi 25
Sedang
14 DENI PANGKALAN 161,5 46,9 18,0 25 82 Normal 5
15 SYARIFUDIN PANGKALAN 171,9 52,6 17,8 34 70 Restriksi ringan 7
16 SARWITA PANGKALAN 158 76,3 30,6 50 108 Normal 10
17 ASEP CIBIUK 160,8 61,8 23,9 24 126 Normal 10
18 TAMAN CITAMAN 158,8 48 19 40 88 Normal 5
19 KUSNAEDI TAMANSARI 168 51,1 18,1 26 111 Normal 6
20 UDING CITAMAN 153,7 53,9 22,8 46 95 Normal 20
21 ZAITAR CITAMAN 158,3 54,6 21,8 35 104 Normal 10
22 KARLAN JATI 159 51,15 20,2 45 84 Normal 20
23 NURYANA BUNDER 160 62,9 24,6 26 122 Normal 6
24 DATIN CIBIUK 158 52,4 13 40 92 Normal 20
25 ADE CIBIUK 162,6 53,2 14 43 131 Normal 15
26 INEN CIBIUK 163,9 53,15 14,8 50 99 Normal 20
27 IWAN CITAMAN 160 45,4 17,7 23 99 Normal 3
28 FIRMAN CITAMAN 164 52,2 19,4 23 109 Normal 8
29 MARWAN CITAMAN 165 60 22 22 125,13 Normal 0
30 ENUNG PANGKALAN 156 48 19,7 45 117 Normal 15
31 APID TAMANSARI 166 63,5 23,0 53 61 Restriksi 5
Sedang
32 SURYANA CITAMAN 165,9 59,4 21,6 32 79 Normal 2
33 UWANG SONGGONG 162 58 22,1 19 122 Normal 5
34 ENDA BUNDER 150 46,3 20,6 40 91 Normal 15
35 DARTO PANGKALAN 161 52,6 20,3 35 102 Normal 4
36 ASMAN PANGKALAN 166 55,45 20,1 35 125 Normal 15
37 AMAN CIBIUK 162 55,9 14,7 28 116 Normal 10
38 KOMAR BUNDER 162 48,8 18,6 51 61 Restriksi 5
Sedang
39 ADANG S BUNDER 154 54,4 22,9 53 61 Restriksi 23
Sedang
40 NASIM PARUNGLAKSANA 173,6 82,75 27,5 39 111 Normal 17
Lampiran 2
No Responden Tanggal
KUESIONER PENELITIAN
a. Ya
b. Tidak
(…...................................)
Identitas Responden
Nama
Alamat
C. Kelembaban
Penambangan
1.Titik 1 a. …… %
a. Pagi : 06.00-10.00 b. …… %
b. Siang : 10.00-1400 c. …… %
c. Sore : 14.00-18.00
a.
Pengolahan
a1.Titik 1 a. …… %
a. Pagi : 06.00-10.00 b. …… %
b. Siang : 10.00-1400 c. …… %
c. Sore : 14.00-18.00
0. Titik 2
a. Pagi : 06.00-10.00
b. Siang : 10.00-1400
c. Sore : 14.00-18.00 d. …… %
e. …… %
f. …… %
Kecepatan Angin :
Pengolahan
a1.Titik 1
a. Pagi : 06.00-10.00
b. Siang : 10.00-1400
c. Sore : 14.00-18.00
0. Titik 2
a. Pagi : 06.00-10.00
b. Siang : 10.00-1400
c. Sore : 14.00-18.00
Lampiran 3
DOKUMENTASI PENGUMPULAN DATA PRIMER
Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Bagian Kerja dan Kondisi Lingkungan dan
Gangguan Fungsi Paru
NAMA BAGIAN PEKERJAAN SUHU KELEMBABAN PM10 FVC Status
ITA PENGHANCURAN 33 78 177 116 Normal
AMAN PENGHANCURAN 33 78 177 61 Restriksi Sedang
KOMAR PENGHANCURAN 33 78 177 61 Restriksi Sedang
CEBRON PEMBAKARAN 35 71 1437 92 Normal
DATIM PEMBAKARAN 35 71 1437 131 Normal
ADE PEMBAKARAN 35 71 1437 99 Normal
INEM PEMBAKARAN 35 71 1437 99 Normal
IWAN PEMBAKARAN 35 71 1437 109 Normal
FIRMAN PEMBAKARAN 35 71 1437 125 Normal
MARWAN PEMBAKARAN 35 71 1437 117 Normal
ADANG PEMBAKARAN 35 71 1437 61 Restriksi Sedang
UDIN PEMBAKARAN 35 71 1437 70 Restriksi Ringan
SURYANA PEMBAKARAN 36 74 419 79 Restriksi Ringan
UWANG PEMBAKARAN 36 74 419 91 Normal
ENDA PEMBAKARAN 36 74 419 102 Normal
DARTO PEMBAKARAN 36 74 419 125 Normal
AHMAD PEMBAKARAN 30 87 260 69 Restriksi Sedang
KOSIM PEMBONGKARAN 30 87 260 121 Normal
