Anda di halaman 1dari 4

Edema SOL

CSF TIK
Kejang
CBV
vaskular/stenosis
Hipoksia
CBF AR CPP otak/hernia
Efek pada otak

Kejang CMR CO2R

Temp PaCO MABP


Anestesi dan eratur 2
obat adjuvan Efek sistemik

Fig. 4.1 Fisiologi dan patofisiologi intrakranial terkait penggunaan anestesi dan obat
adjuvan. Interaksi antara efek otak dengan efek sistemik dari anestesi dan obat
adjuvan harus dipertimbangkan. Perbaikan kesetimbangan antara pasokan dan
kebutuhan oksigen serta pencegahan hipertensi intrakranial merupakan kunci untuk
mencegah hipoksia pada jaringan otak atau iskemia dan herniasi otak dan juga untuk
mencapai hasil yang lebih baik. AR, autoregulasi; CBF, aliran darah pada otak; CBV,
cerebral blood volume; CMR, cerebral metabolic rate; CO2R, cerebral reactivity to
CO2; TIK, tekanan intrakranial; MABP, mean arterial blood pressure; SOL, Space
Occupying Lession; Temp, temperatur/suhu.
Tabel 4.1 Ringkasan Efek Anestesi Inhalasi pada Aliran Darah Otak,
Laju Metabolisme Otak, dan Tekanan Intrakranial
Aliran Darah Otak Laju Metabolisme Tekanan
Otak Intrakranial
N2O ↑↑ ↑ atau → ↑↑
Xenon ↓ (abu) ↑ (putih) ↓ ↑ atau →
Isofluran ↑ atau → ↓↓ → atau atau ↑
Sevofluran ↓ atau → atau→ ↓ atau ↓↓ → atau atau ↑
Desfluran ↓ atau ↑ ↓↓ ↑ atau →

Konsentrasi subanestesi N2O (20%) meningkatkan rCBF dan rCMF pada


korteks cinguli anterior, dengan efek berlawanan yang terjadi pada cinguli posterior,
hipokampus, girus parahipokampus, dan korteks penglihatan. N2O 30%
meningkatkan CBF pada substansi abu-abu/korteks otak sebesar 22% tanpa disertai
perubahan pada CMRO2 otak. Pada konsentrasi N2O sebesar 50% rCBF dan rCBV
meningkat pada pada semua bagian korteks, walaupun peningkatan rCBF tidak
terlihat signifikan di daerah ganglia basalis. Laju metabolisme otak besar untuk
glukosa (Cerebral Metabolic Rate of Glucose [CMRg]) tidak berubah dengan
konsentrasi N2O 50%, namun metabolisme regional mengalami perubahan; CMRg
(Cerebral Metabolic Rate of Glucose) regional meningkat pada ganglia basalis dan
talamus, efek ini terjadi saat 1 jam setelah penghentian N2O.
Ketika N2O ditambahkan ke anestesi inhalasi, dapat meningkatkan CBF,
namun CMR akan meningkat atau tidak berubah sama sekali. Bukti tidak langsung –
pengukuran Vmca – telah menunjukan bahwa N2O dapat meningkatkan CBF. Pada
pasien dengan tumor otak, N2O meningkatkan Vmca, namun peningkatan tersebut
dapat berbalik arah jika terjadi hiperventilasi.
Penambahan N2O 70% ke obat anestesi dengan propofol (isoelektrik EEG)
pada pasien bedah non-saraf menghasilkan peningkatan pada Vmca sebesar 20%
yang disertai dengan peningkatan penggunaan oksigen dan glukosa yang
berhubungan dengan aktivasi EEG. Sebuah penilitian PET pada manusia menunjukan
bahwa N2O sebesar 70% dapat menetralkan hampir seluruh reduksi rCBF dan
beberapa reduksi rCMRO2 yang dihasilkan oleh propofol pada dosis anestesi klinis
(aktivitas EEG masih berlangsung). Kebalikannya, pada penelitian yang dilakukan
terhadap hewan, dosis tinggi tiamilal atau pentobarbital telah menunjukan dapat
menetralkan peningkatan CBF atau CMRO2 yang diinduksi oleh N2O. penelitian
tentang metabolisme regional pada tikus menunjukan bahwa N 2O 67% tidak
mengubah laju metabolik otak lokal glukosa (local Cerebral Metabolic Rate of
Glucose [lCMRg]), dengan EEG yang hampir isoelektrik oleh pentobarbital. Entah
apakah perbedaan modifikasi peningkatan CBF ata CMR yang diinduksi oleh N 2O
disebabkan oleh perbedaan metode, spesies, atau rentang dosis anestesi.
Peningkatan TIK yang disebabkan oleh N2O telah berkali-kali
didemonstrasikan. Peningkatan TIK dapat diminimalisir dengan pemberian awal
tiopental, diazepam, atau morfin, atau dengan menginduksi hipokapnea. Lebih
disarankan untuk menggunakan hipokapnea, obat-obat yang menimbulkan efek
vasokonstriksi pada otak, atau keduanya, ketika N2O diberikan, terutama pada pasien
dengan pengurangan kompliansi intrakranial.
Beberapa peneliti telah menyebutkan bahwa N2O memiliki unsur neurotoksik
berdasarkan data yang diambil dari eksperimen yang dilakukan terhadap hewan.
Telah dibuktikan bahwa blokadean reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) selama
sinaptogenesis pada otak yang belum matur dapat mendukung terjadinya degredasi
saraf. Efek ini terjadi tidak hanya pada kasus anestesi dengan unsur blokade reseptor
NMDA (N2O, xenon, dan ketamin), namun juga pada unsur yang berperan sebagai
modulator resepor asam gamma-aminobutirat (GABA) (propofol, midazolam,
golongan barbiturat, dan isofluran). Namun, antagonis reseptor NMDA telah
dibuktikan dapat melindungi pasien dari iskemia otak. N 2O dapat bersifat
neuroprotektif dan neurotoksik. Pada manusia. Analisis uji lanjutan pada data yang
diambil sebagai bagian dari Hipotermia Intraoperatif untuk Intraoperative
Hypothermia for Aneurysm Surgery Trial (IHAST) tidak menunjukan adanya efek
yang merugikan pada hasil neuropsikologis atau neurologis kasar jangka panjang
dengan pemakaian N2O selama pembedahan clipping pada kasus aneurisma otak.
N2O memperbesar volume potensi ruang udara, maka pemakaiannya dilarang
pada pasien dengan kompartemen udara intrakranial atau intravaskular. Selain itu,
insiden terjadinya mual dan muntah-muntah terlihat meningkat pada pasien yang
terpapar N2O selama lebih dari 1 jam, yang mana menyebabkan pelarangan
penggunaan N2O pada pasien bedah saraf. Karena obat yang menyediakan analgesik
yang mudah dikontrol telah tersedia, seperti remidentanil, penggunaan N 2O pada
anestesi bedah saraf telah berkurang.

Anda mungkin juga menyukai