Anda di halaman 1dari 56

Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Endokrin adalah blok ke duabelas pada semester IV dari Kurikulum
Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario A mengenai
Ny. Tini, 35 tahun, datang ke RSMP dengan keluhan utama berdebar-debar sejak 2
minggu yang lalu. Pasien juga mengeluhkan keringat berlebihan, mudah merasa
cemas, mudah tersinggung, dan telapak tangan sering basah sejak 1 bulan yang lalu.
Nafsu makan pasien meningkat namun tidak disertai peningkatan berat badan.
Pasien tidak tahan suhu panas sehingga lebih senang berada diruang yang dingin.
Sejak 1 bulan ini, pasien merasa timbul benjolan di leher kanan bagian tengah
agak ke bawah yang makin lama makin membesar. Pasien tidak meraakan nyeri di
leher seiring bertambah besarnya benjolan. Tidak ada sesak napas ataupun suara
serak. Ny. Tini belum pernah berobat sebelumnya.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

BAB II

Kelompok Tutorial II 1
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Nyayu Fitriani
Moderator : M Padhalah Ramadhani
Sekretaris : Marissa Asmaryuni
Notulis : Khoirunnisa Humairoh
Waktu : Senin, 11 April 2015
Rabu, 13 April 2015
Rule of tutorial :
1) Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam.
2) Mengacungkan tangan saat akan mengajukan argumen.
3) Izin saat akan keluar ruangan.
4) Dilarang makan dan minum.

2.2 Skenario Kasus


Ny. Tini, 35 tahun, datang ke RSMP dengan keluhan utama berdebar-debar
sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluhkan keringat berlebihan, mudah
merasa cemas, mudah tersinggung, dan telapak tangan sering basah sejak 1 bulan
yang lalu. Nafsu makan pasien meningkat namun tidak disertai peningkatan berat
badan. Pasien tidak tahan suhu panas sehingga lebih senang berada diruang yang
dingin.
Sejak 1 bulan ini, pasien merasa timbul benjolan di leher kanan bagian
tengah agak ke bawah yang makin lama makin membesar. Pasien tidak meraakan
nyeri di leher seiring bertambah besarnya benjolan. Tidak ada sesak napas ataupun
suara serak. Ny. Tini belum pernah berobat sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital : TD 120/70 mmHg
Nadi 110x/menit
Pernapasan 22x/menit
Temperatur 36,8oC
Kepala : Exofthalmus (+), lid retraction (+), lid lag (+)

Kelompok Tutorial II 2
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Lima tanda orbital: Stellwag (+), von Graefe (+), mobius (+), Joffroy (+),
Rosenbach (+)
Leher : JVP (5-2 cm H2O)
Pemeriksaan Khusus
Leher :
 Inspeksi : Tampak benjolan di leher sebelah kanan, rata, ikut bergerak saat
menelan, kulit dalam batas normal (tidak ada tanda-tanda
radang)
 Palpasi : Diffuse, masa kenyal ukuran 5x3x2 cm, fluktuasi (-),
mobile,
tidak teraba panas
 Auskultasi : Bruit (-)
Jantung dan paru : Dalam batas normal
Abdomen : Datar, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : Kulit terlihat basah, teraba lembab, tremor (+)
Pemeriksaan Penunjang
T3 = 256 ng/dl, T4 = 213 ng/L, TSH = 0,002 mIU/L

2.3 Klarifikasi Istilah


1) Cemas : Rasa khawatir.
2) Exopthalmus : Penonjolan abnormal bola mata.
3) Lid Retraction : Keadaan tertarik kembali kelopak mata.
4) Lid Lag : Periode waktu antara pemberian stimulasi dan timbulnya
reaksi pada kelopak mata.
5) Stellwag : Jarang berkedip atau tidak berkedip dengan sempurna
6) Von Graefe : Kegagalan kelopak mata atas untuk bergerak ke bawah
secara cepat dan sama seperti saat bola mata melihat ke
bawah, melainkan gerakannya lambat dan tersentak-
sentak, merupakan manifestasi dari penyakit Grave.
7) Joffroy : Tidak bisa mengerutkan dahi ketika mata melihat ke atas
8) Berdebar-debar : Perasaan berdebar di dada akibat aktivitas jantung yang
Meningkat.

Kelompok Tutorial II 3
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

9) Mobius : Tidak ada kemampuan untuk mempertahankan


konvergensi mata.
10) Difuse : Berbatas tak tegas.
11) Bruit : Bunyi seperti tiupan pada aneurisma.
12) Rosenbach : Tremor palpebra jika mata tertutup.
13) Tremor : Getaran yang involunteer (tidak sadar).
14) Fluktuasi : Gerakan seperti mengalun atau naik turun.

2.4 Identifikasi Masalah


1) Ny. Tini, 35 tahun, datang ke RSMP dengan keluhan utama berdebar-debar
sejak 2 minggu yang lalu.
2) Pasien juga mengeluhkan keringat berlebihan, mudah merasa cemas, mudah
tersinggung, dan telapak tangan sering basah sejak 1 bulan yang lalu. Nafsu
makan pasien meningkat namun tidak disertai peningkatan berat badan. Pasien
tidak tahan suhu panas sehingga lebih senang berada diruang yang dingin.
3) Sejak 1 bulan ini, pasien merasa timbul benjolan di leher kanan bagian tengah
agak ke bawah yang makin lama makin membesar. Pasien tidak meraakan nyeri
di leher seiring bertambah besarnya benjolan. Tidak ada sesak napas ataupun
suara serak. Ny. Tini belum pernah berobat sebelumnya.
4) Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital : TD 120/70 mmHg
Nadi 110x/menit
Pernapasan 22x/menit
Temperatur 36,8oC
Kepala : Exofthalmus (+), lid retraction (+), lid lag (+)
Lima tanda orbital: Stellwag (+), von Graefe (+), mobius (+),
Joffroy (+), Rosenbach (+)
Leher : JVP (5-2 cm H2O)

5) Pemeriksaan Khusus
Leher

Kelompok Tutorial II 4
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

 Inspeksi : Tampak benjolan di leher sebelah kanan, rata, ikut bergerak saat
menelan, kulit dalam batas normal (tidak ada tanda-tanda
radang)
 Palpasi : Diffuse, masa kenyal ukuran 5x3x2 cm, fluktuasi (-), mobile,
tidak teraba panas
 Auskultasi : Bruit (-)
Jantung dan paru : Dalam batas normal
Abdomen : Datar, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : Kulit terlihat basah, teraba lembab, tremor (+)

6) Pemeriksaan Penunjang
T3 = 256 ng/dl, T4 = 213 ng/L, TSH = 0,002 mIU/L

2.5 Analisis Masalah


1) Ny. Tini, 35 tahun, datang ke RSMP dengan keluhan utama berdebar-
debar sejak 2 minggu yang lalu.
a) Apa sistem yang terlibat pada kasus ini?
Jawab:
1. Sistem endokrin
a. Adrenal korteks
 Androgen
Berperan dalam lonjakan pertumbuhan masa pubertas dan
dorongan seks pada wanita
 Kortisol
Meningkatkan glukosa darah dengan mengorbankan
simpanan lemak dan protein berperan dalam adaptasi stress
 Aldosteron : meningkatkan rebsobsi Na+ dan sekresi
K+
b. Medulla adrenal
 Epinefrin dan norepinefrin : memperkuat sistem saraf
simpati, berperan dalam adaptasi stress dan regulasi tekanan
darah

Kelompok Tutorial II 5
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Pada kasus, terjadi peningkatan kortisol yang dapat memacu


rasa mudah cemas dan tersinggung serta terjadi peningkatan tekanan
darah yang berhubungan pada epinefrin dan norepinefrin.
2. Sistem kardiovaskuler
Melalui efek meningkatan kepekaan jantung terhadap
katekolamin dalam darah, hormon tiroid meningkatkan kecepatan
jantung dan kekuatan kontraksi sehingga curah jantung meningkat.
Selain itu sebagai respon terhadap beban panas yang dihasilkan oleh
efek kalorigenik hormon tiroid, terjadi vasodilatasi perifer untuk
membawa kelebihan panas kepermukaan tubuh untuk dikeluarkan
kelingkungan.
3. Sistem saraf
Setiap efek yang serupa yang ditimbulkan oleh sistem saraf
simpatis dikenal sebagai efek simpatomimetik. Hormon tiroid
meningkatkan responsitivitas sel sasaran terhadap katekolamin
(epenefrin dan norepineprin), pembawa pesan kimawi yang
digunakan oleh sistem saraf simpatis dan medula adrenal.hormon
tiroid melaksanakan efek permisif ini dengan menyebabkan
proliferasi reseptor sel sasaran spesifik katekolamin. Karena
pengaruh ini, banyak dari efek yang diamati ketika sekresi hormon
tiroid meningkat adalah serupa dengan menyertai pengaktifan sistem
saraf simpatis.
(Sherwood, Lauralee. 2011)
(Guyton, A. 2014)

b) Apa penyebab jantung berdebar-debar?


Jawab:
Penyebab jantung berdebar-debar adalah:
1. Masalah di dalam tubuh
Contoh pada abnormalitas level elektrolit (K, Mg, Ca).
2. Faktor dari luar
Contoh pada caffeine, asap rokok dan alkohol.

Kelompok Tutorial II 6
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

3. Meningkatnya adrenalin
Contoh pada kondisi sakit, stress fisik dan stress psikologis.
4. Penyakit
Contoh pada keadaan hyperthyroidism, atherosclerosis, kelainan
katup jantung, penyakit jantung bawaan, dll.
5. Obat-obatan
Contoh pada penggunaan pseudoefedrin (pada obat flu), albuterol
(pada obat asma), amfetamin, cocaine dan golongan narkotik
lainnya.
6. Pada kondisi fisiologis
Contoh pada wanita hamil
(Guyton&Hall. 2014)

c) Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan utama?