IKONG PEMBONGKARAN 30 87 260 73 Restriksi Ringan
DEDE PEMBONGKARAN 30 87 260 84 Normal
SLAMET PEMBONGKARAN 30 87 260 111 Normal
ENDANG PEMBONGKARAN 30 87 260 101 Normal
DENI PEMBONGKARAN 30 87 260 117 Normal
UDIN PEMBONGKARAN 30 87 260 95 Normal
MEMED PEMBONGKARAN 30 87 260 105 Normal
OTOY PEMBONGKARAN 30 87 260 99 Normal
ASMAN PEMBONGKARAN 30 87 260 89 Normal
OCEN PEMBONGKARAN 30 87 260 85 Normal
SARWITA PEMBONGKARAN 30 87 260 81 Normal
IDAN PEMBONGKARAN 30 87 260 82 Normal
ENDANG PEMBONGKARAN 30 87 260 84 Normal
NURYANA PEMBONGKARAN 30 87 260 108 Normal
KARLAN PEMBONGKARAN 30 87 260 126 Normal
SARIFUDI PEMBONGKARAN 30 87 260 88 Normal
AMIN PEMBONGKARAN 30 87 260 111 Normal
KUSNAEDI PENGEPAKAN 33 78 177 95 Normal
APID PENGEPAKAN 33 78 177 104 Normal
ZAITAR PENGEPAKAN 33 78 177 84 Normal
ASEP PENGEPAKAN 33 78 177 122 Normal
Lampiran 5
HASIL PENGUKURAN KUALITAS UDARA AMBIEN(PM10, SUHU, KELEMBABAN) BERDASARKAN AKTIVITAS KERJA
HASIL PENGUKURAN
AKTIVITAS WAKTU PENGUKURAN JUMLAH SAMPEL
PM10 (µg/m3) SUHU ( ͦC) KELEMBABAN (%)
Penghancuran PAGI (08.15-09.15) 177 33 78 4
Pembakaran 1 PAGI (09.20-10.00) 1437 35 71 9
Pembakaran 2 SIANG (12.30-13.30) 419 36 74 5
Pembongkaran SORE (15.10-16.10) 260 30 87 17
Pengepakan Hasil PAGI (08.15-09.15) 177 33 78 5
Rata-rata 494 33 78 40
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T. Yoga. 1992. Situasi dan Dampak Penyakit Paru pada Pusat Kesehatan
Masyarakat. Kumpulan Rujukan Modul Respirasi 2007-2008. FKIK UIN
Syarif Hidayatullah. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Almatsier. S, 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
American Thoracic Society. Standard for The Diagnosis And Care Of Patient With
Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) and Asthma. Am. Rev.
Respir Dis, 1995 : 225 - 43.
Anonim. Al-Quran - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits Surat Al -Baqarah: 194-
195 (Jangan Jerumuskan Dirimu Ke Dalam Kebinasaan).2005. Diakses dari
[http://www.alsofwah.or.id] pada 23 Mei 2013.
Brenntag Canada Inc. 2010. Material Safety Data Sheet Calcium Carboate Solid.
Website Accsess: http://www.brenntag.ca. Toronto.
Curtis, N. 2000. Batu dan Mineral, Menyelidiki dan Memahami Geologi, Interaksara,
Jakarta.
Environmental Protection Agency (EPA). 2001. Air Quality Criteria for Particulate
Metter, Volume 1: Secound External Review Draft.
Depanjan, Majumdar, S.P.M. Prince Williams. 2008. Chalk dustfall during classroom
teaching: particle size distribution and morphological characteristics.Environ
Monit Assess.
Guyton, AC. 2001. Buku Tesk Fisiologi Kedokteran, Alih Bahasa Adji Dharma dan
Lukmanto. EGC. Jakarta.
Healtcare Inc Rotech. 2005. Weather and Breathing. Volume , Issue 1. Article of
Breathe Easy.
Huboyo, H S, Sutrisno E, Analisis Konsentrasi Particulate Metter 10 (PM10) pada
Udara Diluar Ruangan (Studi Kasus-Stasium Tawang Semarang). Jurnal
TEKNIK – Vol. 30 No. 1 Tahun 2009, ISSN 0852-1697.
Kelly, F.J. et al. 1998. PM10 and The Respiratory Tract: What Do We Know?
