Anda di halaman 1dari 18

BENTUK MASYARAKAT DAN POLA

ADAPTASI EKOLOGI
TUGAS SOSIOLOGI PEDESAAN DAN PERTANIAN

“Bentuk Masyarakat Dan Pola Adaptasi Ekologi”

DISUSUN OLEH :

Kelompok 6

1. Uca Adhitia Sihotang (D1B012036)


2. Melina Rahmawati (D1B012016)
3. Neli Parwati (D1B012009)
4. Andi Putra (D1B012002)
5. Damel Fink Lybaws (D1B012022)

     Kelas        :     Agribisnis D

Dosen       :    Aprollita S.P., M.Si

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI
2013

BAB I

PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Masyarakat desa adalah komunitas yang tinggal di dalam satu daerah yang sama, yang
bersatu dan bersama-sama, memiliki ikatan yang kuat dan sangat mempengaruhi satu
sama lain. Hal ini dikarenakan pada masyarakat desa tradisi itu masih sangat kuat dan
kental. Bahkan terkadang tradisi ini juga sangat mempengaruhi perkembangan desa,
karena terlalu tinggi menjunjung kepercayaan nenek moyang mengakibatkan sulitnya
untuk melakukan pembaharuan desa. Di sisi lain banyak hal yang mengakibatkan sebuah
desa sulit untuk mengalami pembaharuan, antara lain isolasi wilayah, yaitu desa yang
wilayahnya berada jauh dari pusat ekonomi daerah, desa yang mengalami
ketertinggalan di bidang pembangunan jalan dan sarana-sarana lainnya, sulitnya akses
dari luar, bahkan desa yang mengalami kemiskinan dan keminiman tingkat pendidikan.
Pada umumnya masyarakat desa diidentikkan dengan masyarakat petani, ini
dikarenakan masyarakat pedesaan dominan bermata pencaharian dari hasil pertanian
yang merupakan petani-petani miskin yang mata pencahariannya di bawah garis
kemiskinan. Hal ini menunjukkan kesenjangan yang sangat jauh dari masyarakat
perkotaan.

Dan didalamnya terkandung Ekologi yang merupakan ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya, baik yang bersifat hidup
(biotik) maupun tidak hidup (abiotik). Hubungan yang terjalin antara keduanya
menyebabkan adanya hubungan yang saling membutuhkan atau muncul suatu saling
ketergantungan. Saling ketergantungan ini berlangsung secara terus-menerus dan
berkesinambungan. Dan akhirnya terbentuklah suatu kebudayaaan sebagai hasil dari
interaksi antara keduanya. Lingkungan hidup itu sendiri merupakan suatu ruang dimana
seluruh unsur-unsur yang bersifat tak hidup yang meliputi air, tanah, suhu, materi, dan
energy, saling berinteraksi secara kompleks dengan semua yang hidup atau termasuk
manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Lingkungan merupakan bagian terpenting dan mendasar dari kehidupan manusia. Sejak
dilahirkan manusia sudah berada dalam lingkungan baru dan asing baginya. Dari
lingkungan baru inilah sifat dan perilaku manusia terbentuk dengan sendirinya.
Lingkungan yang baik akan membentuk pribadi yang baik, sementara lingkungan yang
buruk akan membentuk sifat dan perilaku yang buruk pula.

1.2 rumusan masalah

1. apa yang dimaksud dengan pola adaptasi ekologi?


2. bagaimana pola kehidupan masyarakat desa
3. bagaimana bentuk kegiatan masyarakat desa dalam berinteraksi dengan
lingkungannya?

1.3 tujuan

1. untuk mengetahui pola adaptasi ekologi.


2. untuk mengetahui pola kehidupan masyarakat desa.
3. untuk mengetahui bentuk kegiatan masyarakat desa dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Perbedaan-perbedaan antarindividu akan membentuk struktur sosial yang membagi


individu-individu dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas atau golongan-golongan
tertentu sesuai dengan peran dan status yang dimilikinya dan yang diharapkan oleh
masyarakat. Dalam membahas struktur sosial, dikenal dua konsep penting yaitu status
dan peran. Status oleh Ralp Linton (Dalam Kamanto Sunarto, 54 ; 1993) didefinisikan
sebagai suatu kumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah dinamika dari
status tersebut.

Struktur dalam Sosiologi diartikan sebagai sesuatu yang terdiri atas bagian yang saling
tergantung dan membentuk suatu pola tertentu. Pola-pola tersebut terdiri atas pola
perilaku individu atau kelompok, institusi, maupun masyarakat. Secara garis besar
struktur sosial dalam masyarakat dibedakan menjadi dua macam, yaitu diferensiasi
sosial dan struktur sosial.

Ada beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian masyarakat:


1. Linton : masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama
hidup dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya
berfikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
M. J. Herskovits : masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan
mengikuti satu cara hidup tertentu.
2. L. Gillin dan J. P. Gillin : masyarakat adalah kelompok manusia terbesar dan
mempunyai kebasiaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama.
Menurut Sutardjo Kartohadikusuma: “Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana
bertemapat tinggal suatu masyarakat pemerintaahn sendiri”. Menurut
Bintarto:”Desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi,
politik dan kebudayaan yang terdapat di suatu daerah dalam hubungannya dan
pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.

