Eksekutif Mahasiswa Universitas Sanata Dharma 2020 berupa kajian yang berisi pemikiran-pemikiran
atas isu-isu kontemporer baik di bidang politik, hukum, pendidikan, sosial, maupun ekonomi dari perspektif
BEM USD. Selamat membaca!
Kacamata Driyarkara:
Kasiano Vitalio
Louis IX King
1
Luthfia Ayu Azanella, “ Apa itu PSBB hingga Jadi Upaya Pencegahan Covid-19?” diakses dari
https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/13/153415265/apa-itu-psbb-hingga-jadi-upaya-pencegahan-covid-19,
pada 28 Mei 2020 pukul 17.00 WIB.
2. Pembatasan kegiatan keagamaan, sosial budaya di tempat umum atau fasilitas umum
3. Moda transportasi
Namun pemerintah tetap membiarkan layanan-layanan tertentu untuk tetap berjalan seperti
biasa di antaranya adalah supermarket, pasar/toko penjualan obat-obatan dan peralatan medis,
kebutuhan pangan, bahan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas dan energi, pelayanan
kesehatan dan kegiatan olahraga, transportasi umum dan berpedoman pada pembatasan
kerumunan dan protokol yang berlaku. Penerapan PSBB yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia dilihat sebagai upaya untuk membatasi pergerakan serta atau masyarakat untuk
mengurangi risiko dari penyebaran virus corona yang semakin meluas. Dengan diterbitkannya
kebijakan PSBB oleh pemerintah Indonesia maka suatu daerah atau wilayah yang telah ditetapkan
PSBB harus mengurangi segala kegiatan yang dilakukan di luar rumah. Dengan adanya cara ini
diharapkan dapat menurunkan jumlah pasien positif corona di Indonesia.3
Selanjutnya, jika suatu daerah di Indonesia ingin menerapkan PSBB maka terdapat syarat
tertentu yang harus diperhatikan oleh daerah tersebut. Syarat tersebut antara lain adalah
2
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2020
3
Ayu Isti Prabandari, “Ini Syarat Wilayah dan Aturan Penetapannya”, diakses dari
https://www.merdeka.com/sumut/psbb-mulai-diberlakukan-ini-syarat-wilayah-dan-aturan-penetapannya-kln.html,
pada 28 Mei 2020 pukul 17.08 WIB.
Apabila Indonesia menerapkan kebijakan PSBB, maka negara lain pun turut membuat
kebijakan untuk mencegah dan menekan angkat positif dari penyebaran virus Corona. Kita lihat
dari yang paling dekat yaitu pada beberapa negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Singapura,
Malaysia dan Vietnam. Seperti yang dijelaskan oleh Presiden Joko Widodo bahwa PSBB
merupakan kebijakan yang bersifat membatasi kegiatan di tempat-tempat atau fasilitas umum
dengan cara mengatur jarak antar orang dan membatasi jumlah orang, maka lockdown adalah suatu
protokol darurat yang mencegah orang meninggalkan area tertentu. Kebijakan ini dilakukan untuk
menutup semua kegiatan yang tidak penting.5 Jika ditelisik terdapat perbedaan di antara PSBB
dengan lockdown yang diterapkan oleh beberapa negara tetangga kita, menurut sosiolog dari
Universitas Indonesia Imam B Prasodjo bahwa PSBB lebih longgar apabila dibandingkan dengan
lockdown. Menurutnya, PSBB jika dibandingkan dengan lockdown terdapat perbedaan pada
cakupan wilayahnya saja disertai tidak boleh ada orang lalu lalang termasuk aktivitas masyarakat,
PSBB yang dilakukan itu pun bukan per wilayah tapi per unit kegiatan.6 Jika dibandingkan negara
lain yang menerapkan pembatasan sosial tersebut dapat dilihat bahwa warganya sama sekali tidak
4
Ratih Waseso, “Daerah harus penuhi syarat ini untuk ajukan status PSBB”, diakses dari
https://nasional.kontan.co.id/news/daerah-harus-penuhi-syarat-ini-untuk-ajukan-status-psbb, pada 28 Mei 2020
pukul 17.20 WIB.
5
Sarah Oktaviani Alam, “Jokowi Sebut Beruntung Pilih PSBB, Ini Bedanya dengan Lockdown”, diakses dari
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5005637/jokowi-sebut-beruntung-pilih-psbb-ini-bedanya-dengan-
lockdown, pada 28 Mei 2020 pukul 17.45 WIB.