Cardiovascular Research, The Rayne Institute, St. Thomas' Hospital, London
SE1 7EH, United Kingdom.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1022/Menkes/SK/XI tentang Pedoman
Pengendalian Penyakit Paru Obstruksi Kronik.
Khumaidah. 2009. “Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gangguan
Fungsi Paru pada Pekerja Mebel PT. Kota Jati Furnindo Desa Suwawal
Kecamatan Milongggo Kabupaten Jepara”, Tesis Pascasarjana Magistert
Kesehatan Lingkungan Undip, Semarang.
Lauralee.S. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Loekita E, Yunus F, Sudarsono S. 2003. Hubungan antara debu tepung dengan Faal
paru pada tenaga kerja Pabrik Tebung Terigu PT IB. Respir Indo
2003:.23;1120.
Lorriane. M.W, Sylvia A.P. 1999. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit. Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Nasution, Rozaini. 2003. Teknik Sampling. Digitized by USU Digital Library. FKM
USU. Medan.
Nugraheni, F.S. 2004. Analisis Faktor Risiko Kadar Debu Organik di Udara terhadap
Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Penggilingan Padi di Kab. Demak.
Tesis. Megister Ilmu Kesehatan Lingkungan Pascasarjana UNDIP. Semarang.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisik dan Kimia di Tempat Kerja.
. 2006. Journal of the air & waste management association: Health Effect
of Fine Particulate Air Pollution: Lines that Connect. Department of
Economics, Brigham Young University, Provo, UT, USA.
Rahman, A., Suryaman, U.S. 2009. Health Risk Assessment and Management for
Particulare Dusts from Traditional Limestone Mining in Sukabumi, West Java,
Indonesia. In Environmental Health Specialist Association (EHSA): Bogor.
Setyakusuma , Darma, et al. Pengaruh Debu Besi Terhadap Kesehatan Paru Pekerja
Pabrik Baja Pt. Krakatau Stell Cilegon, Jurnal Respirologi Indonesia, Januari
1997, Vol 17, No 1,Hal .16-230
Subaid M S. 2002. Pengaruh Suhu Udara, Curah Hujan, Kelembaban Udara dan
Kecepatan Angin Terhadap Fluktuasi Konsentrasi Gas-gas NO2, O3 dan SO2
di Area PLTP Gunung Salak Sukabumi. Skripsi. FMIPA IPB. Bogor.
Sucipto, E. 2007. “Hubungan Pemaparan Partikel Debu Pada Pengolahan Batu Kapur
Terhadap Penurunan Kapasitas Fungsi Paru (Studi Kasus Di Desa Karangdawa
Kecamatan Margasari Kabupaten Tegal)”, Tesis pada Pascasarjana UNDIP
Semarang.
Suma’mur P.K.. 1986. Higene Perusahaan dan Keselamatan Kerja cetakan kelima,
Gunung Agung, Jakarta.
Jakarta.
Triatmo W., Sakundarno M., Hanani Y. 2006. Paparan Debu Kayu dan Gangguan
Fungsi Paru pada Pekerja Mebel di PT. Alis Jaya Ciptatama. J.Kesling. Vol. 5
No. 2 Okt. Undip. Semarang.
Departement Of Health and Human Services. 1995. Occupational Safety and Health
Guideline for Calcium Carbonate. Occupational Safety and Health
Administration. U.S.
Yunus. F. 1992. Uji Provokasi Bronkus. Kumpulan Rujukan Modul Respirasi 2007-
2008. FKIK UIN Syarif Hidayatullah. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Yulaekah, S. 2007., Paparan Debu Terhirup Dan Gangguan Fungsi Paru Pada
Pekerja Industri Batu Kapur. Tesis. Pascasarjana Undip. Semarang.