Jawab:
Keluhan jantung berdebar
1. Usia : Risiko meningkat pada usia degenatif, namun
dapat terjadi pada semua usia, tergantung etiologi.
2. Jenis kelamin : Laki-laki lebih berisiko dari wanita
Pada kasus:
1. Usia : Prevalensi berdasarkan umur dengan angka
kejadian lebih kurang 10 per 100.000 wanita dibawah umur 40 tahun
dan 19 per 100.000 wanita yang berusia di atas 60 tahun.
2. Jenis kelamin : Keluhan lebih sering ditemukan ada wanita
daripada laki-laki dengan rasio 5: 1.
(Sri Supadmi, dkk. 2007)

d) Bagaimana mekanisme jantung berdebar-debar pada kasus?


Jawab:
Produksi hormone tiroid berlebih  Sekresi hormone tiroid ↑ 
Metabolisme di banyak sel tubuh  Basal metabolic rate ↑ 
Kebutuhan oksigen dan glukosa ↑  Kompensasi tubuh untuk memenuhi

Kelompok Tutorial II 7
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

suplai O2 dan glukosa dengan peningkatan denyut jantung  Cardiac


output ↑  Jantung berdebar-debar.
(Sudoyo, dkk. 2009)
Produksi hormone tiroid berlebih  Sekresi hormone tiroid ↑ 
Metabolisme di banyak sel tubuh  Basal metabolic rate ↑ 
Peningkatan panas tubuh  Kompensasi untuk mengurangi panas tubuh
yang tinggi dengan vasodilatasi pembuluh perifer dan peningkatan
denyut jantung  Jantung berdebar-debar.
(Ganong, William F. 2012)
Sekresi hormon tiroid ↑ → ↑ metabolisme basal (BMR) → menghasilkan
panas tubuh → katekolamin (epinefrin dan norefineprin) → ↑ kerja saraf
simpatis → ↑ kecepatan kontraksi jantung → jantung berdebar-debar.
(Sherwood, Lauralee. 2011)

2) Pasien juga mengeluhkan keringat berlebihan, mudah merasa cemas,


mudah tersinggung, dan telapak tangan sering basah sejak 1 bulan yang
lalu. Nafsu makan pasien meningkat namun tidak disertai peningkatan
berat badan. Pasien tidak tahan suhu panas sehingga lebih senang berada
diruang yang dingin.
a) Bagaimana penyebab keluhan sejak 1 bulan lalu? (berkeringat
berlebih, cemas, mudah tersinggung, telapak tangan basah)
Jawab:
a. Keringat berlebih ← hipermetabolisme
b. Mudah merasaa cemas ← gangguan SSP
c. Mudah tersinggung ← gangguan SSP
d. Telapak tangan sering basah ← hipermetabolisme
Peningkatan metabolime basal atau hipermetabolisme dapat
ditemui pada beberapa kondisi:
1) Hipertiroidisme
2) Gangguan jantung
3) Emosi (sterss, cemas)
4) Demam

Kelompok Tutorial II 8
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

5) Aktifitas fisik yang meningkat, misal: olah raga


6) Suhu lingkungan yang panas
(Sherwood, Lauralee.2011)
Cemas dan mudah tersinggung
Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, susah
tidur dan sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami
ketidakstabilan emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran, dan ketakutan
tidak beralasan, dan semua ini sangat mengganggu penderita.
(Sjamsuhidayat. 2010)

b) Bagaimana hubungan keluhan sejak 1 bulan yang lalu dengan


keluhan utama? (berkeringat berlebih, cemas, mudah tersinggung,
telapak tangan basah)
Jawab:
Keluhan 1 bulan yang lalu : keringat berlebih, mudah terasa cemas,
mudah tersinggung, dan telapak tangan sering basah dengan keluhan
utama : Jantung berdebar-debar adalah bahwa keluhan 1 bulan yang lalu
dengan keluhan utama itu merupakan gejala dari hipertiroid. Gejala-
gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas
simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan
panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan
menurun, nafsu makan meningkat, palpitasi dan takikardi, diare dan
kelemahan serta atrofi otot.
(Price&Wilson, 2005)

c) Bagaimana mekanisme keluhan sejak 1 bulan lalu? (berkeringat


berlebih, cemas, mudah tersinggung, telapak tangan basah)
Jawab:
Mekanisme keringat berlebih
Produksi hormone tiroid berlebih  Sekresi hormone tiroid ↑ 
Metabolisme di banyak sel tubuh  Basal metabolic rate ↑ 
Peningkatan suhu tubuh  Kompensasi untuk mengurangi suhu tubuh

Kelompok Tutorial II 9
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

yang tinggi dengan vasodilatasi perifer  terjadi evaporasi (pengeluaran


panas melalui keringat  Keringat berlebih.
(Silbernagi, Stefan. 2006)
Mekanisme cemas dan mudah tersinggung
Sekresi hormon tiroid berlebihan  hipertiroid  mempengaruhi sistem
saraf pusat  sekresi katekolamin dan noephineprin  stress tubuh 
timbul cemas dan mudah tersinggung.
(Price&Wilson. 2005)
(Schteingart, David. 2012)
Mekanisme telapak tangan basah
Produksi hormone tiroid berlebih  Sekresi hormone tiroid ↑ 
Metabolisme di banyak sel tubuh  Basal metabolic rate ↑ 
Peningkatan suhu tubuh  Kompensasi untuk mengurangi suhu tubuh
yang tinggi dengan vasodilatasi perifer  terjadi evaporasi (pengeluaran
panas melalui keringat  Telapak tangan basah.
(Guyton, 2007)

d) Mengapa nafsu makan meningkat namun tidak disertai peningkatan


berat badan?
Jawab:
Hal tersebut terjadi akibat hipermetabolisme tubuh. Akibat tubuh
mengalami hipermetabolisme maka akan terjadi kompensasi oleh otak
dengan menekan pusat nafsu makan di hipotalamus, sehingga nafsu
makan meningkat. Namun, meskipun nafsu makan meningkat dan tubuh
mendapat intake makanan yang cukup bahkan berlebih tetapi tidak
menimbulkan peningkatan berat badan akibat suplai tersebut terus
menerus digunakan untuk metabolisme yang meningkat dalam tubuh,
sehingga tidak memberi kesempatan untuk perubahan glukosa menjadi
lemak yang di simpan di jaringan adiposa.
(Sherwood, Lauralee. 2011)

Kelompok Tutorial II 10
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

e) Bagaimana mekanisme nafsu makan meningkat namun tidak


disertai peningkatan berat badan?
Jawab:
Sekresi hormon tiroid berlebihan  hipertiroid  meningkatkan laju
metabolisme basal  sehingga glukosa di dalam tubuh berkurang untuk
proses metabolisme  menstimulus hipothalamus di pusat rasa lapar 
meningkatkan nafsu makan  karena terjadi hipermetabolisme maka
glukosa tidak sempat disimpan di jaringan adiposa  tidak terjadi
peningkatan berat badan.
(Djokomoeljanto, R. 2009)
(Sherwood, Lauralee. 2011)

f) Apa makna pasien tidak tahan panas sehingga lebih senang berada
di ruang dingin?
Jawab:
Maknanya adalah terjadi dekompensasi tubuh karena suhu tubuh sudah
tinggi jadi bila diberi stressor (suhu lingkungan yang panas) tubuh tidak
dapat berkompensasi, sehingga tidak tahan di ruangan panas. Penyebab
dari panasnya suhu tubuh salah satunya adalah hipermetabolisme.
Pada kasus:
Hormon tiroid berefek pada laju metabolisme dan produksi panas :
Efek metabolik hormon tiroid berkaitan erat dengan efek
kalorigenik (penghasil panas). Peningkatan aktivitas metabolik
menyebabkan peningkatan produksi panas. Sehingga maknanya telah
terjadi peningkatan produksi panas di tubuhnya sehingga ia lebih senang
berada di ruang yang dingin.
(Sherwood, Lauralee. 2011)

3) Sejak 1 bulan ini, pasien merasa timbul benjolan di leher kanan bagian
tengah agak ke bawah yang makin lama makin membesar. Pasien tidak
meraakan nyeri di leher seiring bertambah besarnya benjolan. Tidak ada

Kelompok Tutorial II 11
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

sesak napas ataupun suara serak. Ny. Tini belum pernah berobat
sebelumnya.
a) Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi pada kasus ini? (kelenjar
tiroid dan paratiroid)
Jawab:
1. Tiroid
Anantomi
Kelenjar tiroid terletak dileher, antara fasia koli media dan fasia
prevertebralis. Didalam ruang yang sama terdapat trakea, esopagus,
pembuluh darah besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea
dan fasia pretrachlearis dan melingkari trakhea 2/3 bahkan sampai
¾ lingkaran.
(Paulsen, F & Waschke. 2010)

Gambar 1 : Kelenjar Thyroid

Batas-batas lobus :

Kelompok Tutorial II 12
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

1. Anterolateral: m. sternothyroideus, venter superior m.


omohyoideus, m. sternohyoideus dan pinggir anterior m.
sternocleidomastoideus
2. Posterolateral: selubung carotis dengan a.carotis communis,
v.jugularis interna dan n. vagus
3. Medial: laring,trachea,pharyng dan oesophagus. Dekat dengan
struktur-struktur ini adalah m. cricothyroideus dan suplai
sarafnya n. laryngeus externus.
4. Pinggir posterior masing-masing lobus yang bulat berhubungan
diposterior dengan glandula parathyroid superior dan inferior
dan anastomosis antara a.thyroidea superior dan inferior.
Perdarahan
Arteri carotis komunis, vena jugularis interna dan nervus
vagus terletak bersama didalam satu sarung tertutup di latero dorsal
tiroid. Nervus recurent treletak didorsal tiroid sebelum masuk laring.
Nervus prenicus dan truncus simpaticus tidak masuk kedalam ruang
antar fasia media dan prevertebralis.
Kelenjar tiroid kaya akan vaskularisasi, yaitu yang berasal
dari empat sumber a. Carotis superior kanan dan kiri, cabang arteri
eksternal kanan kiri dan kedua artri tyroidea inferior kanan dan kiri,
cabang arteri brachialis. Kadangkala dijumpai arteri tiroidea ima,
cabang dari truncus brachiocephalica, yang sering menimbulkan
perdarahan pada waktu melakukan tracheostomi. Adapun sistem
venanya terdiri atas v. Thyroidea superior berjalan bersama
arterinya. V. Thyroidea media berada dilateral, berdekatan dengan
arteri thyroidea inferior dan v. Thyroidea inferior yang berada dalam
satu arah dengan arteri thyroidea ima (jika ada). Terdapat dua saraf
yang memsarafi larinx dengan pita suara (plica vocalis), yaitu n.
Recurent, dan cabang dari n.laringeus superior
(Snell, Richard S. 2006)