Masyarakat pedesaan mempunyai sifat yang kaku tapi sangatlah ramah. Biasanya adat
dan kepercayaan masyarakat sekitar yang membuat masyarakat pedesaan masih kaku,
tetapi asalkan tidak melanggar hukum adat dan kepercayaan maka masyarakat
pedesaan adalah masyarakat yang ramah. Pada hakikatnya masyarakat pedesaan adalah
masyarakat pendukung seperti sebagai petani yang menyiapkan bahan pangan, sebagai
PRT atau pekerjaan yang biasanya hanya bersifat pendukung tapi terlepas dari itu
masyarakat pedesaan banyak juga yang sudah berpikir maju dan keluar dari hakikat itu.

Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli Biologi dari jerman yaitu
Ernest Haekel pada tahun 1866. Kata ekologi sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu
Oekos berarti rumah dan logos berarti ilmu. Jadi, secara harfiah dapat diartikan sebagai
ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan sebagai ilmu tentang
rumah tangga makhluk hidup. Sehingga pola adaptasi ekologi dapat diartikan sebagai
kebisaan yang ada di lingkungan tempat tinggal masyarakat. Adaptasi ekologi
berlangsung terus-menerus dan spesifik ruang dan waktu

BAB III

PEMBAHASAN

Bentuk-Bentuk Struktur Sosial dalam Masyarakat

Perbedaan-perbedaan antarindividu akan membentuk struktur sosial yang membagi


individu-individu dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas atau golongan-golongan
tertentu sesuai dengan peran dan status yang dimilikinya dan yang diharapkan oleh
masyarakat. Dalam membahas struktur sosial, dikenal dua konsep penting yaitu status
dan peran. Status oleh Ralp Linton (Dalam Kamanto Sunarto, 54 ; 1993) didefinisikan
sebagai suatu kumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah dinamika dari
status tersebut.
Struktur dalam Sosiologi diartikan sebagai sesuatu yang terdiri atas bagian yang saling
tergantung dan membentuk suatu pola tertentu. Pola-pola tersebut terdiri atas pola
perilaku individu atau kelompok, institusi, maupun masyarakat. Secara garis besar
struktur sosial dalam masyarakat dibedakan menjadi dua macam, yaitu diferensiasi
sosial dan struktur sosial.

1. Diferensiasi Sosial

Kata “diferensiasi” berasal dari bahasa Inggris “different” yang berarti berbeda.
Sedangkan sosial berasal dari kata “socius” yang berarti kelompok atau masyarakat,
sehingga secara definitif, diferensiasi sosial adalah pembedaan masyarakat ke dalam
kelompok-kelompok tertentu secara horizontal (tidak bertingkat). Pembedaan
masyarakat tersebut didasarkan pada perbedaan ras, etnis atau suku bangsa, klen,
agama, pekerjaan, dan jenis kelamin. Semua unsur tersebut pada dasarnya memiliki
derajat atau tingkat yang sama. Misalnya agama, di manapun di dunia ini, antara agama
yang satu dengan yang lain memiliki derajat dan kedudukan yang sama. Semua agama
adalah baik, tidak ada agama yang lebih tinggi atau lebih rendah dari agama yang lain.

Berdasarkan pengertian diferensiasi sosial di atas, dalam masyarakat bentuk-bentuk


kelompok atau golongan yang tercipta beserta pola hubungannya pun tidak didasarkan
pada tingkatan tinggi–rendah, ataupun baik-buruknya. Akan tetapi lebih didasarkan
pada kedudukannya yang sama dalam masyarakat. Bentuk-bentuk diferensiasi sosial
dalam masyarakat antara lain:

1. Pembedaan ras

Ras yaitu pembedaan/penggolongan manusia berdasarkan ciri-ciri fisiknya (badaniah).


Ciri-ciri tersebut lebih didasarkan pada:

1)      Ciri-ciri fisik yang didasarkan bentuk badan, meliputi ukuran tubuh, warna kulit,
bentuk      kepala, bentuk muka, warna rambut, dan lain-lain.

2)      Ciri-ciri fisik yang didasarkan pada keturunan.

3)      Ciri-ciri fisik yang didasarkan pada asal-usul ras.

Pengklasifikasian ras dalam masyarakat antara lain:

1)      Ras Kaukasoid, terdiri dari orang-orang kulit putih, meliputi ras Kaukasoid Nordic,
Mediterania, Alpin, dan Indik.

2)      Ras Mongoloid, terdiri dari orang-orang kulit kuning, yang meliputi subras
Mongoloid Asia, Malaya (termasuk Indonesia) dan Amerika/Indian.
3)      Ras Negroid, terdiri dari orang-orang kulit hitam dengan rambut hitam dan keriting,
meliputi subras Negroid Afrika, Negrito, Malenesia (termasuk orang-orang Papua) dan
Austroloid.

4)      Ras-ras khusus, meliputi ras Bushman, dengan ukuran tubuh sedang dan warna
kulitnya coklat dengan rambut keriting; ras Veddoid hampir mirip dengan Negrito hanya
saja tubuhnya lebih kecil; ras Polinesoid, dengan ukuran tubuh sedang, warna kulit
coklat, dan rambut hitam berombak; ras Ainu, dengan warna kulit dan rambut mirip ras
kaukasoid, tetapi bentuk muka ras Mongoloid.

1. Pembedaan agama

Agama adalah suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia yang terdiri dari
kepercayaan dan praktik-praktik yang berhubungan dengan hal-hal spiritual (suci).
Agama mempersatukan manusia ke dalam suatu komunitas keimanan, sehingga dalam
masyarakat kita jumpai pembedaan-pembedaan masyarakat berdasarkan kepercayaan
dan keimanan yang terwujud dalam agama, misalnya kelompok masyarakat yang
beragama Islam, Kristen, Katholik, Budha, dan Hindu.