6
Bayu Hermawan, “Sosiolog: PSSB Sedikit Lebih Longgar dari pada Karantina”, diakses dari
https://republika.co.id/berita/q8261n354/sosiolog-pssb-sedikit-lebih-longgar-dari-pada-karantina, pada 28 Mei 2020
pukul 17.54 WIB.
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang telah diterapkan di beberapa wilayah atau
area di Indonesia pun ada yang mendapatkan hasil yang baik, seperti di daerah Jawa Barat. Ridwan
Kamil selaku Gubernur Jawa Barat menyatakan bahwa dengan adanya penerapan PSBB di Jawa
Barat, jumlah penyebaran COVID-19 di wilayahnya berhasil turun, bahkan hingga 50%. Hal
tersebut dapat tercapai tidak hanya berkat kerja keras pemerintah daerah tetapi juga masyarakat
yang patuh menjalankan.7 Dengan adanya penekanan penyebaran COVID-19 di Jawa Barat
melalui PSBB, hal tersebut membawa kesan optimis bahwa dengan adanya PSBB laju penyebaran
COVID-19 dapat ditekan. Seperti yang dilihat bahwa masyarakat yang patuh pun menjadi faktor
yang penting dalam pelaksanaan PSBB, namun apa yang terjadi apabila masyarakat tidak patuh
menjalankan PSBB?
Selanjutnya di daerah Jakarta di mana tingkat aktivitas dan mobilitas masyarakat sangat
tinggi karena selain ibu kota, Jakarta juga termasuk kota industri yang dihuni berbagai macam
elemen masyarakat untuk mengadu nasib serta bekerja. Melihat tingginya tingkat aktivitas dan
mobilitas di Jakarta, apakah PSBB dapat berjalan dengan baik di ibu kota? Kenyataannya kurva
pasien COVID-19 di ibu kota tidak kunjung turun meskipun pergerakan warganya telah dibatasi.
Banyak warga yang ditemukan masih tidak menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah,
selain itu juga terdapat warga yang tidak menaati PSBB dengan tidak menjaga jarak serta
berkumpul di kerumunan, contohnya adalah saat penutupan MCD Sarinah yang lalu. Melihat hal
tersebut, Gubernur Anies Baswedan memutuskan untuk memperpanjang PSBB, Anies berjanji
akan memberikan sanksi bagi warga yang melanggar selama PSBB tahap dua.8
Jika dilihat kembali dari dua perbandingan daerah di atas, maka PSBB tentunya akan
efektif apabila masyarakat mau bekerja sama dengan pemerintah untuk menaati segala peraturan
dan himbauan yang ada, namun kenyataannya masih ada warga yang tidak menaati peraturan serta
7
Rizki Ramadhani, “PSBB Jawa Barat Sukses Turunkan Corona 50 Persen”, diakses dari
https://www.katakini.com/artikel/33462/psbb-jawa-barat-sukses-turunkan-corona-50-persen/, pada 28 Mei 2020
pukul 18.14 WIB
8
Lani Diana Wijaya, “Efektivitas PSBB Jakarta dan Bansos di Tengah Pandemi Covid-19”, diakses dari
https://fokus.tempo.co/read/1342626/efektivitas-psbb-jakarta-dan-bansos-di-tengah-pandemi-covid-19, pada 28 Mei
2020 pukul 18.22 WIB.
Tepat pada 18 Mei 2020 pemerintah melalui Menteri Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan Muhadjir Effendy, mengatakan pemerintah akan mengkaji pengurangan PSSB. hal
ini kedengaran sedikit aneh, karena di tengah pandemi yang tak kunjung selesai, pemerintah malah
membuat perencanaan pengurangan PSBB. Selain menuai pro dan kontra, pernyataan Menteri
tersebut membingungkan masyarakat karena di akhir pernyataannya, ia mengatakan bahwa
pelonggaran PSBB sebagai langkah percepatan penanggulangan COVID-19.9 Lantas apakah
pengurangan PSBB justru mempercepat penanganan COVID-19? Padahal data dan kurva
menunjukkan angka kematian dan korban yang positif corona relatif meningkat saat pemberlakuan
PSBB, lalu mengapa pemerintah merencanakan pelonggaran PSBB? Kehidupan yang terjadi saat
pembatasan sosial dilonggarkan dikenal dengan istilah new normal.