Kelompok Tutorial II 13
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Gambar 2 : Vena pada Kelenjar Thyroid


(Paulsen, F & Waschke. 2010)
Fisiologi
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu
tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon ini adalah triiodotironin (T3),
yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di ferifer dan
sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Iodida
anorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku
hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 X yang
afinitasnya sangat tinggi dijaringan tiroid. Iodida anorganik
mengalami oksidasimenjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi
bagian dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai
manoiodotirosin (MIT) atau diiodotirosin (DIT). Senyawa atau
konjugasi DIT dengan MIT atau dengan DIT yang lain akan
menghasilkan T3 atau T4, yang disimpan didalam koloid kelenjar
tiroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya
tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami deiodinasi untuk
selanjutnya mengalami daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tiroid
terikat pada protein, yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid-blinding-
globulin TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (thyroxine-
blinding TBPA)

Kelompok Tutorial II 14
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh suatu hormon


stimulator tiroid (Thyroid Stimulating Hormone TSH) yang
dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis
secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh kadar
hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai Negative
Feedback terhadap lobus anterior hipofisis, dan terhadap sekresi
thyrotropin releasing hormone (TRH) dari hipothalamus. Hormon
tiroid mempunyai pengaruh yang sangat bervariasi terhadap jaringan
/organ tubuh yang pada umumnya berhubungan dengan metabolisme
sel.
Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel parafolikuler yang
menghasilkan kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang
turut mengatur metabolisme kalsium yaitu menurunkan kadar
kalsium serum melalui pengaruhnya terhadap tulang.
(Sjamsuhidayat. 2010)

Gambar 3 : proses pembentukan tiroksin

 Fungsi kelenjar tiroid

Kelompok Tutorial II 15
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Fungsi dari hormon-hormon tiroid antara lain adalah:


a. Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-
duanyameningkatkan metabolisme karena peningkatan
komsumsi oksigendan produksi panas.Efek ini pengecualian
untuk otak, lien, paru-paru dan testis.
b. Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda
dalamintensitas dan cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih
kuat reaksinyatetapi waktunya lebih singkat dibanding dengan
T4. T3 lebih sedikitjumlahnya dalam darah.T4 dapat dirubah
menjadi T3 setelahdilepaskan dari folikel kelenjar.
c. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus
khususnyapertumbuhan saraf dan tulang.
d. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin.
e. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu
menambahkekuatan kontraksi otot dan meningkatkan output
jantung.
f. Merangsang pembentukan sel darah merah.
g. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai
kompensasi tubuh terhadap kebutuhan oksigen akibat
metabolisme.
(Guyton&Hall. 2006)
HISTOLOGI
Kelenjar tiroid terletak dileher depan dibawah laring. Ini adalah kelenjar
tunggal yang terdiri dari lobus kiri dan kanan yang besar, dihubungkan
oleh istmus ditengah. Sel-sel kelenjar tiroid tersusun menjadi stuktur
bulat yaitu folikel (folikulus). Setiap folikel dikelilingi oleh serat
reticular dan anyaman kapiler yang memudahkan hormone tiroid masuk
kedalam aliran darah. Epitel folikel dapat berupa epitel selapis gepeng ,
kuboid, atau kolumnar rendah, bergantung pada keadaan aktivitas
kelenjar tiroid.

Kelompok Tutorial II 16
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Kelenjar Tyroid

Sel-sel yang mengelilingi folikel yaitu sel folikular (thyrocitus T) juga


disebut celula principalis, menyintesis, melepaskan dan menyimpan
produknya diluar sitoplasma atau ekstraseluler, dilumen folikel sebagai
subtansi gelatinosa yaitu koloid (colloidum). Koloid terdiri atas
tiroglobulin, suatu glikoprotein beriodin yang merupakan bentuk
simpanan hormone tiroid yang tidak aktif.
Selain sel folikular, kelenjar tiroid juga mengandung sel parafolikular
(thyrocitus C) terpulas pucat yang lebih besar. Sel-sel ini ditemukan
ditepi epitel folikel atau didalam folikel. Jika sel parafolikuler terletak
didalam suatu folikel, sel ini biasanya terpisah dari lumen folikel oleh
sel-sel folikuler disekitarnya.
(Eroschenco, Victor. 2014)

2. Kelenjar Paratiroid
Anatomi
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia,
yang terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub
superior kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya. Namun, letak
masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi,
jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.

Kelompok Tutorial II 17
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar


3 milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran
makroskopik lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid sulit untuk
ditemukan selama operasi tiroid karena kelenjar paratiroid sering tampak
sebagai lobulusyang lain dari kelenjar tiroid. Dengan alasan ini, sebelum
manfaat dari kelenjar ini diketahui, pada tiroidektomi total atau subtotals
sering berakhir dengan pengangkatan kelenjar paratiroid juga.
Kelenjar paratiroid di vaskularisasi oleh arteri tiroid inferior atau
dari anastomose antara pembuluh darah superior dan inferior. Kira-kira
1/3 kelenjar paratiroid pada orang punya 2 atau lebih arteri paratiroid.
Pembuluh limfe ada banyak dan diasosiasikan dengan kelenjar tiroid dan
thymus.
Innervasi:
Symphathetic -- dari ganglia cervical superior atau middle atau
oleh plexus pada fascia lobus posterior.
Aktivitas paratiroid -- dikontrol oleh level Ca dalam darah
Pengangkatan setengah bagian kelenjar paratiroid biasanya
menyebabkan sedikit kelainan fisiologik. Akan tetapi, pengangkatan
pengangkatan tiga atau empat kelenjar normal biasanya akan
menyebabkan hipoparatiroidisme sementara. Tetapi bahkan sejumlah
kecil dari jaringan paratiroid yang tinggal biasanya sudah mampu
mengalami hipertrofi dengan cukup memuaskan sehingga dapat
melakukan fungsi semua kelenjar. Kelenjar paratiroid orang dewasa
terutama terutama mengandung sel utama (chief cell) yang mengandung
apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan granula
sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH).
Sel oksifil yang lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula
oksifil dan sejumlah besar mitokondria dalam sitoplasmanya. Pada
manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai, dan setelah itu
jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagianbesar binatang
dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan. Fungsi sel oksifil
masih belum jelas, sel-sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa

Kelompok Tutorial II 18
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

sel utama yang tidak lagi mensekresi sejumlah hormon Sel darah merah
Sel oksifil dan Sel utama (chief cell).

(Snell, Richard. 2006)


Histologi
Kelenjar ini terdiri dari 4 bentukan kecil yang berwarna kuning
kecoklatan, berbentuk ovoid dan melekat pada bagian posterior dari
kelenjar thyroid.
Sepasang dari kelenjar ini menempati kutub atas dari kelenjar
thyroid dan terbungkus oleh fascia yang sama dengan fascia kelenjar
thyroid. Sedang sepasang kelenjar lainnya biasanya menempati kutub
bawah kelenjar thyroid, tetapi letaknya bisa di dalam atau di luar fascia
kelenjar thyroid. Masing-masing kelenjar ini terbungkus oleh kapsul
jaringan ikat kendor yang kaya dengan pembuluh darah, dan kapsul ini
membentuk septa yang masuk ke dalam kelenjar.
Kelenjar ini tersusun dari 2 macam sel:
1. Chieff cell (principal cell)
Sel ini sudah ada sejak lahir dan akan terus bertahan, dan
merupakan sel yang terbanyak dalam kelenjar ini. Ukuran sel ini kecil
dengan inti di tengah, dan sitoplasma bersifat sedikit asidofilik, sehingga
dengan pewarnaan H.E tampak berwarna merah muda. Tetapi kadang-
kadang ada beberapa sel yang sitoplasmanya lebih pucat karena
mengandung banyak glikogen, tetapi sebagian lain mempunyai

Kelompok Tutorial II 19
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

sitoplasma lebih gelap karena glikogennya hanya sedikit. Sel ini


mengandung granula yang diduga menghasilkan parathyroid hormon
(parath hormone).
2. Oxyphiel cell
Sel ini timbulnya mulai umur sekitar 7 tahun atau pada saat
pubertas. Terdiri dari sel yang ukurannya lebih besar dari chief sel,
tersebar diantara chief cell tersebut dan sitoplasmanya merah muda
pucat. Fungsi sel ini belum diketahui. Pada anak-anak, kelenjar ini penuh
dengan sel, tetapi pada keadaan dewasa akan timbul jaringan lemak di
dalam jaringan ikat dan tersebar di antara sel-sel tersebut.

(Eroschenco, Victor. 2014)


Fisiologi
Hormone paratiroid (PTH) merupakan regulator mayor
homeostatis serum kalsium dan fosfat. PTH baru disekresi jika terdapat
penurunan serum kalsium. PTH merupakan hormone peptide yang
tersusun atas 84 asam amino yang disekresikan oleh kelenjar paratiroid.
Pada kelenjar paratiroid terdapat sensor Ca2+ yang meregulasi sintesis
PTH dan sekresinya dalam responnya terhadap perubahan kadar kalsium
yang terionisasi dalam konsentrasi plasma. Saat kadar kalsium
meningkat, kalsium yang banyak terikat dengan reseptor membrane pada
sel di kelenjar paratiroid akan menghambat sintesis PTH dan sekresi dari
PTH seperti gambar dibawah ini.

