Anda di halaman 1dari 27

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

ETIOLOGI PENYAKIT

OLEH:

NI NYOMAN MURTI APSARI DEWI (P07120216023)


I GUSTI AYU INTAN ADRIANA SARI (P07120216024)
A.A ISTRI MARANSIKA NIKE PUTRI (P07120216025)
PUTU AYU MAHAPATNI MKP (P07120216026)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

rahmatNya, penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “ETIOLOGI

PENYAKIT”.

Penulis menyadari makalah ini masih terdapat kekurangan, namun demikian

penulis berharap makalah ini dapat menjadi bahan rujukan dan semoga dapat

menambah pengetahuan mahasiswa-mahasiswi kelas A Prodi Ners Jurusan

Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penulisan makalah ini.

Dengan segala hormat penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini.

Denpasar, 17 Juli 2020

Kelompok

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................................2

C. Tujuan.....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3

A. Konsep psikososial..................................................................................................3

B. Etiologi Penyakit.....................................................................................................3

C. Masalah-masalah psikososial.................................................................................7

BAB III PENUTUP...............................................................................................................23

A. SIMPULAN..........................................................................................................23

B. SARAN..................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup
aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada hubungan yang
dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi
satu sama lain. Psikososial sendiri berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko
mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran, perasaan dan perilaku)
sedangkan sosial mengacu pada hubungan eksternal individu dengan orang-orang di
sekitarnya (Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI). Istilah psikososial berarti
menyinggung relasi sosial yang mencakup faktor-faktor psikologis (Chaplin, 2011).
Penyakit dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang menyebabkan suatu kondisi
terganggunya baik fisik, mental, sosial dan ekonomi, sehingga timbul kelemahan dan
kecacatan. Penyakit berdasarkan penyebaran dapat dibedakan menjadi penyakit
menular dan tidak menular. Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh
agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik
(seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan). Penyakit yang tidak disebabkan
oleh kuman, tetapi disebabkan karena adanya problem fisiologis atau metabolisme
pada jaringan tubuh manusia. Untuk Negara yang sedang berkembang, penyakit
infeksi seperti TBC, tetanus, kolera dan penyakit menular lainnya
merupakanpenyebab utama kematian penduduk. Sedang untuk Negara yang sudah
berkembang, penyebab utama kematian pada umumnya ialah penyakit jantung,
pembuluh darah dan kanker (WHO, 2015).
Etiologi secara sederhana dapat diartikan sebagai penyebab sesuatu yang dapat
menyebabkan penyakit. Etiologi dikenal pula dengan istilah agens. Etiologi (agens)
penyakit dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu golongan biologis dan
non-biologis.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana etiologi penyakit pada masalah psikososial?

C. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang etiologi penyakit pada masalah
psikososial.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep psikososial

1. Definisi psikososial
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup
aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada hubungan
yang dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan
memengaruhi satu sama lain. Psikososial sendiri berasal dari kata psiko dan
sosial. Kata psiko mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran,
perasaan dan perilaku) sedangkan sosial mengacu pada hubungan eksternal
individu dengan orang-orang di sekitarnya (Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI).
Istilah psikososial berarti menyinggung relasi sosial yang mencakup faktor-
faktor psikologis (Chaplin, 2011).
2. Masalah-masalah psikososial menurut (Nanda, 2012) yaitu :
a. Berduka
b. Keputusasaan
c. Ansietas /Kecemasan
d. Ketidakberdayaan
e. Risiko penyimpangan perilaku sehat
f. Gangguan citra tubuh
g. Koping tidak efektif
h. Koping keluarga tidak efektif
i. Sindroma post trauma
j. Penampilan peran tidak efektif
k. HDR situasional
B. Etiologi Penyakit
1. Pengertian Penyakit
Penyakit dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang menyebabkan suatu
kondisi terganggunya baik fisik, mental, sosial dan ekonomi, sehingga timbul

3
kelemahan dan kecacatan. Penyakit berdasarkan penyebaran dapat dibedakan
menjadi penyakit menular dan tidak menular. Penyakit menular adalah penyakit
yang disebabkan oleh agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan
disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan).
Penyakit yang tidak disebabkan oleh kuman, tetapi disebabkan karena adanya
problem fisiologis atau metabolisme pada jaringan tubuh manusia. Untuk
Negara yang sedang berkembang, penyakit infeksi seperti TBC, tetanus, kolera
dan penyakit menular lainnya merupakanpenyebab utama kematian penduduk.
Sedang untuk Negara yang sudah berkembang, penyebab utama kematian pada
umumnya ialah penyakit jantung, pembuluh darah dan kanker (WHO, 2015).
2. Klasifikasi Penyakit
Klasifikasi penyakit merupakan satu upaya untuk meningkatkan akurasi
diagnosis mempergunakan hasil-hasil dari pemeriksaan gejala, tanda, test, dan
pembuatan kriteria diagnosis. Klasifikasi penyakit dapat dilakukan
berdasarkan agen penyebabnya, patologi penyakit, organ yang terserang, cara
pengobatannya, cara penularannya, cara masuk atau keluarnya penyakit dan
faktor keterpaparan atau kepekaannya (Timmreck, 2005). Menurut Timmreck
(2005) penyakit diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Penyakit infeksi/menular (communicable diseases) :
1) Penyakit menular melalui air
2) Penyakit menular melalui udara
3) Penyakit menular melalui kelamin
4) Penyakit menular melalui binatang
b. Penyakit non-infeksi/tidak menular :
1) Penyakit kongenital dan herediter
2) Penyakit alergi dan radang
3) Penyakit degeneratif atau kronis
4) Penyakit metabolik
5) Kanker / penyakit neoplastic

4
3. Etiologi
a. Menurut Tenaga Kesehatan
Etiologi secara sederhana dapat diartikan sebagai penyebab sesuatu
yang dapat menyebabkan penyakit. Etiologi dikenal pula dengan istilah
agens. Etiologi (agens) penyakit dapat dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu golongan biologis dan non-biologis.
1) Golongan biologis. Penyebab penyakit yang termasuk golongan
biologis adalah mikrorganisme (misalnya, bakteri dan virus). Selain itu
ada pula penyebab penyakit yang berasal dari hewan dan tumbuhan
(misalnya, metazoan, protozoa, dan jamur).
2) Golongan non-biologis. Penyebab penyakit dari golongan non-biologis
terbagi atas beberapa jenis, yaitu kimia, fisik, dan nutrien.
a) Kimia. Zat kimia terbagi atas zat kimia yang terdapat di luar tubuh
manusia (exogenous chemical substance) dan zat kimia yang
dihasilkan oleh tubuh (endogenous chemical substance). Contohnya
adalah barbiturate, merkuri, karbon monoksida, dll.
b) Fisik. Penyebab penyakit berupa faktor fisik, antara lain suhu yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah, perubahan tekanan atmosfir.
Faktor fisik ini dapat menimbulkan penyakit jika berada pada
intensitas yang luar biasa, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Selain contoh di atas, faktor fisik lain yang dapat menyebabkan
penyakit adalah faktor mekanis atau trauma, baik yang disengaja
maupun tidak (misalnya, kecelakaan, perkelahian)
c) Nutrien. Nutrien sebenarnya merupakan golongan zat kimia. Akan
tetapi, untuk memudahkan pemahaman kita tentang kaitan nutrien
dengan penyakit, bagian ini dipisahkan. Seseorang dapat menderita
penyakit jika kekurangan/kelebihan nutrient tertentu dalam tubuh
(misalnya, penderita obesitas, marasmus, kwashiorkor). (Asmadi,
2008).

5
b. Menurut Masyarakat
Masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab
sakit, yaitu personalistik dan naturalistik. Personalistik adalah suatu
sistem dimana penyakit disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang
aktif, yang dapat berupa makhluk supranatural (makhluk gaib atau dewa),
makhluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat)
maupun manusia (tukang sihir atau tukang tenung). Berlawanan dengan
personalistik, naturalistik menjelaskan tentang penyakit dalam istilah-
istilah sistemik yang bukan pribadi, di sini agen yang aktif tidak
menjalankan peranannya. Dalam sistem ini keadaan sehat sesuai dengan
model keseimbangan : apabila unsur-unsur dasar dalam tubuh ”humor”,
yin dan yang, serta dosha dalam Ayurveda berada dalam keadaan
seimbang menurut usia dan kondisi individu, maka tercapailah kondisi
sehat. Apabila keseimbangan ini terganggu dari luar maupun dalam oleh
kekuatan-kekuatan alam seperti panas, dingin, atau kadang-kadang emosi
yang kuat, maka terjadilah penyakit (Anderson dan Wilson, 2009).
Menurut Sarwono (2012) masyarakat menggolongkan penyebab sakit
ke dalam 3 bagian yaitu :
a. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia
b. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.
c. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.).
Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama dan
ke dua, dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok,
pantangan makan, dan bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit
yang ke tiga harus dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan
demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan
mereka terhadap penyebab sakit. Dengan demikian upaya
penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap
penyebab sakit.

6
C. Masalah-masalah psikososial
1. Kecemasan
a. Pengertian kecemasan
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.
Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara
interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut yang merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas
adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut yang
penyebabnya tidak diketahui. Sedangkan rasa takut mempunyai
penyebab yang jelas dan dapat dipahami (Stuart, 2007).
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak
didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa
cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin
memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti
mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek
yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas. Ansietas
merupakan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya
kepada individu (Viedebeck, 2008).
Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran
yang sama disertai respon autonom (sumber sering kali tidak
spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang
disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan
isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya
bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi
ancaman (Nurarif & Kusuma, 2013).

7
b. Penyebab
Penyebab kecemasan menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) yaitu:
1) Perubahan dalam (status ekonomi, lingkungan, status
kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status peran)
2) Pemajanan toksin
3) Terkait keluarga
4) Herediter
5) Infeksi/kontaminan interpersonal
6) Penularan penyakit interpersonal
7) Krisis maturasi, krisis situasional
8) Stres, ancaman kematian
9) Penyalahgunaan zat
10) Ancaman pada (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan,
pola interaksi, fungsi peran, status peran, konsep diri)
11) Konflik tidak disadari mengenai tujuan penting hidup
12) Konflik tidak disadari menenai nilai yang esensial/penting
13) Kebutuhan tidak dipenuhi

c. Gejala-gejala kecemasan menurut (Nurarif & Kusuma,2013) yaitu :


1) Gejala perilaku dari kecemasan yaitu : penurunan
produktivitas, gerakan yang ireleven, gelisah, melihat
sepintas, insomnia, kontak mata yang buruk,
mengekspresikan kekawatiran karena perubahan dalam
peristiwa hidup, agitasi, mengintai dan tampak waspada.
2) Gejala afektif dari kecemasan yaitu : gelisah, distres,
kesedihan yang mendalam, ketakutan, perasaan tidak
adekuat, berfokus pada diri sendiri, peningkatan
kewaspadaan, iritabilitas, gugup senang berlebihan, rasa
nyeri yang meningkatkan ketidakberdayaan, peningkatan
rasa ketidakberdayaan yang persisten, bingung, menyesal,
ragu/tidak percaya diri dan khawatir.

8
3) Gejala fisiologis dari kecemasan yaitu : wajah tenang,
tremor tangan, peningkatan keringat, peningkatan
ketegangan, gemetar, tremor, suara bergetar.
4) Gejala simpatik dari kecemasan yaitu : anoreksia, eksitasi
kardiovaskular, diare, mulut kering, wajah merah, jantung
berdebar-debar, peningkatan tekanan darah, peningkatan
denyut nadi, peningkatan reflek, peningkatan frekuensi
pernapasan, pupil melebar, kesulitan bernafas,
vasokontriksi superfisial, lemah dan kedutan pada otot.

5) Gejala parasimpatik dari kecemasan yaitu : nyeri abdomen,


penurunan tekanan darah, penurunan denyut nadi, diare,
mual, vertigo, letih gangguan tidur, kesemutan pada
extremitas, sering berkemih, anyang-anyangan, dorongan
segera berkemih.

6) Gejala kognitif dari kecemasan yaitu : menyadari gejala


fisiologis, bloking fikiran, konfusi, penurunan lapang
persepsi, kesulitan berkonsentrasi, penurunan kemampuan
untuk belajar, penurunan kemampuan untuk memecahkan
masalah, ketakutan terhadap konsekuensi yang tidak
spesifik, lupa, gangguan perhatian, khawatir, melamun,
cenderung menyalahkan orang lain.
d. Tingkat cemas menurut (Stuart, 2007) adalah sebagai berikut :
1) Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari; ansietas ini menyebabkan individu
menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya.
Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan serta kreativitas.
2) Ansietas sedang memungkinkan individu untuk berfokus
pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.

9
Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu.
Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian
yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area
jika diarahkan untuk melakukannya.
3) Ansietas berat sangat mengurangi lapang persepsi individu.
Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan
spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua
perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu
tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada
area lain.
4) Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan
terperangah, ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah
dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali,
individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup
disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan
aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan; jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi
kelelahan dan kematian.

e. Rentang respons

f. Faktor pendukung

10
1) Faktor predisposisi
Menurut (Suart, 2007) berbagai teori telah
dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :
a) Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian: id
dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls
primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego dan Aku,
berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang
bertentangan tersebut dan fungsi ansietas adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari
perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan
interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan,
yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan
harga diri rendah terutama rentan mengalami ansietas
yang berat.
c) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk
frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap ansietas
sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan
keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan.
Ahli teori konflik memandang ansietas sebagai
pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan.
Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik antara
konflik dan ansietas: konflik menimbulkan ansietas dan
ansietas menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada
gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan.

11
d) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas
biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan ansietas juga
tumpang tindih antara gangguan ansietas dan depresi.
e) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung
reseptor khusus untuk benzodiazepin, obat-obatan yang
meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama-
aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam
mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas.
Selain itu, kesehatan umum individu dan riwayat ansietas
pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi
ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan ganggun fisik
dan selanjutya menurunkan kemampuan individu untuk
mengatasi stressor.
2) Stresor pencetus
Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal dan
eksternal, stressor pencetus dapat diklasifikasikan dalam dua
jenis menurut (Riyadi & Purwanto, 2009):
a) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi
ketidakmampuan fisiologis yang akan terjadi atau
menurunkan kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari. Pada ancaman ini, stressor yang berasal dari
sumber eksternal adalah faktor-faktor yang dapat
menyebabkan gangguan fisik (misal; infeksi virus, polusi
udara). Sedangkan yang menjadi sumber internalnya
adalah kegagalan mekanisme fisiologi tubuh (misal;
sistem jantung, sistem imun, pengaturan suhu dan
perubahan, fisiologi selama kehamilan).
b) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat
membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial
yang terintegrasi seseorang. Ancaman yang berasal dari

12
sumber eksternal yaitu kehilangan orang yang berarti
(meninggal, perceraian, pindah kerja) dan ancaman yang
berasal dari sumber internal berupa gangguan hubungan
interpersonal dirumah, tempat kerja atau menerima peran
baru.
3) Penilaian stresor
Pemahaman tentang ansietas perlu integrasi banyak
faktor, termasuk pengetahuan dari perspektif psikoanalitis,
interpersonal, perilaku, genetik dan biologis. Penilaian
mendorong pengkajian perilaku dan persepsi pasien dalam
mengembangkan intervensi keperawatan yang tepat.
Penilaian juga menunjukkan berbagai faktor penyebab dan
menekankan hubungan timbal balik antara faktor-faktor
tersebut dalam menjelaskan perilaku yang terjadi. Dengan
demikian, pemahaman yang benar tentang ansietas bersifat
holistik (Stuart, 2007).
4) Sumber koping
Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan
menggerakkan sumber koping di lingkungan. Sumber koping
tersebut yang berupa model ekonomi, kemampuan
penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan
budaya dapat membantu individu mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang berhasil (Stuart, 2007).
5) Mekanisme koping
Menurut (Stuart, 2007) ketika mengalami ansietas,
individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk
mencoba mengatasinya; ketidakmampuan mengatasi ansietas
secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya
perilaku patologis. Pola yang biasa digunakan individu untuk

13
mengatasi ansietas ringan cenderung tetap domain ketika
ansietas menjadi lebih intens. Ansietas ringan sering
ditanggulangi tanpa pemikiran yang sadar. Ansietas sedang
dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping:
a) Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang
disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi
tuntutan situasi stress secara realistis.
 Perilaku menyerang digunakan untuk menghilangkan
atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan
 Perilaku menarik diri digunakan untuk menjauhkan
diri dari sumber ancaman, baik secara fisik maupun
psikologis
 Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara
yang biasa dilakukan individu, mengganti tujuan atau
mengorbankan aspek kebutuhan personal
b) Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas
ringan dan sedang. Tetapi karena mekanisme tersebut
berlangsung secara relatif pada tingkat sadar dan
mencakup penipuan diri dan distorsi realitas, mekanisme
ini dapat menjadi respons maladaptif terhadap stress.
g. Penatalaksanaan kecemasan
1) Penatalaksanaan farmakologi
Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine,
obat ini digunakan untuk jangka pendek dan tidak dianjurkan
untuk jangka panjang karena pengobatan ini menyebabkan
toleransi dan ketergantungan. obat anti kecemasan
nonbenzodiazepine, seperti buspiron (Buspar) dan berbagai
antidepresan juga digunakan (Isaacs, 2005)
2) Penatalaksanaan non farmakologi
a) Distraksi

14
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan
kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal
lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang
dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan
menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa menghambat
stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli
cemas yang ditransmisikan ke otak (Potter & Perry, 2005).
Salah satu distraksi yang efektif adalah dengan
memberikan dukungan spiritual (membacakan doa sesuai
agama dan keyakinannya), sehingga dapat menurunkan
hormon-hormon stressor, mengaktifkan hormon endorfin
alami, meningkatkan perasaan rileks dan mengalihkan
perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki
sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah
serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi
dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih
dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan
ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan
metabolisme yang lebih baik.
b) Relaksasi
Terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa
relaksasi, meditasi, relaksasi imajinasi dan visualisasi serta
relaksasi progresif (Isaacs, 2005).
c) Pengetahuan
Memberikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
pasien tentang proses penyakit yang spesifik, menjelaskan
patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi dengan cara
yang tepat, menggambarkan proses penyakit dengan cara
yang tepat, mengidentifikasi kemungkinan penyebab

15
dengan cara yang tepat, menyediakan informasi pada
pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat,
mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan
datang dan atau proses pengontrolan penyakit,
mendiskusikan pilihan terapi atau penanganan, mendukung
pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second
opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan, merujuk
pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal dengan
cara yang tepat, menginstruksikan pasien mengenai tanda
dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan dengan cara yang tepat (Nurarif &
Kusuma,2013).
Pada penelitian (Riyani, 2013) didapatkan hasil 92%
dari seluruh pasien mengalami kecemasan, 5,4 % lainnya
mengalami ketidakberdayaan, 2,7% mengalami berduka
dan 2,7% sisanya mengalami gangguan citra tubuh. Dalam
penelitian ini disebutkan untuk menyelesaikan masalah
ansietas, perawat perlu mengetahui penyebab ansietas
klien. Jika penyebabnya merupakan kurangnya
pengetahuan mengenai kondisi kesehatan klien, pemberian
informasi mengenai kondisi klien serta intervensi yang
akan diberikan kepada klien dapat menurunkan ansietas
secara signifikan.

3. Ketidakberdayaan
a. Pengertian
Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa

16
tindakannya tidak akan memengaruhi hasil secara bermakna,
kurang pengendalian yang dirasakan terhadap situasi terakhir
atau yang baru saja terjadi. Pada ketidakberdayaan, pasien
mungkin mengetahui solusi terhadap masalahnya, tetapi percaya
bahwa hal tersebut diluar kendalinya untuk mencapai solusi
tersebut (Wilkinson, 2007).
Ketidakberdayaan adalah kondisi ketika individu atau
kelompok merasa tidak memiliki kendali personal atas peristiwa
atau situasi tertentu yang memengaruhi cara pandang, tujuan dan
gaya hidup. Kebanyakan individu mengalami perasaan tidak
berdaya dalam berbagai tingkatan disejumlah situasi berbeda.
Diagnosis ini dapat digunakan untuk menggambarkan individu
yang berespons terhadap hilangnya kendali dengan menunjukkan
sikap apati, marah atau depresi. Suatu ketidakberdayan yang
berkepanjangan dapat mengarah pada keputusasaan (Carpenito-
Moyet, 2013).
Faktor yang berhubungan dengan ketidakberdayaan
menurut Walkinson (2007) yaitu :
1) Lingkungan perawatan kesehatan
2) Program yang terkait dengan penyakit (misalnya, jangka
panjang, sulit dan kompleks)
3) Interaksi interpersonal
4) Gaya hidup keputusasaan
5) Penyakit kronis atau terminal
6) Komplikasi yang mengancam kehamilan

b. Batasan karakteristik menurut NANDA (2012) yaitu:


1) Bergantung pada orang lain
2) Depresi karena gangguan fisik

17
3) Tidak berpatisipasi dalam perawatan
4) Menyatakan asing
5) Menyatakan keraguan tentang kinerja peran
6) Menyatakan frustasi terhadap ketidakmampuan untuk
melaksanakan aktivitas sebelumnya
7) Menyatakan kurang control
8) Menyatakan rasa malu
c. Tindakan keperawatan menurut (Nurarif &Kusuma, 2013)
Self-eficacy enhancement :
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
dapat menimbulkan ketidakberdayaan
2) Diskusikan dengan pasien tentang pilihan yang realistis
dalam perawatan
3) libatkan pasien dalam pengambilan keputusan tentang
perawatan
4) Jelaskan alasan setiap perubahan perencanaan terhadap pasien
5) Dukung pengambilan keputusan
6) Kaji kemampuan untuk pengambilan keputusan

7) Beri penjelasan kepada pasien tentang proses penyakit

Self Esteem Enhancement :


1) Tunjukkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien
untuk mengatasi situasi
2) Dorong pasien mengidentifikasi kekuatan dirinya
3) Ajarkan keterampilan perilaku yang positif melalui bermain
peran, model peran, diskusi
4) Dukung peningkatan tanggung jawab diri, jika diperlukan
5) Buat statement positif terhadap pasien
6) Monitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negatif
7) Dukung pasien untuk menerima tantangan

18
8) Kaji alasan untuk mengkritik atau menyalahkan diri sendiri
9) Lakukan kolaborasi dengan sumber-sumber lain (petugas
dinas sosial, perawat spesialis klinis dan layanan
keagamaan).
4. Keputuasaan
a. Pengertian
Keputusasaan adalah keadaan emosional subjektif yang
berkepanjangan ketika individu tidak menemukan alternatif atau
pilihan pribadi guna memecahkan masalah yang dihadapi atau
mencapai hal yang diinginkan dan tidak dapat mengerahkan
energi demi kepentingannya sendiri guna menetapkan sejumlah
tujuan. Keputuasaan berbeda dari ketidakberdayaan, yakni ketika
seseorang yang putus asa tidak menemukan solusi atas
permasalahannya atau cara untuk mencapai hal yang diinginkan,
sekalipun ia memegang kendali atas kehidupannya. Seseorang
yang tidak berdaya mampu melihat alternatif atau jawaban atas
permasalahannya, namun tidak mampu melakukan upaya apapun
karena kurangnya kendali atau sumber daya yang dimiliki
(Carpenito-Moyet, 2013).
Keputusasaan adalah kondisi subjektif yang ditandai dengan
individu memandang hanya ada sedikit bahkan tidak ada
alternatif atau pilihan pribadi dan tidak mampu memobilisasi
energi demi kepentingansendiri (NANDA, 2012). Keputusasaan
menggambarkan bahwa seseorang percaya tidak ada
penyelesaian untuk masalahnya (“tidak ada jalan keluar”). Bagi
beberapa pasien, keputusasaan dapat menjadi faktor resiko bunuh
diri (Wilkinson, 2007).
b. Batasan karakteristik menurut NANDA (2012)
1) Menutup mata
2) Penurunan afek

19
3) Penurunan selera makan
4) Penurunan respons terhadap stimulus
5) Penurunan verbalisasi
6) Kurang inisiatif
7) Kurang keterlibatan dalam asuhan
8) Pasif
9) Mengangkat bahu sebagai respons terhadap orang yang
mengajak bicara
10) Gangguan pola tidur
11) Meninggalkan orang yang mengajak bicara
12) Isyarat verbal (misalnya isi putus asa “saya tidak dapat”,
menghela napas
c. Faktor yang berhubungan dengan keputusasaan menurut Nanda
(2012) yaitu :
1) Diasingkan
2) Penurunan kondisi fisiologis
3) Stres jangka panjang
4) Kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual
5) Kehilangan kepercayaan pada nilai penting
6) Pembatasan aktivitas jangka panjang
7) Isolasi sosial

d. Tindakan keperawatan menurut Carpenito-Moyet (2013) yaitu :


1) Tunjukkan empati untuk mendorong klien menyampaikan
keraguan, ketakutan dan kekhawatirannya Tentukan adanya
risiko bunuh diri

2) Dorong klien untuk mengungkapkan mengapa dan


bagaimana harapan menjadi hal yang penting dalam
kehidupannya

20
3) Dorong klien mengungkapkan bagaimana harapan menjadi
sesuatu yang tidak pasti dan harapannya yang tidak terwujud
4) Ajarkan cara mengatasi aspek-aspek keputusasaan dengan
memisahkannya dari aspek-aspek harapan
5) Kaji dan mengerahkan sumber daya dalam diri individu
(otonomi, kemandirian, rasionalitas, pemikiran kognitif,
fleksibilitas, spiritualitas)
6) Bantu klien mengidentifikasi sumber-sumber harapan
(misalnya hubungan antar-sesama, keyakinan, hal-hal yang
ingin dicapai)
7) Ciptakan lingkungan yang mendukung ekspresi spiritual
8) Bantu klien mengembangkan tujuan jangka panjang dan
jangka pendek yang realistis (berkembang dari tujuan yang
sederhana ke tujuan yang lebih kompleks, dapat
menggunakan “poster tujuan” untuk mengindikasikan jenis
dan waktu untuk mencapai tujuan yang spesifik).
9) Ajari klien cara mengantisipasi pengalaman yang
menyenangkan (misalnya berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat)
10) Kaji dan mengerahkan sumber daya di luar diri individu
(orang terdekat, tim layanan kesehatan, kelompok
pendukung, Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi)
11) Bantu klien menyadari bahwa ia dicintai, disayangi dan
merupakan sosok penting dalam kehidupan orang lain,
terlepas dari kondisi kesehatannya yang menurun

12) Dorong klien untuk menceritakan kekhawatirannya pada


orang lain yang pernah mempunyai masalah atau penyakit
yang sama dan telah memiliki pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif

21
14) Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, aktivitas
keagamaan, hubungan dengan Tuhan, makna dan tujuan
berdoa)
15) Beri klien waktu dan kesempatan untuk becermin pada
makna penderitaan, kematian dan menjelang ajal
16) Lakukan perujukan sesuai indikasi (misalnya konseling,
pemuka agama)

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

22
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup
aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada hubungan
yang dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan
memengaruhi satu sama lain. Penyakit dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang
menyebabkan suatu kondisi terganggunya baik fisik, mental, sosial dan ekonomi,
sehingga timbul kelemahan dan kecacatan.Etiologi secara sederhana dapat
diartikan sebagai penyebab sesuatu yang dapat menyebabkan penyakit. Etiologi
dikenal pula dengan istilah agens. Etiologi (agens) penyakit dapat dikelompokkan
menjadi dua golongan, yaitu golongan biologis dan non-biologis. Masalah-
masalah psikososial menurut (Nanda, 2012) yaitu : berduka, keputusasaan,
ansietas/kecemasan, ketidakberdayaan, risiko penyimpangan perilaku sehat,
gangguan citra tubuh, koping tidak efektif, koping keluarga tidak efektif,
sindroma post trauma, penampilan peran tidak efektif, dan hdr situasional.

B. SARAN
Bagi mahasiswa pendidikan keperawatan diharapkan mampu meningkatkan
keterampilan dalam keperawatan psikososial dan budaya guna untuk
meningkatkan pengetahuan dalam keperawatan psikososial dan budaya sehingga
mampu memberikan asuhan keperawatan dengan baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, S. and Wilson, L. M. (2009) Fisiologi Proses-Proses Penyakit. Jakarta:


EGC.

23
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi. Jakarta :
EGC. 

Chaplin, J. P. (2011). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Nanda Internasional.2012.Diagnosis Keperawatan 2012-2014. EGC : Jakarta.

Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association)
NIC-NOC. Mediaction Publishing.

Sarlito Wirawan Sarwono. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo.


Persada.

Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC.

Timmreck, TC, 2005, Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi 2, EGC, Jakarta.

Videbeck, Sheila L,. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

WHO. World Health Statistic Report 2015. Geneva: World Health Organization

24

Anda mungkin juga menyukai