Yuliani, S. dkk. 2010. Hubungan Beberapa Faktor dengan Penurunan Kapasitas Fungsi Paru pada Peker
UJI NORMALITAS
jmlhbtngrokkperh
statusgizi masakerja ari suhu kelembaban pm10 usia
N 40 40 40 40 40 40 40
a
Normal Parameters Mean 19.9000 10.7000 13.0250 32.3250 80.3000 5.2412E2 36.7250
Most Extreme Differences Absolute .139 .206 .338 .309 .311 .376 .108
Asymp. Sig. (2-tailed) .426 .067 .000 .001 .001 .000 .735
UJI T- INDEPENDEN
statusgizi Equal variances assumed .262 .612 .674 38 .504 .98701 1.46342 -1.97553 3.94955
Equal variances
.562 7.534 .590 .98701 1.75614 -3.10664 5.08066
not assumed
masakerja Equal variances assumed .040 .842 -.086 38 .932 -.32900 3.80893 -8.03979 7.38178
Equal variances
-.097 9.933 .925 -.32900 3.40657 -7.92629 7.26828
not assumed
jmlhbtngrokkperhari Equal variances assumed .088 .768 1.079 38 .287 2.91342 2.70014 -2.55273 8.37957
Equal variances
1.168 9.541 .271 2.91342 2.49364 -2.67923 8.50607
not assumed
suhu Equal variances assumed .698 .409 -.047 38 .963 -.04762 1.01203 -2.09637 2.00113
Equal variances
-.049 9.192 .962 -.04762 .96508 -2.22385 2.12861
not assumed
kelembaban Equal variances assumed .082 .776 -.186 38 .854 -.53680 2.88832 -6.38389 5.31030
Equal variances
-.179 8.440 .862 -.53680 2.99630 -7.38410 6.31051
not assumed
pm10 Equal variances assumed .755 .390 .278 38 .783 58.72294 211.47102 -369.37775 486.82363
Equal variances
.245 7.849 .813 58.72294 239.40937 -495.20821 612.65410
not assumed
usia Equal variances assumed .322 .573 2.225 38 .032 8.8181 3.9632 . 16.84128
8 1 79508
Equal variances
2.441 9.696 .035 16.90145
not assumed 8.8181 3.6123 .
8 8 73491
CROSSTAB ANTAR VARIABEL
paparan1
Total Count 26 14 40
rokok3
<= 10
> 10 batang/hari batang/hari Total
Total Count 32 8 40
FEV2
Tidak Ada
Ada gangguan Ganggua Total
n
Total Count 7 33 40
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
kalori1
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Jrkrumah2
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total 40 100.0
PT. CCIC
JAKARTA
Member of China Certification and
Inspection Group
t
›
ñ
G
G
r
a
i
n
i34 J time 2f) 13
85 June 2013
J. This I cQort iriust not i cproduced exccpt ii4di written approval froiii tic aiith‹›rizcd
personncl.
Fo
r
an
d
on
be
ha
lf
of
P
T.
C
CI
C
Ja
ka
rta
Indonesia HQ:
Menara Citiccn, JI. Letjen S. Parman Kav 72 Lantai 10 Suite E-F, Slipi - Jakarta 1/3
Barat 11410, Indonesia Tel: (Hunting) +62 21 2930 8g11, 21.2930. 8922, Fax:
+62 21 2930 8933, Website : www.ccicsg.com
Tangerang Branch:
Pergudangan Bandara Benda Permai, Blok M/1, Benda-Tangerang 15125, JI. Raya Perancis
No. 68, Indonesia Telp: (Hunting) +62 21 5591 0851, Fax: +62 21 5591 0852
PT. CCIC
JAKARTA
Member of China Cert1’fication and
Inspection Group
REPORT OF ANALYSIS
Phona/
Handphonc
Eiiiatt
Addrees
Description or’
Goods
U karta (Annisa Fathmaulida) Ms. Aniiisa
i 0b ] 91()4 1 f)587
n nisanisavemfi
Email.com Pisangan.
S Kertamukti. Ciputat
i I’inigcrang Sclatan
1
a '
r v
i t
f i
n
H c
i i
d
a a
l
’
a 1
n .
i
l 1
l 9
a
h K
u
J "
a fi4 June 21)13
0s June 2() 13
1 I“his rLpon must not reproduced except i ’ith \s’rittcn approval front the authoi’ized
persoruicl
Fo
r
an
d
on
be
hal
f’
o(
P
M’
.
CC
Cl
Jak
ai
ta
Indonesia HQ:
Menara Citicon, JI. Letjen S. Parman Kav 72 Lantai 10 Suite E-F, Slipi - Jakarta Barat 11410,
Indonesia *'* Tel: (
www.ccicsg.com
Tangerang Branch:
Pergudangan Bandara Benda Permai, Blok M/1, Benda-Tangerang 15125, JI. Raya Perancis
No. 68, Indonesia Telp: (Hunting) +62 21 5591 0851, Fax: +62 21 5591 0852
PT. CCIC
JAKARTA
Member of China Certification and
Inspection Group
0 /›0
This report rluist not rcprt›driced except »ith uittco approval from the authorized personnel
Jakarta Laboratoo .
For
and
on
beh
alf
of’
PT.
CC
IC
'Jak
arta
Indonesia HQ:
Menara Citiccn, JI. Letjen S. Parman Kav 72 Lantai 10 Suite E-F, Slipi - Jakarta Barat
11410, Indonesia /? Tel:
8933, Website : www.ccicsg.com
Tangerang Branch:
Pergudangan Bandara Benda Perma!, Blok M/1, Benda-Tangerang 15125, JI. Raya Perancis
No. 68, Indonesia Telp: (Hunting) +62 21 s5g‹ o 51, Fax: +62 21 5591 0852