Kelompok Tutorial II 20
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Sebaliknya jika kadar kalsium turun -- kalsium yang berikatan


dengan CaR (Calcium Receptor) akan turun -- meningkatkan sintesis dan
sekresi dari PTH. Efek dari PTH terutama dalam mengembalikan kadar
kalsium yang turun menjadi normal antara lain:
Secara cepat dan langsung mempengaruhi ginjal untuk
mereabsorpsi kalsium pada tubulus distal dan lengkung Henle asending
tebal sehingga dengan cepat meningkatkan kadar kalsium serum.
Secara tidak langsung mempengaruhi usus untuk mengabsorpsi
secara cepat ion-ion kalsium dengan jalan PTH mempengaruhi ginkal
untuk meningkatkan sintesis 1,25-(OH)2D, merupakan calcitriol (bentuk
aktif dari Vitamin D), yang akan menstimulasi usus halus untuk
mengabsorpsi kalsium dan fosfat dengan cepat.
PTH secara langsung menginhibisi osteoblas untuk membentuk
tulang. Selain itu dikarenakan penurunan kadar calcitonin yang berperan
menghambat kerja osteoklas, terjadi peningkatan aktivitas dari osteoklast
dalam memecah tulang dan melepaskan kalsium tulang ke dalam darah
sehingga akan meningkatkan kadar kalsium menjadi normal.
Efek keseluruhan Hormon paratiroid adalah meningkatkan
konsentrasi kalsium dalam plasma dan mencegah hipokalsemia. Apabila
Hormon paratiroid sama sekali tidak tersedia, dalam beberapa hari
individu yang bersangkutan akan meninggal, biasanya akibat asfiksia
yang ditimbulkan oleh spasme hipokalsemik otot-otot pernapasan.
Melalui efeknya pada tulang, ginjal, dan usus hormon paratiroid
meningkatkan kadar kalsium plasma apabila kadar elektrolit ini mulai
turun sehingga hipokalsemia dan berbagai efeknya secara normal dapat
dihindari. Hormon ini juga bekerja menurunkan konsentrasi fosfat
plasma.
(Guyton & Hall, 2014)

b) Bagaimana biokimia pada kasus ini? (sintesis, katabolisme, dan


distribusi hormon tiroid)
Jawab:

Kelompok Tutorial II 21
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Proses biosintesis hormon tiroid secara skematis dapat dilihat


dalam beberapa tahap yaitu:
a) Tahap trapping
b) Tahap oksidasi
c) Tahap coupling
d) Tahap penimbunan atau storage
e) Tahap deiodinasi
f) Tahap proteolisis
g) Tahap pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid
(Murray, dkk. 2006)

a) Tahap trapping
Pengangkutan iodida dari darah ke dalam sel-sel dan folikel
kelenjar tiroid melalui membran basal sel tiroid. Energi yang
dipakai untuk mentranspor iodide melawan perbedaan
konsentrasi berasal dari pompa Na+K+ATPase. Kecepatan
pengangkutan iodida oleh tiroid dipengaruhi oleh konsentrasi
TSH, karena TSH berfungsi untuk merangsang pompa iodida.
b) Tahap oksidasi

Kelompok Tutorial II 22
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Pembentukan hormon tiroid dimulai dari perubahan ion iodida


menjadi bentuk yodium yang teroksidasi. Proses oksidasi yodium
ini ditingkatkan oleh enzim peroksidasi. Kemudian bentuk
yodium yang teroksidasi berikatan dengan asam amino
membentuk monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT).
c) Tahap coupling
Terjadi pembentukkan hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3). Molekul tiroksin (T4) terbentuk dari dua
molekul diiodotironin (DIT) yang bergabung. Sedangkan molekul
triiodotironin (T3) terbentuk dari satu molekul monoiodotirosin
(MIT) dan satu molekul diiododtironin (DIT) yang bergabung.
d) Tahap penimbunan atau storage
Hormon tiroid disimpan di dalam folikel dalam junlah yang
cukup untuk menyuplai tubuh dengan kebutuhan normal hormon
tiroid salama 2 sampai 3 bulan. Oleh karena itu, bila sintesis
hormon tiroid berhenti, efek fisiologis akibat defisiensi hormon
tersebut belum tampak untuk beberapa bulan.
e) Tahap deiodinasi
Pengeluaran hormon tiroid menghasilkan tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3) yang akan dibebaskan ke sirkulasi darah,
sedangkan Tg-MIT dan Tg-DIT tidak dikeluarkan tetapi
mengalami deiodinasi.
f) Tahap proteolisis
Tirosin yang sudah mengalami iodinasi turut dilepaskan dari
molekul triglobulin. Akan tetapi, tirosin-tirosin itu tidak disekresi
ke dalam darah. Dengan bantuan enzim deiodinasi yodium
dilepaskan dari tirosin sehingga membuat yodium cukup tersedia
di dalam kelenjar untuk digunakan kembali dalam pembentukkan
hormon tiroid tambahan.
g) Tahap pengeluaran hormon tiroid
Baik T3 maupun T4 diikat oleh protein pengikat dalam seru,
(binding protein). Ikatan T3 dengan protein tersebut kurang kuat

Kelompok Tutorial II 23
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

dibandingkan dengan T4, tetapi karena efek hormonnya lebih


kuat dan turnover-nya lebih cepat, maka T3 sangat penting.

(Guyton, C Arthur. 2014)


(Djokomoeljanto, R. 2009)

c) Apa penyebab timbul benjolan di leher?


Jawab:
Penyebab timbul benjolan di leher adalah:
1. defisien yodium 8. Hipertiroid
2. faktor goitrogen 9. Hipotiroid
3. kelebihan unsur yodium 10. Radiasi kepala saat
4. faktor genetik kecil
5. faktor nutrisi 11. Autoimun
6. Infeksi 12. Tumor di hipofisis
7. Trauma
(Kumar. 2007)
(Price&Wilson. 2005)

Kelompok Tutorial II 24
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

d) Apa kemungkinan penyakit dengan keluhan timbul benjolan di


leher?
Jawab:
1. Struma
a. Struma Difusa Toksik (Grave’s disease)
b. Struma Nodusa Toksik (Plummer’s disease)
c. Struma Difusa Non-Toksik (Simple Goiter)
d. Struma Nodusa Non-Toksik (Adenomatous Goiter)
2. Limfadenitis
3. Limfoma
Pada kasus: Struma diffusa toxic (Grave disease)
(Kumar, dkk. 2007)

e) Apa makna benjolan di leher kanan bagian tengah agak ke bawah


yang makin lama makin membesar?
Jawab:
Makna benjolan di leher kanan bagian tengah agak ke bawah yang makin
lama makin membesar adalah tanda perjalanan penyakit semakin parah
dan dapat disebabkan karena tidak di tatalaksana secara komprehensif.
(Guyton&Hall. 2014)

f) Apa hubungan benjolan di leher kanan bagian tengah agak ke


bawah dengan keluhan sebelumnya?
Jawab:
Hubungan keluhan adanya benjolan di leher dan keluhan jantung
berdebar, keringat berlebih, cemas, gelisah, dan tangan lembab adalah
merupakan manifestasi klinis dari hipertiroid. Adapun gejala-gejala
hipertiroid :
1. Sangat mudah tersinggung
2. Intoleransi terhadap panas
3. Berkeringat banyak

Kelompok Tutorial II 25
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

4. Berat badan berkurang sedikit atau banyak


5. Berbagai derajat keparahan diare
6. Kelemahan otot
7. Kecemasan atau kelainan psikis lainnya
8. Rasa capai yang sangat, namun pasien tidak dapat tidur
9. Tremor pada tangan
(Guyton&Hall, 2014)

g) Bagaimana mekanisme timbulnya benjolan di leher kanan bagian


tengah agak ke bawah?
Jawab:
Pada keadaan normal, TRH dari hipotalamus merangsang sekresi
TSH di hipofisis anterior, TSH selanjutnya merangsang sekresi hormon
tiroid di glandula Tyroidea. Melalui umpan balik negatif, hormon tiroid
menghambat sekresi TRH di hipotalamus dan lebih lanjut mengurangi
sensitivitas hipofisis anterior terhadap TSH.
Long acting thyroid stimulator (LATS) yang dihasilkan oleh suatu
penyakit autoimun (penyakit Graves). Long acting thyroid stimulator
(LATS) adalah suatu antibodi yang sasarannya adalah reseptor TSH di
sel tiroid. LATS merangsang sekresi dan pertumbuhan tiroid mirip
dengan yang dilakukan oleh TSH. Namun, tidak seperti TSH, LATS
tidak di pengaruhi oleh inhibisi umpan balik hormon tiroid sehingga
sekresi dan pertumbuhan tiroid berlanjut tanpa kendali.
(Sherwood, Lauralee. 2011)
Bila dibuat skema:
Gangguan autoimun  limfosit T akan membentuk antigen di dalam
kelenjat tiroid  merangsang limfosit B untuk mesintesis antibodi
terhadap antigen  antibodi yang dihasilkan yaitu TSI (Tiroksin
Stimulating Immunoglobulin)  antibodi (TSI) yang dihasilkan akan
berikatan dengan reseptor TSH di membran sel tiroid  sehingga
merangsang sekresi tiroid berlebihan  hipertiroid  hiperplasia sel
sekretorik kelenjar tiroid  benjolan di leher kanan.

Kelompok Tutorial II 26
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

(Price&Wilson. 2005)
(Schteingart, David. 2012)

h) Apa makna pasien tidak merasa nyeri di leher, tidak ada sesak
napas ataupun suara serak?
Jawab:
Pasien tidak merasa nyeri
Karena tidak adanya respon inflamasi di bagian leher tersebut dan
adanya benjolan pada regio coli juga belum sampai menekan ujung-
ujung saraf nyeri.
Benjolan tidak terasa nyeri  dapat menyingkirkan diagnosa
limfadenitis.

Pasien tidak ada sesak napas atau pun suara serak


Karena benjolan pada leher tersebut belum menekan organ sistem
pernapasan seperti trakea dan laring.
Sesak napas dan suara serak tidak ada  menyingkirkan diagnosis
neoplasma tiroid.
(Price&Wilson, 2005)
Pada struma nodosa maligna dapat terjadinya penekanan atau infiltrasi ke
nervus rekurens (perubahan suara), penekanan ke trakea (dispnea) dan
penekanan ke esofagus (disfagia).
(Sjamsuhidajat, 2010)
Secara umum, benjolan di leher berdampak terhadap kedudukan organ-
organ di sekitarnya.Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat
trakea dan esophagus. Apabila pembesaran benjolan mengarah ke dalam,
maka dapat mendorong trakea, esophagus dan juga pita suara sehingga
terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap
gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit.
Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau
parau. Bila pembesaran ke arah luar, maka akan memberi bentuk leher

Kelompok Tutorial II 27
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

yang besar dapat semetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas
dan disfagia.
(Snell, Richard. 2006)

4) Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital : TD 120/70 mmHg
Nadi 110x/menit
Pernapasan 22x/menit
Temperatur 36,8oC
Kepala : Exofthalmus (+), lid retraction (+), lid lag (+)
Lima tanda orbital: Stellwag (+), von Graefe (+), mobius (+),
Joffroy (+), Rosenbach (+)
Leher : JVP (5-2 cm H2O)
a) Apa interpretasi pemeriksaan fisik?
Jawab:
Hasil Pemeriksaan Keadaan normal Interpretasi

Kesadaran: kompos Kompos mentis Normal


mentis

TD : 120/70 mmHg 120/80 mmHg Normal

Nadi : 110 x/menit 60-100 x/menit Takikardi

Pernafasan : 22 16-24 x/menit Normal


x/menit

Eksoftalmus (+) Eksoftalmus (-) Abnormal


Dapat disebabkan
hipertiroid

Lid retraction (+) Lid retraction (-) Abnormal

Lid lag (+) Lid lag (-) Abnormal

Stellwag (+) Stellwag (-) Abnormal, indikasi


ofthalmopati grave

Von Graefe (+) Von Graefe (-) Abnormal, indikasi

Kelompok Tutorial II 28
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

ofthalmopati grave

Mobius (+) Mobius (-) Abnormal, indikasi


ofthalmopati grave

Joffroy (+) Joffroy (-) Abnormal, indikasi


ofthalmopati grave

Rosenbach (+) Rosenbach (-) Abnormal

(Bickley, Lynn S. 2012)

b) Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan fisik?


Jawab:
Mekanisme takikardi (110x/menit)
Produksi hormone tiroid berlebih  Sekresi hormone tiroid ↑ 
Metabolisme di banyak sel tubuh  Basal metabolic rate ↑ 
Kebutuhan oksigen dan glukosa ↑  Kompensasi tubuh untuk
memenuhi suplai O2 dan glukosa dengan peningkatan denyut jantung 
Cardiac output ↑  takikardi
(Sudoyo, dkk. 2009)
Mekanisme Eksofthalmus
Filtrasi limfosit, sel mast, dan sel plasma pada jaringan orbita dan otot-
otot mata  eksofthalmus
(Price&Wilson, 2005)
Terjadinya reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap reseptor pada
jaringan ikat dan otot ekstrabulbi di rongga mata  jaringan ikat menjadi
hiperplastik  bola mata terdorong keluar (eksofthalmus)
(Sjamsuhidajat,2010)
Mekanisme lid retraction dan lig lag
Terjadinya reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap reseptor pada
jaringan ikat dan otot ekstrabulbi di rongga mata  jaringan ikat menjadi
hiperplastik  bola mata terdorong keluar serta tertekannya otot mata
adrenergik dari otot muller atau pada fibrosis dan pemendekan fungsional
otot levator  Lid retraction dan lig lag
(Sjamsuhidajat.2010)

Kelompok Tutorial II 29
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

(Sherwood, Lauralee.2011)
Mekanisme lima tanda orbital (+): Stellwag (+), von Graefe (+),
mobius (+), Joffroy (+), Rosenbach (+)
Terjadinya reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap reseptor
pada jaringan ikat dan otot ekstrabulbi di rongga mata  jaringan ikat
menjadi hiperplastik  bola mata terdorong keluar dan menekan otot-
otot mata  lima tanda orbital (+)
(Sjamsuhidajat. 2010)
Faktor autoantigen:
1. Tiroglobulin (Tg),
2. Thyroidal peroxidase (TPO) dan
3. TSH reseptor (TSH-R).
Antigen lain:
BM 64 kiloDalton di permukaan membrane sel tiroid dan sel-sel orbita.
Sitokin seperti Interferon Gamma mengaktifkan ekspresi molekul-
molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4)  Antigen
terpresentasikan pada limfosit T  merangsang pembentukan Antibodi
oleh limfosit B  Antibodi berinteraksi dengan TSH-R  Antibodi
menempel pada TSH-R  meningkatkan pertumbuhan dan fungsi tiroid.
Apabila protein BM 64 kD di tiroid dianggap sebagai antigen,
kemungkinan limfosit juga akan membentuk Antibodi terhadap protein
BM64 kD di mata  limfosit di sirkulasi berkumpul di daerah orbita 
infiltrasi limfosit pada otot-otot ekstraokuler  pengeluaran sitokin
limfosit  inflamasi fibroblast dan miositis orbita  pembengkakan
otot-otot bola mata  Exopthalmus (+), lid retraction (+), lid lag (+)
dan lima tanda orbital: Stellwag (+), von graefe (+), mobius (-),
joffroy (+) Rosenbach (+)
(Bartalena. 2009)

c) Bagaimana cara pemeriksaan 5 tanda orbital?


Jawab:
1. Stellwag Sign : Mata jarang berkedip

Kelompok Tutorial II 30
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

2. Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikuti bulbusoculi


..ketika melihat kebawah
3. Mobius Sign : Sukar konvergensi
4. Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi
5. Ressenbach Sign : Tremor palpebra jika mata tertutup
(Bickley, Lynn. S. 2012)

5) Pemeriksaan Khusus
Leher
 Inspeksi : Tampak benjolan di leher sebelah kanan, rata, ikut
bergerak saat menelan, kulit dalam batas normal (tidak ada
tanda-tanda radang)
 Palpasi : Diffuse, masa kenyal ukuran 5x3x2 cm, fluktuasi (-), mobile,
tidak teraba panas
 Auskultasi : Bruit (-)
Jantung dan paru : Dalam batas normal
Abdomen : Datar, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : Kulit terlihat basah, teraba lembab, tremor (+)
a) Apa interpretasi pemeriksaan khusus?
Jawab:
Pemeriksaan Khusus Keadaan normal Interpretasi

Kelompok Tutorial II 31
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Leher :
Inspeksi :
- Tampak benjolan di leher - Tidak ada Abnormal
sebelah kanan, rata, ikut benjolan
bergerak saat menelan
- Kulit dalam batas normal - Kulit dalam batas Normal
(tidak ada tanda-tanda normal (tidak ada
radang) tanda-tanda
radang)
Palpasi :
- Diffuse, massa kenyal, - Tidak ditemukan Abnormal
ukuran (5x3x2) cm, mobile diffuse (Struma difus
- Fluktuasi (-) - Fluktuasi (-) toksik (Grave)
- Tidak teraba panas - Tidak teraba Normal
panas Normal

Auskultasi : Bruit (-) Bruit (-)


Normal

Jantung dan paru :


Dalam batas normal Normal Normal
Abdomen :
Datar, nyeri tekan (-), bising Datar, nyeri tekan (-), Normal
usus (+) normal bising usus (+) normal
Ekstremitas :
Kuit terlihat basah, teraba Tidak ditemukan Abnormal
lembab, tremor (+)

b) Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan khusus?


Jawab:
Mekanisme Benjolan di leher
Gangguan autoimun  limfosit T akan membentuk antigen di dalam
kelenjat tiroid  merangsang limfosit B untuk mesintesis antibodi
terhadap antigen  antibodi yang dihasilkan yaitu TSI (Tiroksin

Kelompok Tutorial II 32
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Stimulating Immunoglobulin)  antibodi (TSI) yang dihasilkan akan


berikatan dengan reseptor TSH di membran sel tiroid  sehingga
merangsang sekresi tiroid berlebihan  hipertiroid  hiperplasia sel
sekretorik kelenjar tiroid  benjolan di leher.
(Price&Wilson. 2005)
(Schteingart, David. 2012)
Mekanisme ekstremitas terasa basah dan lembab
Sekresi hormon tiroid berlebihan  hipertiroid  meningkatkan laju
metabolisme basal  vasodilatasi pembuluh darah untuk mengeluarkan
panas di tubuh  sebagai bentuk kompensasi tubuh maka tubuh
mengeluarkan keringat yang berlebihan  ekstremitas terasa basah
dan lembab.
(Sudoyo, dkk. 2009)
Mekanisme tremor
Salah satu gejala yang paling khas dari hiperthyroidisme adalah
timbulnya tremor halus pada otot. Tremor ini bukan merupakan tremor
kasar seperti yang timbul pada penyakit Parkinson atau pada waktu
menggigil, sebab tremor ini timbul dengan frekuensi cepat yakni 10
sampai 15 x per detik. Tremor in dengan mudah dapat dilihat dengan cara
menempatkan sehelai kertas di atas jari-jari yang diekstensikan dan
perhatikan besarnya getaran kertas tadi. Tremor ini dianggap disebabkan
oleh bertambahnya kepekaan sinaps saraf di daerah medulla yang
mengatur tonus otot. Tremor ini merupakan cara penting untuk
memperkirakan tingkat pengaruh hormone tiroid pada system saraf pusat.
(Guyton, 2014)

c) Apa kemungkinan penyakit yang ditandai dengan tremor?


Jawab:
1. Hipertiroid
2. Parkinson disease
3. Post-traumatic
4. Lesi pada serebrum

Kelompok Tutorial II 33
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

5. Drug induced
(Sjamsuhidayat. 2010)
Terdapat 4 jenis tremor yang biasanya ditemui:
1. Tremor saat istirahat pada parkisonisme, menjadi maksimal pada
saat istirahat dan dalam keaddan emosi dan berkurang saat
bergerak. Paling baik ditunjukkan dengan gerakan fleksi-ekstensi
pasif yang lambat pada pergelangan tangan. Terutama di daerah
distal dan asimetris.
2. Tremor esensial. Merupakan bentuk yang lebih jelas dari tremor
fisiologis yang saat istirahat dan tampak pada saat meletakkan
selembat kertas pada jari yang direntangkan ke depan.
Dihubungakan dengan stimulasi beta-adrenergik, kafein,
kecemasan, setelah olahraga dan hipoglikemi. Pada tirotiksikosis
tremor dapat disertai dengan telapak tangan yang hangat dan
lembab, takikardia dan tanda penyakit grave. Berkurang dengan
pemberian beta-blocker.
3. Tremor intens akibat penyakit serebral. Menurun atau
menghilang saat istirahat. Jarang terjadi kecuali pada multiple
skelrosis
4. Flapping tremor terjadi pada prekoma hepatikum dan retensi Co2
akibat gagal nafas.
(Rubernstein, 2007)
6) Pemeriksaan Penunjang
T3 = 256 ng/dl, T4 = 213 ng/L, TSH = 0,002 mIU/L
a) Apa interpretasi pemeriksaan penunjang?
Jawab:
Pemeriksaa Normal Kasus Interpretas Keterangan
n i
T3 60-118 256 ng/dl Meningkat Kemungkinan:
ng/dl Hipertiroidisme,
tirotoksikosis,
tiroiditis
T4 50-113 213 ng/L Meningkat Kemungkinan:

Kelompok Tutorial II 34
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

ng/L Hipertiroid,
tirotoksikosis,
tiroiditis
TSH 0,4-5,5 0,002 Menurun Kemungkinan:
mIU/l mIU/l Hipertiroidisme
primer

b) Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan penunjang?


Jawab:
T3, T4 meningkat
Proses autoimun  Tubuh mengeluarkan long acting thyroid stimulator
(LATS)/TSI Reseptor TSH/TIH ditutupi oleh TSI ( tiroid stimulating
imunoglobulin)/LATS  Pembentukan hormon tiroid secara terus
menerus tanpa di kontrol oleh TSH (dikontrol oleh TSI (LATS))
peningkatan kerja kelenjar tiroid untuk menghasilkan T3 dan T4  T3
T4 meningkat.
(Sherwood, Lauralee.2011)
TSH menurun
Proses autoimun  Tubuh mengeluarkan long acting thyroid stimulator
(LATS)/TSI Reseptor TSH/TIH ditutupi oleh TSI ( tiroid stimulating
imunoglobulin)/LATS  Pembentukan hormon tiroid secara terus
menerus tanpa di kontrol oleh TSH (dikontrol oleh TSI (LATS))
peningkatan kerja kelenjar tiroid untuk menghasilkan T3 dan T4 
Negative feedback ke hipotalamus  TSH menurun.
(Sherwood, Lauralee.2011)

c) Apa perbedaan antara hipertiroid, hipotiroid, dan tirotoksikosis?


(definisi, etiologi, manifestasi klinis, hasil lab, dan tatalaksana)
Jawab:
Hipertiroid
1) Definisi
Respons jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon
tiroid.

Kelompok Tutorial II 35
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

2) Etiologi
Tersering adalah Grave’s disease
3) Manifestasi Klinis
a) Sangat mudah tersinggung
b) Intoleransi terhadap panas
c) Keringat banyak
d) Bb menurun
e) Diare
f) Kelemahan otot
g) Kecemasan dan kelainin psikis lainnya
h) Tremor pada tangan
4) Hasil Lab
a) TSH menurun
b) T3, T4 meningkat
c) Free T4 meningkat
5) Tatalaksana
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil yang
dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol yang
dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol. Mekanisme
kerja obat antitiroid bekerja dengan dua efek, yaitu efek intra dan
ekstratiroid.
Mekanisme aksi intratiroid adalah menghambat oksidasi dan
organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosis, mengubah
struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin
sehingga mencegah atau mengurangi biosintesis hormon tiroid T3
dan T4.  
Mekanisme aksi ekstratiroid adalah menghambat konversi T4
menjadi T3 di jaringan perifer. Obat yang bekerja dengan
mekanisme aksi ekstratiroid adalah propiltiourasil (PTU). Dosis
PTU dimulai degan 3x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol
20-40 mg/hari dengan dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama.
Setelah itu dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respon

Kelompok Tutorial II 36
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

klinis dan biokimia. Jika ditemukan dosis awal belum memberikan


perbaikan klinis, dosis dapat dinaikan bertahap hingga dosis
maksimal, sementara jika dosis awal sudah memberi perbaikan
klinis maupun biokimia, dosis diturunkan hingga dosis terkecil
PTU 50 mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih
dapat mempertahankan keadaan eutiroid dan kadar T4 bebas dalam
batas normal. Pemilihan PTU dan metimazol dapat disesuaikan
dengan kondisi klinis karena berdasarkan kemampuan menghambat
penurunan segera hormon tiroid di perifer, PTU lebih
direkomendasikan
(Palacios. 2012)
(Brunton, dkk. 2012)

Hipotiroid
1) Definisi
Defisiensi produksi hormon tiroid
2) Etiologi
Hipotiroid Sentral Hipotiroid Primer Hipotiroid Transient
Tumor dan Hipo- atau agenesis Tiroiditis de
infiltrasi tumor kelenjar tiroid Quervain
Nekrosis iskemik Destruksi kelenjar Silent thyroiditis
(sindrom Sheehan tiroid (pasca
pada hipofisis) radiasi,Hasimoto,
tiroiditis de Quervain)
Latrogen (radiasi, Atrofi (berdasar Tiroiditis
operasi) autoimun) postpartum
Infekasi Dishormonogenesis Hipotiroidisme
(Sarcoides, sintesis hormon neonatal sepintas
histiosis)
Hipotiroidisme
transien (sepintas)

3) Manifestasi klinis

Kelompok Tutorial II 37
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Lelah, suara parau, tidak tahan dingin, keringat berkurang,


kulit dingin dan kering, wajah bengkak, gerakan lambat.
4) Hasil lab
Hasil pemeriksaan T3 dan T4 menunjukkan penurunan
sedangkan TSH menunjukkan peningkatan
5) Tatalaksana
Tiroksin → dosis awal 50 μg/hari, dosis ditingkatkan sampai
mencapai 150 μg/hari.
(Sudoyo,dkk. 2009)

Tirotoksikosis
1) Definisi
Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid
yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis
yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Apapun
sebabnya manifestasi klinisnya sama, karena efek ini disebabkan
ikatan T3 dengan reseptor T3-inti yang makin penuh.
2) Penyebab
Kira-kira 70 % tirotoksikosis karena penyakit Graves, sisanya
karena gondok multinoduler toksik dan adenoma toksik.
Penyebab tirotoksikosis :
1. Hipertiroidisme primer :
a. Penyakit Graves
b. Gondok multinodula toksik
c. Adenoma toksik
d. Bbat : yodium lebih, litium
e. Karsinoma tiroid yang berfungsi
f. Struma ovarii (ektopik)
g. Mutasi TSH-r, Gs α
2. Tirotoksikosis tanpa Hipertiroidisme
a. Homon tiroid berlebih (Tirotoksikosis faktisia)
b. Tiroiditis subakut (Viral atau De Quervain)
c. Silent thyroiditis

Kelompok Tutorial II 38
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

d. Destruksi kelenjar : amiodaron


e. I-131, radiasi, adenoma, infark
3. Hipertiroidisme sekunder
a. TSH-secreting tumor chGH secreting tumor
b. Tirotoksikosis gestasi (trimester pertama)
c. Resistensi hormone tiroid

3) Manifestasi Klinik
Apapun sebabnya manifestasi klinisnya sama, karena efek ini
disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3-inti yang makin penuh.
Pada kelompok usia lanjut, gejala dan tanda-tanda tidak sejelas
pada usia muda, malahan dalam beberapa hal sangat berbeda.
Perbedaan ini antara lain dalam hal :
a. Berat badan menurun mencolok (usia muda 20 % justru naik)
b. Nafsu makan menurun, mual, muntah dan sakit perut.
c. Fibrilasi atrium, payah jantung, blok jantung sering
merupakan gejala awal dari occult hyperthyroidism,
takiaritmia.
d. Lebih jarang dijumpai takikardia (40 %)
e. Eye signs tidak nyata atau tidak ada.
f. Bukannya gelisah justru apatis (member gambaran masked
hyperthyroidism dan apathetic form)
4) Tatalaksana
Kelompok obat yang digunakan :
1. Obat Anti Tiroid
a. Propiltiourasil (PTU)
b. Metimazol (MMI)
c. Karbimazol (CMZ -> MMI)
d. Antagonis adrenergik-β
2. β -adrenergic-antagonis
a. Propanolol
b. Metoprolol

Kelompok Tutorial II 39
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

c. Atenolol
d. Nadolol
3. Bahan mengandung Iodine
a. Kalium iodide
b. Solusi Lugol
c. Natrium Ipodat
d. Asam Iopanoat
4. Obat lainnya
a. Kalium perklorat
b. Litium karbonat
c. Glukokortikoid
(Sudoyo, dkk. 2009)

6) Bagaimana cara mendiagnosis kasus ini?


Jawab:
1. Anamnesa
Gejala hipertiroidisme dapat berupa hipermetabolisme dan aktivitas
simpatis yang meningkat seperti pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak
tahan  panas, keringat berlebih, berat badan menurun sementara nafsu
makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan atau atrofi
otot.
Manifestasi ekstratiroidal dapat ditemukan seperti oftalmopati dan
infiltrasi kulit lokal yang terbatas pada tungkai bawah. Pada anamnesis
riwayat keluarga dan penyakit turunan, pada hipertiroid perlu juga
mengonfirmasi apakah ada riwayat keluarga yang memiliki penyakit yang
sama atau memiliki penyakit yang berhubungan dengan autoimun
(Amory, 2011)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat jelas manifestasi ekstratiroidal
yang berupa oftalmopati yang ditemukan pada 50-80% pasien yang
ditandai dengan mata melotot, fissura paplebra melebar, kedipan
berkurang,

Kelompok Tutorial II 40
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

a. Lid Lag
(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan
kegagalan konvergensi. Pada manifestasi tiroidal dapat ditemukan
goiter difus, eksoftalmus, palpitasi, suhu badan meningkat, dan
tremor
(Amory, 2011)
b. Lid retraction
c. Eksofthalmus dan 5 obrital signs
3. Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
a. TSH serum (biasanya menurun)
b. T3, T4 (biasanya meningkat)
c. Free T4
d. Test darah hormon tiroid
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Biopsi
b. Melakukan pengukuran, dengan:
Menggunakan Indeks Wayne:

Kelompok Tutorial II 41
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Interpretasi:
³ 19 = Tirotoksikosis
11 – 18 = Tidak jelas (equivocal)
< 11 = Eutiroid

Menggunakan Indeks New Castle:

Interpretasi:
³ 40 = Tirotoksikosis
24 – 39 = Meragukan
< 24 = Eutiroid
c. USG
(Suthahjo, 2010)

7) Apa diagnosis banding pada kasus ini?


Jawab:
Grave disease  Diffusa

Kelompok Tutorial II 42
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

 Biasanya kecil
 Autoimun ditandai dengan gejala
hipertiroidisme,
 Bertumbuh dalam minggu atau bulan
 Ditemukan pada umur <45 tahun
 Selalu ada hubungan dengan cepat
timbulnya hipertiroid
 Histologis dan autoradiografis : semua
folikel sama memperhatikan metabolism
yang hebat dan besar, sel epitel columnar
 Gejala :
Exopthalmus, Lima orbital sign (+),
takikardi, tekanan darah meningkat
(sistolik), tirotoksitosis, goiter, bruit(+)
Pada struma toksik ; keringat berlebihan,
kulit basah, tremor.

Struma multinodular  Diffusa pada permulaan, kemudain


toksik menjadi multinoduler
(sindrom Marine Lenhart)  Dapat tumbuh besar sekali
 Bertumbuh pelan, kadang-kadang sesudah
bertahun-tahun
 Ditemukan >50 tahun
 Sering eutiroid, hipertiroid timbul sesudah
bertahun-tahun
 Folikel sangat heterogen dalam besar,
bentuk sel folikuler dan intensitas
pengembalian yodium
(Sjamsuhidayat. 2010)

8) Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus ini?


Jawab:
a.Biopsi

Kelompok Tutorial II 43
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

b. Melakukan pengukuran, dengan:


Menggunakan Indeks Wayne:

Interpretasi:
³ 19 = Tirotoksikosis
11 – 18 = Tidak jelas (equivocal)
< 11 = Eutiroid

Menggunakan Indeks New Castle:

Kelompok Tutorial II 44
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Interpretasi:
³ 40 = Tirotoksikosis
24 – 39 = Meragukan
< 24 = Eutiroid
c. Free T4
Dengan mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara
metabolik aktif
d. USG
e. RAI
Untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan
mengubah iodida
(Suthahjo, 2010)

9) Apa diagnosis pasti pada kasus ini?


Jawab:
Tirotoksikosis et causa Grave’s disease
10) Apa etiologi pada kasus ini?

Kelompok Tutorial II 45
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Jawab:
Penyakit Graves merupakan suatu penyakit otoimun yaitu saat tubuh
menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu
sendiri, maka penyakit ini dapat timbul secara tiba-tiba dan penyebabnya masih
belum diketahui.2,6. Hal ini disebabkan oleh autoantibodi tiroid (TSHR-Ab)
yang mengaktifkan reseptor TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid sintesis
dan sekresi hormon, dan pertumbuhan tiroid (menyebabkan gondok membesar
difus). Keadaan yang dihasilkan dari hipertiroidisme bisa menyebabkan
konstelasi dramatis tanda neuropsikologis dan fisik dan gejala.
Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating
antibodies pada penderita Graves’ hipertiroidisme yang berikatan dan
mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi sintesa dan
pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit ini
disebabkan oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan.
Terdapat beberapa faktor predisposisi :
1. Genetik
Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi
umum untuk terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian
kromosom ke-6 (6p21.3) ekspresinya mempengaruhi perkembangan
penyakit autoimun ini. Molekul HLA terutama klas II yang berada pada
sel T di timus memodulasi respons imun sel T terhadap reseptor limfosit
T (T lymphocyte receptor/TcR) selama terdapat antigen. Interaksi ini
merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T
supresor limfosit atau faktor supresi yang tidak spesifik (IL-10 dan TGF-
β) mempunyai aktifitas yang rendah pada penyakit autoimun kadang
tidak dapat membedakan mana T helper mana yang disupresi sehingga T
helper yang membentuk antibodi yang melawan sel induk akan eksis dan
meningkatkan proses autoimun. 2
2. Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun
oleh estrogen. Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR
homolog dengan fragmen pada reseptor LH dan homolog dengan
fragmen pada reseptor FSH.

Kelompok Tutorial II 46
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

3. Status gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan
prevalensi timbulnya penyakit autoantibodi tiroid.
4. Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat
jalur neuroendokrin.
5. Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium.
6. Toxin, infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia enterocolitica yang
mempunyai protein antigen pada membran selnya yang sama dengan
TSHR pada sel folikuler kelenjar tiroid diduga dapat mempromosi
timbulnya penyakit Graves’ terutama pada penderita yang mempunyai
faktor genetik. Kesamaan antigen bakteri atau virus dengan TSHR atau
perubahan struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar tiroid
karena mutasi atau biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator
inflamasi menjadi penyebab timbulnya autoantibodi terhadap tiroid dan
perkembangan penyakit ini.
7. Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hipertiroid.
8. Pada sindroma defisiensi imun (HIV), penggunaan terapi antivirus dosis
tinggi highly active antiretroviral theraphy (HAART) berhubungan
dengan penyakit ini dengan meningkatnya jumlah dan fungsi CD4 sel T.
9. Multipel sklerosis yang mendapat terapi Campath-1H monoclonal
antibodi secara langsung, mempengaruhi sel T yang sering disertai
kejadian hipertiroid.
10.Terapi dengan interferon α
(Sudoyo, dkk. 2009)
Graves Disease merupakan suatu penyakit autoimun yaitu saat tubuh
menghasilkan antibody yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu
sendiri, maka penyakit ini dapat timbul scara tiba-tiba dan penyebabnya masih
belum diketahui. Hai ini disebabkan oleh autoantibody tiroid (TSHR-Ab) yang
mengaktifkan reseptor TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid dan sekresi
hormone dan pertumbuhan tiroid. Adanya antigen IgG sebagai tyroid
stimulating antibody pada penderita GD yang berkaitan dan mengaktifkan
reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi sintesa pada pelepasan
hormone tiroid. Antibodi yang bereaksi dengan reseptor TSH atau membrane

Kelompok Tutorial II 47
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

plasma tyroid sebagai akibat ini antibody tersebut dapat merangsang fungsi
tiroid tergantung pada TSH hipofisis, yang dapat mengakibatkan
hipertiroidisme. Imunoglobulin yang merangsang tyroid ini mungkin disebabkan
suatu kelainan imunitas yang bersifat herediter yang memungkinkan kelompok
limfosit tertentu dapt bertahan, berkembang biak dan dapat mensekresikan
immunoglobulin stimulator sebagai respon terhadap beberapa factor perangsang.
(Price&Wilson. 2005)

11) Bagaimana tatalaksana komprehensif pada kasus ini?


Jawab:
Tatalaksana kondisi hipertiroid
a. Farmakologi
Hipertiroid dapat diberikan obat antitiroid golongan tionamid.
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil yang
dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol yang
dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol. Mekanisme kerja
obat antitiroid bekerja dengan dua efek, yaitu efek intra dan ekstratiroid.
Mekanisme aksi intratiroid adalah menghambat oksidasi dan
organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosis, mengubah
struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin
sehingga mencegah atau mengurangi biosintesis hormon tiroid T3 dan
T4.  
Mekanisme aksi ekstratiroid adalah menghambat konversi T4
menjadi T3 di jaringan perifer. Obat yang bekerja dengan mekanisme
aksi ekstratiroid adalah propiltiourasil (PTU). Dosis PTU dimulai degan
3x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol 20-40 mg/hari dengan dosis
terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah itu dosis dapat diturunkan
atau dinaikkan sesuai respon klinis dan biokimia. Jika ditemukan dosis
awal belum memberikan perbaikan klinis, dosis dapat dinaikan bertahap
hingga dosis maksimal, sementara jika dosis awal sudah memberi
perbaikan klinis maupun biokimia, dosis diturunkan hingga dosis terkecil
PTU 50 mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat

Kelompok Tutorial II 48
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

mempertahankan keadaan eutiroid dan kadar T4 bebas dalam batas


normal. Pemilihan PTU dan metimazol dapat disesuaikan dengan kondisi
klinis karena berdasarkan kemampuan menghambat penurunan segera
hormon tiroid di perifer, PTU lebih direkomendasikan
(Palacios. 2012)
(Brunton, dkk. 2012)
 
b. Nonfarmakologi
Pada terapi nonfarmakologi, penderita hipertiroid dapat diedukasi
untuk diet tinggi kalori dengan memberikan kalori 2600-3000 kalori per
hari baik dari makanan main dari suplemen, konsumsi protein tinggi 100-
125 gr (2,5 gr/kg BB) per hari untuk mengatasi proses pemecahan
protein  jaringan seperti susu dan telur, olah raga teratur, serta
mengurangi rokok, alkohol, dan kafein yang dapat meningkatkan kadar
metabolisme.
(Palacios. 2012)

Tatalaksana Grave’s disease


a. Farmakologi
Obat Anti Tiroid
Pengobatan jangka panjang dengan obat anti tioid, seperti PTU atau
methimazol, paling sedikit selama 1 tahun. Penyekat beta seperti
propanolol diberikan bersamaan dengan obat-obat antitiroid. Karena
manifestasi klinis hipertiroidisme adalah akibat dari pengaktifan simpatis
yang dirangsang oleh hormone tiroid, maka manifestasi klinis tersebut
akan berkurang dengan pemberian penyekat beta, penyekat beta
menurunkan takikardia, kegelisahan dan keringat yang berlebihan.
Propanolol juga menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi
triyodotironin.
(Katzung. 2012)
b. Nonfarmakologi
Pembedahan

Kelompok Tutorial II 49
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Pada penderita dengan kelenjar gondok yang besar atau dengan


goiter multinoduler maka tiroidektomi subtotal merupakan pilihan. Operasi
baru bisa dikerjakan setelah euthyroid dan dua minggu sebelum operasi
penderita diberikan solutio lugol dengan dosis 5 tetes dua kali sehari.
Pemberian solutio lugol bertujuan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar
sehingga akan mempermudah jalannya operasi. Pada sebagian penderita
Graves’ disease membutuhkan suplemen hormone tiroid setelah dilakukan
tiroidektomi. Komplikasi pembedahan adalah hipoparatiroidisme dan
terjadi kerusakan pada nervus recurrent laryngeal.
Indikasi operasi adalah :
a. Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan
dengan Obat Anti Tiroid.
b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan Obat Anti
Tiroid dosis tinggi.
c. Alergi terhadap Obat Anti Tiroid, pasien tidak bisa menerima iodium
radioaktif.
d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
e. Pada penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.
Radioaktif Iodine (RAI)
Tindakan ini bertujuan untuk menghilangkan kelenjar tiroid yang
hiperaktif. Dengan menggunakan I 131, setelah menggunakan iodine
radioaktif, kelenjar akan mengecil dan menjadi eutiroid setelah 6-12
minggu. Pada orang tua dan mempunyai penyakit dasar jantung,
tirotoksikosis yang berat atau ukuran kelenjar yang besar (>100 gr) harus
diterapi dengan methimazole sampai eutiroid dulu kemudian methimazole
di stop selama 5-7 hari baru diterapi dengan I 131.
(Sulistia, dkk. 2001)

Tatalaksana oftalmopati:
1. Pengobatan Medis
Pada keadaan ringan bisa menunggu sampai keadaan eutiroid tercapai,
dimana pada sebagian besar penderita akan mengalami perbaikan,

Kelompok Tutorial II 50
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

walaupun tidak merupakan perbaikan total. Orbitopati fase akut


menonjolkan neuropati optik kompresif biasanya ditangani dengan
kortikosteroid prednison dengan dosis awal 1-1,5 mg/kg. dosis tersebut
dipertahaknkan selama 2-4 minggu. Dosis kemudian diturunkan sesuai
kemampuan pasien, berdasarkan respon klinis dari fungsi saraf optik.
Walaupun efektif pada pembalikan kompresi saraf optik prednisone pada
tahap ini tidak ditoleransi baik. Pada kasus berat, kortikosteroid masih
merupakan pilihan pertama baik oral, injeksi intavena, dan injeksi
periorbital triamnicolon. Beberapa obat immunosupresan juga telah dicoba
pada kasus berat seperti cyclosporine, azatioprin, siklofasmid. Cyclosporin
digunakan bersamaan dengan kortikosteroid guna mencegah
memburuknya oftalmopati pada penderita yang akan mendapat
pengobatan.
(Sulistia, dkk. 2001)
2. Radiasi
Seperti kortikosteroid, terapi radiasi paling efektif pada tahun pertama
ketika perubahan fibrotic yang signifikan belum terjadi. Perbaikan
diharapkan selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah terapi radiasi, namun
dapat berlanjut hingga 1 tahun.
3. Operasi
Bila terapi diatas tidak memperbaiki kondisi ofthalmopati, dapat dilakukan
pembedahan. Namun pembedahan harus ditunda hingga penyakit telah
stabil, kecuali jika intervensi darurat dibutuhkan untuk membalikkan
hilangnya penglihatan, disebabkan olej neuropati optik kompresif atau
pemaparan kornea tidak responsif pada pengukuran medis maksimal.
(Sjamsuhidajat. 2010)

12) Apa prognosis pada kasus ini?


Jawab:
Dubia et bonam
13) Apa komplikasi pada kasus ini?
Jawab:

Kelompok Tutorial II 51
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Grave’s disease dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea,


esophagus dan juga pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia
yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta
cairan dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara
menjadi serak atau parau. Struma Difussa toksik atau Grave’s disease dapat juga
menimbulkan kematian jika terjadi kesulitan bernafas.
(Sjamsuhidayat. 2010)
Komplikasi dari tirotoksikosis:
1. Krisis tiroid (thyroid storm), merupakan suatu keadaan akut berat yang
dialami oleh penderita tirotoksikosis. Biasanya dipicu oleh faktor stress,
infeksi berat, operasi, dan lain-lain. Gejala klinik yang khas adalah
hiperpireksia, mengamuk, dan tanda-tanda hipertiroid berat yang terjadi
secara tiba-tiba.
2. Periodic Paralysis Thyrotocsicosis (PPT), terjadinya kelumpuhan secara
tiba-tiba pada penderita hipertiroid dan biasanya hanya bersifat sementara.
Dasar terjadinya komplikasi ini adalah adanya hipokalemia akibat kalium
terlalu banyak masuk kedalam sel otot.
(Shahab, A. 2010)

14) Apa KDU pada kasus ini?


Jawab:
3B
Lulusan dokter umum mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh
dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter
dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis
yang relevan (kasus gawat darurat).
(Konsil Kedokteran Indonesia. 2012)

15) Apa NNI pada kasus ini?


Jawab:

Kelompok Tutorial II 52
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Artinya : Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.
(QS. Al-baqarah: 45)
“Dari Abu Hurairah r.a. Nabi Muhammad SAW. Bersabda : Tidaklah seorang
muslim ditimpa musibah, kesusahan, kesedihan, penyakit, gangguan menumpuk
pada dirinya kecuali Allah SWT hapuskan akan dosa-dosanya”.
(HR. Bukhari dan Muslim)

2.6 Kesimpulan
Ny. Tini, perempuan, 35 tahun mengalami benjolan di leher kanan dengan
keluhan keringat berlebih, mudah cemas, mudah tersinggung, dan telapak tangan
sering basah akibat tirotoksikosis karena menderita Grave’s disease.

2.7 Kerangka Konsep

Faktor risiko: umur dan jenis kelamin

Kelompok Tutorial II 53
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Gangguan Autoimun

Gangguan sekresi hormone tiroid meningkat

Hormone tiroid dalam darah meningkat Benjolan pada leher

Tirotoksikosis

Hipermetabolisme

Keringat berlebih, Dada berdebar Mudah cemas, Tremor


tangan lembab mudah
tersinggung

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an.

Kelompok Tutorial II 54
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Al-Hadist.

Amory, JK., Irl BH. 2011. Hyperthyroidism from Autoimmune Thyroiditis in a Man
with Type 1 Diabetes Mellitus: a Case Report.  Journal of Medical Case
Reports 5:277

Bartalena, L. 2009. Tanda OphthalmopathyGraves. 360: 994-1001.N Engl J Med.

Bickley, Lynn S., 2012. BATES: Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Brunton, Laurence.L, dkk., 2012. Goodman & Gilman Manual Farmakologi dan
Terapi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Djokomoeljanto, R. 2009. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme dalam


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed. V. Jakarta: Interna Publishing

Eroschenko, Victor P., 2014. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ganong, William F., 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Guyton & Hall., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Guyton, C.Arthur&Hall E John., 2014. Buku Ajar Fisiologi Keokteran Edisi ke-12.
Singapura: Saunders ElSevier.

Katzung, Bertam G. dkk., 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi ke-12. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Konsil Kedokteran Indonesia., 2012. Standar Kompetensi Dokter Umum Indonesia.


Jakarta Selatan : Konsil Kedokteran Indonesia.

Kumar, Vinay.dkk., 2007. ROBBINS: Buku Ajar Patologi Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Murray, K. Robert, dkk., 2006. Biokimia Harper Edisi ke-27. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Kelompok Tutorial II 55
Laporan Tutorial Skenario A Blok XII

Palacios, SS. Eider, PC. Juan, CG. 2012. Management of Subclinical Hyperthyroidism.
International Journal of Endocrinology and  Metabolism April 2012; 10(2):
490-496

Paulsen, F & Waschke., 2010. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Jilid II. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Price, Sylvia.A&Wilson, L.M., 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi ke-6. Jakarta. EGC.

Schteingart, David .E. 2012. Gangguan Kelenjar Tiroid dalam Buku Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Vol. 2. Jakarta: EGC

Shahab, A. 2010. Penyakit Graves (Struma Difusa Toksik), Diagnosis dan


Penatalaksanaannya. Jakarta: PIKKI

Silbernagi, Stefan. 2006. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Sjamsuhidajat & Jong WD., 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Snell, Richard S., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sudoyo, Aru. dkk., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing

Sulistia, Ganiswarna.dkk., 2001. Farmakologi dan Terapi Edisi ke-4. Jakarta: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Supadmi, Sri.dkk., 2007. HUBUNGAN HIPERTIROID DENGAN AKTIVITAS KERJA


PADA WANITA USIA SUBUR Balai Penelitian Pengembangan Gangguan Akibat
Kekurangan Iodium Magelang, Jawa Tengah. Berita Kedokteran Masyarakat,
Vol. 23, No. 3. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM.

Kelompok Tutorial II 56

Anda mungkin juga menyukai