1. Pembedaan suku bangsa

Menurut Koentjaraningrat (264; 1996) suku bangsa diartikan sebagai golongan manusia
yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan budaya, sedangkan kesadaran
dan identitas tersebut sering dikuatkan oleh kesatuan bahasa. Misalnya suku bangsa
Jawa, Madura, Batak, dan lain-lain.

1. Pembedaan pekerjaan

Pekerjaan atau profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang ditekuni oleh seorang individu
atau kelompok guna memenuhi kebutuhannya. Dalam diferensiasi sosial pekerjaan tidak
diukur secara ekonomis, sehingga tidak ada suatu pekerjaan yang lebih baik atau lebih
rendah dari pekerjaan lain. Contohnya dokter, pengrajin, PNS, insinyur, dan lain-lain.

1. Pembedaan klen

Klen adalah penggolongan atau pengelompokan masyarakat berdasarkan keturunan


(kelompok kekerabatan). Kelompok kekerabatan dalam masyarakat dibedakan menjadi
patrilineal (kelompok kekerabatan yang garis keturunannya ditarik dari garis ayah) dan
matrilineal (kelompok kekerabatan yang garis keturunannya ditarik dari garis ibu). Di
antara kelompok-kelompok kekerabatan yang terdapat dalam masyarakat memiliki
derajat yang sama, tidak ada yang lebih tinggi ataupun rendah, baik ataupun buruk.

 
Dalam masyarakat, khususnya di Indonesia ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk
menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan (kelas sosial)
tertentu adalah sebagai berikut:

1)      Ukuran kekayaan

Ukuran kekayaan (kebendaan) dapat dijadikan suatu ukuran. Barang siapa yang
mempunyai kekayaan paling banyak, ia akan masuk ke dalam lapisan sosial teratas.
Ukuran kekayaan tersebut dapat dilihat dari mobil pribadinya, cara-cara
mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk
berbelanja barang-barang mahal, dan sebagainya.

2)      Ukuran kekuasaan

Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau mempunyai wewenang terbesar, menempati
lapisan sosial teratas. Tentunya kedudukan seorang ketua RT masih rendah (kalah) bila
harus dibandingkan dengan kedudukan kepala desa, demikian pula kedudukan seorang
kepala desa masih dianggap rendah bila dibandingkan dengan seorang camat, bupati,
gubernur, menteri, atau bahkan presiden.

3)      Ukuran kehormatan

Ukuran kehormatan mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan.


Orang yang paling disegani dan dihormati akan mendapatkan dan menduduki lapisan
sosial teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat
tradisional. Biasanya orang-orang yang masuk pada lapisan teratas adalah golongan tua
atau mereka yang pernah berjasa besar kepada masyarakat.

4)      Ukuran ilmu pengetahuan

Ilmu pengetahuan dipakai sebagai ukuran oleh masyarakat yang menghargai ilmu
pengetahuan. Ukuran ini kadang-kadang dimaknai secara negatif oleh masyarakat,
karena ternyata bahwa bukan ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi
gelar kesarjanaannya atau ijazahnya. Sehingga mengakibatkan segala macam usaha
dilakukan oleh masyarakat untuk mendapatkan gelar tersebut, walaupun secara tidak
benar dan tanpa mengindahkan aturan yang berlaku, misalnya dengan menyuap pihak
sekolah agar dapat masuk sekolah favorit, membuat ijazah palsu, dan lain-lain.

Ukuran-ukuran tersebut di atas, tidaklah bersifat limitatif (terbatas), tetapi masih ada
ukuran-ukuran lainnya yang dapat dipergunakan. Akan tetapi ukuran-ukuran di atas
merupakan ukuran yang oleh sebagian besar masyarakat dijadikan sebagai dasar
timbulnya pelapisan sosial dalam masyarakat. Jadi, kriteria pelapisan sosial pada
hakikatnya tergantung pada sistem nilai yang dianut oleh anggota-anggota masyarakat
yang bersangkutan.

 
Pola Adaptasi Ekologi

Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya


untuk bertahan hidup. Makhluk hidup melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan
di sekitar habitat tempat hidupnya tidak terkecuali manusia. Adaptasi yang dilakukan
makhluk hidup bertujuan untuk dapat bertahan hidup dari kondisi lingkungan yang
mungkin kurang menguntungkan.

Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli Biologi dari jerman yaitu
Ernest Haekel pada tahun 1866. Kata ekologi sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu
Oekos berarti rumah dan logos berarti ilmu. Jadi, secara harfiah dapat diartikan
sebagai ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan sebagai ilmu
tentang rumah tangga makhluk hidup. Sehingga pola adaptasi ekologi dapat diartikan
sebagai kebisaan yang ada di lingkungan tempat tinggal masyarakat. Adaptasi ekologi
berlangsung terus-menerus dan spesifik ruang dan waktu. Dalam pola adaptasi ekologi
terdapat tiga teori yang menjelaskan tentang bagaimana sesungguhnya kebudayaan
terbentuk, bertahan dan berkembang.

Determinasi Lingkungan

Menurut Ellen C. Semple (1911), seluruh kebudayaan dan perilaku manusia pada
dasarnya

dipengaruhi langsung oleh faktor-faktor lingkungan yaitu iklim, topografi, sumber daya
alam,dan

geografi.

