Anda di halaman 1dari 21

KEGAWATDARURATAN

LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA KEPALA

NUR AFNI, S. Kep


14420192156

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA KEPALA

I. KONSEP MEDIS
A. Definisi
Trauma atau cedera kepala atau cedera otak adalah gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun tajam
(Batticaca, 2017,). Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai
daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury
baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi dkk,
2018.).Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun
trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba,
iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral di
sekitar jaringan otak. (Batticaca, 2017).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas. Cedera Kepala dapat bersifat terbuka
(menembus melalui Dura meter) atau tertutup (trauma tumpul, tanpa
penetrasi melalui dura.( Arif, dkk 2018).
B. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme,
keparahan, dan morfologi cedera. (Arif, dkk, 2018)
1. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter
a. Trauma tumpul : Kecepatan tinggi ( tabrakan mobil )
Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
b. Trauma Tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
2. Keparahan Cedera
a. Ringan : skala koma glasglow (Glasglow Coma Scale,GCS) 14-15
b. Sedang : GCS 9-13
c. Berat : GCS 3-8
d. Morfologi-
e. Fraktur tengkorak : Kranium : Linear/ Stelatum ; Depresi/ Non
depresi ; Terbuka/ tertutup.Basis : Dengan/ tanpa kebocoran cairan
serebrospinal dengan/ tanpak kelumpuhan nervus VII\
f. Lesi Intrakranial : Fokal : epidural, subdural, intraserebral
g. Difus : Konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.(arif
mansjoer, dkk)
C. Etiologi
Penyebab cedera terbagi atas 2 : (Brunner, dkk 2016)
1. Cedera tertutup : kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan
cedera olahraga
2. Cedera terbuka : Peluru atau pisau
D. Prognosis
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar,
terutama pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk
rumah sakit memiliki nilai prognostic yang besar: skor pasien 3-4
memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi
vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS12 atau lebih kemungkinan
meninggal atau vegetatif hanya 5-10 %. Sindrom pascakonkusi
berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing,
ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian
yang berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala. Seringkali
bertumpang-tindih dengan gejala depresi.( Arif, dkk, 2018)
E. Patofisiologi
Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui
durameter) atau tertutup (trauma tumpul tanpa penetrasi menembus
dura). Cedera kepala terbuka mengkinkan pathogen-patogen lingkungan
memiliki akses langsung ke otak. Patogen ini dapat menyebabkan
peradangan pada otak. Cedera juga dapat menyebabkan perdarahan.
Peradangan dan perdarahan dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
(Suriadi ddk, 2017).
Akibat perdarahan intracranial menyebabkan sakit kepala hebat
dan menekan pusat refleks muntah dimedulla yang mengakibatkan
terjadinya muntah proyektil sehingga tidak terjadi keseimbangan antar
intake dan output. Selain itu peningkatan TIK juga dapat menyebabkan
terjadinya penurunan kesadaran dan aliran darah otak menurun. Jika
aliran darah otak menurun maka akan terjadi hipoksia yang menyebabkan
disfungsi cerebral sehingga koordinasi motorik terganggu dan
menyebabkan ketidakseimbangan perfusi jaringan serebral. (Suriadi ddk
2017)
Perdarahan ekstrakranial dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan
terbuka dan tertutup. Perdarahan terbuka (robek dan lecet) merangsang
lapisan mediator histamine, bradikinin, prostalglandin yang merangsang
stimulus nyeri kemudian diteruskan nervus aferen ke spinoptalamus
menuju ke korteks serebri sampai nervus eferen sehingga akan timbul
rasa nyeri. Jika perdarahan terbuka (robek dan lecet)mengalami kontak
dengan benda asing akan memudahkan terjadinya infeksi bakteri
pathogen. Sedangkan perdarahan tertutup hamper sama dengan
perdarahan terbuka yaitu dapat menimbulkan rasa nyeri pada kulit kepala
(Smeltzer, dkk 2015).
F. Manifestasi Klinis
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah\
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serbrosfinal yang keluar dari