Istilah new normal mengacu pada perubahan perilaku manusia setelah wabah virus corona
dengan menerapkan protokol pandemi Corona Virus Disease 2019 atau COVID-19. Pemerintah
RI Joko Widodo mulai memetakan skenario pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) yang sudah berlangsung hampir tiga bulan sejak pandemi virus corona (COVID-19)
terdeteksi di Indonesia.
Terkait wacana pelonggaran PSBB, berikut adalah skenario yang sudah dirancang
pemerintah melalui Kajian awal Kemenko Perekonomian untuk pemulihan ekonomi:
9
Vadhia Lidyana, “Wacana Pelonggaran PSBB, Ekonom: Rakyat Dijerumuskan”, diakses dari
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5021970/wacana-pelonggaran-psbb-ekonom-rakyat-dijerumuskan,
pada 28 Mei 2020 pukul 18.39 WIB
Bagaimana New Normal seperti yang disampaikan Presiden Jokowi? Pekerja usia di bawah
45 tahun mulai dikaji untuk kembali ke kantor di tengah wabah setelah dua bulan bekerja dari
rumah (work from home). Pasalnya, pemerintah menilai mereka memiliki potensi kematian dan
gejala yang lebih ringan ketimbang usia tua. Tak lama setelah kebijakan ini dipublikasikan,
sejumlah ahli berpendapat akan kebijakan ini.
Menurut ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif pelonggaran ini
belum sepatutnya dilakukan. Ia menilai karena Indonesia belum memenuhi syarat mutlak
pelonggaran PSBB, yakni tes corona masif. Jika pemerintah menargetkan pemeriksaan 10 ribu per
hari, lanjutnya, seharusnya jumlah kasus baru bisa mencapai 1.300 sampai 1.400 kasus per hari.
Namun hingga kini kasus hanya hitungan ratusan per hari. Artinya, pemerintah belum bisa
memetakan situasi wabah di lapangan jika kemampuan pemeriksaan masih terbatas.
Ada dugaan bahwa keinginan melonggarkan PSBB ini sebetulnya mengikuti tren negara
lain yang bisa dikatakan berhasil meredam corona, seperti Taiwan, Jepang, dan Swedia. Tiga
negara tersebut sudah berhasil meminimalisasi transmisi lokal di wilayah mereka. Sedangkan, hal
tersebut belum bisa dibuktikan berhasil di Indonesia.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Rumah Reformasi Kebijakan, Riant
Nugroho menduga alasan pemerintah buru-buru membuka kembali aktivitas sosial karena beban
ekonomi yang ditanggung. Menurutnya, beban ekonomi yang ditanggung pemerintah selama
PSBB begitu berat. Apalagi, undang-undang menuntut pemerintah menanggung kebutuhan
masyarakat selama PSBB. Riant berpendapat kebijakan soal PSBB pada UU Nomor 6 Tahun 2018
tentang Kekarantinaan Kesehatan tidak sesuai dengan kondisi pandemi yang begitu masif, pun
kemampuan ekonomi pemerintah. Dampaknya pemerintah tak bisa menetapkan PSBB
10
Fitra Moerat Ramadhan, “Syarat dan Fase menghadapi New Normal”, diakses dari
https://grafis.tempo.co/read/2073/syarat-dan-fase-menghadapi-new-normal, pada 28 Mei 2020 pukul 19.48 WIB
Menjadi sangat tidak masuk akal jika PSBB sebagai kebijakan pemerintah untuk memutus
mata rantai penyebaran COVID-19 dikendorkan di saat kurva positif corona belum menunjukkan
penurunan yang signifikan. Saat ini, pemerintah telah mengajak kita semua untuk berdamai dengan
corona, dengan arti bahwa kita harus memakluma fase kehidupan ‘new normal’. Dalam kehidupan
new normal, masyarakat dituntut untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru, mereka harus
menerapkan protokol pencegahan penularan virus di setiap kegiatan yang melibatkan orang
11
CNN Indonesia, “Pelonggaran PSBB, Antara Kurva Corona dan Beban Berat Ekonomi”, diakses dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200518143247-20-504506/pelonggaran-psbb-antara-kurva-corona-dan-
