LP RPK Jiwa Fiksss
LP RPK Jiwa Fiksss
Adaptasi Maldaptif
2) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah,
semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
3) Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).
4) Biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorngan agresif
mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobilogi mendapatkan
bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada
hipotalamus (yang berada di tengah sistem limbik) binatang
ternyata menimbulkan perilaku agresif. Perangsangan yang
diberikan terutama pada neukleus periforniks hipotalamus dapat
menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat
ekornya, mendesis, bulunya berdiri, menggeram, matanya terbuka
lebar, pupil berdilatasi, hendak menerkam tikus atau objek yang
ada di sekitarnya. Jadi, terjadi kerusakan fungsi sistem limbik
(untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran
rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera penciuman
dan memori). Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan
perilaku agresif: serotonin, dopamin, norepineprin, asetilkolin, dan
asam amino GABA. Faktor-faktor yang mendukung adalah ; 1)
masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan, 2) sering mengalami
kegagalan, 3) kehidupan yang penuh tindakan agresif, dan 4)
lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
b) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti kelemahan fisik
(penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang
kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula
dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah
pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang
provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu
mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini
tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa
rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan
sebagainya. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian
diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal
diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai, pekerjaan dan kekerasan merupakan factor penyebab yang
lain. Intraksi social yang provokatif dan konflik dapat pula memicu
tindakan kekerasan.
5. Tanda dan Gejala Risiko Perilaku Kekerasan
Stuart & Sundeen (2016) mengemukakan bahwa tanda dan gejala
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
6. Penatalaksanaan Medis
a) Terapi Medis
Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Jenis obat
psikofarmaka adalah :
1) Clorpromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala-gejala psikosa :agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan
gejala-gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita
skizofrenia, mania depresif, gangguan personalitas, psikosa
involution, psikosa masa kecil.
2) Haloperidol (Haldol, Serenace)
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma
gilles de la toureette pada anak-anak dan dewasa maupun pada
gangguan perilaku berat pada anak-anak. Dosis oral untuk dewasa
1-6 mg sehari yang terbagi 6-15 mg untuk keadaan berat.
Kontraindikasinya depresi sistem saraf pusat atau keadaan koma,
penyakit parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol. Efek
samping nya sering mengantuk, kaku, tremor lesu, letih, gelisah.
3) Trihexiphenidyl (TXP, Artane, Tremin)
Indikasi untuk penatalaksanan manifestasi psikosa khususnya
gejala skizofrenia.
4) ECT (Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode
yang dipasang satu atau dua temples.Therapi kejang listrik
diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan denga terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
b) Tindakan Keperawatan
Penatalaksanaan pada pasien dengan perilaku kekerasanmeliputi
(VIdebeck,2017) :
1) Terapi Modalitas
a) Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan
lingkungan bagi semua pasien ketika mencoba mengurangi
atau menghilangkan agresif.Aktivitas atau kelompok yang
direncanakan seperti permainan kartu, menonton dan
mendiskusikan sebuah film, atau diskusi informal memberikan
pasien kesempatan untuk membicarakan peristiwa atau isu
ketika pasien tenang. Aktivitas juga melibatkan pasien dalam
proses terapeutik dan meminimalkan kebosanan.
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan pasien
menunjukkan perhatian perawat yang tulus terhadap pasien dan
kesiapan untuk mendengarkan masalah pikiran serta perasaan
pasien. Mengetahui apa yang diharapkan dapat meningkatkan
rasa aman pasien (Videbeck, 2017).
b) Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, pasien berpartisipasi dalam sesi
bersama dalam kelompok individu. Para anggota kelompok
bertujuan sama dan diharapkan memberi kontribusi kepada
kelompok untuk membantu yang lain dan juga mendapat
bantuan dari yang lain. Peraturan kelompok ditetapkan dan
harus dipatuhi oleh semua anggota kelompok. Dengan menjadi
anggota kelompok, pasien dapat mempelajari cara baru
memandang masalah atau cara koping atau menyelesaikan
masalah dan juga membantunya mempelajari keterampilan
interpersonal yang penting (Videbeck, 2017).
c) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang
mengikutsertakan pasien dan anggota keluarganya. Tujuannya
ialah memahami bagaimana dinamika keluarga memengaruhi
psikopatologi pasien, memobilisasi kekuatan dan sumber
fungsional keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku keluarga
yang maladaptive, dan menguatkan perilaku penyelesaian
masalah keluarga (Steinglass dalam Videbeck, 2017).
d) Terapi Individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap,
cara pikir, dan perilakunya. Terapi ini memiliki hubungan
personal antara ahli terapi danpasien .Tujuan dari terapi
individu yaitu memahami diri dan perilaku mereka sendiri,
membuat hubungan personal, memperbaiki hubungan
interpersonal, atau berusaha lepas dari sakit hati atau
ketidakbahagiaan.
Hubungan antara pasien dan ahli terapi terbina melalui
tahap yang sama dengan tahap hubungan perawat-pasien yaitu
introduksi, kerja, dan terminasi. Upaya pengendalian biaya
yang ditetapkan oleh organisasi pemeliharaan kesehatan dan
lembaga asuransi lain mendorong upaya mempercepat pasien
ke fase kerja sehingga memperoleh manfaat maksimal yang
mungkin dari terapi (Videbeck, 2017).
7. Hal-hal yang Dapat dilakukan Apabila Mempunyai Keluarga dengan
Risko Perilaku Kekerasan
a) Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung potensi dan
minat bakat anggota keluarga yang mengalami perilaku
kekerasansehingga diharapkan dapat meminimalisir kejadian perilaku
kekerasan.
b) Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan pihak-
pihak terkait contohnya badan konseling, RT, atau RW dalam
membantu menyelesaiakan konflik sebelum terjadi tindakan
kekerasan.
c) Mengadakan kontrol khusus dengan perawat /dokter yang dapat
membahas dan melaporkan perkembangan anggota keluarga yang
mengalami risiko pelaku kekerasan terutama dari segi kejiwaan antara
pengajar dengan pihak keluarga terutama orangtua.
8. Peran Keluarga dalam Penanganan Perilaku Kekerasan
a. Mencegah terjadinya perilaku amuk :
1) Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar anggota
keluarga
2) Saling memberi dukungan secara moril apabila ada anggota
keluarga yang berada dalam kesulitan
3) Saling menghargai pendapat dan pola pikir
4) Menjalin keterbukaan
5) Saling memaafkan apabila melakukan kesalahan
6) Menyadari setiap kekurangan diri dan orang lain dan berusaha
memperbaiki kekurangan tersebut
7) Apabila terjadi konflik sebaiknya keluarga memberi kesempatan
pada anggota keluarga untuk mengugkapkan perasaannya untuk
membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
8) Keluarga dapat mengevaluasi sejauh mana keteraturan minum
obat anggota dengan risiko pelaku kekerasan dan mendiskusikan
tentang pentingnya minum obat dalam mempercepat
penyembuhan.
9) Keluarga dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian atas kegiatan
yang telah dilatih di rumah sakit.
10) Keluarga memberi pujian atas keberhasilan pasien untuk
mengendalikan marah.
11) Keluarga memberikan dukungan selama masa pengobatan
anggota keluarga risiko pelaku kekerasan.
12) Keluarga menyiapkan lingkungan di rumah agar meminimalisir
kesempatan melakukan perilaku kekerasan
Pohon Masalah
Risiko Mencederai diri Effect
Sendiri, Orang lain dan Lingkungan
Halusinasi Waham
3. Masukkan
jadwal harian
Dermawan, D & Rusdi. 2016. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing
Keliat, B. A. 2017. Model Praktek Keperawatan profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Muhith, A.2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : CV Andi
Offset
Videbeck, Sheila L. 2016. Buku ajar keperawatan jiwa.Jakarta :EGC
Yosep, I. 2017. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
OLEH :