hidung (rhinorrea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tualng temporal
G. Komplikasi
1. Hemorhagie
2. Infeksi
3. Edema
4. Herniasi
Menurut Smeltzer, komplikasi yang dapat terjadi adalah :
a. Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral,
dapat menyertai cedera kepala tertutup yang berat, atau lebih sering
cedera kepala terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intracranial
meningkat, dan sel neuron dan vascular tertekan. Ini adalah jenis
cedera otak sekunder. Pada hematoma, kesadaran dapat menurun
dengan segera, atau dapat menurun setelahnya ketiak hematoma
meluas dan edema interstisial memburuk.
b. Perubahan perilaku yang tidak Nampak dan deficit kognitif dapat
terjadi dan tetap ada.(Elizabeth J Corwin)
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan (dengan atau tanpa kontras ) : mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Cat : untuk mengetahui adanya infark/ iskemia, jangan dilakukan pada
24-72 jam setelah injury
2. MRI : digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
3. Cerebral angiografi : menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan /edema), fragmen tulang.
6. BAER : mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
7. PET : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF : lumbal punkis dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
9. ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan IK
10. Kadar elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit
sebagai akibat peningkatan tekanan IK
11. Screen toxicologi : untuk mendeteksi pengaruh obat, sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.
I. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma
kepala adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat :obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat : obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
Penatalaksanaan pada pasien cedera kepala juga dapat dilakukan
dengan cara :
1. Obliteri sisterna
Pada semua pasien dengan cedera kepala / leher, lakukan foto tulang
belakang servikal kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa
seluruh tulang servikal c1-c7 normal
2. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang berat, lakukan
prosedur berikut : pasang infuse dengan larutan normal salin (nacl 0,9
%)/ larutan ringer rl dan larutan ini tidak menambah edema cerebri
3. Lakukan ct scan, pasien dengan cedera kepala ringan, sedang dan
berat harus dievaluasi adanya:
4. Hematoma epidural
5. Darah dalam subraknoid dan infra ventrikel
6. Kontusio dan perdarahan jaringan otak
7. Edema serebri
8. Perimesensefalik
9. Pada pasien yang koma
10. Elevasi kepala 30o
11. Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandotorik
intermitten dengan kecepatan 16-20 kali /menit dengan volume tidal 10
-12 ml/kg
12. Berikan manitol 20 % 19/kg intravena dalam 20-30 menit
13. Pasang kateter foley
14. Konsul bedah syaraf bila terdapat indikasi oprasi
Phatwey
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
a. Adanya kelemahan / kelelahan, kaku, hilang keseimbangan.
b. Kesadaran menurun, kelemahan otot/spasme
2. Sirkulasi
a. Tekanan darah normal/ berubah (hypertensi), denyut nadi :
(bradikardia, tachikardia, dystritmia)
3. Eliminasi
a. Verbal tidak dapat menahan BAK dan BAB
b. Bladder dan blowel incontinensia
4. Makanan dan cairan
a. Mual atau muntah
b. Muntah yang memancar / proyektif, masalah kesukaran menelan
5. Persyarafan / neurosensori
a. Pusing, kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian
b. Perubahan pada penglihatan
6. Gangguan pengecapan dan penciuman
a. Kesadaran menurun bisa sampai koma, perubahan status mental.
b. Nyeri / kenyamanan
c. Nyeri kepala yang bervariasi tekanan dan lokasi nyerinya, agak
lama.
d. Wajah mengerut, respon menarik diri pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah.
7. Pernafasan
a. Perubahan pola nafas, stridor, ronchi.
b. Keamanan
8. Ada riwayat kecelakaan
a. Terdapat trauma / fraktur/ distorsi, perubahan penglihatan, kulit.
b. Ketidaktahuan tentang keadaannya, kelemahan otot-otot,
paradise, demam.
9. Konsep diri
a. Adanya perubahan tingkah laku (tenang / dramatis)
b. Kecemasan, berdebar, bingung, dellirium.
10. Interaksi sosial
a. Afasia motorik/ sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
3. Nyeri Akut
4. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Nursing Outcome Classification Nursing Intervention Classification


Keperawatan (NOC) (NIC)
(NANDA)
1 Ketidakefektifan Perfusi Tujuan : Menejemen Sirkulasi
Jaringan 1. Status Sirkulasi 1. Pantau nadi perifer
Serebral 2. Status Perfusi jaringan serebral 2. Catat warna kulit dan temperature
Kode : 00201 Status Sirkulasi 3. Cek capilery refill
Domain : 4 (Aktivitas/ Istirahat)  Tekanan darah dalam batas normal 4. Monitor status cairan, masukan dan
Kelas : 4 (Respon Kardiovask  Kekuatan nadi dalam batas normal keluaran yang sesuai Monitor lab Hb
ular/ Pulmonal)  Rata-rata tekanan darah dalam dan Hmt
Definisi :Penurunan oksigen yang batas norma 5. Monitor perdarahan
Mengakibatkan kegagalan  Tekanan vena sentral dalam batas 6. Monitor status hemodinamik,
penerimaan nutrisi ke jaringan normal neurologis dan tanda vital
pada tingkat kapiler.  Tidak ada hipotensi ortostatik Monitor Status Neurologi
Batasan karakteristik 1. Monitor ukuran, bentuk, kesmetrisan
 Tidak ada bunyi jantung tambahan
1. Perubahan status mental dan reaksi pupil
 Tidak ada angina
2. Perubahan perilaku 2. Monitor tingkat kesadaran
 Tidak ada hipotensi ortostatik
3. Kesulitan menelan 3. Monitor tingkat orientasi
4. Kelemahan  AGD dalam batas normal 4. Monitor GCS
5. Ketidaknormalan dalam  Perbedaan O2 arteri dan vena 5. Monitor tanda vita
berbicara dalam batas normal 6. Monitor respon
Faktor yang berhubungan  Tidak ada suara nafas tambaha
 Gangguan aliran arteri atau  Kekuatanpulsasi perifer
vena  Tidak pelebaran vena
 Tidak ada edema perife

Perfusi Jaringan Serebral


 Pengisisan capilary refill
 Kekuatan pulsasi perifer distal
 Kekuatan pulsasi perifer proksimal
 Kesimetrisan pulsasi perifer
proksimal
 Tingkat sensasi normal
 Warna kulit normal
 Kekuatan fungsi otot
 Keutuhan kulit
 Suhu kulit hangat
 Tidak ada edema perifer
 Tidak ada nyeri pada ekstremitas
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan intervensi selama
3 x 24 jam menunjukkan status
sirkulasi, yang dibuktikan dengan :
 Tekanan darah sistolik dan
diastolik dalam rentang yang
diharapkan
 Tidak ada ortostatik hipotensi
 Tidak ada tanda-tanda Peningkatan
TIK
 Klien mampu berkomunikasi
dengan jelas dan sesuai
kemampuan
 Klien menunjukkan perhatian,
konsentrasi, dan orientasi.
 Klien mampu memproses
informasi
 Klien mampu membuat

2 Ketidakefektifan Bersihan Tujuan: Airway Management


Jalan  Respiratory status : Airway 1. Monitor respirasi dan status O2
Nafas patency 2. Auskultasi suara nafas, catat adanya
Kode : (00031) Kriteria Hasil: suara tambahan
Domain : 11 (Keamanan/ Setelah dilakukan tindakan 3. Identifikasi pasien perlunya
Perlindungan) keperawatan 3x24 jam diharapkan pemasangan alat jalan nafas buatan
Kelas : 2 (Cedera Fisik) pasien mampu menunujukkan Status 4. Buka jalan nafas, guanakan teknik
Definisi : Ketidakmampuan untuk Pernapasan: Kepatenan jalan napas chin lift atau jaw thrust bila perlu
membersihkan sekresi atau yang dibuktikan dengan: 5. Posisikan pasien untuk
obstruksi dari saluran nafas untuk 1. Mengeluarkan secret secara efektif memaksimalkan ventilasi
mempertahankan bersihan jalan 2. Mempunyai irama dan frekuensi 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
nafas. dalam rentang normal suction
Batasan karakteristik 3. Pada pemeriksaan 7. Lakukan suction pada mayor
1. Suara nafas tambahan seperti 4. Asukultasi suara napas jernih 8. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
ronchi 5. Menunjukkan jalan nafas yang 9. Berikan bronkodilator bila perlu
2. Kesulitan untuk berbicara paten (klien tidak merasa tercekik) Airway suction
Faktor yang berhubungan Keterangan 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
 Spasme Jalan Nafas  Gangguan ekstrim, 2 : berat, suctioning
3 : Sedang, 4 : ringan, 5 : 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
Tidak ada gangguan sesudah suctioning.
3. Informasikan pada klien dan keluarga
tentang suctioning
4. Minta klien nafas dalam sebelum
suction dilakukan.
5. Berikan O2 dengan menggunakan
nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakeal
6. Gunakan alat yang steril sitiap
melakukan tindakan
7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
napas dalam setelah kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
8. Monitor status oksigen pasienAjarkan
keluarga bagaimana cara melakukan
suction
9. Hentikan suksion dan berikan oksigen
apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2,
dll.
Health Education
1. Anjurkan pasien untuk menghindari
posisi telentang. Beri dorongan untuk
memilih posisi duduk, lateral, tegak
lurus untuk meningkatkan ekspansi
paru
2. Anjurkan pasien untuk membuang
sputum menggunakan tisu menjaga
personal hygiens ataupun lingkungan
3. Anjurkan pasienuntuk melaporkan
jika ada peruaan pada warna
sputumsaturasi O2
3 Nyeri Akut Tujuan : Pain Management
Kode : (00132)  Pain Level 1. Observasi reaksi nonverbal dari
Domain : 12 (Kenyamanan)  Pain control ketidaknyamanan
Kelas : 1 (Kenyamanan Fisik) Kriteria Hasil : 2. Lakukan pengkajian nyeri secara
Definisi : Sensori yang tidak Setelah dilakukan tindakan komprehensif termasuk lokasi,
menyenangkan dan pengalaman keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien karakteristik, durasi, frekuensi, skala,
emosional yang muncul secara di harapkan mampu memperlihatkan kualitas dan faktor presipitasi(otot
aktual atau potensial kerusakan nyeri skala 4 atau 5, yang dibuktikan yang sudah lama tidak digerakkan)
jaringan atau menggambarkan dengan : 3. Monitor penerimaan pasien tentang
adanya kerusakan (Asosiasi Studi 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu) manajemen nyeri
Nyeri Internasional): serangan 2. Penyebab nyeri, mampu 4. Kontrol lingkungan yang dapat
mendadak atau pelan menggunakan tehnik non mempengaruhi nyeri seperti suhu
intensitasnya dari ringan sampai farmakologi untuk mengurangi, ruangan, pencahayaan dan kebisingan
berat nyeri, mencari bantuan) 5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
Tujuan : 3. Melaporkan bahwa nyeri berkurang (farmakologi, non farmakologi dan
 Pain Level dengan menggunakan manajemen inter personal)
 Pain control nyeri 6. Lakukan tindakan kenyamanan untuk
Kriteria Hasil : 4. Mampu mengenali nyeri meningkatkan relaksasi, mis.
Setelah dilakukan tindakan (skala,intensitas, frekuensi dan Pemijatan, mengatur posisi, teknik
keperawatan selama 3 x 24 jam, tanda nyeri) relaksasi.
pasien di harapkan mampu 5. Menyatakan rasa nyaman setelah 7. Gunakan teknik panas dan dingin
memperlihatkan nyeri skala 4 atau nyeri berkurang sesuai anjuran untuk meminimalkan
5, yang dibuktikan dengan : 6. Tanda vital dalam rentang normal nyeri.
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu) Keterangan : Skala : 8. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
2. Penyebab nyeri, mampu  Berat keluhan dan tindakan nyeri tidak
menggunakan tehnik non  Agak Berat berhasil
farmakologi untuk mengurangi,  Sedang
nyeri, mencari bantuan)
3. Melaporkan bahwa nyeri Sedikit
berkurang dengan menggunakan 5.
manajemen nyeri Tidak Ada
4. Mampu mengenali nyeri
(skala,intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
Pain Management
 Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
 Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
 termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, skala, kualitas
dan faktor presipitasi(otot yang
sudah lama tidak digerakkan)
 Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
 Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
 Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal
 Lakukan tindakan kenyamanan
untuk meningkatkan relaksasi,
mis. Pemijatan, mengatur posisi,
teknik relaksasi.
 Gunakan teknik panas dan
dingin sesuai anjuran
Batasan Karakteristik :
 Mengekspresikan perilaku
(mis :gelisah)
 Sikap melindungi area nyeri
 Perubahan posisi untuk
menghindari nyeri
 Sikap tubuh melindungi diri
Faktor yang berhubungan :
 Agen cedera (fisik)
Daftar Pustaka

Arif, Mansjoer, dkk, 2018. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius,


Jakarta
Brunner and Suddart, 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3. EGC:
Jakarta www.google/Askep tentang cidera kepala/ .com, akses 4 november 2013/
19.20.com
Batticaca Fransisca B, 2017, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C, 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC :
Jakarta
Suriadi & RitaYuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV
Sagung Seto; 2018.

Anda mungkin juga menyukai