beban-berat-ekonomi, pada 28 Mei 2020 pukul 19.06WIB
12
Agnes Theodora, “Protokol Operasional Berubah Drastis di Tengah Pandemi Covid-19”, diakses dari
https://bebas.kompas.id/baca/bebas-akses/2020/05/26/protokol-operasional-berubah-drastis-di-tengah-pandemi-
covid-19/, pada tanggal 28 Mei 2020 pukul 19.20WIB
Wacana melonggarkan PSBB tentu menuai kontroversi. Beberapa negara lain memang
sudah melakukan pelonggaran pembatasan sosial ataupun lockdown, namun itu dibuat setelah
kasus positif corona di negara tersebut sudah menurun. Thailand melonggarkan kebijakan
lockdown dan mengizinkan pedagang kaki lima, restoran, serta toko-toko untuk kembali
beroperasi setelah kasus hariannya terus menurun.14 Begitupun dengan Singapura, Pelonggaran
dilakukan setelah menurunnya kasus infeksi komunal Covid-19 dalam seminggu terakhir. Data
terbaru menunjukan rataan kasus infeksi komunal virus corona turun setengah, dari rata-rata 25
kasus menjadi 12 kasus per minggu.15
13
Habib Allbi Ferdian dan Jofie Yordan, “Beda Konsep New Normal versi WHO dan Pemerintah Indonesia”,
diakses dari https://kumparan.com/kumparansains/beda-konsep-new-normal-versi-who-dan-pemerintah-indonesia-
1tUP5YCbU7S pada 28 Mei 2020 pukul 20.05 WIB
14
Jiwahir Gustav Rizal, “Aktivitas Warga Mulai Pulih, 7 Negara Longgarkan Lockdown”, diakses dari
https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/10/134300265/aktivitas-warga-mulai-pulih-7-negara-longgarkan-
lockdown pada 28 Mei 2020 pukul 21.22 WIB
15
Ericssen, “Kasus Komunal Covid-19 Menurun, Singapura akan Longgarkan Lockdown Parsial”, diakses dari
https://www.kompas.com/global/read/2020/05/02/130133070/kasus-komunal-covid-19-menurun-singapura-akan-
longgarkan-lockdown-parsial?page=all pada 28 Mei pukul 19.46 WIB
Pertama, penyebaran SARS-CoV-2 harus sudah dapat dikendalikan dan fasilitas kesehatan
dapat menangani jumlah kasus positif.
Kedua, sistem kesehatan negara tersebut mampu melakukan deteksi, tes, isolasi, merawat
setiap kasus, dan pelacakan setiap kontak pasien positif.
Ketiga, risiko penularan kasus di tempat rentan atau 'hotspot' seperti panti jompo sudah
bisa diminimalisasi.
Kelima, risiko klaster baru dari kasus-kasus impor sudah dapat diprediksi dan terjamin
dapat dikelola sehingga tidak menimbulkan lonjakan kasus baru di kemudian hari.
Keenam, masyarakat sudah teredukasi dan terinformasi dengan baik akan bahaya pandemi
COVID-19 dan sepenuhnya terjamin oleh jaring pengaman sosial untuk beradaptasi dengan pola
hidup 'new normal'.
Kapasitas fasilitas kesehatan, misalnya, masih rendah. Berdasarkan data rasio tempat tidur
terhadap 1.000 penduduk di setiap negara dari Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD) per 5 April 2020, Indonesia menempati peringkat 41 dari 42 negara. Rasio
16
Lihat https://www.worldometers.info/coronavirus/country/indonesia/
17
Mohammad Bernie dan Irwan Syambudi, “Relaksasi PSBB yang Menyepelekan Pandemi demi Ekonomi”,
diakses dari https://tirto.id/relaksasi-psbb-yang-menyepelekan-pandemi-demi-ekonomi-fBHQ pada tanggal 28 Mei
2020 pukul 21.23 WIB
18
Ibid.
19
Tim Detikcom, “INDEF: Hasil PSBB Indonesia Paling Buruk Dibanding Negara-negara Tetangga”, diakses dari
https://news.detik.com/berita/d-5021739/indef-hasil-psbb-indonesia-paling-buruk-dibanding-negara-negara-tetangga
pada 28 Mei 22.07 WIB
Maka dari itu, berdasarkan uraian komprehensif di atas, Badan Eksekutif Mahasiswa
Universitas Sanata Dharma melalui Kementerian Sosial Politik dan Kajian Strategis 2020
menyatakan sikap untuk: