Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MATERNITAS

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ketuban Pecah Dini (KPD)

Disusun Oleh :

Latifa Hidayani Abas, S.Kep

1941313015

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat
tanda-tanda persalinan dimulai dan ditunggu 1 jam belum terjadi inpartu
terjadi pada pembukaan <4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan
cukup waktu atau kurang waktu (Winkjosastro, 2011). Hal ini dapat terjadi
pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD
preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang
memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya
melahirkan.
2. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan
tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada
faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun
faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang
menjadi faktor risiko menurut (Rukiyah, 2010; Manuaba, 2009;
Winkjosastro, 2011) adalah : infeksi, serviks yang inkompeten, ketegangan
intra uterine, trauma, kelainan letak janin, keadaan sosial ekonomi,
peninggian tekanan intrauterine, kemungkinan kesempitan panggul,
korioamnionitis, faktor keturunan, riwayat KPD sebelumnya, kelainan
atau kerusakan selaput ketuban dan serviks yang pendek pada usia
kehamilan 23 minggu.
a. Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini disebabkan oleh
karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya
tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat
berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini
merupakan masalah kontroversi obstetrik (Rukiyah, 2010).
b. Inkompetensi Serviks
Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk
menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks)
yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-
tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin
yang semakin besar. Inkompetensi serviks adalah serviks dengan
suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan
trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti
dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarya hasil
konsepsi (Manuaba, 2009).
c. Tekanan intrauterin berlebihan
Tekanan intrauterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini,
misalnya : Trauma (hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
amniosintesis), Gemelli (Kehamilan kembar adalah suatu
kehamilan dua janin atau lebih). Pada kehamilan gemelli terjadi
distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena
jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung
(selaput ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada
yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan
mudah pecah.
d. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram
sehingga menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over
distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah
sehingga menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban
menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang,
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
e. Hidramnion atau polihidramnion

Hidramnion adalah jumlah cairan amnion > 2000 mL.


Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat
banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan
amnion terjadi secara berangsur-angsur. Pada Hidramnion akut,
volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami
distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja (Winkjosastro,
2011).
3. Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini
a. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden
sehari-hari, namun pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan
dapat membahayakan kehamilannya hendaklah dihindari untuk
menjaga keselamatan ibu maupun janin. Kejadian ketuban pecah
sebelum waktunya dapat disebabkan oleh kelelahan dalam bekerja.
Hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi ibu-ibu hamil agar selama
masa kehamilan hindari/kurangi melakukan pekerjaan yang berat
(Abdul, 2010)
Menurut penelitian Abdullah (2012) Pola pekerjaan ibu
hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja fisik pada
saat hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga
jam perhari dapat berakibat kelelahan. Kelelahan dalam bekerja
menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban
pecah dini. Pekerjaan merupakan suatu yang penting dalam
kehidupan, namun pada masa kehamilan pekerjaan yang
berat dan dapat membahayakan kehamilannya sebaiknya
dihindari untuk menjaga keselamatan ibu dan janin.
Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari
penyebab terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
kematian. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai
angka kematian maternal lebih tinggi, risiko pada paritas 1 dapat
ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko
pada paritas tinggi dapat dikurangi/ dicegah dengan keluarga
berencana (Wiknjosastro, 2011).

b. Umur

Umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat


berulang tahun. Semakin cukup umur,tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja
(Santoso, 2013). Dengan bertambahnya umur seseorang maka
kematangan dalam berpikir akan semakin baik sehingga akan
termotivasi dalam pemeriksaan kehamilan untuk mencegah
komplikasi pada masa persalinan.
Menurut Mundi (2007) umur dibagi menjadi 3 kriteria yaitu
< 20 tahun, 20-35 tahun dan > 35 tahun. Usia reproduksi yang
aman untuk kehamilan dan persalinan yaitu usia 20-35 tahun
(Winkjosastro, 2011). Pada usia ini alat kandungan telah matang
dan siap untuk dibuahi, kehamilan yang terjadi pada usia < 20
tahun atau terlalu muda sering menyebabkan komplikasi/ penyulit
bagi ibu dan janin, hal ini disebabkan belum matangnya alat
reproduksi untuk hamil, dimana rahim belum bisa menahan
kehamilan dengan baik, selaput ketuban belum matang dan mudah
mengalami robekan sehingga dapat menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini. Sedangkan pada usia yang terlalu tua atau > 35
tahun memiliki resiko kesehatan bagi ibu dan bayinya
(Winkjosastro, 2011). Keadaan ini terjadi karena otot-otot dasar
panggul tidak elastis lagi sehingga mudah terjadi penyulit
kehamilan dan persalinan. Salah satunya adalah perut ibu yang
menggantung dan serviks mudah berdilatasi sehingga dapat
menyebabkan pembukaan serviks terlalu dini yang menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini.
c. Riwayat Ketuban Pecah Dini
Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami
KPD kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah
akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membran
sehingga memicu terjadinya KPD aterm dan KPD preterm
terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami KPD
pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan
berikutnya akan lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4
kali dari pada wanita yang tidak mengalami KPD sebelumnya,
karena komposisi membran yang lebih rentan rapuh dan
kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan
berikutnya.
d. Usia Kehamilan
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini
bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi prematur, hipoksia
karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya
insiden Sectio Caesaria, atau gagalnya persalinan normal.
Persalinan prematur setelah ketuban pecah biasanya segera disusul
oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada
kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah.
Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24
jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi
dalam 1 minggu.
Usia kehamilan pada saat kelahiran merupakan satu-
satunya alat ukur kesehatan janin yang paling bermanfaat dan
waktu kelahiran sering ditentukan dengan pengkajian usia
kehamilan. Pada tahap kehamilan lebih lanjut, pengetahuan yang
jelas tentang usia kehamilan mungkin sangat penting karena
dapat timbul sejumlah penyulit kehamilan yang
penanganannya bergantung pada usia janin. Periode waktu dari
KPD sampai kelahiran berbanding terbalik dengan usia kehamilan
saat ketuban pecah. Jika ketuban pecah pada trimester III hanya
diperlukan beberapa hari saja hingga kelahiran terjadi dibanding
pada trimester II.
e. Cephalopelvic Disproportion(CPD)
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam
kelangsungan persalinan, tetapi yang tidak kalah penting ialah
hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu. Partus lama
yang sering kali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil,
dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi
intrapartum. Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara
pemeriksaan yang penting untuk mendapat keterangan lebih
banyak tentang keadaan panggul (Prawirohardjo, 2010).
4. Patogenesis Ketuban Pecah Dini
Prawirohardjo (2011), mengatakan Patogenesis KPD berhubungan
dengan hal-hal berikut:
a. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum
ketuban pecah dini. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis,
servisitis, dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan
hipermotilitas rahim ini.
b. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
c. Infeksi (amnionitis atau koroamnionitis)

d. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah : multipara,


malposisi, serviks inkompeten, dan lain-lain.
e. Ketuban pecah dini artificial (amniotomi), dimana ketuban
dipecahkan terlalu dini.
5. Diagnosis KPD
Menurut Prawirohardjo (2011) cara menentukan terjadinya KPD
dengan :
a. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekoneum, verniks kaseosa,
rambut lanugo atau berbau bila telah terinfeksi.
b. Inspekulo : lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar
dari kanalis serviks dan apakah ada bagian yang sudah pecah
c. Gunakan kertas lakmus (litmus) : bila menjadi biru (basa) berarti
air ketuban, bila menjadi merah (merah) berarti air kemih (urine)
d. Pemeriksaan pH forniks posterior pada KPD, pH adalah basa (air
ketuban)
e. Pemeriksaan histopatologi air ketuban.
6. Pengaruh KPD
Pengaruh KPD menurut Prawirohardjo (2011) yaitu:
a. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi
tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi
intrauterin lebih dahulu terjadi (aminionitis,vaginitis) sebelum
gejala pada ibu dirasakan, jadi akan meningkatkan mortalitas dan
morbiditas perinatal. Dampak yang ditimbulkan pada janin
meliputi prematuritas, infeksi, malpresentasi, prolaps tali pusat dan
mortalitas perinatal.
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah
dini. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm.
Secara umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten (Mochtar, 2011).
Pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan
antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin
sedikit air ketuban, janin semakin gawat. Ketuban pecah dini yang
terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
kelainan yang disebabkan kompresi muka dan anggota badan
janin, serta hipoplasi pulmonal (Mochtar, 2011).
b. Terhadap ibu
Pada ibu terjadi korioamnionitis. Karena jalan telah
terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartum, apalagi terlalu
sering diperiksa dalam, selain itu juga dapat dijumpai infeksi
peurpuralis (nifas), peritonitis dan seftikemia, serta dry-labor.
Ibu akan merasa lelah karena terbaring ditempat tidur, partus
akan menjadi lama maka suhu tubuh naik, nadi cepat dan
nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal-hal di atas akan
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pada ibu.
Dampak yang ditimbulkan pada ibu adalah partus lama,
perdarahan post partum, atonia uteri dan infeksi nifas.
7. Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara penatalaksanaan
dan komplikasi-komplikasi dari kehamilan (Mochtar, 2011). Prognosis
untuk janin tergantung pada :
a. Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500 gram
mempunyai prognosis yang lebih jelek dibanding bayi lebih besar.
b. Presentasi : presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek ,
khususnya jika bayinya premature.
c. Infeksi intrauterin meningkatkan mortalitas janin.
d. Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah,
semakin tinggi insiden infeksi.
8. Komplikasi
Komplikasi yang tim bul akibat ketuban pecah dini bergantung
pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal,
persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden SC, atau gagalnya persalinan normal (Mochtar,
2011).
9. Penatalaksaan
1) Pencegahan
a. Obati infeksi gonokokus, klamidi, dan vaginosis bacterial
b. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung
untuk mengurangi atau berhenti.
c. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil
d. Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trisemester
akhir bila ada faktor predisposisi.
2) Panduan mengantisipasi: jelaskan pasien yang memiliki riwayat
berikut ini saat prenatal bahwa mereka harus segera melapor bila
ketuban peccah.
3) Kondisi yang menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan
prolaps tali pusat:
a. Letak kepala selain vertex
b. Polihidramnion
c. Herpes aktif
d. Riwayat infeksi streptokus beta hemolitiukus sebelumnya.
4) Bila ketuban telah pecah
a. Anjurkan pengkajian secara saksama. Upayakan mengetahui waktu
terjadinya pecahnya ketuban
b. Bila robekan ketuban tampak kasar:
(a) Saat pasien berbaring terlentang, tekan fundus untuk melihat
adanya semburan cairan dari vagina.
(b) Basahai kapas asupan dengan cairan dan lakukan pulasan pada
slide untuk mengkaji ferning di bawah mikroskop.
(c) Sebagian cairan diusapkan ke kertas Nitrazene. Bila positif,
pertimbangkan uji diagnostik bila pasien sebelumnya tidak
melakukan hubungan seksual tidak ada perdarahan dan tidak
dilakukan pemeriksaan pervagina menggunakan jeli K-Y.
c. Bila pecah ketuban dan/ atau tanda kemungkinan infeksi tidak
jelas, lakukan pemeriksaan pekulum steril.
(a) Kaji nilai bishop serviks (lihat Nilai Bishop).
(b) Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi.
(c) Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang
dipulaskan pada slide untuk mengkaji ferning di bawah
mikroskop.
d. Bila usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit
Herpes Tipe 2, rujuk ke dokter.
5) Penatalaksanaan konservatif
a. Kebanyakan persalinan dimulai dalam 24-72 jam setelah ketuban
pecah.
b. Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan
ke vagina, kecuali spekulum steril, jangan melakukan pemeriksaan
vagina.
c. Saat menunggu, tetap pantau pasien dengan ketat.
(a) Ukur suhu tubuh empat kali sehari; bila suhu meningkat secara
signifikan, dan/ atau mencapai 380 C, berikan macam antibiotik
dan pelahiran harus diselesaikan.
(b) Observasi rabas vagina: bau menyengat, purulen atau tampak
kekuningan menunjukan adanya infeksi.
(c) Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan
perubahan apa pun
6) Penatalaksanaan persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah
a. Pesalinan spontas
(a) Ukur suhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan antibiotik bila
ada demam
(b) Anjurkan pemantauan janin internal
(c) Beritahu dokter spesialis obstetri dan spesialis anak atau
praktisi perawat neonatus
(d) Lakukan kultur sesuai panduan
b. Indikasi persalinan
(a) Lakukan secara rutin setelah konsultasi dengan dokter
(b) Ukur suhu tubuh setiap 2 jam
(c) Antibiotik : pemberian antibiotik memiliki beragam panduan,
banyak yang memberikan 1-2 g ampisilin per IV atau 1-2 g
Mefoxin per IV setiap 6 jam sebagai profilakis. Beberapa
panduan lainnya menyarankan untuk mengukur suhu tubuh ibu
dan DJJ untuk menentuan kapan antibiotik mungkin
diperlukan.
10. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna,
konsentrasi, bau dan PHnya. Cairan yang keluar dari vagina kecuali air
ketuban mungkin juga urine atu secret vagina, sekret vagina ibu hamil
pH: 4,5 dengan kertas nitrazin tidak berubah warna tetap kuning. Tes
lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). Ph air ketuban 7-7,5 darah
dan infeksi vagina dapat menghaslkan tes yang positif palsu.
Mikroskop (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun psikis.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri pada kasus KPD terlihat jumlah cairan
ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidroamion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak
macam dan caranya, namun pada umunya KPD sudah bisa terdiagnosis
dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana (Sujiyatini, 2009).
11. WOC
B. TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas ibu
b) Riwayat penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang ;ibu dating dengan pecahnya
ketuban sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan
atau tanpa komplikasi
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan amnion
2) Sintesi ,pemeriksaan pelvis dan hubungan seksual
3) Infeksi vagiana /serviks oleh kuman sterptokokus
4) Selaput amnion yang lemah/tipis
5) Posisi fetus tidak normal
6) Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang
serviks yang pendek
7) Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi
c) Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
1) Mata perlu diperiksa dibagian skelra,konjungtiva
2) Hidung : ada atau tidaknya pembebngkakan konka nasalis.
Ada /tidaknya hipersekresi mukosa
3) Mulut : gigi karies/tidak ,mukosa mulut kering dan warna
mukosa gigi,
4) Leher berupa pemeriksaan JVP, KGB dan tiroid
b. Dada
1) Troraks
Inspeksi : kesimetrisan dada, jenis pernapasan toraka
abdominal dan tidak ada retraksi dinding
dada. Frekuensi pernapasan normal.
Palpasi : payudara tidak ada pembengkakan
Auskultasi : terdengar Bj 1 dan II di IC kiri/kanan,
Bunyi napas normal vesikuler
2) Abdomen
Inspeksi : ada/tidak bekas operasi ,striae dan linea
Palpasi : TFU kontraksi ada/tidak, posisi, kandung
kemih penuh/tidak
Auskultasi : DJJ ada/tidak
c. Genitalia

Inspeksi : kebersihan ada/tidaknya tanda-tanda


REEDA (Red, Edema, Discharge,
Approxiamately), pengeluaran air ketuban
(jumlah, warna, bau dan lendir merah
kecoklatan

Palpasi : pembukaan serviks(0-4)

Ekstrimitas : edema, varises ada/tidak.

d) Pemeriksaan Diagnostic
1) Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia, infeksi
2) Golongan darah dan faktor Rh
3) Rasio lestin terhadap spingomielin (rasio US) untuk menentukan
maturitas janin
4) Tes ferning dan kertas nitrazine:memastikan pecah ketuban
5) Ultrasonografi ;menentukan usia gestasi, ukuran janin, gerakan
jantung janin dan lokasi plasenta.
6) Pelvimetri untuk identifikasi posisi janin

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri persalinan berhubungan dengan dilatasi serviks dan ekspulsi
fetal
2) Ansietas berhubungan dengan faktor psikologis proses menghadapi
persalinan
3) Resiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini (KPD)
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
Ansietas berhubungan Anxieti Control Anxiety reduction:
dengan faktor 1. Monitor intensitas kecemasan 1. Gunakan pendekatan
psikologis proses 2. Menyingkirkan tanda yang menenangkan
menghadapi kecemasan 2. Jelaskan semua
persalinan 3. Menurunkan stimulasi prosedur dan apa
lingkungan ketika cemas yang dirasakan
4. Mencari informasi untuk selama prosedur
menurunkan cemas. 3. Dorong keluarga
untuk menemani klien
4. Identifikasi tingkat
kecemasan
5. Berikan informasi
faktual mengenai
diagnosis, tindakan
prognosis
Resiko infeksi Risk Control Infection control
berhubungan dengan 1. Pengetahuan tentang resiko 1. Bersihkan lingkungan
ketuban pecah dini 2. Memonitor faktor resiko dan setelah dipakai pasien
(KPD) lingkungan lain
3. Memonitor faktor resiko dari 2. Terapkan pencegahan
perilaku personal aseptic
3. Jaga keseterilan alat
yang digunakan
4. Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
5. Pertahankan tehnik
isolasi
6. Monitor tanda tanda
vital.

Anda mungkin juga menyukai