Posibilisme Lingkungan

Teori ini muncul sekitar tahun 1930an sebagai kritik atas pendekatan deterministik.
Teori ini

memandang bahwa pada dasarnya lingkungan bukanlah faktor penentu sebagaimana


pada paham

deterministic, melainkan hanya sebagai penapis, penyaring atau screen bagi


terbentuknya unsur

budaya tertentu (cultural traits). Menurut Arnold Toynbee (1947), respon masyarakat


terhadap lingkungan alam menjadi penentu berkembang tidaknya peradaban di
masyarakat bersangkutan. Contoh, masyarakat eskimo vs masyarakat tropis
 

Ekologi Budaya

Paham ini dipandang sebagai revisi dari paham posibilisme. Menurut Julian Steward
(1968), Ekologi budaya adalah studi yang mempelajari bagaimana suatu masyarakat
beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi lingkungan hanya berlangsung di unsur
budaya tertentu, yakni teknologi eksploitasi sumber daya alam, populasi penduduk,
ekonomi dan organisasi sosial. Unsur-unsur budaya ini merupakan inti kebudayaan
(cultural core).

Lingkungan dan Fungsinya

Lingkungan hidup suatu mahluk adalah ruang dimana seluruh unsur-unsur yang bersifat
tak hidup  atau abiotik saling berinteraksi secara kompleks dengan semua yang hidup
atau biotic yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia
serta mahluk hidup lainnya.

Lingkungan biotik manusia dianugrahi kepekaaan untuk membedakan dan keinginan


untuk hidup. Untuk dapat hidup, manusia membutuhkan sesuatu dalam kehidupannya
sebagai alat untuk memenuhi kepekaan dalam membedakan. Keinginan untuk hidup
dapat juga diperoleh dari lingkungan baik lingkungan biofisik maupun lingkungan sosial.
Mangrove merupakan istilah umum untuk pohon yang hidup di daerah yang berlumpur,
basah dan terletak di perairan pasang surut daerah tropis. Lingkungan abiotik pesisir
adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir
merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Lebih jauh, wilayah pesisir
merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan
pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk
ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yng luar
biasa bagi manusia.

Beberapa fungsi lingkungan hidup, yaitu : lingkungan hidup adalah pemasok sumber
daya alam, sebagai pendukung sistem kehidupan, mempunyai kemampuan asimilasi
limbah, dan sebagai pemasok kenyamanan dan keindahan alam.

Ekosistem memiliki sifat hierarkikal yang berarti kerusakan pada suatu wilayah dapat
berakibat bencana bagi wilayah lainnya. Para ahli ekologi mempelajari hal-hal berikut:

1. Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup
yang lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang menyebabkannya,
2. Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dalam faktor-faktor
yang menyebabkannya,
3. Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makhluk hidup dan
hubungan antar makhluk hidup dengan lingkungannya.

Dengan begitu lingkungan sosial yang dianggap sebagai bagian dari lingkungan hidup
adalah wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya bemacam-macam interaksi
sosial berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta norman
yang sudah mapan, serta terkait dengan lingkungan alam dan lingkungan binaan dan
unsur-unsur lingkungan hidup lainnya. Secara teoritis pengelolaan lingkungan sosial
dapat diartikan sebagai upaya untuk perencanaan, pelaksanaan, pengadilan dan evaluasi
yang komutatif dengan mempertimbangkan:

1)    Ketahanan sosial

2)    Keadaan ekosistem

3)    Tata ruang

4)    Kualitas sosial setempat

5)    Sumberdaya sosial dan keterbatasan kemasyarakatan

6)    Kesesuaian dengan asas, tujuan, dan sasaran pengelolaan lingkungan hidup.

Pada dasarnya ekologi manusia bersifat dinamis berlangsung terus menerus, dan spesifik
menurut ruang dan waktu. Ada tiga teori tentang pola adaptasi ekologi, yaitu
determinisme lingkungan, possibilisme lingkungan, dan ekologi budaya. Determisisme
lingkungan merupakan kebudayaan suatu masyarakat yang terbentuk sebagai akibat
dari kondisi lingkungan fisik atau alam. Possibilisme lingkungan memandang bahwa
lingkungan bukanlah factor penentu sebagaimana dimaksud dalam pendekatan
diterminisme, melainkan sebagai penapis, penyaring bagi terbentuknya unsur budaya
tertentu. Seluruh kebudayaan tidak mesti dipengaruhi oleh alam. Menurut Steward
tidak ada kebudayaan yang terbentuk secara linier atau mengikuti kebudayaan yang ada
pi masyarakat. Menurut Steward ada beberapa inti kebudayaan, yaitu 1) teknologi yang
dikembangkan sebagai sarana eksploitasi sumber daya alam; 2) pola perilaku yang
terkait dengan teknologi eksploitasi sumber daya alam; dan 3) faktor demografi, pola
permukiman, struktur kekerabatan, tata guna tanah, dan tenurial; yang merupakan
unsur-unsur dimana kebudayaan berinteraksi dengan alam.

Terdapat lima prinsip utama dalam pembangunan berkelanjutan dan berwawasan


lingkungan, yaitu:

 
1. Keadilan antar generasi : berangkat dari suatu gagasan bahwa generasi sekarang
menguasai sumber daya alam yang ada di muka bumi sebagai titipan untuk
dipergunakan generasi berikutnya
2. Prinsip keadilan dalam suatu generasi : prinsip yang berbicara tentang keadilan
diantara satu generasi atau sesamanya
3. Prinsip pencegahan dini : suatu pengertian apabila ancaman adanya kerusakan
lingkungan yang tidak dapat dipulihkan
4. Prinsip perlindungan keanekaragaman hayati : merupakan sumber kesejahteraan
bagi umat manusia
5. Internalisasi biaya lingkungan dan mekanisme intensif : biaya lingkungan dan
sosial harus diintegrasikan kedalam proses pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan pengunaan sumber-sumber alam.

Adaptasi ekologi dan interaksi masyarakat dengan lingkungan berguna untuk memaknai
dan memahami fenomena dan fakta hubungan interaksional manusia dan alam serta
perubahan sosial dan ekologi (ecological change) yang terjadi di alam. Perubahan
ekologi itu, terutama berkenaan dengan munculnya destabilitas ekosistem dan
digunakan makhluk hidup untuk bertahan hidup dan berkembang biak secara alami.
Landasan operasional dalam penelitian ini digunakan teori ekologi budaya Julian
Steward (1968) dan persepsi Paul A Bell (1978).

Salah satu contohnya adalah Adaptasi yang dilakukan masyarakat yang tinggal di
kawasan pesisir pantai dan menggantungkan sumber penghidupannya dari sumber daya
yang ada, menunjukkan adanya keragaman. Di berbagai daerah di Sumatera dan
Sulawesi, misalnya terdapat kelompok-kelompok masyarakat yang mengembangkan
cara hidup dengan bertempat tinggal di perahu yang sekaligus berfungsi sebagai alat
dalam kegiatan penangkapan ikan. Contohnya adalah beberapa kelompok masyarakat
Suku Bajo atau Suku Laut yang secara tradisional hidup berpindah-pindah dari suatu
daerah ke daerah lain (nomaden) dan tinggal/hidup di atas perahu. Sehingga hal ini lah
yang menjadi pola adaptasi pada masyarakat yang memiliki tempat tinggal yang
berbeda,

Selain contoh di atas, pada banyak kasus, pertumbuhan penduduk yang tinggi
mendorong penduduk di kawasan pantai untuk merambah/membuka kawasan hutan
,mangrove atau “menciptakan” lahan-lahan baru yang dapat digunakan sebagai lokasi
permukiman dan, terutama, sebagai lahan usaha.

Bentuk Kegiatan Masyarakat Di Desa

“Ciri-ciri Desa dan Karakteristik Masyarakat Pedesaan”


Menurut Rahardjo (1999), Desa atau lingkungan pedesaan adalah sebuah komunitas
yang selalu dikaitkan dengan kebersahajaan (simplicity), keterbelakangan,
tradisionalisme, subsistensi, dan keterisolasian. Beratha (1984), berpendapat bahwa
masyarakat desa dalam kehidupan sehari-harinya menggantungkan pada alam. Alam
merupakan segalanya bagi penduduk desa, karena alam memberikan apa yang
dibutuhkan manusia bagi kehidupannya. Mereka mengolah alam dengan peralatan yang
sederhana untuk dipetik hasilnya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alam juga
digunakan untuk tempat tinggal.

Menurut Bintarto dalam Daljoeni (2003), ada tiga unsur yang membentuk sistem yang
bergerak secara berhubungan dan saling terkait dari sebuah desa, yaitu :

1. Daerah tanah yang produktif, lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan
geografis,
2. Penduduk, jumlah penduduk, pertambahan penduduk, persebaran penduduk dan
mata pencaharian penduduk,
3. Tata Kehidupan, pola tata pergaulan dan ikatan pergaulan warga desa termasuk
seluk beluk kehidupan masyarakat desa.

Koentjaraningrat (2005),  berpendapat bahwa masyarakat di pedesaaan merupakan


sebuah komunitas kecil yang memiliki ciri-ciri yang khusus dalam pola tata kehidupan,
ikatan pergaulan dan seluk beluk masyarakat pedesaan, yaitu ; 1) para warganya saling
mengenal dan bergaul secara intensif, 2) karena kecil, maka setiap bagian dan kelompok
khusus yang ada di dalamnya tidak terlalu berbeda antara satu dan lainnya, 3) para
warganya dapat menghayati lapangan kehidupan mereka dengan baik. Selain itu
masyarakat pedesaan memiliki sifat solidaritas yang tinggi, kebersamaan dan gotong
royong yang muncul dari prinsip timbal balik. Artinya sikap tolong menolong yang
muncul pada masyarakat desa lebih dikarenakan hutang jasa atau kebaikan.

Menurut Anshoriy (2008), dalam penelitiannya tentang kearifan lingkungan di tanah


jawa, bahwa kehidupan sosiokultural masyarakat di pedusunan (pedesaan) memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:

1. Menjunjung kebersamaan dalam bentuk gotong royong, gugur gunungdan lain


sebagainya,
2. Suka kemitraan dengan menganggap siapa saja sebagai saudara dan wajib dijamu
bila berkunjung ke rumah,
3. Mementingkan kesopanan dalam wujud unggah-ungguh, tata krama, tata
susiladan lain sebagainya yang berhubungan dengan etika sopan santun.
4. Memahami pergantian musim (pranata mangsa) yang berkaitan dengan masa
panen dan masa tanam,
5. Memiliki pertimbangan dan perhitungan relijius (hari baik dan hari buruk) dalam
setiap agenda dan kegiatannya,
6. Memiliki toleransi yang tinggi dalam memaafkan dan memaklumi setiap
kesalahan orang lain terutama pemimpin atau tokoh masyarakat,
7. Mencintai seni dan dekat dengan alam.
Menurut Shahab (2007),  secara umum ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan dapat
diidentifikasi sebagai berikut ;

1. Mempunyai sifat homogen dalam mata pencaharian, nilai-nilai dalam


kebudayaan serta dalam sikap dan tingkah laku,
2. Kehidupan desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi yang
berarti semua anggota keluarga turut bersama-sama memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarga,
3. Faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada. Misalnya,
keterikatan anggota keluarga dengan tanah atau desa kelahirannya,
4. Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet dari pada kota.

Menurut dirjen Bangdes (pembangunan desa) dalam Daljoeni (2003),  bahwa ciri – ciri
wilayah desa antara lain;

1. Perbandingan lahan dengan manusia cukup besar (lahan desa lebih luas dari
jumlah penduduknya, kepadatan rendah).
2. Lapangan kerja yang dominan adalah agraris (pertanian)
3. Hubungan antar warga amat akrab
4. Tradisi lama masih berlaku.

Pedesaan dan masyarakat desa merupakan sebuah komunitas unik yang berbeda
dengan masyarakat di perkotaan. Sementara segala kebijakan dan perundangan-
undangan adalah produk para pemangku kebijakan yang notabene adalah masyarakat
perkotaan, maka masyarakat desa memiliki kekhasan dalam mengatur berbagai
kearifan-kearifan lokal.

Secara sosial, corak kehidupan masyarakat di desa dapat dikatakan masih homogen dan
pola interaksinya horizontal, banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan. Semua
pasangan berinteraksi dianggap sebagai anggota keluarga dan hal yang sangat berperan
dalam interaksi dan hubungan sosialnya adalah motif-motif sosial. Interaksi sosial selalu
di-usahakan supaya kesatuan sosial (social unity) tidak terganggu, konflik atau
pertentangan sosial sedapat mungkin dihindarkan jangan sampai terjadi. Prinsip
kerukunan inilah yang menjiwai hubungan sosial pada masyarakat pedesaan. Kekuatan
yang mempersatukan masyarakat pedesaan itu timbul karena adanya kesamaaan-
kesamaan kemasyarakatan seperti kesamaan adat kebiasaan, kesamaan tujuan dan
kesamaan pengalaman( (Soetardjo, 2002).

Berbagai karakteristik masyarakat pedesaan di atas seperti potensi alam, homogenitas,


sifat kekeluargaan dan lain sebagainya menjadikan masyarakat desa sebuah komunitas
yang khusus dan unik. Oleh karena anggota masyarakat mempunyai kepentingan pokok
yang hampir sama, maka mereka selalu bekerja sama untuk mencapai kepentingan-
kepentingan mereka. Seperti pada waktu mendirikan rumah, upacara pesta perkawinan,
memperbaiki jalan desa, membuat saluran air dan sebagainya, dalam hal-hal tersebut
mereka akan selalu bekerjasama. Bentuk-bentuk kerjasama dalam masyarakat sering
diistilahkan dengan gotong royong dan tolong-menolong. Pekerjaan gotong-royong pada
waktu sekarang lebih populer dengan istilah kerja bakti misalnya memperbaiki jalan,
saluran air, menjaga keamanan desa (ronda malam) dan sebagainya. Sedang mengenai
macamnya pekerjaan gotong-royong (kerja bakti) itu ada dua macam, yaitu :

1. a) Kerja bersama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif warga


masyarakat itu sendiri (biasanya diistilahkan dari bawah).
2. b) Kerjasama untuk pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidak timbul dari
masyarakat itu sendiri berasal dari luar (biasanya berasal dari atas).

Kerjasama jenis pertama biasanya, sungguh-sungguh dirasakan kegunaannya bagi


mereka, sedang jenis kedua biasanya sering kurang dipahami kegunaannya.

Kebanyakan dari masyarakat desa adalah hidup dengan mengandalkan dari kehidupan
alam. Masyarakat desa mendapatkan nafkan dari hasil menjual hasil kebun, hasil
bercocok tenam dan lainnya. Alam inilah yang sangat diharapkan oleh masyarakat desa
Karena hasil dari alamlah yang dapat membantu perekonomian mereka. Tidak hanya
alam tapi juga mereka mengandalkan dari tenaga-tenaga mereka untuk mencari
penghidupan yang layak. Tak dapat di pungkuri bahwa ekonomi warga desa memang
sangat jauh berbeda dengan warga kota yang hidup saliang berkebutuhan.

Suasana kehidupan masyarakat di desa, mungkin bisa dikatakan menyenangkan,


nyaman dan juga tenag karena jauh dari kebisingan suara kendaraan, jauh dari polusi
udara yang bisa mengganggu pernapasan juga. Hal tersebut dipengaruhi oleh daerah-
daerah desa yang masih asli dan alami, sehingga daerah-daerannya pun masih bersih
dah sejuk.

POLA KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA

Pola Kebudayaan Masyarakat Desa Terhadap berbagai definisi tentang kebudayaan,


antara lain yang mengemukakan bahwa way of life, yaitu way of thinking, way of feeling,
dan way of doing. Untuk menganalisa masyarakat pedesaan yang bersifat bersahaja
maka diperlukan konsep kebudayaan yang sederhana pula yaitu kebudayaan dilihat dari
aspek kebudayaan dan non-kebudayaan (immaterial culture). Dengan kata lain
kebudayaan dilihat sebagai suatu sistem nilai dan norma (adat istiadat) yang mengatur
perilaku dan perikehidupan masyarakat desa.

Pola kebudayaan masyarakat desa termasuk pola kebudayaan tradisional, yaitu


merupakan produk dari benarnya pengaruh alam terhadap masyarakat yang hidupnya
tergantung pada alam. Menurut Paul H. Landis besar kecilnya pengaruh alam terhadap
pola kebudayaan tradisional ditentukan oleh: 1) sejauh mana ketergantungan terhadap
alam, 2) tingkat teknologi yang dimiliki, dan 3) sistem produksi yang diterapkan. Paul H.
Landis juga mengemukakan ciri-ciri kebudayaan tradisional yaitu: 1) adaptasinya pasif, 2)
rendahnya tingkat invasi, 3) tebalnya rasa kolektivitas, 4) kebiasaan hidup yang lamban,
5) kepercayaan kepada takhayul, 6) kebutuhan material yang bersahaja, 7) rendahnya
kesadaran terhadap waktu, cenderung bersifat praktis, dan 9) standar moral yang kaku.

Persyaratan bagi eksistensi pola kebudayaan tradisional tidak hanya menyangkut


kesembilan ciri-ciri di atas, melainkan juga harus memperhitungkan kekuatan-kekuatan
luar desa (supradesa) seperti pengaruh struktur kekuatan tertentu yang mendominasi
desa. Pelbagai kerajaan yang tersebar di persada Nusantara memiliki pengaruh yang
sangat menentukan bagi pola kebudayaan masyarakat desa. Pengaruh kerajaan juga
menyangkut masalah penguasaan kerajaan terhadap tanah pertanian (sistem
feodalisme) sehingga masyarakat desa memiliki ketergantungan yang tinggi pada
kerajaan. Di daerah-daerah yang tidak terdapat kerajaan maka sistem kekerabatan
mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi keberadaan pola kebudayaan tradisional.
Dengan kata lain, pola kebudayaan mereka identik dengan sistem kekerabatannya.

Tradisi dan Hukum Adat di Pedesaan Indonesia

Tradisi dibedakan dalam pengertian sebagai tradisi sinkronik dan diakronik. Dalam
pengertian tradisi diakronik, antara yang tradisional dengan yang modern tidak dapat
dipertemukan atau dipersatukan. Sedangkan dalam tradisi sinkronik, tradisi justru
bersifat situasional artinya mengikuti perubahan dan perkembangan zaman sehingga
antara yang tradisional dengan yang modern tidak bertentangan. Dalam pembahasan
tentang masyarakat desa yang bersahaja, maka pengertian.tradisi diakronis yang
digunakan.

Pengertian tradisi dan adat istiadat dikonkretkan lagi menjadi hukum adat. Pengertian
hukum adat di sini lebih mengacu pada pengertian hukum asli yang ada di pelbagai
daerah di Indonesia. Hukum adat yang mengatur kehidupan masyarakat-masyarakat di
pelbagai daerah di Indonesia ini tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh luar, misalnya
pengaruh dari agama Hindu, Islam, dan pemerintahan kolonial.

Untuk memperoleh gambaran umum mengenai hukum adat di Indonesia, perlu


dibedakan dua tipe desa berdasarkan perbedaan integritas masyarakatnya yaitu desa-
desa di luar Jawa dan di Jawa. Integritas desa-desa di luar Jawa didasarkan atas
hubungan darah (genealogis), sedangkan integritas desa-desa di Jawa lebih didasarkan
pada ikatan hubungan daerah (geografis). Pada masyarakat yang integritasnya
didasarkan pada ikatan darah maka hukum adatnya kurang memiliki kekuatan pengikat
dan pengendali dibandingkan dengan hukum adat pada masyarakat yang integritasnya
didasarkan pada ikatan darah.   Untuk desa-desa di Jawa umumnya, di daerah
pedalaman khususnya, melemahnya tradisi serta hukum adat bukan saja karena sifatnya
sebagai tipe desa geografis, melainkan terutama untuk intervensi yang dilancarkan oleh
kekuatan-kekuatan luar desa (supradesa).Kekuatan supradesa ini adalah dari kekuatan
kerajaan dan pemerintah kolonial.
Sistem Ekonomi Pertanian Mayarakat Desa

Berbicara ekonomi masyarakat desa berarti berbicara tentang bagaimana masyarakat


desa memenuhi kebutuhan jasmaniah. Sistem ekonomi masyarakat desa terkait erat
dengan sistem pertaniannya. Akan tetapi sistem pertanian masyarakat desa tidak hanya
mencerminkan sistem ekonominya melainkan juga mencerminkan sistem nilai,
normanorma sosial atau tradisi, adat istiadat serta aspek-aspek kebudayaan lainnya.
Pengertian di atas menunjukkan bahwa masyarakat desa menyikapi sistem pertaniannya
sebagai way of life.

Sistem pertanian yang ada di Indonesia berdasarkan pembagian dari D. Whitlesey


meliputi tipe bercocok tanam di ladang, bercocok tanam tanpa irigasi yang menetap,
bercocok tanam yang menetap dan intensif dengan irigasi sederhana berdasarkan
tanaman pokok padi, dan pertanian buah-buahan. Sedangkan berdasarkan pembagian
dari Frithjof di Indonesia terdapat dua tipe sistem pertanian yaitu perladangan
berpindah, pertanian keluarga, dan pertanian kapitalistik. Sedangkan Dr. Murbyarto
membedakan dua sistem pertanian yaitu pertanian rakyat dan perusahaan pertanian.

Sehubungan dengan sistem ekonomi maka sistem pertanian meliputi tiga era, yaitu era
bercocok tanam yang bersahaja, era pertanian prakapitalistik, dan era pertanian
kapitalistik. Pada awal ditemukannya cocok tanam, kegiatan pertanian nenek moyang
kita hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan sendiri, belum melembaga
sebagai pertukaran. Sedangkan pada era pra-kapitalistik, bercocok tanam tidak lagi
sekedar untuk memenuhi kebutuhan pangan melainkan juga mencakup kebutuhan-
kebutuhan lain di luar kebutuhan pangan. Pada era inilah sistem pertanian mulai identik
dengan sistem ekonomi. Pada era kapitalistik, sistem pertanian tidak hanya dikelola
untuk sekedar memenuhi kebutuhan keluarga melainkan dengan sengaja dan sadar
diarahkan untuk meraih keuntungan (profit oriented).

Keterkaitan sistem ekonomi dengan sistem sosial berhubungan dengan tingkat


penggunaan teknologinya. Pada masyarakat petani yang belum menggunakan teknologi
modern dan belum komersial, maka hubungan-hubungan sosial yang ada menunjukkan
keakraban, serba informal, serta permisif. Di lain pihak pertanian yang dikelola dengan
menggunakan teknologi modern, hubungan sosialnya cenderung tidak lagi akrab,
informal dan permisif

Faktor-faktor Determinan dalam Sistem Ekonomi Desa

Dalam sistem ekonomi desa terdapat tiga faktor determinan yaitu keluarga, lahan
pertanian, dan pasar. Menurut J.H. Boeke keluarga pada masyarakat desa itu merupakan
unit untuk swasembada, artinya keluarga mewujudkan suatu unit yang mandiri yang
dapat menghidupi keluarga itu sendiri lewat kegiatan pertaniannya. Di lain pihak A.V.
Chaianov berpendapat bahwa ekonomi petani pra-kapitalistik (peasan) merupakan
ekonomi keluarga, sehingga pengertian laba pada sistem ekonomi ini sangat berbeda
dengan pengertian laba pada perekonomian kapitalistik.

Sedangkan faktor determinan lahan pertanian terkait dengan pemilikan dan penggunaan
lahan. Sehubungan dengan hal ini maka kondisi fisik dan jenis tanaman juga sangat
berpengaruh terhadap sistem ekonomi/pertanian. Di lain pihak faktor determinan pasar
menunjukkan adanya hubungan antara masyarakat desa dengan pihak-pihak lainnya.
Hubungan ini tidak hanya bersifat ekonomi saja, melainkan juga bersifat sosial dan
budaya.

BAB IV

KESIMPULAN

Struktur dalam Sosiologi diartikan sebagai sesuatu yang terdiri atas bagian yang saling
tergantung dan membentuk suatu pola tertentu. Pola-pola tersebut terdiri atas pola
perilaku individu atau kelompok, institusi, maupun masyarakat. Secara garis besar
struktur sosial dalam masyarakat dibedakan menjadi dua macam, yaitu diferensiasi
sosial dan struktur sosial.

Bentuk-bentuk diferensiasi sosial dalam masyarakat antara lain : Pembedaan ras,


Pembedaan agama, Pembedaan suku bangsa, Pembedaan pekerjaan Pembedaan klen.

Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya


untuk bertahan hidup. Makhluk hidup melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan
di sekitar habitat tempat hidupnya tidak terkecuali manusia.

pola adaptasi ekologi dapat diartikan sebagai kebisaan yang ada di lingkungan tempat
tinggal masyarakat. Adaptasi ekologi berlangsung terus-menerus dan spesifik ruang dan
waktu. Dalam pola adaptasi ekologi terdapat tiga teori yang menjelaskan tentang
bagaimana sesungguhnya kebudayaan terbentuk, bertahan dan berkembang.

 Determinasi Lingkungan
 Posibilisme Lingkungan
 Ekologi Budaya

Pola kebudayaan masyarakat desa termasuk pola kebudayaan tradisional, yaitu


merupakan produk dari benarnya pengaruh alam terhadap masyarakat yang hidupnya
tergantung pada alam. Menurut Paul H. Landis besar kecilnya pengaruh alam terhadap
pola kebudayaan tradisional ditentukan oleh: 1) sejauh mana ketergantungan terhadap
alam, 2) tingkat teknologi yang dimiliki, dan 3) sistem produksi yang diterapkan. Paul H.
Landis juga mengemukakan ciri-ciri kebudayaan tradisional yaitu: 1) adaptasinya pasif, 2)
rendahnya tingkat invasi, 3) tebalnya rasa kolektivitas, 4) kebiasaan hidup yang lamban,
5) kepercayaan kepada takhayul, 6) kebutuhan material yang bersahaja, 7) rendahnya
kesadaran terhadap waktu, cenderung bersifat praktis, dan 9) standar moral yang kaku.

Daftar Pustaka

(http://www.siswapedia.com/bentuk-bentuk-struktur-sosial-dalam-masyarakat/)

http://bimcibedug.bandungbaratkab.go.id/karakteristik-masyarakat-di-pedesaan/

http://alvinrinaldygreenworld.blogspot.com/2013/10/pola-kehidupan-masyarakat-
desa.html

http://fisipsosiologi.wordpress.com/mata-kuliah/sosiologi-pedesaan

http://blog.ub.ac.id/mistikdwiwilujeng/2012/06/05/makalah-masyarakat-pedesaan/

http://fadlyghopal.wordpress.com/2010/12/04/masyarakat-perkotaan-dan-masyarakat-
pedesaan/

http://ilmusosialdasar-lintang.blogspot.com/2012/10/pengertian-masyarakat-
perbedaan.html

Anda mungkin juga menyukai